Kedua mata Romlah mulai berkaca-kaca karena air mata yang sudah berkumpul di pelupuk matanya. Sakit hati saat Romlah mendengar ucapan anak kandungnya. Tidak seperti Rizwan yang dulu sering memanjakannya sampai lalai memberi nafkah istrinya."Kamu sekarang perhitungan dengan ibu!""Ingat bu, di dunia ini tak ada yang gratis! Kalau enggak mau ya sudah, Rina mau pulang sekarang, dan ibu silahkan pulang sendiri!" Rina semakin kurang ajar pada ibunya sendiri. Sifat Rina hampir sama persis dengan ibunya. Tak mau berusaha dan hanya mau enaknya saja."Baiklah, jangan tinggalkan ibu. Mulai bulan depan ibu akan memberimu jatah setengah dari uang pensiunan bapakmu," Romlah terpaksa mengalah demi anak kandungnya. Romlah teringat kembali saat bersama Rizwan. Rizwan tak pernah membantah jika dirinya meminta apapun darinya. Bahkan memintanya untuk menceraikan Laila.TesAir mata Romlah luruh saat mengingat momen bersama Rizwan. Romlah menyesal sudah memperlakukan Rizwan layaknya sapi perah untuk me
Hari ini Romlah diperbolehkan pulang. Rina memesan taksi online untuk kepulangan mereka berdua. Di dalam mobil, Rina masih sibuk dengan ponselnya tanpa mengajak bicara ibunya. Pikiran Romlah juga sedang kalut dengan kelakuan Rina yang salah."Bu, jangan sampai ibu bilang ke Ibu mertua dan Mas Danu jika Rina bertemu dengan seorang laki-laki!" tukas Rina tanpa menoleh pada ibunya. Nada suaranya pun terdengar ketus sekali, tidak seperti orang yang minta tolong pada umumnya."Iya," jawaban pasrah yang hanya bisa ia lontarkan. Romlah kembali menerawang masa lalunya yang begitu tega pada suaminya dan Rizwan. Meskipun anak pungut, tetapi Rizwan sangat sayang padanya. Rizwan tak pernah mengabaikan permintaannya sama sekali."Rin, apa kamu tak kasihan dengan Danu? Dia sangat mencintaimu," Romlah kembali mengingatkan pada anak perempuannya, hanya saja wajah Rina sama sekali tak ada guratan wajah senang ketika membahas Danu."Sekarang keuangan Mas Danu dipegang penuh sama ibunya, Rina juga tidak
Tuut tuut"Halo, assalamu alaikum, Bu," Shilla menjawab panggilan Lisa. "Waalaikum salam," sahut Lisa."Shilla, boleh ibu bicara padamu?" Lisa harus berhati-hati jika berbicara mengenai Romlah. Lisa khawatir jika Rizwan atau Shilla masih membenci Romlah."Bicara apa, Bu?" Shilla semakin penasaran dengan pertanyaan Lisa. Shilla merasa ada sesuatu yang serius dan ingin menyampaikan kepadanya."Mengenai ibu mertuamu," hati Shilla mencelos, takut jika Romlah ingin menghinanya lagi. Lebih parah jika Romlah menghina Rizwan yang membuatnya khawatir.HeningShilla terdiam sejenak dan belum bisa memutuskan mengabulkan permintaan Lisa dan Romlah. Shilla menatap foto Rizwan sejenak, teringat lagi kejadian saat Rizwan terpaksa dirawat di rumah sakit karena ucapan Romlah yang menyakitkan."Shil, aku tahu jika kamu dan Rizwan mulai tak menyukai ibumu. Tapi asal Shilla tau, jika ibu mertuamu sekarang sudah sadar sejak pulang dari rumah sakit, ibu tak tahu apa yang menyebabkan Bu Romlah seperti ini,
Pagi-pagi sekali Lisa kembali berkutat dengan bahan untuk pesanan nasi hari ini. Romlah keluar dari kamar sekedar membantu sebisanya. Romlah tak nyaman dan bosan jika harus beristirahat saja di dalam kamar."Bu Romlah kenapa ikut membantu? Lihat kaki Bu Romlah yang belum bisa berjalan. Nanti Bu Romlah lelah loh," Lisa melarang Romlah untuk membantunya. Sementara Rina masih sibuk dan berkutat dengan rendang sesekali melirik kepada Romlah sembari mencebik."Saya bantu melipat kotak nasi saja, Bu. Saya masih bisa. Tak apa kok jika saya tak dibayar, dari pada saya sendiri jenuh di kamar," Romlah mendekati kertas nasi kotak yang masih belum terlipat menjadi kotak makanan. "Iya sudah, Romlah melipat kotak nasi saja," tukas Lisa. Segera Lisa mengambilkan kursi untuk tempat duduk Romlah. Rina yang melihat ibunya semakin menunjukkan rasa benci. "Rina, jika sudah selesai segera masukkan nasinya ke dalam kotak, setelah itu biar ibu yang melanjutkan untuk memasukkan sayur dan lauknya," ucap Lis
