Alfred tahu itu adalah penyesalan terbesar bagi Axel. Axel pun bersumpah tidak akan menikah sebelum menemukan kembali adik perempuannya."Baiklah, aku akan bicarakan ini dengan Intan," kata Alfred. "Tapi tidak bisa menjamin Kak Andi akan setuju. Hal ini terdengar sedikit abstrak."Axel berekspresi tenang. "Yang penting Raja tanyakan untukku. Kalau tidak bisa, aku juga tidak akan kecewa.""Ya!" Alfred mengangguk. Setelah mendiskusikan beberapa hal lagi dengan Axel, Alfred kembali ke kamar.Intan juga baru kembali dari kediaman Arnesa. Intan sangat kaget mendengar Alfred menyampaikan permintaan Axel. "Ternyata Tuan Axel punya adik perempuan yang sudah lama hilang?""Tapi Tuan Axel bisa menyuruh Metta mengirim surat ke Kak Desni. Kenapa Tuan Axel tidak mengirim surat untuk menanyakan Kak Andi?""Tuan Axel membedakan masalah dengan sangat jelas. Menyuruh Metta mengirim surat pada Kak Desni adalah urusan Kediaman Raja, sedangkan mencari Kak Andi adalah urusan pribadi. Dia butuh penengah yan
Intan tertegun sejenak, benarkah?Dia tidak menolak untuk dekat dengan pria itu, setiap malam mereka akan berdekatan dan tidur bersama, kepalanya tidak pernah lepas dari lengan atau dadanya sepanjang malam.Melihat penampilan bingungnya, entah mengapa Mutiara menjadi marah dan bertanya, "Nona, kamu ingin memperlakukan Raja dengan hormat dan menjadi pasangan formal atau ingin menjadi pasangan yang saling mencintai?""Mutiara, apa kamu membesar-besarkan masalah ini?" Intan mengulurkan tangan dan menyentuh dahinya, "Kamu kerasukan? Demam?"Mutiara sangat marah dan menatap, "Nona, jawablah!"Intan memiringkan kepalanya dan ada beberapa helai poni di pelipisnya yang tidak bisa disampirkan terlihat agak berayun di bawah matahari terbenam, "Menjadi pasangan yang saling menghormati dan mencintai itu harus. Setelah mencintai, terus kami tidak saling menghormati? Apakah harus memilih salah satu dan tidak bisa semuanya?""Hah?" Mutiara juga tertegun sesaat, mau semuanya? Itu juga bukannya tidak m
Ketika kasus Feri disidangkan, keputusan pertama adalah Putri Arnesa akan dipaksa bercerai yang berarti tidak memberikan muka kepada Kediaman Rinar.Kedua, dia melecehkan dan memukul istrinya hingga menyebabkan janinnya tewas. Terlebih lagi, Arnesa adalah seorang putri kerajaan dan dengan keputusan Kaisar, Radit sang pengurus muda Kejaksaan Agung menghukum Feri untuk diasingkan ke Jinto selama sepuluh tahun, di bawah pengawasan pemerintah Jinto untuk melakukan kerja paksa dalam mengolah lahan pertanian.Keputusan tersebut diambil di pengadilan dan akan berangkat keesokan harinya, sehingga tidak ada kesempatan bagi Keluarga Rinar untuk memohon kepada siapa pun.Akan tetapi, Harlo tidak pergi untuk memohon lagi. Dia pergi menemui Raja Emino yang memberitahunya bahwa dia telah memohon demi keluarganya di depan Ibu Suri, jadi kali ini dia hanya akan berurusan dengan Feri dan tidak akan mencabut gelar mereka. Dia menyuruh mereka untuk jangan membuat masalah lagi. Kalau terus membuat masalah
Tatapan Feri kosong, dia didorong dua langkah dan tiba-tiba menoleh kembali ke arah ayahnya, "Ayah, kalau kamu bisa bertemu dengan Randa, tanyakan padanya apakah dia tulus kepadaku?"Saat Harlo mendengar ini, sorot matanya langsung menjadi muram dan dia merasa tenggorokannya seolah tercekat. Dia nyaris kesulitan bernapas, tubuhnya agak goyah dan dia jatuh ke tanah.Nyonya Silvia menangis dengan suara keras hingga menarik banyak orang untuk menonton.Pada dasarnya masalah antara Kediaman Rinar dan Kediaman Raja Linuta sudah diketahui semua orang, tetapi sekarang orang-orang di ibu kota membicarakannya. Sekarang yang satu duduk di tanah, yang lainnya menangis dan masyarakat hanya menonton saja. Orang biasa tidak akan bersimpati pada mereka dan malah menjadikan mereka bahan pembicaraan.Ketika Harlo dan istrinya kembali ke rumah, mereka mendengar Nyonya Besar Desla pingsan dan menderita stroke. Meskipun mereka buru-buru memberi perintah untuk tutup mulut dan tidak mengatakan apa pun kepad
Raja Linuta menunduk dan tidak terlihat sedikit pun kemarahan, tetapi urat nadi tangan yang disandarkan agak menonjol. "Yang kakak katakan itu benar.""Jangan mengkhawatirkan Arnesa. Putrimu ini lebih memihak orang lain. Dia lebih suka mengikuti Intan daripada kembali ke kediaman raja bersamamu. Tidak rugi kalau membuangnya."Raja Linuta tidak berkata apa-apa, tetapi raut wajahnya perlahan dipenuhi amarah.Melihat hal ini, Raja Emino mengganti topik pembicaraan, "Sudahlah, masalah Kediaman Rinar sudah selesai. Negara ini tidak akan menerima kembali pejabat yang tidak patuh dan hari-hari baik mereka telah berakhir. Kali ini aku datang untuk Linda, aku mengutus orang untuk membunuhnya, tapi dia diselamatkan oleh Intan dan banyak pasukan tumbalku terbunuh.""Kakak Ketiga, sekarang tidak mudah membunuh Linda. Kaisar mengutus Pasukan Pengaman Ibu Kota untuk menjaga Kediaman Jenderal. Meskipun mereka mengenakan pakaian biasa, aku telah menyelidikinya dan itu memang Pasukan Pengaman Ibu Kota.
