"Apa, Mas tak capek, barusan pulang dari rumah sakit," tukas Laila usai melakukan ritual yang pertama dengan Doni. Doni ketagihan ketika oertama kali melakukan surga duni yang dirindukan banyak orang."Soal begituan tak akan pernah capek, malah bikin aku semangat. Lagi ya?" "Iya, baiklah. Dari pada aku dikutuk sama malaikat," Laila menyerah juga. Ritual yang mereka lakukan dua kali."Lai, ayo segera mandi. Sebentar lagi isya, kita sholat berjamaah ya," ucapan dari Doni."Iya," jawab Laila yang masih terbungkus selimut. Laila perlahan beranjak dari ranjang dengan menggunakan handuk kimono yang sudah disiapkan Doni."Kelamaan," Doni membobong tubuh Laila ke kamar mandi. Sedangkan Doni menyiapkan air hangat untuk Laila. Selesai mandi besar, merekapun salat isya berjamaah, hal yang sangat dirindukan oleh Laila.Selesai salat, seperti biasa Laila mencium tangan suaminya dan ditambah ciuman dikening dari suaminya. Benar-benar membuat Laila terbuai dengan kebahagiaan yang diberikan Doni."L
Laila dan Vera merasa ada yang aneh ketika sedang berjalan menuju ke tempat parkir. Laila terpaksa menghentikan langkahnya dan melihat ke belakang. Tak ada siapapun yang mengikutinya."Ma, Laila merasa ada yang mengikuti kita berdua.""Kayaknya, Lai. Mama juga ngerasa tapi tidak berani bilang dulu, takut salah.""Sepertinya ada yang berniat jahat, Ma. Segera kita pura-pura masuk mobil kemudian kita keluar diam-diam. Kita pulang naik taksi online aja, cari aman, Ma." Ide Laila muncul. Cukup bagus juga ide Laila yang mengecoh penguntit."Baiklah, kita panggil Mang Ujang. Kita pura-pura masuk mobil dan keluar diam-diam," Vera menyetujui ide Laila.Segera Vera dan Laila menjalankan aksinya. Mereka masuk ke kursi bagian belakang mobil mereka dan diam-diam keluar dari mobil."Mang Ujang, tetap tenang ya. Jika di jalan ada apa-apa segera hubungi saya," tukas Laila supaya sopir pribadinya mau ikut bekerja sama. Mang Ujang baru menyadari jika majikan mereka sedang dalam bahaya."Siap, Nyonya!"
Pagi ini Laila pergi menemui Jeni. Hanya menggunakan daster yang dilapisi switer, Laila pergi dengan menggunakan angkutan umum supaya tidak dicurigai seseorang."Assalamu alaikum," Laila kini sudah sampai di kediaman Jeni. Toko terbilang lengkap menjadi tempat ibu-ibu rumah tangga untuk berbelanja di sana."Waalaikum, salam. Lai, apa ada masalah?" Jeni mempersilahkan Laila masuk ke ruang tamunya. Tak lupa Jeni menyiapkan teh tawar hangat untuk Laila."Kemarin ada yang menguntitku, aku tak tau pasti mereka siapa. Ditambah lagi, kata sopir pribadi, ternyata yang menguntit itu sengaja ingin mencelakakanku dan Mama mertuaku," terang Laila pada Jeni. Jeni mulai berpikir jika nomor ponsel Laila dihack seseorang sehingga tahu kemanapun keberadaannya."Apa ada saksi atau ciri-ciri pelaku tersebut?" Laila mengingat ciri-ciri yang disampaikan Ujang kemarin."Menurut sopir, pelakunya menggunakan masker hitam dan mengendarai motor sport tanpa nomor polisi," jawab Laila. Hanya itu yang bisa disamp
