Ting nungSuara bel dari pintu Appartmen Laila. Gegas Laila membuka dan terkejut Doni datang ke apartemennya sore ini."Pak Doni, ada yang perlu saya bantu, sampai malam begini datang ke apartemen saya?" Laila terkejut ketika mendapati bosnya bertamu di sore hari tanpa memberitahu terlebih dahulu."Oh, tidak ada apa-apa. Itu cream apa di wajah kamu?" Doni menunjuk olesan cream di wajahku yang belum di ratakan. Laila meraba wajahnya dan benar saja, Cream yang dioleskan belum diratakan. Hal ini tentu saja membuat malu dirinya sendiri di depan bosnya."Oh, maaf, Pak. Saya sedang perawatan sendiri, hanya perawatan kulit wajah," ucap Laila menahan malu dan Doni tertawa melihatnya kikuk. Laila mempersilahkan Doni masuk ke apartemennya, sedangkan Laipa dengan cepat meratakan cream di wajahnya."Kenapa, Pak Doni tertawa?" Laila tahu jika Doni sedang menertawakannya."Oh, tidak apa-apa. Kamu sudah makan?" tanya Doni kepada Laila."Sudah, Pak. Pak Doni sendiri apa sudah makan?""Belum, Lai. Bis
Sengaja malam ini aku menginap di Apartemenku, sengaja modus ke Laila. Menikmati mie instan itu sangat membuatku bahagia. Aku tak pernah makan mie lagi setelah Laila mengundurkan diri.Saat menikmati malam di balkon, tanpa sengaja diriku mematung saat melihat Laila juga berada di balkon. Hanya saja dia tak melihatku. Kesempatanku saat dia tak melihatku, segera kurogoh saku celanaku untuk mengambil ponselku. Ya, aku mengambil foto Laila saat berada di balkon. Wajah cantik alami tanpa polesan make up membuatku takjub. Andai saja dia tahu perasaanku. Aku siap menolak perjodohanku dengan Alexandra. Gadis sombong tak beretika, berbeda dengan Laila. Wanita cantik yang sederhana dan cerdas. 'MasyaAllah... bidadari pujaanku'Selain cantik, Laila juga mandiri dan tegar. Membuatku sangat menyukainya. Hanya saja aku tak yakin dengan restu Mamaku. Mama terus saja mengingatkanku untuk dekat dengan Alexandra. Ingin sekali aku mengatakan jika aku hanya mencintai Laila. Namun aku takut jika Laila m
(Pov laila)Seperti biasa kumulai dengan persiapan untuk berangkat kerja. 'Oh ya aku ingat, aku akan menghubungi Mas Rizwan untuk mengurus perceraian, atau aku akan meminta ijin absen hari ini. Segera kuhubungi Pak Doni untuk absen satu hari mengurus perceraianku dengan Mas Rizwan. Semoga dia memaklumi keinginanku.Tut tutKuhubungi ponsel Pak Doni, baru menghubunginya saja sudah begini perasaanku. Aku ketar ketir jika dia menolak ijinku hari ini."Assalamu alaikum, Pak.""Waalaikum salam, ada apa Lai.""Pak, saya mau ijin hari ini. Saya mau ke rumah mantan suami saya untuk meminta segera mengurus perceraian saya.""Perlu didampingi, Lai? saya siap mendampingimu." Selalu mencari kesempatan padaku. Semalam saja sudah membuatku tak bisa tidur, apalagi jika hari ini aku jalan berdua dengannya. Bisa jadi gosip satu erte."Saya rasa itu tidak perlu, Pak. Biar saya sendiri yang menyelesaikannya.""Baiklah, hati - hati.""Terimakasih, Pak."Baiklah hari ini aku akan menuju rumah mantan suam
Di sisi lain ( pov author)Doni kebetulan hari ini ke Transtudio karena ada pertemuan penting. Karena Laila absen, terpaksa Doni pergi sendiri di dapmpingi Ujang, sopir pribadinya. Namu setelah keluar dari acara pertemuan, Doni melihat Laila bersama sosok lelaki. "Laila, bukankah dia ijin mengurus perceraian?" gumam Doni saat tak sengaja melihat Laila bersama lelaki lain."Siapa lelaki itu? Kenapa dia sangat bahagia sekali?"Hati Pak Doni berdenyut ketika melihat Laila bisa tertawa lepas bersama lelaki lain, namun tidak jika bersamanya. Jika bersamanya, Laila hanya cukup tersenyum. Ingin sekali Doni merasakan tertawa lepas bersama Laila.TessDarah merah mengalir dari hidung Pak Doni. Pak Doni mengusapnya menggunakan lengannya hingga terlihat darah segar mengotori lengan bajunya."Pak, sepertinya bapak harus melakukan pengobatan dan kemoterapi. Keadaan anda semakin memburuk." Ujang, salah satu sopir pribadinya mengingatkannya untuk melanjutkan pengobatannya yang sempat tertunda."Aku
