Intan telah menenangkan dirinya setelah kembali ke dalam kamp.Intan hanya bisa tinggal di dalam tenda kecil bersama Sherli dan yang lainnya setelah diangkat menjadi sersan. Hanya saja terdapat dua selimut baru yang dikirim dari Kota Tar.Terdapat sebuah tirai di tengah tenda karena Wandi dan Ranto adalah laki-laki, mereka semua membuka pakaian mereka dan mengobati luka mereka.Semua orang sedikit banyak mengalami luka yang tidak terlalu parah, tapi rasa sakitnya sangat kuat karena cuacanya dingin.Intan membagikan obat untuk mengobati luka, tapi siapa yang menginginkan obatnya? Siapa yang tidak membawa obat ke medan perang? Setiap sekte memiliki obat sucinya sendiri untuk mengobati luka.Intan menyimpan kembali obatnya, "Baguslah.""Intan, aku dengar kalau mantan suamimu dan istri barunya akan datang membawa bala bantuan, apakah kalian akan merasa canggung saat bertemu nanti?"Sherli bertanya setelah mengenakan pakaian dan membersihkan bubuk obat di tanah."Untuk apa merasa canggung?"
Pria itu memungut kantong bir di tanah, membukanya dan menciumnya. Mata pria itu berbinar dan penuh kegirangan. Namun, dia malah membentak, "Kurang ajar! Beraninya kamu menyembunyikan bir di kamp militer? Kusita!"Kemudian, pria itu pergi.Intan berjongkok di tanah sambil menggosok hidungnya. Dengan mata yang berlinang air mata, dia hanya samar-samar melihat seorang pria jangkung bergegas kembali ke tenda panglima."Disita Panglima," kata Wandi dengan lesu. Lalu, dia mengembuskan napas. "Andai aku bisa minum seteguk saja. Buat apa main-main? Sekarang sudah disita."Marsila juga tidak menyangka panglima akan datang. Dia terkekeh-kekeh. "Memangnya aku hanya simpan satu kantong bir di tasku yang besar itu?"Wandi dan Ranto bergegas menyusul ke dalam sambil bersorak. Mereka berlima menghabiskan sekantong bir yang lain.Nikmat!Peperangan babak kedua dimulai. Kuda-kuda berderap, seperti hendak meratakan tanah air.Raja Aldiso memberi perintah bahwa tujuan peperangan kali ini adalah melukai
Rambut Intan berantakan dan menjadi lengket karena darah musuh yang terciprat. Ada yang menjadi gulungan, ada yang mencuat ke luar, bahkan lebih kacau daripada kandang ayam.Baju pelindung bambu yang dipakai Intan rusak di banyak tempat dan berlumuran darah. Wajahnya juga dikotori oleh darah dan tanah.Sudah berhari-hari Intan tidak mandi. Intinya, pengemis di jalanan bahkan tampak lebih bersih dari Intan."Masih kuat tidak?" Raja Aldiso teringat akan gadis yang antusias, aktif dan leluasa yang dia temui saat mengunjungi Taliani setiap tahun. Kini, Intan berubah drastis."Lapar!" jawab Intan dengan bibirnya yang kering.Kumis Raja Aldiso bergetar. "Ya, semuanya lapar, tahan.""Capek!" Intan berkata dengan lemas, "Berdiri saja sudah capek.""Intan Belima!" Ekspresi mata Raja Aldiso menjadi serius. "Apa kamu tahu? Sejak Negara Runa berdiri, tidak pernah ada jenderal yang mampu membunuh musuh sebanyak ini saat pertama kali maju ke medan perang, sekalipun ayahmu. Kamu sangat hebat. Jadi, k
Malam ini, Intan tidak bisa terlelap.Setelah sekian hari di medan perang, selain bisa makan kenyang di hari pertama dan hari ini, Intan pada dasarnya tidur dengan lelap walau dalam keadaan setengah lapar.Namun, usai makan malam hari ini, Intan tidak bisa tidur.Kehidupan di medan perang sangat sukar. Intan kagum pada ayah dan kakak-kakaknya yang bisa bertahan selama bertahun-tahun.Tentu saja Intan juga bisa bertahan. Intan hanya galau karena belum memberitahukan kondisinya dengan Rudi kepada panglima dan paman-paman jenderal yang lain.Akan tetapi, bagaimana cara memberitahukan hal itu? Mengatakan bahwa Rudi sang menantu yang dipilihkan oleh ibu mencampakkannya setelah mencetak prestasi perang dan ingin menikahi Jenderal Linda?Semua orang akan berpikir Intan maju ke medan perang Manuel karena enggan dan ingin membuktikan dirinya lebih unggul daripada Linda.Intan tidak peduli apa yang dikatakan oleh warga ibu kota.Namun, ini adalah medan perang, tempat di mana ayah dan kakak-kakak