Segera Laila pergi ke rumah Jeni untuk menceritakan semua yang sudah terjadi, seperti apa yang sudah dicurigai Jeni pagi itu."Assalamu alaikum, Jen.""Waalaikum salam, Lai. Ada apa, kamu seperti habis menangis?" tanya Jeni yang melihat Laila bersedih. Jeni lantas memeluk Laila dan membiarkannya sampai suasananya lebih tenang."Benar dugaanmu, Jen. Perubahan data dan keuangan di perusahaan terjadi sangat cepat. Sekarang suamiku ditahan oleh polisi atas dugaan korupsi. Bagaimana mungkin jika suamiku melakukan itu, dia tidak akan mau makan hasil keringat orang lain," Laila menangis dipelukan Jeni."Oke, tenanglah. Aku akan memeriksa datanya dulu, minumlah air ini. Ini air ajaib, bisa membuat kamu rileks," Jeni memberikan sebotol air dingin untuk Laila. Air biasa sebenarnya, hanya saja Jeni sering menyebutnya air ajaib karena bisa mendinginkan pikiran."Baik, Jen. Terima kasih," Laila menerima air dari Jeni dan meminumnya. Terlihat Jeni sepertinya serius memeriksa data yang berubah. Deng
Laila tak sabar ingin segera sampai ke rumah Jeni. Terlihat pintu rumah Jeni tidak terkunci dan Laila segera masuk ke ruang kerja Jeni."Jen!" Laila terkejut melihat Jeni menangis tersedu di meja kerjanya."Jen, peluklah aku jika kamu butuh sandaran. Ingatlah aku temanmu," Laila mendekati Jeni yang sedang menangis di meja kerjanya."Lai, maaf jika masalah ini aku ikut berperan besar. Aku sudah lama ingin membalasnya tapi belum ada waktu yang tepat, hikss." tangis Jeni meledak dipelukan Laila. Laila mengusap punggung Jeni dan menenangkan sahabatnya."Video itu---,""Ya, video perselingkuhannya Ayahnya Alexandra. Video asusila yang telah direkamnya, Lai." Jeni menjelaskan video itu, video yang direkam sendiri oleh pihak istri simpanannya, namun Jeni bisa menghacker data dari ponsel istri simpanan Ayahnya Alexandra."Jen, lihatlah aku. Jen, bisakah kau pindah dekat rumahku? Aku ada rumah sederhana dekat rumahku. Kau bisa menempatinya, aku tak mau jika kau mendapat kesulitan lagi," Laila
Bram gelisah karena gagal sudah membuat bangkrut perusahaan Doni. Awalnya Bram puas karena Doni ditangkap polisi namun tak lama berselang, Doni berhasil dibebaskan karena kasus tersebut adalah fitnah."Brengsek! bagaimana bisa semua data itu kembali seperti semula?" Bram memijit pelipisnya, pusing memikirkan kegagalannya. Bram sudah mengeluarkan banyak uang untuk menyuruh orang membobol data perusahaan Doni."Awas kau Doni! gara-gara kau membatalkan pertungan dengan anakku, aku akan terus mengincar supaya perusahaanmu bangkrut!" Bram tetap mencari rencana untuk membalas dendam kepada Doni.Bram terkejut ketika siaran televisi tiba-tiba menayangkan tampilan adegan panas yang tersiar di videotron. Bram seketika berdiri dan mendekati televisi untuk memastikan jika berita itu salah."Br*ngs*k! Kenapa harus tersebar video itu di videotron?" umpat Bram. Bram geram sekali mengetahui jika video asusilanya berdama istri simpanannya disebarkan oleh orang tak dikenalnya. Tubuh Baram bergetar heb
Sampai di rumah istri simpanannya, Bram melihat sebuah mobil mewah melintas dari rumah istri simpanannya. Mobil mewah keluaran terbaru yang harganya bisa mencapai puluhan miliar. Bram berpikir jika pemilik tersebut adalah teman Gisel.'Siapa pemilik mobil mewah itu? Bahkan mobilnya lebih bagus dan mahal daripada milikku' batin Bram. Tak lama, Bram turun dan langsung membuka pintu. Hanya Bram dan istri simpanannya yang mempunyai kunci rumah itu."Malam, Sayang?" sapa Bram pada Gisel istri simpanannya. Bram langsung memeluk Gisel seperti sudah lama tak saling bertemu. Bram melakukan hal ini supaya Gisel tetap bersamanya."Malam, Sayang. Tumben malam-malam kesini?" Gisel curiga jika ada sesuatu yang Bram butuhkan sehingga datang larut malam ke rumahnya."Iya, sepertinya aku akan tinggal di sini," jawaban Bram membuat kedua mata Gisel membola sempurna."Ke, kenapa?" Gisel terlihat gugup karena kedatangan Bram membawa berita buruk baginya. Gisel hanya mencintai harta Bram, tanpa mau berlam
