“Iya nggak apa-apa devan duduk di sini aja, lagian Adek Sheren nggak marah kok. Abangnya duduk di sini,” ucap Clarissa saat Devan duduk dipahanya sebelah kanan, sedangkan Sheren duduk dipangkuannya sebelah kiri.
“Biasanya kalau naik mobil, Devan mau duduk di belakang,” ucap Fathir yang memandang Clarissa.
Clarissa hanya tersenyum memandang Devan.
“Untung aja Sheren enggak marah sempit- sempitan,” ucap Clarissa yang
memandang Devan.
“Sheren nggak suka nangis dia Paling suka main. Nangisnya kalau lagi lapar, haus dan ngantuk,” ucap Fathir.
Clarissa tersenyum memandang Sheren, diciumnya pipi gadis kecil tersebut.
“Kenapa Maminya nggak ada nelpon, apa maminya gak ingat sama anak-anaknya. Padahal perginya udah dari pagi sampai sekarang
"Nggak usah takut, masak iya ditinggalin mandi sebentar aja udah gak mau gitu,” ucap Haryati.Wajah Clarissa semakin memerah saat mendengar wanita itu menggodanya.Fathir tersenyum memandang Clarissa. Wajah Gadis itu merah menahan rasa malu."Abang mandi sebentar aja. Gerah setelah keliling sejak tadi," ucapnya memandang Clarissa.Dengan ragu Clarissa menganggukkan kepalanya. Clarisa tidak berani untuk meminta agar pria itu tetap ada di sini, mengingat saat ini kedua orang tua Pria itu sedang memandang kearahnya.Fathir tersenyum memandang Clarissa. “Aku mandi bentar ma," ucapnya yang memandang mamanya.“Dari tadi kamu bilang mandi-mandi tapi nggak pergi-pergi,” ucap Haryati memandang putranya.Fathir tersenyum. “Ya sudah aku mandi dulu,” ucapnya yang mencium putrinya.
“Mama sama papa mau ke kamar atas lihat Sheren dan juga Devan, sekalian mau main-main sama mereka, udah kangen,” ucap Haryati yang memandang Fathir dan juga Clarissa. Haryati dan Burhan sengaja ingin meninggalkan putranya bersama dengan gadis yang akan menjadi istri putranya tersebut. Mereka berharap Fathir bisa berbicara lebih santai menyelesaikan masalah mereka.“Iya ma,” jawab Fathir.“Ibu ke atas ya Clarissa,” ucap Haryati yang mengusap punggung tangannya.Clarissa sedikit tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Clarissa mengusap dadanya yang terasa begitu sangat lega, ketika Haryati dan juga Burhan pergi meninggalkan meja makan tersebut.“Kenapa,” tanya Fathir.“Grogi Bang,” jawab Clarissa.Fathir tersenyum memandangnya.“Mau duduk di belakang nggak,&rdquo
Fathir duduk di kursi kemudi, ekor mata pria itu tidak ada henti-hentinya mencuri pandang kearah gadis yang saat ini duduk disampingnya.“Bawa mobil itu konsentrasi Bang,” ucap Clarissa.Fathir tertawa mendengar ucapan gadis tersebut.“Tahu ya dari tadi diliatin,” ucapnya.“Ya tahulah,” jawab Clarissa.“Habisnya nanti kalau udah sampai di rumah, abang nanti pasti kangen,” ucapnya memandang Clarissa.Clarissa begitu sangat grogi saat mendengar ucapan pria tersebut. Jantungnya berdegup dengan hebatnya.“Tapi kalau boleh jujur Abang sepertinya beneran cinta sama Risa,” ucapnya yang berusaha untuk jujur dengan perasaannya. Fathir tidak memikirkan lagi bila Gadis itu menganggapnya genit. Fathir hanya ingin jujur dengan perasaannya.Clarissa hanya diam ketika men
Farah memandang kamarnya yang kosong. Farah mengusap wajahnya. Farah membuka bajunya dan menjatuhkannya di lantai kamarnya. Ia berjalan mengambil handuk dan melingkarkan handuk itu di tubuhnya. Farah masuk ke dalam kamar mandi dan menyiram tubuhnya di bawah cucuran air shower yang hangat. "Saat aku pulang kamu nggak ada, ternyata kamar ini rasanya sepi juga ya Mas. Mungkin karena aku tidak dengar kamu mengomel,” ucapnya dalam hati. Farah sangat malu mengakui hal tersebut."Kenapa sekarang hubungan kita semakin jauh seperti ini,” ucapnya yang mengusap wajahnya yang basah oleh air yang bercucuran dari atas kepalanya. “Apa kamu tahu Mas, sikap kedua orang tua kamu yang membuat aku seperti ini.” Menjadi menantu yang tidak pernah diinginkan begitu sangat membuat Farah tidak nyaman dan pada akhirnya dia lebih memilih untuk bersenang-senang bersama dengan teman-temannya.Cukup lama Farah menghabiska
