Tuut tuut"Halo, assalamu alaikum, Bu," Shilla menjawab panggilan Lisa. "Waalaikum salam," sahut Lisa."Shilla, boleh ibu bicara padamu?" Lisa harus berhati-hati jika berbicara mengenai Romlah. Lisa khawatir jika Rizwan atau Shilla masih membenci Romlah."Bicara apa, Bu?" Shilla semakin penasaran dengan pertanyaan Lisa. Shilla merasa ada sesuatu yang serius dan ingin menyampaikan kepadanya."Mengenai ibu mertuamu," hati Shilla mencelos, takut jika Romlah ingin menghinanya lagi. Lebih parah jika Romlah menghina Rizwan yang membuatnya khawatir.HeningShilla terdiam sejenak dan belum bisa memutuskan mengabulkan permintaan Lisa dan Romlah. Shilla menatap foto Rizwan sejenak, teringat lagi kejadian saat Rizwan terpaksa dirawat di rumah sakit karena ucapan Romlah yang menyakitkan."Shil, aku tahu jika kamu dan Rizwan mulai tak menyukai ibumu. Tapi asal Shilla tau, jika ibu mertuamu sekarang sudah sadar sejak pulang dari rumah sakit, ibu tak tahu apa yang menyebabkan Bu Romlah seperti ini,
Pagi-pagi sekali Lisa kembali berkutat dengan bahan untuk pesanan nasi hari ini. Romlah keluar dari kamar sekedar membantu sebisanya. Romlah tak nyaman dan bosan jika harus beristirahat saja di dalam kamar."Bu Romlah kenapa ikut membantu? Lihat kaki Bu Romlah yang belum bisa berjalan. Nanti Bu Romlah lelah loh," Lisa melarang Romlah untuk membantunya. Sementara Rina masih sibuk dan berkutat dengan rendang sesekali melirik kepada Romlah sembari mencebik."Saya bantu melipat kotak nasi saja, Bu. Saya masih bisa. Tak apa kok jika saya tak dibayar, dari pada saya sendiri jenuh di kamar," Romlah mendekati kertas nasi kotak yang masih belum terlipat menjadi kotak makanan. "Iya sudah, Romlah melipat kotak nasi saja," tukas Lisa. Segera Lisa mengambilkan kursi untuk tempat duduk Romlah. Rina yang melihat ibunya semakin menunjukkan rasa benci. "Rina, jika sudah selesai segera masukkan nasinya ke dalam kotak, setelah itu biar ibu yang melanjutkan untuk memasukkan sayur dan lauknya," ucap Lis
Rasa penarasan Danu tak bisa dibendung lagi ketika lagi-lagi aroma parfum itu kembali menyeruak di indera penciumannya. "Tadi dari mana, Ma?" Kedua mata Rina membola sempurna mendengar pertanyaan dari Danu. Rina gugup sendiri dengan pertanyaan Danu.Rina segera mencari alasan yang logis supaya Danu tidak bertanya macam-macam setelah ini. Rina berusaha menyembunyikan perselingkuhannya rapat-rapat."Tadi Mama habis dari cafe janjian sama teman untuk membahas rencana jualan online," Rina kembali berbohong pada suaminya sendiri."Temenmu laki-laki, Ma?" Rina terperanjat ketika Danu bertanya."Bukan, Pa. Dia perempuan cuma agak tomboy, persis kayak laki-laki," Danu mengangguk mengerti jawaban dari Rina. Danu berusaha percaya meski hatinya tidak menerima alasan Rina. Jawaban Rina hanya mengambang begitu saja tanpa bisa Danu percaya sepenuhnya.'Ternyata aku terlalu salah sangka padanya, tak mungkin Rina menduakan aku' batin Danu meski tetap ada rasa curiga padanya."Makan yuk, Mama lapar s
Seperti biasa, Rina selalu keluar lebih lama jika tugasnya mengantar pesanan nasi kotak ke pelanggan selesai. Semakin hari juga Danu semakin curiga dengan apa yang dilakukan Rina diluar sana. Semakin hari, alasan rina ketika telat pulang semakin mengada-ngada bahkan Rina sekarang lebih banyak berbelanja dari jatah bulanan yang diberikan Danu.Danu penasaran dan terpaksa mengikuti istrinya diam-diam. Danu sengaja tak masuk kerja untuk memastikan kecurigaannya kepada Rina. Meski dalam hati, Danu berharap jika Rina tidak melakukan apapun di luar sana. Pagi ini Danu mengikuti Rina beraktifitas seperti biasanya dan Danu terkejut ketika motor Rina mengarah ke sebuah apartemen di kawasan elit. Hanya orang berpenghasilan tinggi yang mampu membeli unit di apartemen tersebut."Apa yang dilakukan Rina di sini?" Danu bertanya pada diri sendiri dan tetap mengikuti Rina. Rina segera menuju ke lift dan menekan tombol nomer lantai yang dituju. Danu menyamar dengan memakai kumis tebal dan jaket ojol.