Intan langsung meneteskan air mata. "Kamu tidak bisa menegurnya lagi. Aku adalah satu-satunya yang bertahan hidup dari keluargaku."Intan tidak memberitahukan hal itu kepada teman-teman. Dia tidak berani memberitahukan luka hatinya. Hati Intan sangat amat sakit ketika mengungkit hal itu.Ranto dan Wandi langsung menyibak tirai. Dalam kegelapan, mata mereka yang penuh kekagetan bertatapan dengan Sherli dan Marsila. Mereka serempak bertanya, "Apa?"Intan menyandarkan kepalanya ke lutut dan menangis. "Mereka dibunuh oleh pengintai Biromo yang bersembunyi di ibu kota. Seluruh pengintai Biromo membantai Keluarga Bangsawan Belima. Saat itu, aku masih jadi istri Rudi dan tinggal di Kediaman Jenderal. Itulah yang membuatku lolos dari pembantaian tersebut. Tapi, kalau aku di rumah ... kalau aku tidak menikah, mereka tidak akan mati."Mereka terkesiap.Pembantaian seluruh keluarga adalah kemalangan yang sangat besar.Mereka berempat maju untuk memeluk Intan dan menangis bersamanya. Sherli menang
Di dalam tenda panglima di luar Kota Tar, Raja Aldiso menyangga kedua tangan di meja dan mencondongkan tubuhnya yang jangkung ke depan. Matanya berbinar seperti bintang di langit."Sampaikan perintahku, kita menyerang kota di subuh hari. Kalau berhasil taklukkan Kota Glasier, kita bisa makan sepuasnya, makan daging sebanyak-banyaknya. Mantel katun, selimut dan persediaan perang lain, semuanya ada. Orang Biromo sangat kaya. Mereka datang ke Manuel dengan beberapa kereta berisi makanan."Mata semua orang bersinar ketika mendengar ada daging. Pasukan Aldiso telah lama haus akan daging, bahkan bisa menelan musuh hidup-hidup.Raja Aldiso membuka peta, lalu menunjuk suatu titik di Kota Glasier dengan jarinya yang ramping dan hitam. Dia mengisyaratkan Intan untuk maju ke depan. "Sersan Intan, setelah kota berhasil diterobos, bawa tiga ribu tentara ke Lindir. Makanan dan persediaan perang disimpan di sana. Saat ini, sebagian besar tentara Negara Lonis dan Biromo terluka. Begitu kota berhasil d
Raja Aldiso sangat sigap.Pasukan Runa baru saja menyerang kota hari ini. Pasukan sekutu Biromo-Lonis tidak akan menyangka pasukan Runa akan menyerang Kota Glasier lagi di subuh hari.Mesin panah diaktifkan, pemanah siap di posisi. Api unggun dinyalakan di atas benteng kota, tetapi pasukan Runa tidak menyalakan api.Artinya, Pasukan Aldiso menyerang pasukan sekutu dengan taktik gerilya, secara diam-diam.Intan dan empat temannya menunggang kuda dengan kecepatan penuh. Saat hampir tiba di depan gerbang kota, mereka langsung terbang ke atas benteng kota. Intan menusuk tentara yang mengoperasikan mesin panah menggunakan Tombak Bunga Persik, lalu menghancurkan mesin panah.Pemanah membidik Intan.Tepat saat itu, Raja Aldiso terbang ke atas benteng kota. Api unggun memantulkan baju pelindung emas yang dipakai oleh Raja Aldiso. Seseorang berteriak, "Itu Raja Aldiso, bunuh dia, bunuh dia."Semua pemanah membidik Raja Aldiso. Raja Aldiso mengayun pisau emas untuk melawan hujan panah yang terus
Keringat bercampur darah menetes dari kepala dan segera membeku di cuaca yang dingin. Hawa panas belum mereda, sudah digantikan oleh hawa dingin yang menusuk tulang."Intan ...." Wandi terengah-engah. Kepingan salju jatuh ke bulu matanya. "Kita ... kita benaran tidak bantu mereka? Hanya tunggu di sini?""Laksanakan perintah! Kita diminta untuk menjaga gudang makanan, maka kita harus menjaga gudang makanan." Intan bersandar di dinding. Walau memakai baju pelindung, ada dua luka di lengannya, tidak berdarah maupun sakit. Namun, rasa lengket yang bercampur dingin sangat tidak nyaman bagi Intan.Intan melihat teman-temannya yang terluka, baju pelindung mereka juga acak-acakan. Pertempuran tadi sungguh berat."Apa kalian baik-baik saja?"Marsila melambaikan tangan, tidak kuat untuk berbicara.Dari tumpukan mayat di samping, ada mayat musuh, ada mayat rekan mereka. intan dan empat temannya sangat sedih.Pasukan musuh terus menyerang. Intan melompat berdiri dan berteriak, "Mereka datang lagi,
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu