Pekerjaan hari ini sungguh melelahkan, namun aku tidak boleh mengeluh atas semua nikmat yang sudah diberikan kepadaku, Bekerja sama saja membuatku melupakan masalah rumah tangga sejenak apalagi diberikan circle pertemanan yang cukup baik. Saat pulang kerja, terlihat rumah begitu ramai dengan obrolan para wanita. Pastinya aku sudah bisa menebaknya, aku rasa acara perjodohan belum selesai. Mungkin memang sangat berbahagia karena perjodohan ini adalah perjodohan yang sangat dinantikan oleh pihak suamiku.
"Assalamu alaikum," salamku saat akan memasuki rumah kontrakanku."Waalaikum salam." jawaban dari mereka serempak termasuk sosok wanita yang pernah mencintai suamiku yaitu Shilla.Shilla, sosok yang diinginkan Ibu mertuaku untuk menjadi pendamping Rizwan karena status keluarganya termasuk orang berada. Wanita berkulit putih terawat serta wajah yang menunjukkan senyum manisnya membuat siapa saja akan jatuh cinta padanya. Namun siapa sangka jika gadis ini lebih mencintai suamiku dan menerima perjodohannya dengan suamiku."Eh, Mbak Laila datang. Bagaimana kabarnya Mbak Laila?" ucap si Shilla dengan gaya sok cantik dengan pakaian serba kurang bahan. Mungkin dari segi pakaian yang selalu dianggap termasuk golongan sosialita."Hai Shilla, apa kabar? Lama tidak lihat kamu setelah kami menikah," ucapku tetap santai menahan emosi saat bertemu dengan wanita yang mencintai suamiku."Aku baik Mbak Lai. Apakah Mbak Laila sudah tau tidak niat ibu mertua Mbak Laila mengundangku kemari?" tanya Shilla penuh percaya diri. Aku memutar bola mataku dengan malas, dia begitu berharap mendapatkan Mas Rizwan. Seharusnya gadis secantik dia berhak bahagia dengan lelaki yang masih muda dan mapan, bukan dengan suami pelit seperti Mas Rizwan. Tapi mungkin ini sudah pilihannya untuk menjadi istri Mas Rizwan yang kedua."Oh itu, pasti tau dong." ucapku santai sembari memaksakan senyum. Sebisa mungkin aku tidak boleh menunjukkan sikap cemburuku pada Mas Rizwan."Terus bagaimana dengan Mbak Laila?" tanya Shilla yang terlihat bahagia karena aku menyetujuinya."Ya mau gimana lagi, Shil. Aku sudah bikin persyaratan sama Mas Rizwan jika mau menikahi kamu. Tenang saja, tidak akan menyulitkan siapapun kok." Aku menepuk bahu Shilla yang tengah berbahagia mendengar ucapanku yang menyetujui perjodohan dirinya dengan suamiku."Jadi beneran nih, aku bisa menikah dengan Mas Rizwan?" Shilla terlihat hampir tak percaya. Aku tetap bersikap biasa saja asalkan aku bisa segera lepas dari keluarga ini.Mungkin memang sudah saatnya hubungan ini diakhiri. Percuma saja jika aku ingin mempertahankannya jika keluarga suamiku menginginkan wanita lain menjadi penggantiku, begitu juga dengan Mas Rizwan yang sama sekali tidak bisa membelaku atau bahkan menghargaiku sebagai istrinya."Iya Shil, tapi hati-hati dengan mereka ya. Mbak berharap kamu betah saja," bisikku kepada Shilla.Ada maksud sedikit memperingatkan Shilla dari pengaruh orang seperti Mbak Rina dan Ibu mertua. Setidaknya gadis polos ini jangan sampai diperdaya oleh mertua dan iparnya yang somplak itu."Ma, maksudnya apa, Mbak?" Shilla mengkerutkan keningnya tanda kurang paham."Jangan kamu pengaruhi Shla! Bilang aja kamu iri karena Rizwan akan menikah dengan Shia!" bentak ibu mertua melihatku membisikkan sesuatu pada Shila. Sepertinya mereka takut jika kubongkar sikapnya di depan Shilla."Maaf