Rina pulang tanpa ada perasaan bersalah, bahkan seperti tak peduli lagi dengan perasaan Danu. Rina bahkan sudah menganggap Danu bukan suaminya lagi karena sebentar lagi akan bersama Damar."Rin, apa kamu sedang bersama lelaki itu?" Romlah mencoba mengajak Rina berbicara."Iya, emang kenapa?" Rina melotot ke arah ibunya. "Danu itu suamimu, Nak!" Romlah meminta Rina menghentikan hubungannya dengan lelaki itu. Romlah tak sanggup lagi melihat anak semata wayangnya melakukan hal yang sama seperti dirinya."Sudahlah! Ibu tidak usah cerewet. Rina cinta sama Mas Damar, ibu tak usah khawatir. Mas Damar selalu memberi uang terus pada Rina, bahkan jumlahnya lebih besar dari yang diberikan Mas Danu." Romlah mengelus dada mendengar penyataan Rina yang tidak pantas bagi seorang istri."Rin," Romlah kembali mengajaknya berbicara namun Rina berlalu ke kamarnya.BrakSuara pintu kamar yang ditutup keras oleh Rina membuat Romlah terkejut. Romlah beristighfar melihat perubahan Rina yang semakin kurang
Huekkk huekkkkPagi ini badan Rina merasa ada yang aneh, perutnya mual dan jika mencium sesuatu maka akan muntah saat itu juga."Kok aku jadi mual ya," Rina merasa ada yang tak beres dengannya."Apa aku salah makan?" Rina masih menduga-duga dan segera memeriksa kalender."Aku menstruasi biasanya tanggal lima belas dan sekarang udah tanggal dua puluh sembilan, itu artinya aku telat dua minggu," Rina terkejut jika dirinya sudah telat selama dua minggu."Aku hamil? Tidak, aku tak mau hamil," Rina bergumam sendiri dengan perasaan panik. Rina mengambil tespeck yang selalu disediakan di rumahnya. Rina terkejut ketika tanda garis dua begitu jelas usia memeriksa kehamilannya. Rina yang tidak mau hamil di luar nikah segera menghubungi Damar dan meminta pertanggung jawaban.Tuuttt tuuuuttRina sangat berharap sekali Damar akan menerima kehamilannya. Rina sudah ditinggalkan Danu dan waktunya meminta Damar bertanggung jawab untuk menikahinya."Iya, sayang. Ada apa?" Jawab Damar di seberang sana.
