Huekkk huekkkkPagi ini badan Rina merasa ada yang aneh, perutnya mual dan jika mencium sesuatu maka akan muntah saat itu juga."Kok aku jadi mual ya," Rina merasa ada yang tak beres dengannya."Apa aku salah makan?" Rina masih menduga-duga dan segera memeriksa kalender."Aku menstruasi biasanya tanggal lima belas dan sekarang udah tanggal dua puluh sembilan, itu artinya aku telat dua minggu," Rina terkejut jika dirinya sudah telat selama dua minggu."Aku hamil? Tidak, aku tak mau hamil," Rina bergumam sendiri dengan perasaan panik. Rina mengambil tespeck yang selalu disediakan di rumahnya. Rina terkejut ketika tanda garis dua begitu jelas usia memeriksa kehamilannya. Rina yang tidak mau hamil di luar nikah segera menghubungi Damar dan meminta pertanggung jawaban.Tuuttt tuuuuttRina sangat berharap sekali Damar akan menerima kehamilannya. Rina sudah ditinggalkan Danu dan waktunya meminta Damar bertanggung jawab untuk menikahinya."Iya, sayang. Ada apa?" Jawab Damar di seberang sana.
Mendengar ucapan Damar membuatnya bak disambar petir siang hari. Hati Rina hancur berkeping-keping ketika saat ini mendapatkan luka yang sama seperti yang dirasakan ibu dari Damar. Seorang ibu yang memohon ampun di depannya dan ibunya, namun tak ada rasa belas kasihan sama sekali."Jangan menangis, Sayang!" Damar meraih dagu Rina sambil menyeringai menakutkan."Dasar lelaki bajingan!" Rina memuturkan keluar dari apartemen Damar dengan hati hancur. Setelah bermain cinta bahkan melakukan apapun yang diminta olehnya, kini bagaikan tisu bekas yang dibuang begitu saja."Damar, kau keterlaluan!" Rina merutuki nasibnya. Rina menyusuri jalanan tanpa tujuan. Keadaan rumah tangganya hancur berantakan, lelaki yang dianggapnya orang baik ternyata hanya mempermainkannya untuk balas dendam."Ibu! Ya, ini gara-gara ibu!" Rina sangat marah karena perbuatan ibunya di masa lalu yang membuatnya seperti ini."Aku harus membalas ibuku dulu," gegas Rina pergi memesan ojek online dan pergi menuju rumah Rizw
Rina merasakan nyeri di perutnya, darah mengalir dari selangkangan. Mencoba berteriak juga tidak bisa karena sakit yang menderanya tak bisa ditahan. Ketingat dingin bahkan sudah membajiri tubuh Rina."Darah," Rina panik dan keluar rumah berjalan tertatih-tatih, berharap ada tetangga yang bersedia menolongnya. Baru saja mulut hendak meminta tolong, pandangan Rona mendadak gelap.BrughBadan Rina ambruk di delan rumahnya, beberapa tetangga yang melihatnya segera membawa Rina ke sebuah rumah sakit. Salah satu tetangga menghubungi Rizwan mengenai kejadian yang menimpa Rina. Setelah mengetahui kejadian yang menimpa Rina, Rizwan bergegas menuju ke rumah sakit, tempat Rina dirawat. Tak ada sekalipun Rizwan membalas setiap perbuatan Rina."Dengan keluarga Rina?" Dokter memanggil keluarga Rina. Rizwan menghampiri Dokter yang barusan keluar dari ruangan Rina."Bagaimana dengan kakak saya, Dok?" Dokter terlihat sendu saat menatap Rizwan."Pasien mengalami keguguran dan pasien mengalami depresi b
Rizwan teringat jelas wajah Damar yang sempat ditemuinya saat bersama Rina tempo hari. Rizwan mencari tahu sosok Damar, setidaknya Damar bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada Rina. Wajah Rizwan tersenyum ketika infirmasi mengenai Damar sudah ditemukan. Seorang pengusaha muda pemilik salah satu perusahaan ternama di kota dan luar negeri. Kembali digenggamnya tangan Rina, seraya berjanji akan menjaganya."Kak, Rizwan akan meminta lelaki itu bertanggung jawab," Rizwan kembali terisak meratapi keadaan Kakaknya.Pagi ini Rizwan meminta Shilla menjaga Rina sementara dirinya pergi bekerja. Rizwan berhatap bisa bertemu juga dengan Damar, lelaki yang dianggapnya sebagai musuh saat ini. Seharian ini Rizwan tak bisa fokus bekerja, ingin segera keluar dan bertemu Damar.Di waktu istirahat, Rizwan segera menuju ke tempat Damar bekerja. Rizwan berharap bisa bertemu dan Damar bisa bertanggung jawab atas keadaan Rina saat ini. Kini Rizwan sudah berada di depan gedung megah milik Damar. Ged