Farah keluar dari rumah mertuanya. Kakinya terasa begitu sangat lemas. Air matanya tidak ada berhenti menetes. Di jam pagi seperti ini Farah mendapat kabar seperti ini. Bagaikan disambar petir di tengah hari, saat ia mendengar apa yang telah disampaikan mertuanya kepadanya. Farah sudah tidak sanggup berada di dalam rumah mertuanya. Farah berusaha mempercepat langkah kakinya agar bisa sampai di mana mobilnya terparkir. Farah masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin mobil tersebut.Farah menangis di dalam mobil. “Aku nggak akan pernah mau kamu memiliki istri lain selain dari aku,” ucapnya. Kakinya gemetar ketika harus menahan rasa emosi dan juga sakit di dadanya. “Mereka memang sangat tidak menyukai aku. Mereka akan berbuat berbagai caranya agar kamu bisa menikah dengan yang lain,” ucapnya yang mengusap air matanya. Farah menatap sendu rumah mewah yang ada di depannya. "Aku tidak sebodoh itu, aku akan melakukan berbagai
Kedatangan FarahPenulis, Lilik HendriyaniClarissa mendengar suara ketukan pintu dari luar. "Tadi udah dibilangin nggak usah datang, kenapa datang juga.” Clarissa mengerutkan keningnya. Ia beranjak dari duduknya dan kemudian berjalan menuju pintu. Clarissa tersenyum ketika membuka pintu rumahnya. Senyum dibibirnya hilang seketika, saat melihat orang yang berada di depan pintu rumahnya. Clarissa begitu sangat terkejut, jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya, wajahnya memucat dan keringat di keningnya bercucuran. Ketika menyadari salah satu dari tiga wanita itu sangat dikenalinya."Terkejut melihat saya? Apa kamu tadi begitu sangat senang karena menganggap yang datang suami saya?" Farah berkata sembari memandang Clarrissa dengan tatapan yang begitu sangat marah."Maaf." Hanya kalimat itu yang keluar dari bibirnya. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa gugup dan takutnya. Clarissa san
Clarissa duduk meringkuk menangis dengan Posisi tidak berubah sama sekali. Clarissa tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti ini. “Apa pantas Risa diperlukan seperti ini." Clarissa memandang potongan rambutnya yang berserakan di lantai. Clarissa memegang rambutnya. Di saat dia mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya, mengapa tidak ada satu orang pun yang mengasihaninya. Mengapa tidak ada satu orangpun yang mau membantunya. Bahkan Mereka terlihat begitu sangat menikmati pertunjukan yang ada di depan mereka.Clarissa merasakan sakit di tubuhnya. Air matanya tidak ada henti-hentinya mengalir dengan derasnya. Clarissa memegang dadanya yang terasa begitu sangat sakti dan sesak. "Bunda tolong Risa,” ucapnya sambil menangis."Bunda, Risa benar-benar gak tahan. Kenapa hidup Risa harus seperti ini. Maafkan Risa bunda. Bila waktu itu Risa mendengarkan ucapan bunda. Risa pasti tidak akan mengalami ini semua
“Kenapa kalian menghalangi ku. Aku belum puas memberikan pelajaran untuk wanita itu." Farah begitu sangat kesal memandang kedua temannya. Ia masih belum puas dengan apa yang telah dilakukannya.“Aku sudah tidak tega lihatnya," ucap temannya yang bernama Mirna.“Apanya yang tidak tega. Dia sudah begitu berani dekat dengan suami ku. Aku benar-benar tidak puas." Farah ingin turun dari dalam mobilnya dan melanjutkan aksinya kepada Clarissa.“Kamu enggak lihat kalau tadi cewek itu udah sampai lemas. Aku rasa pelajaran yang kamu kasih itu sudah cukup untuk buat dia jera. Bila kamu masih belum puas. Silakan lakukan. Tapi jangan bawa kami. Kami tidak ingin terlibat dengan masalah ini," ucap Susi yang menjalankan mobilnya.“Aku akan melakukan perhitungan lagi dengannya, bila dia masih tidak mau melepaskan suami ku." Farah berkata dengan sangat mara