Mendengar ucapan Damar membuatnya bak disambar petir siang hari. Hati Rina hancur berkeping-keping ketika saat ini mendapatkan luka yang sama seperti yang dirasakan ibu dari Damar. Seorang ibu yang memohon ampun di depannya dan ibunya, namun tak ada rasa belas kasihan sama sekali."Jangan menangis, Sayang!" Damar meraih dagu Rina sambil menyeringai menakutkan."Dasar lelaki bajingan!" Rina memuturkan keluar dari apartemen Damar dengan hati hancur. Setelah bermain cinta bahkan melakukan apapun yang diminta olehnya, kini bagaikan tisu bekas yang dibuang begitu saja."Damar, kau keterlaluan!" Rina merutuki nasibnya. Rina menyusuri jalanan tanpa tujuan. Keadaan rumah tangganya hancur berantakan, lelaki yang dianggapnya orang baik ternyata hanya mempermainkannya untuk balas dendam."Ibu! Ya, ini gara-gara ibu!" Rina sangat marah karena perbuatan ibunya di masa lalu yang membuatnya seperti ini."Aku harus membalas ibuku dulu," gegas Rina pergi memesan ojek online dan pergi menuju rumah Rizw
Rina merasakan nyeri di perutnya, darah mengalir dari selangkangan. Mencoba berteriak juga tidak bisa karena sakit yang menderanya tak bisa ditahan. Ketingat dingin bahkan sudah membajiri tubuh Rina."Darah," Rina panik dan keluar rumah berjalan tertatih-tatih, berharap ada tetangga yang bersedia menolongnya. Baru saja mulut hendak meminta tolong, pandangan Rona mendadak gelap.BrughBadan Rina ambruk di delan rumahnya, beberapa tetangga yang melihatnya segera membawa Rina ke sebuah rumah sakit. Salah satu tetangga menghubungi Rizwan mengenai kejadian yang menimpa Rina. Setelah mengetahui kejadian yang menimpa Rina, Rizwan bergegas menuju ke rumah sakit, tempat Rina dirawat. Tak ada sekalipun Rizwan membalas setiap perbuatan Rina."Dengan keluarga Rina?" Dokter memanggil keluarga Rina. Rizwan menghampiri Dokter yang barusan keluar dari ruangan Rina."Bagaimana dengan kakak saya, Dok?" Dokter terlihat sendu saat menatap Rizwan."Pasien mengalami keguguran dan pasien mengalami depresi b
Danu sengaja bergerak mendekat tanpa diketahui Damar. Tangan sudah terkepal kuat ingin sekali menghajar Damar saat ini juga. Lelaki yang sudah merusak rumah tangga serta menyebabkan istrinya meninggal dunia."Ah sayang, kamu baik deh!" suara seorang wanita sedang bermesraan dengan Damar. "Bagaimana kabar si Rina?" tiba-tiba pertanyaan dilontarkan oleh wanita tersebut. Danu diam dan mendengarkan percakapan mereka berdua yang akan membahas Rina."Dia sudah meninggal, sepadan dengan apa yang terjadi dengan ibuku. Ibuku meninggal karena dia," Danu mencoba menahan amarah setelah mendengar ucapan dari mulut Damar."Dia adalah anak dari seorang pelakor, wanita itu merebut ayahku dari ibuku. Bahkan ayah mencampakkan kami berdua. Aku masih ingat kejadian itu dengan jelas," Damar menerawang ke langit. Teringat kisah buruknya di masa kecil bersama Ibunya."Bisa kau jelaskan apa alasanmu sesungguhnya?" Damar terkejut ketika Danu sudah ada di depannya. Tatapan marah terlihat jelas dari kedua bola
Pagi sekali, Shilla mempersiapkan menu sarapan khusus untuk suami. Shilla sengaja ikut makan menu yang sama dengan suaminya. Tak masalah bagi Shilla menemani Rizwan diet yang sama."Sedap sekali masakan istriku," Rizwan keluar dari kamar setelah mencium harumnya masakan Shilla. Akhir-akhir ini Rizwan tak pernah sekalipun melewatkan masakan Shilla. Baginya, makanan buatan Shilla selalu memanjakan perutnya."Iya dong, Shilla kan mulai suka sekali dengan memasak," tukas Shilla sembari sibuk mengaduk sayur yang ada di atas kompor."Mas mandi dulu, setelah itu kita sarapan bareng Mas," kata Shilla tanpa memoleh ke aras Rizwan. Rizwan hanya tersenyum melihat istrinya yang sibuk memasak tanpa menoleh padanya. "Mas, Shilla lagi masak nih! jangan peluk-peluk ah!" Shilla protes karena tiba-tiba Rizwan memeluknya dari belakang. Rizwan suka sekali mengganggu Shilla jika sedang memasak. Cintanya kepada Laila sudah berangsur hilang sejak Shilla selalu membuatnya nyaman di rumah."Habisnya, aku dic
