Empat hari kemudian, Doni menjalani operasi cangkok sumsum tulang belakang. Proses operasi sudah selesai, akan tetapi keadaan Pak Doni menjadi drop dan mengalami koma. Kedua wanita itu sangat sedih melihat keadaan Doni."Mama, takut kehilangannya," Vera mengungkapkan kesedihannya di pelukan Laila."Saya yakin, Pak Doni akan segera siuman," Laila menenangkan Vera. Laila sendiri merasa sedih jika harus kehilangan Doni. Dalam hati, tak hentinya Laila bedoa untuk kesembuhan Doni."Terimakasih, Lai. Asal kamu tau, Doni sangat mencintaimu bahkan membutuhkanmu. Apa kamu bisa menjadi istrinya Doni?" Vera kini berada di pelukan Laila. Laila tak bisa melihat wanita yang sudah dianggapnya Ibunya sendiri menangis di depannya."Jujur, Laila juga merasa nyaman di dekat Pak Doni. Hanya saja Laila masih takut dengan bayangan berumah tangga." Laila mencoba mengungkapkan isi hatinya meski sedikit keraguan menyelimuti hatinya."Janganlah melihat masa lalu, pandanglah masa depanmu. Apakah kamu ingin sepe
Di saat semua tertidur, kedua mata Doni mengerjab dan tangannya mulai bergerak pelan. Dipandangnya Laila yang tertidur di kursi dan kepala berada di samping tangan Pak Doni. Tangan Laila senantiasa menggenggam tangan Pak Doni. Melihat Laila seperti itu membuatnya tersenyum. Apalagi ucapan Laila tempo hari yang terdengar meskipun samar. Pak Doni menggenggam balik tangan Laila. Genggaman tangannya membuat Laila terbangun."Pak Doni.""Apa kamu siap?" bibir Doni memperlihatkan senyuman kepada Laila."Maksudnya?" Laila tak paham dengan pertanyaan Doni."Siap untuk dikhitbah?" Doni menatap Laila dengan perasaan senang. Keinginannya menjadi pendamping Laila akan terlaksana."Pak Doni mendengarnya?""Aku dengar semua meskipun samar, apakah kamu siap?" senyum tersungging di bibir Doni."Bismillahirrahmanirrahim, saya siap," ucapan mantap dari mulut Laila. Tentu saja hati Doni merasakan kebahagiaan yang teramat sangat."Jika aku menikahimu sebelum pulang dari rumah sakit, bagaimana? Apakah kam
Pagi seperti biasa Laila memulai aktifitas di kantor milik suaminya. Meskipun ada jeda cuti setelah pernikahan, tetapi Laila tak mengambilnya. Dikarenakan belum ada yang bisa dipercayai di kantor."Hei kamu," suara lantang dari Alexandra. Laila tetap berjalan menuju ke ruangannya dan tak menghiraukannya."Apa kau budek ya?" Alexandra semakin geram. Laila masih tak menghiraukannya dan sibuk di meja kerjanya."Laila!" akhirnya Alexandra terpaksa menggil namanya. Laila tersenyum dan menatap Alexandra."Ya, ada apa sandra? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Laila santai."Dari tadi dipanggil, budek ya kamu?" telunjuk Alexandra mengarah ke dada Laila. Sebenarnya ingin sekali Laila memelintir tangan Alexandra hanya saja saat ini belum saatnya."Bukannya barusan kamu panggil namaku ya?" Laila sengaja membuat sandra geram."Aku akan buat perhitungan denganmu!" ancam Sandra. Sama sekali tak ada rasa takut akan ancaman yang dilontarkan Alexandra."Atas dasar apa?" Laila bersikap formal."Kau suda
Seperti biasa, ketika pulang dari bekerja Laila pergi ke rumah sakit. Keadaan Doni semakin hari semakin membaik. Sepulang kerja, Laila selalu membawa buah tangan untuk suaminya di rumah sakit."Assalamu alaikum," salam dari Laila, Laila datang membawa martabak telur tipong keju usai bekerja."Waalaikum salam," jawab Doni yang kini sudah bisa berjalan dan duduk tanpa merasakan rasa sakit lagi. Laila mencium punggung telapak tangan Doni."Bagaimana hari ini, Mas?" Laila memulai dengan panggilan Mas."Alhamdulillah, sepertinya aku akan minta pulang. Aku ingin pulang, Lai.""Tunggu kata Dokter dulu, Mas harus nurut apa kata Dokter," Laila memberi pengertian pada suaminya."Tapi, aku pengen berdua denganmu, Lai.""Tunggu sampai sembuh, oke?""Aku sudah sehat, aku tak merasakan sakit. Mau tunggu apa lagi?" Pak Doni merengek seperti anak kecil. Selalu saja bersikap manja jika berdua dengan Laila.CupKecupan Laila mendarat di kening Doni, Seketika membuat Doni terdiam. Ciuman Laila menjadi s