Setelah mendengar ini, Raja Emino merenung sejenak, "Tapi akan lebih baik kalau dia mati, kesalahan langsung jatuh pada Keluarga Septa. Linda serakah dan takut mati, tapi juga licik. Selain itu, dia juga sangat dibenci, takutnya sulit bagi orang untuk memercayai ucapannya. Terlebih lagi, Keluarga Septa telah menjaga Kota Uldi selama bertahun-tahun dan tidak pernah membunuh warga sipil. Kalau seseorang membuat keributan besar untuk membersihkan nama baiknya, dia bisa disingkirkan dari masalah ini."Raja Linuta berkata, "Tapi tujuan kita bukan untuk membunuh Keluarga Septa. Kita hanya perlu menyuruh Kota Uldi mengubah jenderalnya. Begitu Keluarga Septa menarik diri dari sana, atur bawahan kita untuk menjaga Kota Uldi. Sekarang Petrus belum memihak pada kita, jadi kita harus merebut Kota Uldi. Selama kita mengendalikan pasukan besar di dua tempat atau tertunda karena perang, kita bisa memulai pemberontakan petani di berbagai tempat sesuai rencana awal dan membuat Kaisar menyulut amarah ra
Di Taliani, Andi pergi menemui paman guru dengan sepucuk surat, "Paman, Alfred mengirimkan surat yang mengatakan kalau dia memintaku pergi ke ibu kota dan ada sesuatu yang membutuhkan bantuanku."Paman guru bermeditasi, memejamkan mata dan tidak menjawab.Dia sudah lama marah dan masih marah sampai sekarang. Dia tidak mau berbicara dengan siapa pun, juga tidak akan membiarkan siapa pun turun gunung.Oleh karena itu, kini beberapa orang yang biasa pergi keluar gunung terjebak di sini. Mereka yang sudah keluar tapi belum kembali juga tidak berani kembali, seperti menghilang tanpa jejak, misalnya Desni.Sebelum pergi ke Manuel, paman guru berulang kali memerintahkan untuk jangan membangun rumah di Gunung Belin karena dia punya rencana untuk membangun gedung pengamatan setinggi lima lantai, bisa untuk mengamati bulan atau menikmati bintang. Karena melatih teknik meringankan tubuh adalah yang paling berguna, tetapi yang lebih penting adalah dia punya alasan lain.Awalnya paman guru berencan
Tuan Axel juga tahu ini akan lebih sulit. Dia berpikir sejenak dan berkata, "Begini saja, aku akan menggambar perkiraannya, lalu menjelaskan detailnya."Andi menatapnya dan bertanya, "Kamu tidak ingat seperti apa rupanya, 'kan?"Tuan Axel terlihat agak sedih, "Aku selalu mengira aku tidak akan pernah melupakannya, tapi sekarang setelah mengingat penampilannya dengan hati-hati, yang ada hanya wajah tersenyum dan adegan dia berlari ke arahku sambil memanggilku kakak, tapi aku tidak bisa mengingat sesuatu yang spesifik tentang penampilannya tidak peduli seberapa keras aku berusaha.""Kalau begitu kamu sendiri tidak bisa menggambarnya." Andi berkata, "Jangan salahkan dirimu sendiri. Melupakan setelah lebih dari sepuluh tahun adalah hal yang wajar. Ditambah dengan kenangan menyakitkan, otak kita cenderung menghindari hal yang menyakitkan. Mengingatnya kembali hanya akan membuatmu sedih dan lambat laun akan membuatmu melupakannya."Dia menepuk bahu Tuan Axel, "Tapi kalau dia yang masih kecil
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu