Sepulang dari meeting Laila bersama dengan Vera ke kedai siomay langganan Laila yang lokasinya tak jauh dari pengadilan. Laila mulai menepis rasa canggung yang dirasakannya kepada Vera."Pak, siomay dua ya dan minumnya air mineral saja." Laila memesan dua porsi untuk dirinya dan Vera."Siap, Non," ucap pelayan di kedai siomay."Pak Doni, kenapa tak masuk kerja, Bu? Biasanya paling semangat."Pertanyaan dari Laila membuat Vera gugup. Tidak mungkin jika akan memberitahukan hal yang sudah diminta Doni untuk merahasiakannya. Ingin sekali Vera mengucapkan yang sebenarnya, berharap supaya Laila dengan senang hati bisa mendampingi pengobatan Doni hingga sembuh."Doni sedang pergi ke rumah saudaranya untuk beberapa hari." Terpaksa Vera berbohong tentang keadaan anaknya yang sedang tak berdaya di rumah sakit. Seperti janjinya pada Doni, Vera akan merahasiakan sakit yang diderita Doni."Oh, sampai berapa hari, Bu?""Mungkin seminggu, jadi seminggu juga saya menggantikan dia.""Mari Bu, silahkan
Pov Laila.Hari minggu, sekedar menikmati dengan jogging di sekitar apartemen. Karena lokasi Apartemen dan perbelanjaan jadi sayu lokasi, aku putuskan sekedar mampir ke restoran cepat saji.'Sekali - kali makan enak'Setelah memesan makanan, segera kupilih tempat duduk dekat kaca agar mudah menikmati pemandangan di luar."Orang miskin sok sokan banget makan di sini," suara sumbang dari mulut Mbak Rina."Hai, mbak Rina," sapaku tapi dia hanya melengos."Jangan sapa aku! Enggak level aku sama kamu. Orang miskin buruh cuci mana bisa sekelas denganku," masih saja merendahkanku di depan orang. Beberapa orang kini melihat kearahku karena ucapak Mbak Rina."Miskin asal punya pekerjaan halal buatku tak masalah, dari pada kaya tapi ngutang enggak balik." kedua matanya melotot ke arahku. "Kamu nyindir aku ya, Ponselmu keluaran baru. Pasti kamu simpanan om-om sekarang."Selalu saja hinaan dan sekarang fitnah yang ditujukan padaku. Dia belum tahu jabatanku sebenarnya, jika saja dia tahu, kuoast
(Laila)Pak Doni mengajakku ke mobilnya, tepat sekali karena kedua mata Mbak Rina masih menatap kepergianku dengan Pak Doni. Namun aku mulai berpikir jika apartemenku berada di lantai atas, lebih tepatnya di atas pusat perbelanjaan ini tanpa perlu menggunakan kendaraan untuk menuju ke apartemen."Kok naik mobil, Pak. Apartemen saya ada di atas.""Hari ini temani aku, kan kita teman." tukas Pak Doni tanpa menoleh ke arahku."Hehehe iya, saya lupa," hanya nyengir saja aku. Melihat wajahnya yang pucat tentu saja ada rasa khawatir padanya."Sama teman lupa, tapi sama Mama kamu enggak lupa," protes Pak Doni. Entahlah, darimana dia tahu kalau aku memanggil Bu Vera dengan panggilan Mama juga."Bagaimana perceraianmu, apa butuh pengacara?" pertanyaan dari Pak Doni."Sebenarnya butuh pengacara, tapi--.""Biar aku yang mengurus, nanti akan kuminta temanku untuk mengurus perceraianmu.""Untuk pemb---.""Itu urusanku, kamu tak perlu risau. Anggap aja ini bantuan dari seorang teman." tukas Pak Don
Mulai pov AuthorLaila sedari tadi mondar mandir di kamar tamu karena tak bisa istirahat dengan tenang. Pikirannya kini hanya tertuju kepada Doni, ada rasa tak mau kehilangan dalam diri Laila.Tok tok tokLaila memberanikan diri mengetuk pintu kamar Doni, berharap tidak mengganggu waktu istirahatnya. Setidaknya dengan melihat keadaanya bisa membuat Laila tenang."Masuk!" suara Doni terdengar begitu lemah namun bagi Laila suara Doni masih terdengar keras. Laila membuka pintu kamar Doni dan melihat wajah Doni begitu pucat."Bagaimana, Pak, sudah baikkan?" tanya Laila."Sudah, Lai." jawab Pak Doni."Pak, sebaiknya Pak Doni melakukan pengobatan sampai selesai," Laila memulai pembicaraan karena Doni terlihat sama sekali tak bersemangat."Buat apa?" Doni terlihat cuek dengan keberadaan Laila di sampingnya. Apalagi memintanya untuk melakukan pengobatan."Buat kita semua, kalau tak ada Pak Doni nanti saya berteman dengan siapa?" Laila mencoba membujuk Pak Doni supaya mau melakukan pengobatan