Shilla begitu senang setelah membaca pesan yang diterimanya. Shilla tak menyangka jika akan mendapatkan tawaran menarik seperti ini."Alhamdulillah," Shilla bersyukur sekali, rona bahagia terpancar dari wajah Shilla. "Aku harus memberi kabar ini pada Mas Rizwan, bagaimanapun harus mendapat persetujuan darinya," Shilla segera pulang ke rumah dan mencuci gamis barunya. Sudah menjadi kebiasaan Shilla jika membeli baju baru, maka dia akan mencuci dan menyetrika terlebih dahulu."Selesai," Shilla menjemur gamis barunya di depan kontrakan, tiba-tiba datang seorang wanita yang menyapanya."Mbak Shilla," Shilla begitu terkejut melihat wanita yang menyapa dirinya."Fila?" Senyum mengembang dari wajah Shilla karena bertemu dengan teman lamanya. Meski teman tetapi Fila sangat menghormati Shilla walaupun usianya terpaut satu tahun saja."MasyaAllah mbak, aku tadi sampek takut salah orang. Mbak Shilla berubah banget, semakin cantik dengan hijabnya," Fila memuji Shilla karena perubahannya yang me
Ada rasa iri dan menyesal di hati Rizwan ketika melihat kebahagiaan yang tengah di dapat oleh Laila."Aku tak boleh iri dengan kebahagiannya, aku yang telah membuatnya seperti ini." Rizwan berusaha menyemangati dirinya. Rizwan sadar jika dirinya tak berhak ikut campur atas segala hal yang menjadi kebahagiaan Laila."Mas, kapan kita adopsi seorang anak?" ucapan Shilla mengejutkan lamunan Rizwan."Tunggu Mas jika libur kerja bagaimana?" senyum Shilla mengembang ketika mendengar jawaban dari Rizwan."Shilla setuju, Mas. Shilla enggak sabar ingin segera punya momongan," Shilla terlihat begitu bahagia di samping Rizwan.Tanpa sadar air mata Rizwan jatuh juga, keinginannya memiliki momongan sejak menikah dengan Laila. Rizwan merasa gagal menjadi suami yang memiliki gangguan pada organ reproduksinya."Kenapa Mas Rizwan menangis? maafkan Shilla, jika Shilla terlalu memaksamu," Shilla kembali menunduk, tak ingin menyakiti perasaan suaminya."Maafkan suamimu ini, Shil. Suami yang tak bisa membe
Usia kandungan Laila kini sudah memasuki trisemester ketiga dan itu tandanya sebentar lagi Laila akan menghadapi persalinan. Beberapa bulan ini Doni bahkan lebih protektif dengan semua kegiatan Laila."Mas, aku kok mengeluarkan darah dan lendir. Perutku mules juga," Laila terlihat merintih kesakitan bahkan keringat sudah membanjiri wajahnya."Don, siapkan mobil! Laila sepertinya akan melahirkan," Doni menyambar kunci mobil dan tas berisi perlengkapan bayi. Sedangkan Vera memapah Laila masuk ke dalam mobil."Sakit, Ma." Laila merintih karena merasakan sakit yang melilit. Tangannya bahkan mengepal kuat menahan rasa sakit."Sabar, Sayang. Sebentar lagi kita sampai," Doni menenangkan Laila karena sebentar lagi akan sampai di rumah sakit."Sabar, ya. Sebentar lagi sampai," Vera mengelus punggung Laila. Doni mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak butuh waktu lama, mobil Doni sudah berada di depan lorong UGD. Tampak beberapa perawat membawa brankar untuk membawa Laila masuk ke da