ibu mertua, saya tak punya rasa iri. Yang ada malah kasihan sama Shilla," sengaja kubuat mereka tegang sedangkan wajah Shilla terlihat kebingungan dengan perdebatan kami."Maksud Mbak Laila apa, Bu?" Shilla menghampiri Ibu mertuaku seolah meminta penjelasan perdebatan kami. Mbak Rina pula ikut-ikutan sok baik kepada Shilla."Tidak usah bingung begitu, Laila emang iri sama kamu," kata Mbak Rina melotot ke arahku, aku sama sekali tak takut dengannya."Jangan melotot gitu nanti bola matanya melompat, nakutin nanti," ucapku membuat Mbak Rina semakin kesal dan ingin memakanku."Mbak Lai, aku gak ngerti deh," kata Shila dengan polosnya. Shilla sama sekali tidak memahami niat mertua menikahkannya dengan Rizwan. Mertua dan Mbak Rina pasti akan memanfaatkan kekayaan orang tua Shilla yang berprofesi sebagai jurakan besi tua di luar pulau."Nanti juga kamu tahu Shil, Shilla sudah bersedia menikahi Mas Rizwan jadi Shia juga harus siap dengan semuanya," ucapku membuat Shla semakin berfikir. Cukup lucu melihat gadis polos yang cinta mati pada suamiku sedang berpikir atas apa yang akan menimpanya nanti setelah menikah.Sebenarnya tidak tega juga melihat Shilla akan berakhir tragis karena akan menjadi atm berjalannya Ibu mertua dan Mbak Rina. Namun dari hatiku yang terdalam aku berharap Shilla bisa merubah sikap mertua dan iparnya nanti.Tak kudapati Mas Rizwan bersama merrka di ruang tamu. Kini aku akan ke kamar dan memanggil Mas Rizwan. Saat masuk kamar terlihat Mas Rizwan tidak begitu gembira dan hanya duduk merenung memikirkan sesuatu."Assalamu alaikum.""Waalaikum salam, kamu sudah pulang Lai". "Kenapa masih di kamar, ada Shilla di luar, kasihan jika Mas Rizwan tidak menemani dia," sengaja kupancing dia agar berbicara mengenai perjodohan ini."Aku tak yakin, aku ingin mundur Lai," terlihat lesu yang tergambar di wajah Mas Rizwan."Kenapa?" tiba-tiba ada rasa bahagia ketika Mas Rizwan jngin mundur dari perjodohan ini. Aku merasa percaya diri jika Mas Rizwan akan membatalkan perjodohannya dengan Shilla dan memilih denganku."Lai, kenapa kamu malah memperkeruh pikiranku?" Mas Rizwan terlihat heran denganku yang mendukung perjodohannya meski hati hancur berkeping-keping di balik sikap santaiku. Ya, aku harus kuat dan tegar di balik masalah yang kuhadapi."Mas Rizwan, aku sudah bilang dari awal semenjak perjodohan kamu dengan Shilla udah membuatku bahagia, setidaknya aku bisa lepas dari suami pelit," Mas Rizwan mengerutkan dahinya."Apa kamu bilang? Aku pelit?" tanya mas Rizwan seakan tak percaya dengan ucapanku."Masa kamu tidak sadar, sekarang lebih baik segera temui Shilla di depan. Kalau sudah setuju segera talak aku, karena aku tak akan mau berbagi suami." mendadak pias wajah Mas Rizwan mendengar ucapanku."Apa kamu akan pergi dariku?""Mas, bukan aku yang menginginkan tetapi keluargamu dan sikapmu yang membuat aku ingin pergi darimu. Aku sudah tidak diharapkan disini lagi, Mas. Jadi untuk apa aku bertahan?"Aku pura-pura santai namun hati ingin berteriak dan menangis sekencang-kencangnya. Belum juga selesai perlakuannya tak adil padaku, namun kini aku dihadapkan dengan wanita yang dijodohkan dengan suamiku telah datang. Apalagi tidak menunjukkan rasa malu ketika terang-terangan berbicara denganku mengenai Mas Rizwan."Lai, bantu aku untuk membatalkan niat perjodohan ini dengan Shilla. Sebagai gantinya