Angin berhembus menyejukkan kulitnya. Rambut panjang sebahu menari-nari mengikuti arah kemana angin membawanya. Clarissa tersenyum dan memeluk tangan yang melingkar di pinggangnya."Apa nggak dingin,” Fathir bertanya Ketika melihat istrinya yang sudah lama berdiri di balkon teras kamarnya.Clarissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya, “dingin sih, tapi anginnya enak, sejuk Risa suka. Risa nggak pernah bayangin kalau Risa bakalan datang ke sini," Clarissa berbicara dengan memutar sedikit kepalanya ke belakang dan memandang wajah suaminya yang berdiri di belakangnya. Dari atas lantai 25 ini Clarissa bisa yang menatap keindahan kota Tokyo di malam hari.Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya."Abang kalau mau cium kasih aba-aba kenapa.""Kalau kasih aba-aba itu nggak seru.” Fathir mengulum senyumnya. Pria tiga anak Itu menatap wajah istrinya yang begitu sangat cantik. "Sebenarnya sudah lama pengen ajak adek berlibu
Clarissa memandang suaminya. Ada rasa khawatir ketika dirinya akan bertemu dengan Farah mantan istri suaminya."Bang." Clarissa memegang tangan suaminya.“Iya,” jawab Fathir.“Risa masih belum siap untuk ketemu sama Mbak Farah,” keluh Carissa.Fathir tersenyum dan mengusap pipi istrinya, “dia datang ke sini niatnya untuk memperkenalkan calon suaminya, dan juga untuk melihat Devan dan Sheren, jadi niatnya baik. Bila orang datang dengan niat yang baik, maka kita harus menerimanya." Fathir meyakinkan istrinya. Pria itu mengusap pipi istrinya dan mengecup kening istrinya.“Nanti Abang jangan tinggalin Risa ya,” pinta Clarissa. Hingga saat ini Clarissa masih tidak berani terhadap istri mantan suaminya. Apa yang telah dilakukan oleh mantan istri suaminya itu masih teringat jelas dalam ingatannya.“Iya dek Abang nggak akan ninggalin,” Fathir tersenyum dan mencium bibir istrinya.&ld
"Bang jangan gangguin, Risa lagi kasih Azkah susu," kata Clarissa yang merasa geli ketika suaminya mencium tengkuk lehernya."Kalau Azkah sudah selesai minum susu dan tidur, satu kali lagi ya Dek,"pintar Fathir.Clarissa memutar kepalanya dan memandang wajah suaminya.Fathir tersenyum dan memajukan bibirnya ke depan. Pria itu mencium bibir istrinya. "Ya sayang," ucap Fathir yang sedikit mengecup bibir istrinya."Sejak tadi rambut Risa nggak ada kering-keringnya," kata Clarissa yang sedang dalam kondisi berbaring menyusui bayi.“Iya sama Dek,” ucap Fathir.“Sama apanya.”“Rambut Abang juga gak ada kering-keringnya.” Jawab pria yang memegang punggung istrinya dari belakang.“Abang rambutnya pendek. Gitu siap mandi 5 menit dah kering,” ucap Clarissa.Fathir hanya tersenyum saat mendengar ucapan istrinya. "Dek, kemarin 40 hari cuti dek. Sekarang tu rasanya beda, enak. Gak
Farah duduk di meja kerjanya. Saat ini dirinya memeriksa laporan penjualan butik miliknya. Butik yang didirikannya 10 bulan yang lalu. Farah juga mengurusi pemesanan secara online.Farah menghentikan pekerjaannya dan menutup layar komputernya. Farah melihat foto-foto kedua anaknya seperti ini, air matanya menetes seketika. Setelah perpisahannya dengan mantan suaminya, Farah belum pernah bertemu dengan kedua anaknya. Rasa rindunya begitu sangat kuat, namun Farah malu untuk menatap wajah kedua anaknya. Menyandang nama sebagai ibu yang tidak baik, begitu membuatnya tidak berani untuk mendekati kedua anaknya.“Andainya aku berjumpa dengan mereka , apakah mereka akan berlari memeluk ku?" Farah bertanya di dalam hatinya. “Maafkan mami, Mami malu menatap wajah kalian. Sekarang kalian pasti begitu sangat bahagia. Berkumpul sama opa dan Oma. Kalian sudah memiliki mama baru, yang sepertinya dia sangat menyayangi kalian,” ucap Farah yang mengusap air matan
Fathir masuk ke dalam kamarnya. Pria itu melihat istrinya yang sedang tidur bersama dengan anak ketiganya. Sudah 2 hari ini istrinya sudah pulang ke rumah.Fathir tersenyum memandang wajah istrinya yang saat ini tertidur dengan sangat nyenyak. Pria itu mencium kening istrinya dengan sangat lembut kemudian mencium pipi dan bibir istrinya. “Enak kali tidurnya sampai nggak tahu,” ucap Fathir yang sedikit menarik hidup istrinya. Istrinya tidak bergerak sama sekali meskipun dirinya sudah dekat seperti ini.Fathir merangkak naik ke atas tempat tidur. Pria itu memandang wajah putranya yang begitu sangat tampan. “Ini tidurnya pasti sama enaknya sama mamanya. Atau jangan-jangan lagi lomba tidur." Fathir berbicara dengan suara yang sangat kecil. "Pipinya lembut sekali." Fathir mencium lembut bibir putranya.Fathir tersenyum ketika putranya bergerak. Pria itu mencium pipi putranya dan membuka jas yang saat ini di pakainya. Fathir menggendong putranya dan