Pagi ini Laila berencana akan menemui direktur dari perusahaan tempat Rizwan bekerja untuk menghadiri pertemuan penting. "Lai, ini beneran kamu?" Rizwan tak percaya dengan penampilan mantan istrinya."Iya, Ada yang salah? Apa kamu akan menghinaku seperti kakak perempuanmu?" ucapan Laila membuat nyali Rizwan kembali surut. Rizwan benar-benar terkejut dengan perubahan Laila yang lebih cantik dan lebih berisi daripada menjadi istrinya dulu. Rizwan bisa memba dingkan kecantikan Shilla dengan Laila sekarang."Kenapa kamu semakin cantik dibanding kamu saat jadi istriku dulu?" tanya Rizwan."Masih enggak nyadar juga? Aku bisa seperti ini karena aku bekerja dan menghasilkan uang. Lha menikah sama kamu aja boro-boro. Bisa nyukupin belanja sebulan aja udah untung-untungan." tukas Laila, sebenarnya Laila tak ingin bertemu dengan mantan suaminya namun karena ada hal penting dengan Direkturnya, terpaksa Laila bertemu dengan Rizwan."Bisa kita rujuk, Lai? Beri aku kesempatan. Aku janji kamu yang
Empat hari kemudian, Doni menjalani operasi cangkok sumsum tulang belakang. Proses operasi sudah selesai, akan tetapi keadaan Pak Doni menjadi drop dan mengalami koma. Kedua wanita itu sangat sedih melihat keadaan Doni."Mama, takut kehilangannya," Vera mengungkapkan kesedihannya di pelukan Laila."Saya yakin, Pak Doni akan segera siuman," Laila menenangkan Vera. Laila sendiri merasa sedih jika harus kehilangan Doni. Dalam hati, tak hentinya Laila bedoa untuk kesembuhan Doni."Terimakasih, Lai. Asal kamu tau, Doni sangat mencintaimu bahkan membutuhkanmu. Apa kamu bisa menjadi istrinya Doni?" Vera kini berada di pelukan Laila. Laila tak bisa melihat wanita yang sudah dianggapnya Ibunya sendiri menangis di depannya."Jujur, Laila juga merasa nyaman di dekat Pak Doni. Hanya saja Laila masih takut dengan bayangan berumah tangga." Laila mencoba mengungkapkan isi hatinya meski sedikit keraguan menyelimuti hatinya."Janganlah melihat masa lalu, pandanglah masa depanmu. Apakah kamu ingin sepe
Di saat semua tertidur, kedua mata Doni mengerjab dan tangannya mulai bergerak pelan. Dipandangnya Laila yang tertidur di kursi dan kepala berada di samping tangan Pak Doni. Tangan Laila senantiasa menggenggam tangan Pak Doni. Melihat Laila seperti itu membuatnya tersenyum. Apalagi ucapan Laila tempo hari yang terdengar meskipun samar. Pak Doni menggenggam balik tangan Laila. Genggaman tangannya membuat Laila terbangun."Pak Doni.""Apa kamu siap?" bibir Doni memperlihatkan senyuman kepada Laila."Maksudnya?" Laila tak paham dengan pertanyaan Doni."Siap untuk dikhitbah?" Doni menatap Laila dengan perasaan senang. Keinginannya menjadi pendamping Laila akan terlaksana."Pak Doni mendengarnya?""Aku dengar semua meskipun samar, apakah kamu siap?" senyum tersungging di bibir Doni."Bismillahirrahmanirrahim, saya siap," ucapan mantap dari mulut Laila. Tentu saja hati Doni merasakan kebahagiaan yang teramat sangat."Jika aku menikahimu sebelum pulang dari rumah sakit, bagaimana? Apakah kam
Pagi seperti biasa Laila memulai aktifitas di kantor milik suaminya. Meskipun ada jeda cuti setelah pernikahan, tetapi Laila tak mengambilnya. Dikarenakan belum ada yang bisa dipercayai di kantor."Hei kamu," suara lantang dari Alexandra. Laila tetap berjalan menuju ke ruangannya dan tak menghiraukannya."Apa kau budek ya?" Alexandra semakin geram. Laila masih tak menghiraukannya dan sibuk di meja kerjanya."Laila!" akhirnya Alexandra terpaksa menggil namanya. Laila tersenyum dan menatap Alexandra."Ya, ada apa sandra? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Laila santai."Dari tadi dipanggil, budek ya kamu?" telunjuk Alexandra mengarah ke dada Laila. Sebenarnya ingin sekali Laila memelintir tangan Alexandra hanya saja saat ini belum saatnya."Bukannya barusan kamu panggil namaku ya?" Laila sengaja membuat sandra geram."Aku akan buat perhitungan denganmu!" ancam Sandra. Sama sekali tak ada rasa takut akan ancaman yang dilontarkan Alexandra."Atas dasar apa?" Laila bersikap formal."Kau suda