Mulai Pov Author Vera memberikan semangat kepada anaknya agar tetap mau melakukan pengobatan.Sudah tiga tahun ini Doni diagnosis terkena kanker darah. Doni harus menjalani serangkaian pengobatan agar hidupnya terselamatkan. Bahkan untuk donor sumsum tulang belakangpun susah didapatkan."Kamu harus semangat, Nak! Demi mama dan Laila." Bu Vera selalu memberikan semangat untuk anak lelakinya."Tapi bagaimana jika Laila tak menyukaiku, Ma." keraguan mulai muncul pada hati Doni."Insyaallah, dia pasti menyukaimu. Hanya saja mungkin dia masih trauma. Doakan supaya Laila membuka hatinya untukmu," Vera tetap memberi semangat untuk Doni."Besok aku ijin kerja dulu, Ma.""Baiklah, besok kamu harus istirahat total. Semoga kamu bisa cepat sembuh dari kanker ini. Buatlah dirimu bahagia.""Baiklah, Ma. Besok tolong minta Laila mengambil alih pekerjaanku ya, Ma," pinta Doni."Maaf Pak, hari ini akan saya suntikkan antibiotik ke lengan anda. Tolong tahan ya, mungkin ini akan terasa sakit," tiba-tiba
Sepulang dari meeting Laila bersama dengan Vera ke kedai siomay langganan Laila yang lokasinya tak jauh dari pengadilan. Laila mulai menepis rasa canggung yang dirasakannya kepada Vera."Pak, siomay dua ya dan minumnya air mineral saja." Laila memesan dua porsi untuk dirinya dan Vera."Siap, Non," ucap pelayan di kedai siomay."Pak Doni, kenapa tak masuk kerja, Bu? Biasanya paling semangat."Pertanyaan dari Laila membuat Vera gugup. Tidak mungkin jika akan memberitahukan hal yang sudah diminta Doni untuk merahasiakannya. Ingin sekali Vera mengucapkan yang sebenarnya, berharap supaya Laila dengan senang hati bisa mendampingi pengobatan Doni hingga sembuh."Doni sedang pergi ke rumah saudaranya untuk beberapa hari." Terpaksa Vera berbohong tentang keadaan anaknya yang sedang tak berdaya di rumah sakit. Seperti janjinya pada Doni, Vera akan merahasiakan sakit yang diderita Doni."Oh, sampai berapa hari, Bu?""Mungkin seminggu, jadi seminggu juga saya menggantikan dia.""Mari Bu, silahkan
Pov Laila.Hari minggu, sekedar menikmati dengan jogging di sekitar apartemen. Karena lokasi Apartemen dan perbelanjaan jadi sayu lokasi, aku putuskan sekedar mampir ke restoran cepat saji.'Sekali - kali makan enak'Setelah memesan makanan, segera kupilih tempat duduk dekat kaca agar mudah menikmati pemandangan di luar."Orang miskin sok sokan banget makan di sini," suara sumbang dari mulut Mbak Rina."Hai, mbak Rina," sapaku tapi dia hanya melengos."Jangan sapa aku! Enggak level aku sama kamu. Orang miskin buruh cuci mana bisa sekelas denganku," masih saja merendahkanku di depan orang. Beberapa orang kini melihat kearahku karena ucapak Mbak Rina."Miskin asal punya pekerjaan halal buatku tak masalah, dari pada kaya tapi ngutang enggak balik." kedua matanya melotot ke arahku. "Kamu nyindir aku ya, Ponselmu keluaran baru. Pasti kamu simpanan om-om sekarang."Selalu saja hinaan dan sekarang fitnah yang ditujukan padaku. Dia belum tahu jabatanku sebenarnya, jika saja dia tahu, kuoast
(Laila)Pak Doni mengajakku ke mobilnya, tepat sekali karena kedua mata Mbak Rina masih menatap kepergianku dengan Pak Doni. Namun aku mulai berpikir jika apartemenku berada di lantai atas, lebih tepatnya di atas pusat perbelanjaan ini tanpa perlu menggunakan kendaraan untuk menuju ke apartemen."Kok naik mobil, Pak. Apartemen saya ada di atas.""Hari ini temani aku, kan kita teman." tukas Pak Doni tanpa menoleh ke arahku."Hehehe iya, saya lupa," hanya nyengir saja aku. Melihat wajahnya yang pucat tentu saja ada rasa khawatir padanya."Sama teman lupa, tapi sama Mama kamu enggak lupa," protes Pak Doni. Entahlah, darimana dia tahu kalau aku memanggil Bu Vera dengan panggilan Mama juga."Bagaimana perceraianmu, apa butuh pengacara?" pertanyaan dari Pak Doni."Sebenarnya butuh pengacara, tapi--.""Biar aku yang mengurus, nanti akan kuminta temanku untuk mengurus perceraianmu.""Untuk pemb---.""Itu urusanku, kamu tak perlu risau. Anggap aja ini bantuan dari seorang teman." tukas Pak Don