Polisi segera membawanya ke arah kantor polisi dengan keadaan Bram masih tertidur. Bram tertangkap dan sebentar lagi akan menjadi berita besar di siaran televisi meski skandal dirinya belum selesai."Tunggu!" Semua berhenti ketika Wina memberikan interupsi kepada rekannya."Kita hanya akan mendapatkan satu tersangka. Jika kita ingin mendapatkan lebih, kita manfaatkan Bram. Kita bertiga tetap menyamar sebagai wanita nakal supaya Bram memanggil temannya dan kita tinggal meringkusnya!" Beberapa rekan menyetujui usul Wina, memang lebih tepat seperti itu, memanfaatkan salah satu tersangka untuk membuat tersangka yang lain keluar dari persembunyiannya."Betul, kata Wina Kapten. Saya setuju dengan ide Wina. Biarlah kami bertiga menjalankan aksi ini," Rika tetap menjadi pendukung utama dengan ide Wina. Menangkap penjahat menjadi salah satu kegemarannya."Ide yang sangat bagus, oke. Jadi sekarang kita bawa Bram ke sebuah hotel, dan kau Fadil, segera kau pasang CCTV yang tak terlihat di kamar h
Danu sengaja bergerak mendekat tanpa diketahui Damar. Tangan sudah terkepal kuat ingin sekali menghajar Damar saat ini juga. Lelaki yang sudah merusak rumah tangga serta menyebabkan istrinya meninggal dunia."Ah sayang, kamu baik deh!" suara seorang wanita sedang bermesraan dengan Damar. "Bagaimana kabar si Rina?" tiba-tiba pertanyaan dilontarkan oleh wanita tersebut. Danu diam dan mendengarkan percakapan mereka berdua yang akan membahas Rina."Dia sudah meninggal, sepadan dengan apa yang terjadi dengan ibuku. Ibuku meninggal karena dia," Danu mencoba menahan amarah setelah mendengar ucapan dari mulut Damar."Dia adalah anak dari seorang pelakor, wanita itu merebut ayahku dari ibuku. Bahkan ayah mencampakkan kami berdua. Aku masih ingat kejadian itu dengan jelas," Damar menerawang ke langit. Teringat kisah buruknya di masa kecil bersama Ibunya."Bisa kau jelaskan apa alasanmu sesungguhnya?" Damar terkejut ketika Danu sudah ada di depannya. Tatapan marah terlihat jelas dari kedua bola
Pagi sekali, Shilla mempersiapkan menu sarapan khusus untuk suami. Shilla sengaja ikut makan menu yang sama dengan suaminya. Tak masalah bagi Shilla menemani Rizwan diet yang sama."Sedap sekali masakan istriku," Rizwan keluar dari kamar setelah mencium harumnya masakan Shilla. Akhir-akhir ini Rizwan tak pernah sekalipun melewatkan masakan Shilla. Baginya, makanan buatan Shilla selalu memanjakan perutnya."Iya dong, Shilla kan mulai suka sekali dengan memasak," tukas Shilla sembari sibuk mengaduk sayur yang ada di atas kompor."Mas mandi dulu, setelah itu kita sarapan bareng Mas," kata Shilla tanpa memoleh ke aras Rizwan. Rizwan hanya tersenyum melihat istrinya yang sibuk memasak tanpa menoleh padanya. "Mas, Shilla lagi masak nih! jangan peluk-peluk ah!" Shilla protes karena tiba-tiba Rizwan memeluknya dari belakang. Rizwan suka sekali mengganggu Shilla jika sedang memasak. Cintanya kepada Laila sudah berangsur hilang sejak Shilla selalu membuatnya nyaman di rumah."Habisnya, aku dic
