Intan merasa semakin ingin tertawa setelah mendengar ini dan menggoyangkan kipasnya untuk menyegarkan suasana pengap di ruangan besar, "Sepertinya Putri Chelsea hanya mengizinkan orang yang berkuasa berbuat onar, tetapi rakyat jelata dilarang melakukan kegiatan apa pun. Kenapa aku mengatakan yang sebenarnya dan mulutku akan dikoyak? Apakah kamu yang menyebarkan gosip adalah hal yang benar? Aku yakin hari ini Putri Agung juga mengundang Tabib Riel. Seluruh pria ada di halaman utama. Mau bertanya pada Tabib Riel?"Dia menatap Diana dengan penuh arti, "Nyonya Diana, kalau kamu merasa dirugikan, kamu juga bisa langsung bertanya kepada Tabib Riel."Diana memandang Intan dengan enggan. Dulu Intan sangat penurut, berbakti dan patuh di hadapannya. Akan tetapi, sekarang tatapannya penuh dengan ketidakpedulian saat menatapnya.Diana menyalahkan semua ini pada Intan. Istri kedua pun tidak bisa dia terima, jadi bagaimana dia bisa berbicara tentang kebajikan wanita?Akan tetapi, Diana tidak berani
Suara Intan lembut, tidak lagi berwibawa atau dingin seperti sebelumnya dan berkata, "Semoga Putri Agung panjang umur."Tatapan Putri Agung perlahan menjauh dari wajah Intan dan pikiran serta kebencian yang melonjak perlahan mereda, "Nona Intan baik sekali. Pelayan, terima hadiahnya."Pelayan itu melangkah maju untuk mengambil gulungan itu dan Putri Chelsea berkata dengan dingin, "Sepertinya hadiah itu adalah lukisan. Entah dari mana kamu membelinya? Jangan-jangan kamu membelinya sembarang di jalan."Intan tersenyum dan berkata, "Kalau memang kubeli di jalan, tetap saja itu niat baikku. Sama seperti saat ayah dan kakakku meninggal, Putri Agung memberi ibuku sebuah gapura peringatan. Bukankah itu juga niat baik Putri Agung?"Tidak ada yang tahu tentang masalah ini. Saat Intan menyebutnya, semua orang terkejut.Hati mereka menegang, bukankah ini sangat kejam? Jenderal Marko tewas demi negaranya, bagaimana seorang putri kerajaan bisa memberikan barang terkutuk?Nyonya Kartika menarik napa
Putri Chelsea melangkah maju untuk merebutnya, "Aku akan membukanya. Intan, kalau kamu berani mengutuk ibuku, aku akan membuatmu mati mengenaskan."Gulungan itu perlahan terbuka dan semua orang menjulurkan leher untuk melihatnya. Apa yang mereka lihat setelah gulungan itu dibuka adalah sebuah lukisan.Gulungan sepanjang setengah meter itu menunjukkan gambar bunga plum. Cabang plum yang kuat, bunga plum yang mekar penuh atau kuncup dan banyak tulang bunga yang berdiri di dahan dengan tenang.Semua orang tercengang melihat gambar bunga plum itu benar-benar hidup seolah ada pohon plum asli tepat di depan mereka, bahkan lubang serangga di dahan pohon plum pun bisa terlihat dengan jelas.Ada seorang wanita bangsawan yang hadir paham lukisan dan berseru dengan lembut, "Ini gambar bunga plum dingin karya Tuan Andi Wino? Aku cukup beruntung melihat lukisan manis musim dingin yang dilukis olehnya. Pengerjaannya sama dan stempel ini, benar. Ini adalah lukisan Tuan Andi."Begitu kata-kata ini ter
Nyonya Helena tertawa. "Nona Felicia, masih belum cukup jelas? Ukiran kata di cap ini salah. Apa perlu aku bawakan Lukisan Plum Salju karya Tuan Andi untuk kamu lihat dengan saksama?"Felicia berkata dengan serius, "Lukisan Plum Salju karya Tuan Andi juga ada dua di rumahku. Itu bahkan dilukis oleh Tuan Andi berdasarkan pohon bunga plum di taman belakang rumahku. Kakekku ada di sana. Masing-masing dari dua lukisan pohon bunga plum itu diberi cap aksara kecil dan aksara besar. Selain itu, Tuan Andi punya cap dengan aksara yang lain."Felicia memperlihatkan bagian cap Lukisan Plum Salju dan melanjutkan, "Cap ini persis dengan cap pada lukisan di rumahku. Kakekku juga datang hari ini, pas di luar halaman utama. Kalau kalian semua tidak percaya, kalian bisa minta kakekku mengidentifikasinya."Nyonya Helena tertegun, lalu menggelengkan kepala. "Tidak mungkin, semua lukisan yang Tuan Andi jual menggunakan cap aksara kecil. Semua orang tahu hal itu."Felicia menyahut, "Benar, jadi dua lukisan
