Pagi seperti biasa Laila memulai aktifitas di kantor milik suaminya. Meskipun ada jeda cuti setelah pernikahan, tetapi Laila tak mengambilnya. Dikarenakan belum ada yang bisa dipercayai di kantor."Hei kamu," suara lantang dari Alexandra. Laila tetap berjalan menuju ke ruangannya dan tak menghiraukannya."Apa kau budek ya?" Alexandra semakin geram. Laila masih tak menghiraukannya dan sibuk di meja kerjanya."Laila!" akhirnya Alexandra terpaksa menggil namanya. Laila tersenyum dan menatap Alexandra."Ya, ada apa sandra? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Laila santai."Dari tadi dipanggil, budek ya kamu?" telunjuk Alexandra mengarah ke dada Laila. Sebenarnya ingin sekali Laila memelintir tangan Alexandra hanya saja saat ini belum saatnya."Bukannya barusan kamu panggil namaku ya?" Laila sengaja membuat sandra geram."Aku akan buat perhitungan denganmu!" ancam Sandra. Sama sekali tak ada rasa takut akan ancaman yang dilontarkan Alexandra."Atas dasar apa?" Laila bersikap formal."Kau suda
Seperti biasa, ketika pulang dari bekerja Laila pergi ke rumah sakit. Keadaan Doni semakin hari semakin membaik. Sepulang kerja, Laila selalu membawa buah tangan untuk suaminya di rumah sakit."Assalamu alaikum," salam dari Laila, Laila datang membawa martabak telur tipong keju usai bekerja."Waalaikum salam," jawab Doni yang kini sudah bisa berjalan dan duduk tanpa merasakan rasa sakit lagi. Laila mencium punggung telapak tangan Doni."Bagaimana hari ini, Mas?" Laila memulai dengan panggilan Mas."Alhamdulillah, sepertinya aku akan minta pulang. Aku ingin pulang, Lai.""Tunggu kata Dokter dulu, Mas harus nurut apa kata Dokter," Laila memberi pengertian pada suaminya."Tapi, aku pengen berdua denganmu, Lai.""Tunggu sampai sembuh, oke?""Aku sudah sehat, aku tak merasakan sakit. Mau tunggu apa lagi?" Pak Doni merengek seperti anak kecil. Selalu saja bersikap manja jika berdua dengan Laila.CupKecupan Laila mendarat di kening Doni, Seketika membuat Doni terdiam. Ciuman Laila menjadi s
CeklekLaila membuka pintu kamar meski ada rasa gugup. Laila menata kembali hatinya supaya bisa bersikap biasa kepada Doni."Assalamu alaikum," ucap salam dari Laila.Tak ada jawaban dari Doni, Laila juga tak melihat Doni di ranjang. Mata Laila tertuju di mushallah kecil yang berada di dalam kamar. Doni sedang salat di musholah itu. Laila tetap memperhatikannya dan terharu."Lai, segera ambil wudhu dan kita berjamaah," pinta Pak Doni saat selesai salat."Bukannya, Mas sudah selesai salat?" tanya Laila."Tadi salat sunnah, sekarang ayo kita berjamaah sholat wajib, waktu magrib sebentar lagi habis." ajakan Pak Doni membuyarkan lamunan Laila. Laila segera mengambil air wudhu dan bergabunh dengan Doni untuk shalat berjamaah."Baiklah, aku akan wudhu sebentar," Laila beranjak ke dalam kamar mandi. Gegas setelah wudhu Laila memakai mukenah dan segera menggelar sajadah sebagai makmum.'Tenang dan nyaman yang dirasakan Laila saat menjadi makmum. Belum pernah dia rasakan saat menikah dengan
"Apa, Mas tak capek, barusan pulang dari rumah sakit," tukas Laila usai melakukan ritual yang pertama dengan Doni. Doni ketagihan ketika oertama kali melakukan surga duni yang dirindukan banyak orang."Soal begituan tak akan pernah capek, malah bikin aku semangat. Lagi ya?" "Iya, baiklah. Dari pada aku dikutuk sama malaikat," Laila menyerah juga. Ritual yang mereka lakukan dua kali."Lai, ayo segera mandi. Sebentar lagi isya, kita sholat berjamaah ya," ucapan dari Doni."Iya," jawab Laila yang masih terbungkus selimut. Laila perlahan beranjak dari ranjang dengan menggunakan handuk kimono yang sudah disiapkan Doni."Kelamaan," Doni membobong tubuh Laila ke kamar mandi. Sedangkan Doni menyiapkan air hangat untuk Laila. Selesai mandi besar, merekapun salat isya berjamaah, hal yang sangat dirindukan oleh Laila.Selesai salat, seperti biasa Laila mencium tangan suaminya dan ditambah ciuman dikening dari suaminya. Benar-benar membuat Laila terbuai dengan kebahagiaan yang diberikan Doni."L
Laila dan Vera merasa ada yang aneh ketika sedang berjalan menuju ke tempat parkir. Laila terpaksa menghentikan langkahnya dan melihat ke belakang. Tak ada siapapun yang mengikutinya."Ma, Laila merasa ada yang mengikuti kita berdua.""Kayaknya, Lai. Mama juga ngerasa tapi tidak berani bilang dulu, takut salah.""Sepertinya ada yang berniat jahat, Ma. Segera kita pura-pura masuk mobil kemudian kita keluar diam-diam. Kita pulang naik taksi online aja, cari aman, Ma." Ide Laila muncul. Cukup bagus juga ide Laila yang mengecoh penguntit."Baiklah, kita panggil Mang Ujang. Kita pura-pura masuk mobil dan keluar diam-diam," Vera menyetujui ide Laila.Segera Vera dan Laila menjalankan aksinya. Mereka masuk ke kursi bagian belakang mobil mereka dan diam-diam keluar dari mobil."Mang Ujang, tetap tenang ya. Jika di jalan ada apa-apa segera hubungi saya," tukas Laila supaya sopir pribadinya mau ikut bekerja sama. Mang Ujang baru menyadari jika majikan mereka sedang dalam bahaya."Siap, Nyonya!"
Pagi ini Laila pergi menemui Jeni. Hanya menggunakan daster yang dilapisi switer, Laila pergi dengan menggunakan angkutan umum supaya tidak dicurigai seseorang."Assalamu alaikum," Laila kini sudah sampai di kediaman Jeni. Toko terbilang lengkap menjadi tempat ibu-ibu rumah tangga untuk berbelanja di sana."Waalaikum, salam. Lai, apa ada masalah?" Jeni mempersilahkan Laila masuk ke ruang tamunya. Tak lupa Jeni menyiapkan teh tawar hangat untuk Laila."Kemarin ada yang menguntitku, aku tak tau pasti mereka siapa. Ditambah lagi, kata sopir pribadi, ternyata yang menguntit itu sengaja ingin mencelakakanku dan Mama mertuaku," terang Laila pada Jeni. Jeni mulai berpikir jika nomor ponsel Laila dihack seseorang sehingga tahu kemanapun keberadaannya."Apa ada saksi atau ciri-ciri pelaku tersebut?" Laila mengingat ciri-ciri yang disampaikan Ujang kemarin."Menurut sopir, pelakunya menggunakan masker hitam dan mengendarai motor sport tanpa nomor polisi," jawab Laila. Hanya itu yang bisa disamp
Segera Laila pergi ke rumah Jeni untuk menceritakan semua yang sudah terjadi, seperti apa yang sudah dicurigai Jeni pagi itu."Assalamu alaikum, Jen.""Waalaikum salam, Lai. Ada apa, kamu seperti habis menangis?" tanya Jeni yang melihat Laila bersedih. Jeni lantas memeluk Laila dan membiarkannya sampai suasananya lebih tenang."Benar dugaanmu, Jen. Perubahan data dan keuangan di perusahaan terjadi sangat cepat. Sekarang suamiku ditahan oleh polisi atas dugaan korupsi. Bagaimana mungkin jika suamiku melakukan itu, dia tidak akan mau makan hasil keringat orang lain," Laila menangis dipelukan Jeni."Oke, tenanglah. Aku akan memeriksa datanya dulu, minumlah air ini. Ini air ajaib, bisa membuat kamu rileks," Jeni memberikan sebotol air dingin untuk Laila. Air biasa sebenarnya, hanya saja Jeni sering menyebutnya air ajaib karena bisa mendinginkan pikiran."Baik, Jen. Terima kasih," Laila menerima air dari Jeni dan meminumnya. Terlihat Jeni sepertinya serius memeriksa data yang berubah. Deng
Laila tak sabar ingin segera sampai ke rumah Jeni. Terlihat pintu rumah Jeni tidak terkunci dan Laila segera masuk ke ruang kerja Jeni."Jen!" Laila terkejut melihat Jeni menangis tersedu di meja kerjanya."Jen, peluklah aku jika kamu butuh sandaran. Ingatlah aku temanmu," Laila mendekati Jeni yang sedang menangis di meja kerjanya."Lai, maaf jika masalah ini aku ikut berperan besar. Aku sudah lama ingin membalasnya tapi belum ada waktu yang tepat, hikss." tangis Jeni meledak dipelukan Laila. Laila mengusap punggung Jeni dan menenangkan sahabatnya."Video itu---,""Ya, video perselingkuhannya Ayahnya Alexandra. Video asusila yang telah direkamnya, Lai." Jeni menjelaskan video itu, video yang direkam sendiri oleh pihak istri simpanannya, namun Jeni bisa menghacker data dari ponsel istri simpanan Ayahnya Alexandra."Jen, lihatlah aku. Jen, bisakah kau pindah dekat rumahku? Aku ada rumah sederhana dekat rumahku. Kau bisa menempatinya, aku tak mau jika kau mendapat kesulitan lagi," Laila