Rasa penarasan Danu tak bisa dibendung lagi ketika lagi-lagi aroma parfum itu kembali menyeruak di indera penciumannya. "Tadi dari mana, Ma?" Kedua mata Rina membola sempurna mendengar pertanyaan dari Danu. Rina gugup sendiri dengan pertanyaan Danu.Rina segera mencari alasan yang logis supaya Danu tidak bertanya macam-macam setelah ini. Rina berusaha menyembunyikan perselingkuhannya rapat-rapat."Tadi Mama habis dari cafe janjian sama teman untuk membahas rencana jualan online," Rina kembali berbohong pada suaminya sendiri."Temenmu laki-laki, Ma?" Rina terperanjat ketika Danu bertanya."Bukan, Pa. Dia perempuan cuma agak tomboy, persis kayak laki-laki," Danu mengangguk mengerti jawaban dari Rina. Danu berusaha percaya meski hatinya tidak menerima alasan Rina. Jawaban Rina hanya mengambang begitu saja tanpa bisa Danu percaya sepenuhnya.'Ternyata aku terlalu salah sangka padanya, tak mungkin Rina menduakan aku' batin Danu meski tetap ada rasa curiga padanya."Makan yuk, Mama lapar s
Seperti biasa, Rina selalu keluar lebih lama jika tugasnya mengantar pesanan nasi kotak ke pelanggan selesai. Semakin hari juga Danu semakin curiga dengan apa yang dilakukan Rina diluar sana. Semakin hari, alasan rina ketika telat pulang semakin mengada-ngada bahkan Rina sekarang lebih banyak berbelanja dari jatah bulanan yang diberikan Danu.Danu penasaran dan terpaksa mengikuti istrinya diam-diam. Danu sengaja tak masuk kerja untuk memastikan kecurigaannya kepada Rina. Meski dalam hati, Danu berharap jika Rina tidak melakukan apapun di luar sana. Pagi ini Danu mengikuti Rina beraktifitas seperti biasanya dan Danu terkejut ketika motor Rina mengarah ke sebuah apartemen di kawasan elit. Hanya orang berpenghasilan tinggi yang mampu membeli unit di apartemen tersebut."Apa yang dilakukan Rina di sini?" Danu bertanya pada diri sendiri dan tetap mengikuti Rina. Rina segera menuju ke lift dan menekan tombol nomer lantai yang dituju. Danu menyamar dengan memakai kumis tebal dan jaket ojol.
Rina pulang tanpa ada perasaan bersalah, bahkan seperti tak peduli lagi dengan perasaan Danu. Rina bahkan sudah menganggap Danu bukan suaminya lagi karena sebentar lagi akan bersama Damar."Rin, apa kamu sedang bersama lelaki itu?" Romlah mencoba mengajak Rina berbicara."Iya, emang kenapa?" Rina melotot ke arah ibunya. "Danu itu suamimu, Nak!" Romlah meminta Rina menghentikan hubungannya dengan lelaki itu. Romlah tak sanggup lagi melihat anak semata wayangnya melakukan hal yang sama seperti dirinya."Sudahlah! Ibu tidak usah cerewet. Rina cinta sama Mas Damar, ibu tak usah khawatir. Mas Damar selalu memberi uang terus pada Rina, bahkan jumlahnya lebih besar dari yang diberikan Mas Danu." Romlah mengelus dada mendengar penyataan Rina yang tidak pantas bagi seorang istri."Rin," Romlah kembali mengajaknya berbicara namun Rina berlalu ke kamarnya.BrakSuara pintu kamar yang ditutup keras oleh Rina membuat Romlah terkejut. Romlah beristighfar melihat perubahan Rina yang semakin kurang
Huekkk huekkkkPagi ini badan Rina merasa ada yang aneh, perutnya mual dan jika mencium sesuatu maka akan muntah saat itu juga."Kok aku jadi mual ya," Rina merasa ada yang tak beres dengannya."Apa aku salah makan?" Rina masih menduga-duga dan segera memeriksa kalender."Aku menstruasi biasanya tanggal lima belas dan sekarang udah tanggal dua puluh sembilan, itu artinya aku telat dua minggu," Rina terkejut jika dirinya sudah telat selama dua minggu."Aku hamil? Tidak, aku tak mau hamil," Rina bergumam sendiri dengan perasaan panik. Rina mengambil tespeck yang selalu disediakan di rumahnya. Rina terkejut ketika tanda garis dua begitu jelas usia memeriksa kehamilannya. Rina yang tidak mau hamil di luar nikah segera menghubungi Damar dan meminta pertanggung jawaban.Tuuttt tuuuuttRina sangat berharap sekali Damar akan menerima kehamilannya. Rina sudah ditinggalkan Danu dan waktunya meminta Damar bertanggung jawab untuk menikahinya."Iya, sayang. Ada apa?" Jawab Damar di seberang sana.