Sikap Rizwan mendadak membuat Shilla tak bernafsu apapun. Bahkan biasanya wajahnya selalu menunjukkan senyum kini seakan sulit. Meski berdua di kamar namun tak ada perbincangan apapun, tidak seperti biasanya meski hanya sekedar bercanda. Begitu jelas tatapan Rizwan kepada Laila siang tadi."Maafkan aku, Lai!" Rizwan mengigau menyebut nama Laila. Hati Shilla semakin panas saat suami menyebut nama mantan istrinya. Shilla berlari ke kamar mandi dan menangis sepuasnya. Suami yang dicintai masih memiliki cinta sangat dalam kepada mantan istri."Sangat sakit, beginikah sakitnya saat suamimu memilihku dan meninggalkanmu?" Peristiwa perjodohannya dulu dengan Rizwan terngiang jelas. Shilla teringat wajah Laila pura-pura tegar di hadapan keluarga Rizwan dan dirinya. Tok tok tokShilla mengusap air matanya ketika seseorang mengetuk pintu kamar mandi."Shil, apa kamu di dalam?" Shilla menyalakan keran air dan membasuh wajahnya. Ternyata Rizwan bangun tengah malam."Iya, Mas. Sebentat lagi Shilla
Malam ini Doni teringat tatapan Rizwan siang tadi begitu lekat kepada Laila. Hati Doni begitu rapuh saat Laila kembali dekat dengan Rizwan. Tatapan Rizwan tergambar jelas jika dirinya rindu sosok Laila. Mantan istri yang pernah diabaikan oleh Rizwan.Doni sama sekali tak bisa tidur, perlahan beranjak dari ranjang dan duduk di balkon sendiri. Doni sudah membayangkan jika suatu saat Laila akan kembali kepada Rizwan. Mendapatkan Laila saja cukup sulit baginya, apalagi jika Laila tiba-tiba meninggalkannya."Aku tak mau mereka bersatu kembali, aku harus menjauhkan Laila dari Rizwan," gumam Doni. Begitu cintanya kepada Laila hingga tak akan membiarkan siapapun menyentuh atau menginginkan Laila."Tanpa Laila sama saja aku hidup tanpa nyawa," Doni menyugar rambutnya, teringat tatapan Rizwan saja sudah membuatnya frustasi. Seorang bos hampir gila karena pesona sang istri berhasil memikat mantan suaminya.Sekembalinya ke kamar, Doni membaringkan tubuhnya di samping Laila yang sudah tidur dengan
Semakin hari keadaan Rina semakin kacau, bahkan setiap malam Rina akan berteriak histeris memanggil Damar dan Ibunya, bahkan kepala dibenturkan di dinding. Tak jarang kalimat umpatan kepada ibunya sendiri pun terlontar begitu saja.Perawat sengaja tak membiarkan Rina keluar ruangan karena kondisi Rina belum stabil. Diajak bicarapun hanya diam kadang menyanyi lagu nina bobo yang selalu dinyanyikan Rina. Pagi ini Rizwan dan Shilla membesuk Rina, beberapa hari Rizwan tak sempat membesuknya karena ada beberapa masalah yang harus diselesaikan. Hari libur ini Rizwan memanfaatkan untuk menjaga Rina di rumah sakit jiwa."Mbak," sama sekali tak ada tanggapan dari Rina ketika Rizwan mencoba memanggilnya. "Mbak, bagaimana kabarmu?" Keadaan Rina semakin memprihatinkan, bahkan menoleh kepada adiknya pun tidak. Hanya tatapan kosong sambil menyanyi lagu nina bobo yang mampu Rina ucapkan. Shilla bahkan tak tega melihat keadaan Rina semakin memburuk."Mbak, kita belanja yuk!" Rizwan membujuk Rina su
Danu dan Lisa sengaja meluangkan waktu untuk menemani Rina hari ini. Danu ingin Rina menyadari kesalahan yang telah diperbuat dan kembali bersamanya. Digenggamnya kembali tangan Rina yang hangat.Rizwan terharu dengan ketulusan Danu, masih bersedia meluangkan waktu liburnya untuk Rina."Rizwan, pulanglah! Biar aku yang menemani Rina," Danu menghampiri Rizwan dan Shilla yang duduk di bawah pohon. Rizwan diam sejenak untuk mempertimbangkan permintaan Danu."Kau tenanglah, Rina masih istriku dan kau tak perlu mengkhawatirkannya," Rizwan dan Shilla akhirnya pulang lebih dulu atas perintah Danu. Bersyukur sekali Rizwan memiliki ipar yang begitu tulus mencintai kakaknya.Rizwan dan Shilla akhirnya undur diri, kekhawatiran dan kegelisahan karena keadaan Rina kini berangsur membaik. Tak ada percakapan serius selama perjalanan kembali ke rumah. Shilla larut dalam pikirannya begitu juga Rizwan.Dua jam berlalu, Rina mulai mengerjabkan kedua matanya. Danu dan Lisa tentu saja senang sekali saat R