tiap bulan aku berikan semua gajiku dan kamu yang berhak mengaturnya," ucap Mas Rizwan. Ingin sekali aku berkata Iya, namun tetap aku harus berkata tidak demi kebahagiaan kami semua termasuk keluarga Mas Rizwan."Penawaran sudah berakhir, Mas! aku sudah tidak mau mempertahankan hubungan ini lagi. Ya, untung saja belum ada anak jadi aku bebas pergi darimu atas permintaan kelurgamu," sengaja kuungkit agar dia semakin sadar dan tegas menjadi seorang laki - laki."Bantu aku Lai, pliss," mohon pria itu sambil menangkukan kedua tangannya padaku. Jujur saja, baru kali ini dia memohon padaku seperti ini."Maaf mas, aku sudah siap lahir batin untuk berpisah denganmu. Ini semua untuk kebaikan kita bersama. Mas Rizwan akan tetap menjadi anak berbakti dan aku juga bisa tenang tanpa hinaan tiap hari yang dilontarkan keluarga kamu, Mas."Kulihat dia membuang nafas kasar dan menyugar rambutnya setelah mendengarkan keluh kesahku dan keputusanku. Keputusanku memang sudah bulat untuk berpisah dengannya meski dari lubuk yang terdalam masih tak rela."Lai, jika ini memang maumu baiklah aku kabulkan. Tapi berikan waktu empat belas hari untuk tetap bersama denganmu setelah itu akan kutunaikan permintaanmu," Akhirnya dia mengerti juga. Harusnya dia juga memahami jika keluarganya ingin kita berpisah apalagi dengan sengaja menjodohkannya dengan Shilla. Apalagi dirinya sama sekali tidak bisa menolak permintaan Ibunya sehingga lebih baik aku yang mundur."Baiklah, aku akan menemanimu selama empat belas hari setelah itu segera tunaikan, tapi dalam empat belas hari jangan biarkan ibu dan kakakmu ke rumah ini. Biarkan aku fokus menemanimu selama empat belas hari," syarat yang kulontarkan kepada Mas Rizwan. Wajahnya berubah cerah ketika aku masih mau bersamanya selama empat belas hari sebelum perpisahan.Cukup mudah syarat yang kuajukan namun aku sendiri tak tahu, Mas Rizwan dan keluarganya akan menerimanya atau tidak. Mungkin dengan syarat yang diucapkannya pikirannya bisa berubah. Tapi aku sendiri tak yakin dengan sikap mertua yang semaunya sendiri.Hari pertama di mulai hari ini, pagi ini aku berkutat di dapur memasak sarapan untukku dan Mas Rizwan. Anggap saja kita berdua mulai memperbaiki hubungan sampai emoat belas hari seperti yang diucapkan Mas Rizwan."Masak apa, Lai?" tanya Mas Rizwan usai mandi dan menuju ke dapur saat aku sedang memasak."Hanya masak ayam balado saja," ucapku singkat sambil mengaduk campuran ayam goreng dan bumbu balado. Ayam balado yang lama sekali tak kunikmati karena harganya tak mampu aku belim"Aku makan ya?" tanya Mas Rizwan sembari berkedip mata ke arahku. Sepertinya Mas Rizwan tergoda dengan aroma balado ayam buatanku."Ini memang menu sarapan kita, Mas. Lagian juga kamu tidak perlu minta ijin untuk sarapan." Kulihat ayam balado sudah matang dan aku segera menyajikannya ke meja makan. "Em, Lai. Ini ada uang lemburku satu juta lima ratus untuk belanja sampai empat belas hari dan tolong rahasiakan ini pada Ibu dan Mbak Rina," ucapan Mas Rizwan membuatku terperangah. Ada baiknya juga ternyata memb
