Clarissa duduk meringkuk menangis dengan Posisi tidak berubah sama sekali. Clarissa tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti ini. “Apa pantas Risa diperlukan seperti ini." Clarissa memandang potongan rambutnya yang berserakan di lantai. Clarissa memegang rambutnya. Di saat dia mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya, mengapa tidak ada satu orang pun yang mengasihaninya. Mengapa tidak ada satu orangpun yang mau membantunya. Bahkan Mereka terlihat begitu sangat menikmati pertunjukan yang ada di depan mereka.
Clarissa merasakan sakit di tubuhnya. Air matanya tidak ada henti-hentinya mengalir dengan derasnya. Clarissa memegang dadanya yang terasa begitu sangat sakti dan sesak. "Bunda tolong Risa,” ucapnya sambil menangis.
"Bunda, Risa benar-benar gak tahan. Kenapa hidup Risa harus seperti ini. Maafkan Risa bunda. Bila waktu itu Risa mendengarkan ucapan bunda. Risa pasti tidak akan mengalami ini semua
“Kenapa kalian menghalangi ku. Aku belum puas memberikan pelajaran untuk wanita itu." Farah begitu sangat kesal memandang kedua temannya. Ia masih belum puas dengan apa yang telah dilakukannya.“Aku sudah tidak tega lihatnya," ucap temannya yang bernama Mirna.“Apanya yang tidak tega. Dia sudah begitu berani dekat dengan suami ku. Aku benar-benar tidak puas." Farah ingin turun dari dalam mobilnya dan melanjutkan aksinya kepada Clarissa.“Kamu enggak lihat kalau tadi cewek itu udah sampai lemas. Aku rasa pelajaran yang kamu kasih itu sudah cukup untuk buat dia jera. Bila kamu masih belum puas. Silakan lakukan. Tapi jangan bawa kami. Kami tidak ingin terlibat dengan masalah ini," ucap Susi yang menjalankan mobilnya.“Aku akan melakukan perhitungan lagi dengannya, bila dia masih tidak mau melepaskan suami ku." Farah berkata dengan sangat mara
Clarissa berbaring di atas tempat tidur dengan memiringkan tubuhnya. Punggungnya terasa begitu sangat sakit dan juga pedih. Sepatu yang dipakai Farah yang mengenai punggungnya begitu sangat terasa. Mungkin saat ini kondisi punggungnya dalam keadaan yang sangat tidak baik dan bahkan terluka. Clarissa mengingit bibir bawahnya saat merasakan punggungnya yang begitu amat perih dirasakannya. Kepalanya juga terasa sakit dan pusing.Clarissa berulangkali mengusap air matanya ketika mengingat apa yang dialaminya. Berada diposisi seperti ini tidak pernah ada di dalam bayangannya. Namun mengapa dia mengalami semuanya seperti ini. Clarissa menangis ketika merasakan sakit di sekujur tubuhnya. "Ayah, Ibu kenapa kalian tidak pernah mengingat Risa. Apa kalian tahu seperti apa sekarang kondisi Risa. Risa juga anak kalian, kenapa kalian lupakan begitu saja,” ucapnya yang mengusap air matanya. “Risa selalu kuat dalam menjalani hidup dan cobaan. Namun kal
Farah memberhentikan mobilnya di depan rumah mertuanya. “Apa mereka sudah tahu apa yang aku lakukan terhadap perempuan itu?" ucapnya yang turun dari dalam mobil.Farah merasa takut ketika turun dari dalam mobil. Ia berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa takutnya. Farah mencoba untuk terlihat santai seperti biasanya. Farah bersikap seakan semuanya baik-baik saja.Farah masuk ke dalam rumah mertuanya. Farah tersenyum memandang suaminya yang duduk di sofa. Wajah Farah memucat saat melihat wajah suaminya yang begitu sangat marah. Bahkan suaminya tidak pernah marah seperti ini sebelumnya. Farah begitu sangat takut memandang tatapan mata suaminya.“Ada apa ma?" ucap Farah yang berjalan mendekati Haryati.“Ada apa kamu bilang?" ucap Haryati yang melayangkan tangannya ke pipi menantunya.Wajah Farah memerah ketika telapak tangan m
Fathir keluar dari dalam kamar Clarrissa dan menutup pintu kamar Clarissa dengan sangat rapat. Fathir melintas di depan kamar mamanya. Fathir tersenyum ketika mendengar suara ketawa putra dan juga putrinya yang sedang bermain dengan opa dan Oma mereka.Fathir menuruni anak tangga. Fathir masih sibuk dengan pikirannya. Kacang rebus dia belum pernah mendengar istilah tersebut apalagi memakannya. Fathir menggaruk kepalanya ketika yang diingatnya adalah kacang lupa dengan kulitnya. Fathir kembali naik ke atas dan mengetuk pintu kamar mamanya.Haryati yang duduk di lantai bermain dengan cucunya memandang kearah pintu kamarnya yang terbuka. "Ada apa,” tanyanya ketika melihat putranya berdiri di ambang pintu.“Aku mau keluar ma,” ucap Fathir.“Mau ngapain?” tanya Haryati."Aku mau beli yang di minta Clarissa.”
“Abang enggak usah tidur di sini,” ucap Clarissa saat melihat Fathir yang akan tidur dikamarnya."Abang tidur di sini cuma nemenin Risa karena lagi sakit dan dirawat seperti ini. Abang juga tidurnya di sofa. Jadi Risa gak usah takut," ucapnya yang mencubit kecil hidung gadis yang saat ini berbaring menatapnya.Clarissa menggelengkan kepalanya. "Risa nggak mau,” ucapnya.“Kenapa,” tanya Fathir.“Nggak nyaman kalau di dalam kamar sama cowok,” ucap Clarissa.Fathir memandang wajah Clarissa. “Kalau Risa nggak sedang sakit seperti ini, Abang juga nggak nemenin di dalam kamar. Di sini kita gak berdua juga, ada perawat jadi kita bertiga,” ucapnya.“Perawat sudah ada, abang gak usah temani Risa. Abang tidur sama Devan dan juga Sheren aja,” ucapnya.“Kalau
“Assalamu’alaikum,” ucap Fathir yang mengetuk kamar Clarissa.Clarissa tersenyum ketika mendengar suara pria tersebut, “Wa’alaikum salam,” jawabnya dari dalam.Fathir membuka pintu kamar Clarisa dan memandang Clarissa yang duduk di tempat tidur dengan menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur.Fathir berjalan mendekati Clarissa dan duduk di pinggir tempat tidur. Fathir tersenyum memandang wajah Clarissa. "Sangat cantik,” ucapnya memuji.Clarissa tersenyum saat mendengar ucapannya. "Risa udah nggak malu keluar rumah lagi Bang,” ucapnya. Clarissa memandang wajah Fathir. Entah mengapa saat ini ia ingin selalu dekat dengan pria tersebut. Clarissa berusaha membuang jauh-jauh perasaannya dan menyembunyikan rasa cintanya, karena dia tahu pria itu bukanlah pria yang berhak untuk dicintainya.“Kata Mama
Farah mengusap wajahnya ketika dia harus membayar uang arisannya. Farah hanya diam memandang layar ponselnya yang menyala.Farah mengangkat sambungan telepon tersebut setelah 3 kali si penelpon bolak-balik menghubunginya. "Hallo,” ucap Farah yang mengangkat sambungan telepon di ponselnya.“Hallo Farah, ini uang arisan kamu gimana, kita mau narik lo hari ini,” ucap Lena sebagai ownernya.Farah diam saat mendengar ucapan temannya tersebut. Ia harus membayar uang arisan 10 juta untuk pembayaran arisan cincin berliannya.“Farah jangan diam aja kamu. Kamu sudah ambil cincin berliannya,” ucap Lena.“Iya aku tahu, aku sudah ngambil cincinnya dan cincin itu ada di dalam tas, cincin itu sudah tidak ada bersama dengan tas 1 M,” ucapnya memberikan alasan.“Itu bukan urusan aku ya Farah. Hari
Clarissa merasakan sesak didadanya. Air matanya mengalir begitu saja saat mendengar apa yang disampaikan oleh pria didepannya.“Maafin Abang,” sesal Fathir yang ingin memeluknya.Clarissa menolaknya dan menggelengkan kepalanya. "Risa rasanya nggak sanggup.” Clarissa menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Ia menangis sejadi-jadinya saat mendengar bahwa dirinya sedang hamil. “Apa salah Risa. Kenapa Risa diberi cobaan di luar dari kemampuan Risa," ucapnya. Selama ini ia sudah berusaha untuk ikhlas menerima takdirnya. Dia juga berusaha menguatkan dirinya. Namun saat ini Clarissa merasakan pertahan kekuatannya roboh sudah. Langit serasa runtuh untuknya.“Abang mohon Risa tenang,” ucap Fathir.Clarissa menangis menahan sakit di dadanya. Ia seakan tidak mampu membayangkan apa yang terjadi terhadap dirinya nanti.Fathir memelukn
Angin berhembus menyejukkan kulitnya. Rambut panjang sebahu menari-nari mengikuti arah kemana angin membawanya. Clarissa tersenyum dan memeluk tangan yang melingkar di pinggangnya."Apa nggak dingin,” Fathir bertanya Ketika melihat istrinya yang sudah lama berdiri di balkon teras kamarnya.Clarissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya, “dingin sih, tapi anginnya enak, sejuk Risa suka. Risa nggak pernah bayangin kalau Risa bakalan datang ke sini," Clarissa berbicara dengan memutar sedikit kepalanya ke belakang dan memandang wajah suaminya yang berdiri di belakangnya. Dari atas lantai 25 ini Clarissa bisa yang menatap keindahan kota Tokyo di malam hari.Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya."Abang kalau mau cium kasih aba-aba kenapa.""Kalau kasih aba-aba itu nggak seru.” Fathir mengulum senyumnya. Pria tiga anak Itu menatap wajah istrinya yang begitu sangat cantik. "Sebenarnya sudah lama pengen ajak adek berlibu
Clarissa memandang suaminya. Ada rasa khawatir ketika dirinya akan bertemu dengan Farah mantan istri suaminya."Bang." Clarissa memegang tangan suaminya.“Iya,” jawab Fathir.“Risa masih belum siap untuk ketemu sama Mbak Farah,” keluh Carissa.Fathir tersenyum dan mengusap pipi istrinya, “dia datang ke sini niatnya untuk memperkenalkan calon suaminya, dan juga untuk melihat Devan dan Sheren, jadi niatnya baik. Bila orang datang dengan niat yang baik, maka kita harus menerimanya." Fathir meyakinkan istrinya. Pria itu mengusap pipi istrinya dan mengecup kening istrinya.“Nanti Abang jangan tinggalin Risa ya,” pinta Clarissa. Hingga saat ini Clarissa masih tidak berani terhadap istri mantan suaminya. Apa yang telah dilakukan oleh mantan istri suaminya itu masih teringat jelas dalam ingatannya.“Iya dek Abang nggak akan ninggalin,” Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya.&ld
"Bang jangan gangguin, Risa lagi kasih Azkah susu," kata Clarissa yang merasa geli ketika suaminya mencium tengkuk lehernya."Kalau Azkah sudah selesai minum susu dan tidur, satu kali lagi ya Dek,"pintar Fathir.Clarissa memutar kepalanya dan memandang wajah suaminya.Fathir tersenyum dan memajukan bibirnya ke depan. Pria itu mencium bibir istrinya. "Ya sayang," ucap Fathir yang sedikit mengecup bibir istrinya."Sejak tadi rambut Risa nggak ada kering-keringnya," kata Clarissa yang sedang dalam kondisi berbaring menyusui bayi.“Iya sama Dek,” ucap Fathir.“Sama apanya.”“Rambut Abang juga gak ada kering-keringnya.” Jawab pria yang memegang punggung istrinya dari belakang.“Abang rambutnya pendek. Gitu siap mandi 5 menit dah kering,” ucap Clarissa.Fathir hanya tersenyum saat mendengar ucapan istrinya. "Dek, kemarin 40 hari cuti dek. Sekarang tu rasanya beda, enak. Gak
Farah duduk di meja kerjanya. Saat ini dirinya memeriksa laporan penjualan butik miliknya. Butik yang didirikannya 10 bulan yang lalu. Farah juga mengurusi pemesanan secara online.Farah menghentikan pekerjaannya dan menutup layar komputernya. Farah melihat foto-foto kedua anaknya seperti ini, air matanya menetes seketika. Setelah perpisahannya dengan mantan suaminya, Farah belum pernah bertemu dengan kedua anaknya. Rasa rindunya begitu sangat kuat, namun Farah malu untuk menatap wajah kedua anaknya. Menyandang nama sebagai ibu yang tidak baik, begitu membuatnya tidak berani untuk mendekati kedua anaknya.“Andainya aku berjumpa dengan mereka , apakah mereka akan berlari memeluk ku?" Farah bertanya di dalam hatinya. “Maafkan mami, Mami malu menatap wajah kalian. Sekarang kalian pasti begitu sangat bahagia. Berkumpul sama opa dan Oma. Kalian sudah memiliki mama baru, yang sepertinya dia sangat menyayangi kalian,” ucap Farah yang mengusap air matan
Fathir masuk ke dalam kamarnya. Pria itu melihat istrinya yang sedang tidur bersama dengan anak ketiganya. Sudah 2 hari ini istrinya sudah pulang ke rumah.Fathir tersenyum memandang wajah istrinya yang saat ini tertidur dengan sangat nyenyak. Pria itu mencium kening istrinya dengan sangat lembut kemudian mencium pipi dan bibir istrinya. “Enak kali tidurnya sampai nggak tahu,” ucap Fathir yang sedikit menarik hidup istrinya. Istrinya tidak bergerak sama sekali meskipun dirinya sudah dekat seperti ini.Fathir merangkak naik ke atas tempat tidur. Pria itu memandang wajah putranya yang begitu sangat tampan. “Ini tidurnya pasti sama enaknya sama mamanya. Atau jangan-jangan lagi lomba tidur." Fathir berbicara dengan suara yang sangat kecil. "Pipinya lembut sekali." Fathir mencium lembut bibir putranya.Fathir tersenyum ketika putranya bergerak. Pria itu mencium pipi putranya dan membuka jas yang saat ini di pakainya. Fathir menggendong putranya dan