CeklekLaila membuka pintu kamar meski ada rasa gugup. Laila menata kembali hatinya supaya bisa bersikap biasa kepada Doni."Assalamu alaikum," ucap salam dari Laila.Tak ada jawaban dari Doni, Laila juga tak melihat Doni di ranjang. Mata Laila tertuju di mushallah kecil yang berada di dalam kamar. Doni sedang salat di musholah itu. Laila tetap memperhatikannya dan terharu."Lai, segera ambil wudhu dan kita berjamaah," pinta Pak Doni saat selesai salat."Bukannya, Mas sudah selesai salat?" tanya Laila."Tadi salat sunnah, sekarang ayo kita berjamaah sholat wajib, waktu magrib sebentar lagi habis." ajakan Pak Doni membuyarkan lamunan Laila. Laila segera mengambil air wudhu dan bergabunh dengan Doni untuk shalat berjamaah."Baiklah, aku akan wudhu sebentar," Laila beranjak ke dalam kamar mandi. Gegas setelah wudhu Laila memakai mukenah dan segera menggelar sajadah sebagai makmum.'Tenang dan nyaman yang dirasakan Laila saat menjadi makmum. Belum pernah dia rasakan saat menikah dengan
"Apa, Mas tak capek, barusan pulang dari rumah sakit," tukas Laila usai melakukan ritual yang pertama dengan Doni. Doni ketagihan ketika oertama kali melakukan surga duni yang dirindukan banyak orang."Soal begituan tak akan pernah capek, malah bikin aku semangat. Lagi ya?" "Iya, baiklah. Dari pada aku dikutuk sama malaikat," Laila menyerah juga. Ritual yang mereka lakukan dua kali."Lai, ayo segera mandi. Sebentar lagi isya, kita sholat berjamaah ya," ucapan dari Doni."Iya," jawab Laila yang masih terbungkus selimut. Laila perlahan beranjak dari ranjang dengan menggunakan handuk kimono yang sudah disiapkan Doni."Kelamaan," Doni membobong tubuh Laila ke kamar mandi. Sedangkan Doni menyiapkan air hangat untuk Laila. Selesai mandi besar, merekapun salat isya berjamaah, hal yang sangat dirindukan oleh Laila.Selesai salat, seperti biasa Laila mencium tangan suaminya dan ditambah ciuman dikening dari suaminya. Benar-benar membuat Laila terbuai dengan kebahagiaan yang diberikan Doni."L
Laila dan Vera merasa ada yang aneh ketika sedang berjalan menuju ke tempat parkir. Laila terpaksa menghentikan langkahnya dan melihat ke belakang. Tak ada siapapun yang mengikutinya."Ma, Laila merasa ada yang mengikuti kita berdua.""Kayaknya, Lai. Mama juga ngerasa tapi tidak berani bilang dulu, takut salah.""Sepertinya ada yang berniat jahat, Ma. Segera kita pura-pura masuk mobil kemudian kita keluar diam-diam. Kita pulang naik taksi online aja, cari aman, Ma." Ide Laila muncul. Cukup bagus juga ide Laila yang mengecoh penguntit."Baiklah, kita panggil Mang Ujang. Kita pura-pura masuk mobil dan keluar diam-diam," Vera menyetujui ide Laila.Segera Vera dan Laila menjalankan aksinya. Mereka masuk ke kursi bagian belakang mobil mereka dan diam-diam keluar dari mobil."Mang Ujang, tetap tenang ya. Jika di jalan ada apa-apa segera hubungi saya," tukas Laila supaya sopir pribadinya mau ikut bekerja sama. Mang Ujang baru menyadari jika majikan mereka sedang dalam bahaya."Siap, Nyonya!"
Pagi ini Laila pergi menemui Jeni. Hanya menggunakan daster yang dilapisi switer, Laila pergi dengan menggunakan angkutan umum supaya tidak dicurigai seseorang."Assalamu alaikum," Laila kini sudah sampai di kediaman Jeni. Toko terbilang lengkap menjadi tempat ibu-ibu rumah tangga untuk berbelanja di sana."Waalaikum, salam. Lai, apa ada masalah?" Jeni mempersilahkan Laila masuk ke ruang tamunya. Tak lupa Jeni menyiapkan teh tawar hangat untuk Laila."Kemarin ada yang menguntitku, aku tak tau pasti mereka siapa. Ditambah lagi, kata sopir pribadi, ternyata yang menguntit itu sengaja ingin mencelakakanku dan Mama mertuaku," terang Laila pada Jeni. Jeni mulai berpikir jika nomor ponsel Laila dihack seseorang sehingga tahu kemanapun keberadaannya."Apa ada saksi atau ciri-ciri pelaku tersebut?" Laila mengingat ciri-ciri yang disampaikan Ujang kemarin."Menurut sopir, pelakunya menggunakan masker hitam dan mengendarai motor sport tanpa nomor polisi," jawab Laila. Hanya itu yang bisa disamp