Clarissa berbaring di atas tempat tidur kamar rawatnya. Senang sangat hati Clarissa setelah proses persalinannya berjalan dengan sangat lancar. Saat ini kamar yang ditempatinya sudah penuh dengan keluarganya. Adik-adiknya, anak-anaknya, Papa mertua, Mama mertua kemudian juga Ibu serta papa sambungnya. Clarissa tersenyum saat melihat wajah ibu dan juga mama mertuanya yang sedang asik mengendong cucunya.Clarissa tertawa ketika melihat tingkah Sheren yang begitu sangat lucu. Sheren menarik tangan Omanya agar dirinya bisa mencium Adik bayinya tersebut."Sejak tadi dicium-cium Sheren dan Devan, tapi tetap aja gak bangun-bangun," Clarissa memandang putranya yang tidur dengan sangat lelap."Jadi aku sekarang sudah di panggil Om," tanya DikoClarissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Ciko yang umurnya nya 6 tahun juga?" Tanya Diko.“Iya,” jawab Rini."Oh aku berharap dia tidak cepat menikah nanti agar aku tidak
"Apa tidak ada cara lain dok, Istri saya sudah sangat kesakitan tapi masih disuruh untuk jalan?" Fathir menahan emosinya saat dokter Sandra yang menangani persalinan Istrinya meminta agar istrinya jalan-jalan di dalam kamar."Ini guna mempercepat bukaannya pak. Saat ini sudah bukaan 5." Dokter Sandra menjelaskan."Tapi istri saya sudah sangat kesakitan," ucap Fathir yang meneteskan air matanya. Dengan sangat cepat pria itu menutup matanya dengan telapak tangannya dan mengusap air matanya."Fathir, persalinan normal memang seperti ini." Rini menasehati menantunya."Tapi bu," ucap Fathir menghentikan ucapannya."Kita harus ikut apa yang disarankan dokter Sandra. Biar mempercepat bukaan. " Ucap Rini.Fathir memandang isterinya yang berbaring di atas tempat tidur. Saat ini yang bisa dilakukannya hanya menuruti saran dari dokter tersebut.Fathir berjalan mendekati istrinya. Pria itu duduk di samping tempat tidur. "Mau ya Dek jalan," bujukn
Setelah sholat subuh Fathir menemani istrinya jalan pagi di halaman rumahnya. Terkadang Fathir membawa istrinya jalan di taman agar Istrinya tidak bosan.Saat ini Fathir sedang berada di taman di depan rumahnya. Istrinya tidak mau untuk jalan-jalan ke taman yang berada di luar dari perumahannya. Clarissa lebih memilih untuk jalan pagi di halaman rumah mereka.Clarissa berhenti dan memegang tangan suaminya."Kenapa?" tanya Fathir."Perut Risa sakit bang," ucap Clarissa. Wajahnya terlihat menahan sakit."Apa sakit kali sayang, bila terlalu sakit jalan paginya udahan aja. Abang gendong ke kamar ya?"Clarissa menggelengkan kepalanya. "Gak usah bentar lagi akan hilang, sekarang sering sakit gini bang, terus nanti sakitnya hilang." Clarissa mengusap-usap perutnya berharap rasa sakit yang dirasakannya bisa secepatnya hilang.“Sayang, adek cepat lahir ya nak, kasihan Mama,” ucap Fathir. Ia hanya berusaha menguatkan istrinya dengan
Clarissa duduk di pangkuan suaminya sambil mengancing kemeja yang dipakai suaminya.Fathir memandang wajah istrinya. Pipi istrinya sudah semakin berisi dan bulat. Pria itu begitu sangat gemas melihat istrinya yang semakin tampak imut-imut. "Mau ikut ke kantor gak?" tanyanya sambil mencium pipi bulat istrinya.Clarissa memandangnya dan membesarkan matanya. "Apa boleh?" tanyanya."Iya bolehlah istri bos yang datang, siapa yang berani larang," ucapnya."Tapi nanti Risa gangguin abang kerja," Clarissa berkata dengan memandang wajah tampan suaminya."Ya enggak lah, paling waktu istirahat nanti main di kamar," Fathir sedikit tersenyum dan menaikan sebelah alisnya."Kalau gitu Risa wajib bawa baju ganti, make up juga," Clarissa berkata dengan wajah polosnya. Clarissa hanya perlu membawa perlengkapan baju dan make up saja, sedangkan untuk perlengkapan mandi di sana sudah tersedia.Fathir tersenyum saat mendengar jawaban polo