Aku kecewa dengan sikapnya kemarin yang katanya ingin bersamaku sebelum perceraian, namun ternyata mulutnya hanya sekedar janji belaka."Kamu tidak masak, Lai?" tanya Mas Rizwan saat membuka tudung saji dan tidak ada isi di dalamnya."Makan di luar saja, Mas," jawabku datar tanpa memperhatikan Mas Rizwan dan aku menyibukkan sendiri menyemir sepatu kerjaku yang berwarna hitam."Bukannya kemarin aku sudah memberi uang belanja, Lai?" protes Mas Rizwan atas sikapku yang acuh padanya. Aku benar-benar sudah kecewa dengannya, rasa percaya menguap sempurna."Nih, Mas! kukembalikan uangmu. Lagian juga kamu sebentar lagi menikah dengan Shilla jadi kamu harus menjaga Shilla mulai dari sekarang.""Lai, kok kamu berubah?" "Yang berubah itu kamu, kamu yang menghianati perjanjian kita kan? Ya sudah nikmati saja." aku beranjak meninggalkannya namun tangannya mencekal tanganku. Sudah berselingkuh masih saja mengelak ternyata."Menghianati bagaimana, Lai?" aku memutar bola mataku dengan malas ke arahn
Usai makan siang, Pak Doni mengemudikan mobilnya menuju ke galeri sepatu. Aku jadi grogi jika berdua bersamanya, entah karena lama tidak bertemu atau bagaimana, yang jelas aku tidak percaya diri sama sekali. Dulu berdua seperti tak membuatku gugup sama sekali. Malah aku bisa cerita banyak sekali padanya meski tanggapannya sangatlah kaku."Kamu kenapa, Lai?" dia memperhatikanku ternyata saat mengingat kenangan saat menjadi sekretaris pertamanya dulu."Oh, tidak apa-apa, Pak!" aku sedikit lega ketika mobil yang dikendarai Pak Doni sudah sampai di sebuah galeri sepatu yang cukup menguras kantong bagiku. Meski dulu gajiku besar namun aku hanya membeli sepatu yang harganya tiga ratus ribuan. Bagiku sayang sekali jika hanya menghambur-hamburkan uang untuk sepatu yang harganya jutaan. Aku dan Pak Doni kini masuk ke galeri sepatu, segera aku ke bagian sepatu khusus pantofel."Silahkan pilih sepatu yang kamu suka, anggap hari ini aku memberikan hadiah untuk sekretarisku yang berprestasi!" Sun
Kulihat pagi ini Mas Rizwan membuka tudung saji, dia sepertinya lapar pagi ini. Bisa dilihat dari wajahnya yang lapar."Kamu beberapa hari ini enggak pernah masak untuk sarapan, Lai," ujar Mas Rizwan yang sudah tidak masak beberapa hari ini. Aku terpaksa melakukannya, percuma saja aku menuruti permintaannya namun dia tak pernah menghargaiku."Uangnya udah aku balikin ke kamu, Mas." aku sibuk merapikan rambutku yang akan kucepol ke atas karena membuatku lebih nyaman dan tidak gerah."Iya, tapi udah habis." Yang benar saja, baru beberapa hari, uang sebanyak itu sudah habis. Jika aku yang mengatur pasti cukup untuk sebulan, hanya saja aku sudah tak mau lagi. "Iya itu masalah kamu, Mas! Lagian kamu udah berhak menalakku sekarang juga.""Maksudmu apa, Lai?" sungguh, saat ini aku benar-benar ingin mencakar wajahnya."Kamu sudah mengingkari perjanjian kita, jadi kamu sudah boleh menalakku, Mas!""Tunggu sampai empat belas hari, Lai.""Empat belas hari untuk mengingkari janjimu, Mas? Untuk ap
Sejak Laila memutuskan kembali bergabung di perusahaanku, tentu saja hal ini membuatku semangat bekerja kembali. Tak ada hari terlewatkan untuk tetap masuk kerja. Laila adalah wanita yang tangguh. Adanya Laila di perusahaanku membuat perubahan yang gemilang. Sengaja kuhadiahkan sebuah apartemen mewah dengan fasilitas lengkap. Hanya saja sebelum kuberikan, ternyata Laila tiba-tiba mengundurkan diri. Akhirnya kubiarkan saja apartemen ini, berharap bisa memberikannya kepada Laila suatu hari nanti.Semenjak Laila mengundurkan diri, segera kucari pengganti Laila. Ternyata penampilan mereka tak sepadan dengan kecerdasan Laila. Penampilan Laila sangat sederhana tetapi memiliki otak yang cerdas.Mencari pengganti Laila, aku berharap akan membawa kesuskesan untuk perusahaanku. Tapi ternyata bukan itu yang kudapatkan dan tidak sesuai kenyataan. Berkali - kali aku berganti sekretaris dan semua tak sesuai dengan ekspektasiku. Beberapa tahun kemudian Laila datang kembali untuk melamar pekerjaan. H