Shilla begitu senang setelah membaca pesan yang diterimanya. Shilla tak menyangka jika akan mendapatkan tawaran menarik seperti ini."Alhamdulillah," Shilla bersyukur sekali, rona bahagia terpancar dari wajah Shilla. "Aku harus memberi kabar ini pada Mas Rizwan, bagaimanapun harus mendapat persetujuan darinya," Shilla segera pulang ke rumah dan mencuci gamis barunya. Sudah menjadi kebiasaan Shilla jika membeli baju baru, maka dia akan mencuci dan menyetrika terlebih dahulu."Selesai," Shilla menjemur gamis barunya di depan kontrakan, tiba-tiba datang seorang wanita yang menyapanya."Mbak Shilla," Shilla begitu terkejut melihat wanita yang menyapa dirinya."Fila?" Senyum mengembang dari wajah Shilla karena bertemu dengan teman lamanya. Meski teman tetapi Fila sangat menghormati Shilla walaupun usianya terpaut satu tahun saja."MasyaAllah mbak, aku tadi sampek takut salah orang. Mbak Shilla berubah banget, semakin cantik dengan hijabnya," Fila memuji Shilla karena perubahannya yang me
Ada rasa iri dan menyesal di hati Rizwan ketika melihat kebahagiaan yang tengah di dapat oleh Laila."Aku tak boleh iri dengan kebahagiannya, aku yang telah membuatnya seperti ini." Rizwan berusaha menyemangati dirinya. Rizwan sadar jika dirinya tak berhak ikut campur atas segala hal yang menjadi kebahagiaan Laila."Mas, kapan kita adopsi seorang anak?" ucapan Shilla mengejutkan lamunan Rizwan."Tunggu Mas jika libur kerja bagaimana?" senyum Shilla mengembang ketika mendengar jawaban dari Rizwan."Shilla setuju, Mas. Shilla enggak sabar ingin segera punya momongan," Shilla terlihat begitu bahagia di samping Rizwan.Tanpa sadar air mata Rizwan jatuh juga, keinginannya memiliki momongan sejak menikah dengan Laila. Rizwan merasa gagal menjadi suami yang memiliki gangguan pada organ reproduksinya."Kenapa Mas Rizwan menangis? maafkan Shilla, jika Shilla terlalu memaksamu," Shilla kembali menunduk, tak ingin menyakiti perasaan suaminya."Maafkan suamimu ini, Shil. Suami yang tak bisa membe
Usia kandungan Laila kini sudah memasuki trisemester ketiga dan itu tandanya sebentar lagi Laila akan menghadapi persalinan. Beberapa bulan ini Doni bahkan lebih protektif dengan semua kegiatan Laila."Mas, aku kok mengeluarkan darah dan lendir. Perutku mules juga," Laila terlihat merintih kesakitan bahkan keringat sudah membanjiri wajahnya."Don, siapkan mobil! Laila sepertinya akan melahirkan," Doni menyambar kunci mobil dan tas berisi perlengkapan bayi. Sedangkan Vera memapah Laila masuk ke dalam mobil."Sakit, Ma." Laila merintih karena merasakan sakit yang melilit. Tangannya bahkan mengepal kuat menahan rasa sakit."Sabar, Sayang. Sebentar lagi kita sampai," Doni menenangkan Laila karena sebentar lagi akan sampai di rumah sakit."Sabar, ya. Sebentar lagi sampai," Vera mengelus punggung Laila. Doni mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak butuh waktu lama, mobil Doni sudah berada di depan lorong UGD. Tampak beberapa perawat membawa brankar untuk membawa Laila masuk ke da
Sudah tiga hari Rina tidak sadarkan diri, tiga hari pula Danu mendampingi Rina. Rizwan membesuk setiap pulang kerja untuk menggantikan Danu begitu juga dengan Shilla.Tak berapa lama kedua mata Rina mengerjab dan melihat Danu tepat berada di sampingnya. Rina sangat malu kepada Danu, meski sudah menyakitinya Danu tetap mendampingnya saat sakit. Air mata tumpah juga di depan Danu, dengan pelan Danu mengusap air mata Rina."Mas," Danu menunjukkan senyum kepada Rina."Cepatlah sembuh, kita akan pulang bersama," Danu mengusap bagian rambut Rina tak tidak ikut diperban. "Maaf," hanya kata maaf yang mampu Rina ucapkan kepada Danu. Dosa besar yang pernah dilakukannya di belakang Danu membuat Rina sangat malu dan tak pantas dimaafkan olehnya."Semua manusia pernah salah, cepat sembuh dan kita pulang!" Tak ada sahutan dari Rina hanya derai air mata sedari tadi yang lolos begitu saja."Mas.""Ada apa, Sayang." Danu merasa ada sesuatu yang akan dikatakan Rina. "Aku mencintaimu," Danu mengangguk
