Pagi-pagi sekali Lisa kembali berkutat dengan bahan untuk pesanan nasi hari ini. Romlah keluar dari kamar sekedar membantu sebisanya. Romlah tak nyaman dan bosan jika harus beristirahat saja di dalam kamar."Bu Romlah kenapa ikut membantu? Lihat kaki Bu Romlah yang belum bisa berjalan. Nanti Bu Romlah lelah loh," Lisa melarang Romlah untuk membantunya. Sementara Rina masih sibuk dan berkutat dengan rendang sesekali melirik kepada Romlah sembari mencebik."Saya bantu melipat kotak nasi saja, Bu. Saya masih bisa. Tak apa kok jika saya tak dibayar, dari pada saya sendiri jenuh di kamar," Romlah mendekati kertas nasi kotak yang masih belum terlipat menjadi kotak makanan. "Iya sudah, Romlah melipat kotak nasi saja," tukas Lisa. Segera Lisa mengambilkan kursi untuk tempat duduk Romlah. Rina yang melihat ibunya semakin menunjukkan rasa benci. "Rina, jika sudah selesai segera masukkan nasinya ke dalam kotak, setelah itu biar ibu yang melanjutkan untuk memasukkan sayur dan lauknya," ucap Lis
Rasa penarasan Danu tak bisa dibendung lagi ketika lagi-lagi aroma parfum itu kembali menyeruak di indera penciumannya. "Tadi dari mana, Ma?" Kedua mata Rina membola sempurna mendengar pertanyaan dari Danu. Rina gugup sendiri dengan pertanyaan Danu.Rina segera mencari alasan yang logis supaya Danu tidak bertanya macam-macam setelah ini. Rina berusaha menyembunyikan perselingkuhannya rapat-rapat."Tadi Mama habis dari cafe janjian sama teman untuk membahas rencana jualan online," Rina kembali berbohong pada suaminya sendiri."Temenmu laki-laki, Ma?" Rina terperanjat ketika Danu bertanya."Bukan, Pa. Dia perempuan cuma agak tomboy, persis kayak laki-laki," Danu mengangguk mengerti jawaban dari Rina. Danu berusaha percaya meski hatinya tidak menerima alasan Rina. Jawaban Rina hanya mengambang begitu saja tanpa bisa Danu percaya sepenuhnya.'Ternyata aku terlalu salah sangka padanya, tak mungkin Rina menduakan aku' batin Danu meski tetap ada rasa curiga padanya."Makan yuk, Mama lapar s
Seperti biasa, Rina selalu keluar lebih lama jika tugasnya mengantar pesanan nasi kotak ke pelanggan selesai. Semakin hari juga Danu semakin curiga dengan apa yang dilakukan Rina diluar sana. Semakin hari, alasan rina ketika telat pulang semakin mengada-ngada bahkan Rina sekarang lebih banyak berbelanja dari jatah bulanan yang diberikan Danu.Danu penasaran dan terpaksa mengikuti istrinya diam-diam. Danu sengaja tak masuk kerja untuk memastikan kecurigaannya kepada Rina. Meski dalam hati, Danu berharap jika Rina tidak melakukan apapun di luar sana. Pagi ini Danu mengikuti Rina beraktifitas seperti biasanya dan Danu terkejut ketika motor Rina mengarah ke sebuah apartemen di kawasan elit. Hanya orang berpenghasilan tinggi yang mampu membeli unit di apartemen tersebut."Apa yang dilakukan Rina di sini?" Danu bertanya pada diri sendiri dan tetap mengikuti Rina. Rina segera menuju ke lift dan menekan tombol nomer lantai yang dituju. Danu menyamar dengan memakai kumis tebal dan jaket ojol.