Sudah tiga hari Rina tidak sadarkan diri, tiga hari pula Danu mendampingi Rina. Rizwan membesuk setiap pulang kerja untuk menggantikan Danu begitu juga dengan Shilla.Tak berapa lama kedua mata Rina mengerjab dan melihat Danu tepat berada di sampingnya. Rina sangat malu kepada Danu, meski sudah menyakitinya Danu tetap mendampingnya saat sakit. Air mata tumpah juga di depan Danu, dengan pelan Danu mengusap air mata Rina."Mas," Danu menunjukkan senyum kepada Rina."Cepatlah sembuh, kita akan pulang bersama," Danu mengusap bagian rambut Rina tak tidak ikut diperban. "Maaf," hanya kata maaf yang mampu Rina ucapkan kepada Danu. Dosa besar yang pernah dilakukannya di belakang Danu membuat Rina sangat malu dan tak pantas dimaafkan olehnya."Semua manusia pernah salah, cepat sembuh dan kita pulang!" Tak ada sahutan dari Rina hanya derai air mata sedari tadi yang lolos begitu saja."Mas.""Ada apa, Sayang." Danu merasa ada sesuatu yang akan dikatakan Rina. "Aku mencintaimu," Danu mengangguk
Danu dan Lisa sengaja meluangkan waktu untuk menemani Rina hari ini. Danu ingin Rina menyadari kesalahan yang telah diperbuat dan kembali bersamanya. Digenggamnya kembali tangan Rina yang hangat.Rizwan terharu dengan ketulusan Danu, masih bersedia meluangkan waktu liburnya untuk Rina."Rizwan, pulanglah! Biar aku yang menemani Rina," Danu menghampiri Rizwan dan Shilla yang duduk di bawah pohon. Rizwan diam sejenak untuk mempertimbangkan permintaan Danu."Kau tenanglah, Rina masih istriku dan kau tak perlu mengkhawatirkannya," Rizwan dan Shilla akhirnya pulang lebih dulu atas perintah Danu. Bersyukur sekali Rizwan memiliki ipar yang begitu tulus mencintai kakaknya.Rizwan dan Shilla akhirnya undur diri, kekhawatiran dan kegelisahan karena keadaan Rina kini berangsur membaik. Tak ada percakapan serius selama perjalanan kembali ke rumah. Shilla larut dalam pikirannya begitu juga Rizwan.Dua jam berlalu, Rina mulai mengerjabkan kedua matanya. Danu dan Lisa tentu saja senang sekali saat R
Semakin hari keadaan Rina semakin kacau, bahkan setiap malam Rina akan berteriak histeris memanggil Damar dan Ibunya, bahkan kepala dibenturkan di dinding. Tak jarang kalimat umpatan kepada ibunya sendiri pun terlontar begitu saja.Perawat sengaja tak membiarkan Rina keluar ruangan karena kondisi Rina belum stabil. Diajak bicarapun hanya diam kadang menyanyi lagu nina bobo yang selalu dinyanyikan Rina. Pagi ini Rizwan dan Shilla membesuk Rina, beberapa hari Rizwan tak sempat membesuknya karena ada beberapa masalah yang harus diselesaikan. Hari libur ini Rizwan memanfaatkan untuk menjaga Rina di rumah sakit jiwa."Mbak," sama sekali tak ada tanggapan dari Rina ketika Rizwan mencoba memanggilnya. "Mbak, bagaimana kabarmu?" Keadaan Rina semakin memprihatinkan, bahkan menoleh kepada adiknya pun tidak. Hanya tatapan kosong sambil menyanyi lagu nina bobo yang mampu Rina ucapkan. Shilla bahkan tak tega melihat keadaan Rina semakin memburuk."Mbak, kita belanja yuk!" Rizwan membujuk Rina su
Malam ini Doni teringat tatapan Rizwan siang tadi begitu lekat kepada Laila. Hati Doni begitu rapuh saat Laila kembali dekat dengan Rizwan. Tatapan Rizwan tergambar jelas jika dirinya rindu sosok Laila. Mantan istri yang pernah diabaikan oleh Rizwan.Doni sama sekali tak bisa tidur, perlahan beranjak dari ranjang dan duduk di balkon sendiri. Doni sudah membayangkan jika suatu saat Laila akan kembali kepada Rizwan. Mendapatkan Laila saja cukup sulit baginya, apalagi jika Laila tiba-tiba meninggalkannya."Aku tak mau mereka bersatu kembali, aku harus menjauhkan Laila dari Rizwan," gumam Doni. Begitu cintanya kepada Laila hingga tak akan membiarkan siapapun menyentuh atau menginginkan Laila."Tanpa Laila sama saja aku hidup tanpa nyawa," Doni menyugar rambutnya, teringat tatapan Rizwan saja sudah membuatnya frustasi. Seorang bos hampir gila karena pesona sang istri berhasil memikat mantan suaminya.Sekembalinya ke kamar, Doni membaringkan tubuhnya di samping Laila yang sudah tidur dengan