Danu dan Lisa sengaja meluangkan waktu untuk menemani Rina hari ini. Danu ingin Rina menyadari kesalahan yang telah diperbuat dan kembali bersamanya. Digenggamnya kembali tangan Rina yang hangat.Rizwan terharu dengan ketulusan Danu, masih bersedia meluangkan waktu liburnya untuk Rina."Rizwan, pulanglah! Biar aku yang menemani Rina," Danu menghampiri Rizwan dan Shilla yang duduk di bawah pohon. Rizwan diam sejenak untuk mempertimbangkan permintaan Danu."Kau tenanglah, Rina masih istriku dan kau tak perlu mengkhawatirkannya," Rizwan dan Shilla akhirnya pulang lebih dulu atas perintah Danu. Bersyukur sekali Rizwan memiliki ipar yang begitu tulus mencintai kakaknya.Rizwan dan Shilla akhirnya undur diri, kekhawatiran dan kegelisahan karena keadaan Rina kini berangsur membaik. Tak ada percakapan serius selama perjalanan kembali ke rumah. Shilla larut dalam pikirannya begitu juga Rizwan.Dua jam berlalu, Rina mulai mengerjabkan kedua matanya. Danu dan Lisa tentu saja senang sekali saat R
Semakin hari keadaan Rina semakin kacau, bahkan setiap malam Rina akan berteriak histeris memanggil Damar dan Ibunya, bahkan kepala dibenturkan di dinding. Tak jarang kalimat umpatan kepada ibunya sendiri pun terlontar begitu saja.Perawat sengaja tak membiarkan Rina keluar ruangan karena kondisi Rina belum stabil. Diajak bicarapun hanya diam kadang menyanyi lagu nina bobo yang selalu dinyanyikan Rina. Pagi ini Rizwan dan Shilla membesuk Rina, beberapa hari Rizwan tak sempat membesuknya karena ada beberapa masalah yang harus diselesaikan. Hari libur ini Rizwan memanfaatkan untuk menjaga Rina di rumah sakit jiwa."Mbak," sama sekali tak ada tanggapan dari Rina ketika Rizwan mencoba memanggilnya. "Mbak, bagaimana kabarmu?" Keadaan Rina semakin memprihatinkan, bahkan menoleh kepada adiknya pun tidak. Hanya tatapan kosong sambil menyanyi lagu nina bobo yang mampu Rina ucapkan. Shilla bahkan tak tega melihat keadaan Rina semakin memburuk."Mbak, kita belanja yuk!" Rizwan membujuk Rina su
Malam ini Doni teringat tatapan Rizwan siang tadi begitu lekat kepada Laila. Hati Doni begitu rapuh saat Laila kembali dekat dengan Rizwan. Tatapan Rizwan tergambar jelas jika dirinya rindu sosok Laila. Mantan istri yang pernah diabaikan oleh Rizwan.Doni sama sekali tak bisa tidur, perlahan beranjak dari ranjang dan duduk di balkon sendiri. Doni sudah membayangkan jika suatu saat Laila akan kembali kepada Rizwan. Mendapatkan Laila saja cukup sulit baginya, apalagi jika Laila tiba-tiba meninggalkannya."Aku tak mau mereka bersatu kembali, aku harus menjauhkan Laila dari Rizwan," gumam Doni. Begitu cintanya kepada Laila hingga tak akan membiarkan siapapun menyentuh atau menginginkan Laila."Tanpa Laila sama saja aku hidup tanpa nyawa," Doni menyugar rambutnya, teringat tatapan Rizwan saja sudah membuatnya frustasi. Seorang bos hampir gila karena pesona sang istri berhasil memikat mantan suaminya.Sekembalinya ke kamar, Doni membaringkan tubuhnya di samping Laila yang sudah tidur dengan