Rina pulang tanpa ada perasaan bersalah, bahkan seperti tak peduli lagi dengan perasaan Danu. Rina bahkan sudah menganggap Danu bukan suaminya lagi karena sebentar lagi akan bersama Damar."Rin, apa kamu sedang bersama lelaki itu?" Romlah mencoba mengajak Rina berbicara."Iya, emang kenapa?" Rina melotot ke arah ibunya. "Danu itu suamimu, Nak!" Romlah meminta Rina menghentikan hubungannya dengan lelaki itu. Romlah tak sanggup lagi melihat anak semata wayangnya melakukan hal yang sama seperti dirinya."Sudahlah! Ibu tidak usah cerewet. Rina cinta sama Mas Damar, ibu tak usah khawatir. Mas Damar selalu memberi uang terus pada Rina, bahkan jumlahnya lebih besar dari yang diberikan Mas Danu." Romlah mengelus dada mendengar penyataan Rina yang tidak pantas bagi seorang istri."Rin," Romlah kembali mengajaknya berbicara namun Rina berlalu ke kamarnya.BrakSuara pintu kamar yang ditutup keras oleh Rina membuat Romlah terkejut. Romlah beristighfar melihat perubahan Rina yang semakin kurang
Huekkk huekkkkPagi ini badan Rina merasa ada yang aneh, perutnya mual dan jika mencium sesuatu maka akan muntah saat itu juga."Kok aku jadi mual ya," Rina merasa ada yang tak beres dengannya."Apa aku salah makan?" Rina masih menduga-duga dan segera memeriksa kalender."Aku menstruasi biasanya tanggal lima belas dan sekarang udah tanggal dua puluh sembilan, itu artinya aku telat dua minggu," Rina terkejut jika dirinya sudah telat selama dua minggu."Aku hamil? Tidak, aku tak mau hamil," Rina bergumam sendiri dengan perasaan panik. Rina mengambil tespeck yang selalu disediakan di rumahnya. Rina terkejut ketika tanda garis dua begitu jelas usia memeriksa kehamilannya. Rina yang tidak mau hamil di luar nikah segera menghubungi Damar dan meminta pertanggung jawaban.Tuuttt tuuuuttRina sangat berharap sekali Damar akan menerima kehamilannya. Rina sudah ditinggalkan Danu dan waktunya meminta Damar bertanggung jawab untuk menikahinya."Iya, sayang. Ada apa?" Jawab Damar di seberang sana.
Mendengar ucapan Damar membuatnya bak disambar petir siang hari. Hati Rina hancur berkeping-keping ketika saat ini mendapatkan luka yang sama seperti yang dirasakan ibu dari Damar. Seorang ibu yang memohon ampun di depannya dan ibunya, namun tak ada rasa belas kasihan sama sekali."Jangan menangis, Sayang!" Damar meraih dagu Rina sambil menyeringai menakutkan."Dasar lelaki bajingan!" Rina memuturkan keluar dari apartemen Damar dengan hati hancur. Setelah bermain cinta bahkan melakukan apapun yang diminta olehnya, kini bagaikan tisu bekas yang dibuang begitu saja."Damar, kau keterlaluan!" Rina merutuki nasibnya. Rina menyusuri jalanan tanpa tujuan. Keadaan rumah tangganya hancur berantakan, lelaki yang dianggapnya orang baik ternyata hanya mempermainkannya untuk balas dendam."Ibu! Ya, ini gara-gara ibu!" Rina sangat marah karena perbuatan ibunya di masa lalu yang membuatnya seperti ini."Aku harus membalas ibuku dulu," gegas Rina pergi memesan ojek online dan pergi menuju rumah Rizw
Rina merasakan nyeri di perutnya, darah mengalir dari selangkangan. Mencoba berteriak juga tidak bisa karena sakit yang menderanya tak bisa ditahan. Ketingat dingin bahkan sudah membajiri tubuh Rina."Darah," Rina panik dan keluar rumah berjalan tertatih-tatih, berharap ada tetangga yang bersedia menolongnya. Baru saja mulut hendak meminta tolong, pandangan Rona mendadak gelap.BrughBadan Rina ambruk di delan rumahnya, beberapa tetangga yang melihatnya segera membawa Rina ke sebuah rumah sakit. Salah satu tetangga menghubungi Rizwan mengenai kejadian yang menimpa Rina. Setelah mengetahui kejadian yang menimpa Rina, Rizwan bergegas menuju ke rumah sakit, tempat Rina dirawat. Tak ada sekalipun Rizwan membalas setiap perbuatan Rina."Dengan keluarga Rina?" Dokter memanggil keluarga Rina. Rizwan menghampiri Dokter yang barusan keluar dari ruangan Rina."Bagaimana dengan kakak saya, Dok?" Dokter terlihat sendu saat menatap Rizwan."Pasien mengalami keguguran dan pasien mengalami depresi b
Rizwan teringat jelas wajah Damar yang sempat ditemuinya saat bersama Rina tempo hari. Rizwan mencari tahu sosok Damar, setidaknya Damar bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada Rina. Wajah Rizwan tersenyum ketika infirmasi mengenai Damar sudah ditemukan. Seorang pengusaha muda pemilik salah satu perusahaan ternama di kota dan luar negeri. Kembali digenggamnya tangan Rina, seraya berjanji akan menjaganya."Kak, Rizwan akan meminta lelaki itu bertanggung jawab," Rizwan kembali terisak meratapi keadaan Kakaknya.Pagi ini Rizwan meminta Shilla menjaga Rina sementara dirinya pergi bekerja. Rizwan berhatap bisa bertemu juga dengan Damar, lelaki yang dianggapnya sebagai musuh saat ini. Seharian ini Rizwan tak bisa fokus bekerja, ingin segera keluar dan bertemu Damar.Di waktu istirahat, Rizwan segera menuju ke tempat Damar bekerja. Rizwan berharap bisa bertemu dan Damar bisa bertanggung jawab atas keadaan Rina saat ini. Kini Rizwan sudah berada di depan gedung megah milik Damar. Ged