Seperti biasa pukul delapan pagi aku sudah sampai di tempat kerjaku. Aku melihat sosok wanita berpakaian kurang bahan terkesan seksi berdiri di depan pintu ruangan Pak Doni. Wajahnya bahkan terlihat kurang bersahabat sama sekali dan terkesan sombong."Kamu tidak mengucapkan selamat pagi padaku?" terlihat sekali dia sangat angkuh, bahkan memintaku mengucapkan selamat lagi padanya. Padahal sama sekali aku tidak mengenalnya."Maaf, anda siapa? saya baru melihat hari ini," tanyaku membuat wanita itu terperanjat dan kedua matanya membulat sempurna ke arahku."Oh, pasti kamu pegawai baru, Kenalkan aku Alexandra tunangannya atasan kamu. Jadi jika bertemu aku kamu harus salam selayaknya aku atasan kamu?" ketus wanita itu. Baru saja tunangan, layaknya sudah menjadi bos besar di perusahaan Pak Doni. Ternyata Pak Doni sudah punya tunangan macam wanita sombong yang ada di depanku. "Baik, Nyonya." Segera menuju ke meja kerjaku dan menyiapkan berkas untuk hari ini."Jam berapa atasanmu datang ke ka
Alexandra gemas sekali dengan sikap Doni padanya. Terpaksa Alexsandra menuju ke kediaman Doni untuk mengadukan sikap Doni kepada Ibunya. Alexsandra meneteskan air di kedua matanya supaya terlihat sedang bersedih."Tante, Alexandra dicuekin sama Doni," rengek Alexandra kepada Vera, Ibu dari Doni. "Kok bisa?" tanya Vera keheranan, Vera pura-pura terkejut atas aduan Alexsandra kepadanya."Sandra juga tidak tau. Padahal sandra udah berusaha maksimal," rengek Alexandra layaknya anak kecil."Kamu tenang dulu, nanti tante yang bicara dengan Doni. Kamu tenang aja ya." Vera masih membujuk Sandra supaya tetap tenang dan tidak merengek."Baik, Tante," Alexandrapun mengangguk setelah ditenangkan Vera. Namun Sandra diam-diam tersenyum licik setelah mengadukan sikap Doni padanya.Drrtttt ddrttttSuara panggilan di ponsel Alexandra, secepat mungkin Alexandra menjauh dari Vera. Vera curiga ada sesuatu yang disembunyikan Alexandra."Sandra angkat telepon dulu, Tante," ucap Alexandra dan keluar menjauh
"Kalian dari mana? Waktunya bekerja malah keluyuran. Mana belanja tas mahal lagi, kalian itu tidak pantas pakai tas mahal. Tau!" ucap seseorang dengan tatapan tajam kepada mereka berempat. Keempat wanita itu hanya diam dan menunduk ketika Alexandra berdiri menyambut kedatangan mereka dengan angkuhnya. Tak ada yang tahu dengan yang diinginkan Alexandra sebenarnya."Nyonya Alexandra!" Rini terkejut keberadaan wanita sombong di depannya. Sandra tidak tahu jika Vera yang mengajak mereka semua pergi jalan-jalan."Jangan buat keributan di sini, Sandra, Mamaku yang mengajak mereka keluar!" Alexandra terkejut mendengar ucapan Doni yang membela mereka. Sandra tentu saja kesal karena tidak ada yang membelanya sama sekali. Sandra bahkan terkejut dengan pengakuan Doni bahwa yang mengajak mereka adalah Vera, Ibunya Doni."Tapi kan--." suara Sandra mulai melunak ketika Doni berbicara tegas kepadanya."Pulanglah! jangan buat keributan di sini!" perintah Doni kepada Alexandra. Alexandra akhirnya ke