Clarissa berbaring di atas tempat tidur kamar rawatnya. Senang sangat hati Clarissa setelah proses persalinannya berjalan dengan sangat lancar. Saat ini kamar yang ditempatinya sudah penuh dengan keluarganya. Adik-adiknya, anak-anaknya, Papa mertua, Mama mertua kemudian juga Ibu serta papa sambungnya. Clarissa tersenyum saat melihat wajah ibu dan juga mama mertuanya yang sedang asik mengendong cucunya.Clarissa tertawa ketika melihat tingkah Sheren yang begitu sangat lucu. Sheren menarik tangan Omanya agar dirinya bisa mencium Adik bayinya tersebut."Sejak tadi dicium-cium Sheren dan Devan, tapi tetap aja gak bangun-bangun," Clarissa memandang putranya yang tidur dengan sangat lelap."Jadi aku sekarang sudah di panggil Om," tanya DikoClarissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Ciko yang umurnya nya 6 tahun juga?" Tanya Diko.“Iya,” jawab Rini."Oh aku berharap dia tidak cepat menikah nanti agar aku tidak
"Apa tidak ada cara lain dok, Istri saya sudah sangat kesakitan tapi masih disuruh untuk jalan?" Fathir menahan emosinya saat dokter Sandra yang menangani persalinan Istrinya meminta agar istrinya jalan-jalan di dalam kamar."Ini guna mempercepat bukaannya pak. Saat ini sudah bukaan 5." Dokter Sandra menjelaskan."Tapi istri saya sudah sangat kesakitan," ucap Fathir yang meneteskan air matanya. Dengan sangat cepat pria itu menutup matanya dengan telapak tangannya dan mengusap air matanya."Fathir, persalinan normal memang seperti ini." Rini menasehati menantunya."Tapi bu," ucap Fathir menghentikan ucapannya."Kita harus ikut apa yang disarankan dokter Sandra. Biar mempercepat bukaan. " Ucap Rini.Fathir memandang isterinya yang berbaring di atas tempat tidur. Saat ini yang bisa dilakukannya hanya menuruti saran dari dokter tersebut.Fathir berjalan mendekati istrinya. Pria itu duduk di samping tempat tidur. "Mau ya Dek jalan," bujukn
Setelah sholat subuh Fathir menemani istrinya jalan pagi di halaman rumahnya. Terkadang Fathir membawa istrinya jalan di taman agar Istrinya tidak bosan.Saat ini Fathir sedang berada di taman di depan rumahnya. Istrinya tidak mau untuk jalan-jalan ke taman yang berada di luar dari perumahannya. Clarissa lebih memilih untuk jalan pagi di halaman rumah mereka.Clarissa berhenti dan memegang tangan suaminya."Kenapa?" tanya Fathir."Perut Risa sakit bang," ucap Clarissa. Wajahnya terlihat menahan sakit."Apa sakit kali sayang, bila terlalu sakit jalan paginya udahan aja. Abang gendong ke kamar ya?"Clarissa menggelengkan kepalanya. "Gak usah bentar lagi akan hilang, sekarang sering sakit gini bang, terus nanti sakitnya hilang." Clarissa mengusap-usap perutnya berharap rasa sakit yang dirasakannya bisa secepatnya hilang.“Sayang, adek cepat lahir ya nak, kasihan Mama,” ucap Fathir. Ia hanya berusaha menguatkan istrinya dengan
Clarissa duduk di pangkuan suaminya sambil mengancing kemeja yang dipakai suaminya.Fathir memandang wajah istrinya. Pipi istrinya sudah semakin berisi dan bulat. Pria itu begitu sangat gemas melihat istrinya yang semakin tampak imut-imut. "Mau ikut ke kantor gak?" tanyanya sambil mencium pipi bulat istrinya.Clarissa memandangnya dan membesarkan matanya. "Apa boleh?" tanyanya."Iya bolehlah istri bos yang datang, siapa yang berani larang," ucapnya."Tapi nanti Risa gangguin abang kerja," Clarissa berkata dengan memandang wajah tampan suaminya."Ya enggak lah, paling waktu istirahat nanti main di kamar," Fathir sedikit tersenyum dan menaikan sebelah alisnya."Kalau gitu Risa wajib bawa baju ganti, make up juga," Clarissa berkata dengan wajah polosnya. Clarissa hanya perlu membawa perlengkapan baju dan make up saja, sedangkan untuk perlengkapan mandi di sana sudah tersedia.Fathir tersenyum saat mendengar jawaban polo