Suara Pak Wisnu gemetar dan hatinya perih. Ada dua Lukisan Plum Salju di rumahnya, tetapi ini lukisan asli Tuan Andi, bagaimana bisa dirobek? Itu sangat menghina Tuan Andi. Lukisan ini juga sangat disayangkan.Pak Wisnu meminta orang lain mengambil potongan lukisan yang lain untuk disatukan dengan potongan lukisan di tangannya yang gemetar. Lukisan itu bahkan lebih bagus dari lukisan yang dikoleksi di rumahnya. Pohon bunga plum itu bermekaran dengan indah.Bunga plum di Gunung Pir tentu dapat dibandingkan dengan bunga plum yang ditanam di halaman belakang rumah.Mendengar bahwa itu adalah lukisan asli Andi, Alfred dapat menebak apa yang telah terjadi. Tanpa berkomentar, tatapan mata Alfred menyapu wajah semua orang.Pak Wisnu nyaris menangis dan bibirnya terus gemetar. "Kenapa bisa robek? Siapa yang robek? Siapa?"Para wanita terdiam karena melihat ekspresi Putri Agung. Nyonya Kartika ingin menjawab, tetapi begitu mendapat tatapan dingin dari Putri Agung, Nyonya Kartika menelan kembali
Jelas bahwa Putri Agung sama sekali tidak berbelaskasihan ketika ingin menjatuhkan orang lain. Putri Agung segera meminta pelayan mempersilakan Tabib Riel untuk kembali ke dalam.Tabib Riel sudah menjelaskan masalah itu, bahkan di depan istri pejabat tersebut. Walau begitu, Tabib Riel tidak keberatan untuk menjelaskan masalah itu lagi.Tabib Riel berdiri di belakang partisi dan berkata dengan tegas, "Nyonya Besar Diana mengidap penyakit jantung dan batuk berdarah. Penyakit ini sudah ada selama bertahun-tahun dan tidak dapat disembuhkan secara total, juga sangat sulit untuk disembuhkan sekarang. Penyakit ini hanya bisa dikontrol menggunakan pil obat Erta. Pada saat itu, aku datang untuk mengobati Nyonya Besar Diana karena Nona Intan. Sejak menikah dengan Keluarga Wijaya, Nona Intan merawat Nyonya Besar Diana siang dan malam sepanjang tahun. Pil obat Erta yang harus dikonsumsi setiap bulan sangat mahal. Dari mana uangnya, itu tidak perlu dibicarakan lagi, tapi Nyonya Besar Diana sangat t
Ucapan Nyonya Kartika mengejutkan semua orang.Perihal Nyonya Besar Diana yang dimarahi oleh Tabib Riel pun segera dilupakan oleh semua orang.Semua orang menoleh pada Nyonya Kartika. Apa maksudnya? Raja Aldiso ingin menikahi Intan? Raja kekaisaran akan menikahi wanita yang telah bercerai?Tidak hanya para nyonya, Putri Agung juga terkejut. Putri Agung melirik Nyonya Kartika, melirik Intan, lalu mengernyit.Intan juga melirik Nyonya Kartika dengan tenang. Masalah itu belum ditentukan, setidaknya belum ada lamaran. Mengapa Nyonya Kartika langsung mengumumkan hal itu?Selain itu, bukankah Nyonya Kartika tidak menyukainya? Tidak ada yang bertanya, juga tidak ada desas-desus, tetapi Nyonya Kartika mengumumkan hal itu di sana.Nyonya Kartika sudah menerimanya? Akan tetapi, itu terlalu cepat dan tidak terduga.Sekalipun mau diumumkan, ini bukan saat yang tepat. Sudah lama Intan digosipi orang-orang. Sekarang, Tabib Riel akhirnya mengungkapkan alasan mengapa tidak ingin mengobati Nyonya Besar
Intan tersenyum santai dan melanjutkan dengan kalem, "Aku tidak merasa malu, tapi apakah Putri Chelsea tidak merasa malu? Kamu adalah putri kandung dari tuan putri dan dibesarkan oleh keluarga kekaisaran, tapi berbicara dengan kasar. Bahkan langsung merobek lukisan kakak seperguruanku tanpa bisa mengidentifikasi keasliannya. Perbuatanmu yang sewenang-wenang dan spontanlah yang akan ditertawakan orang-orang. Lalu, kamu menyuruhku pulang ke tempat asalku. Apa kamu mengusirku? Cih, konyol sekali. Kediaman Putri Agung mengirimiku undangan. Aku datang membawa hadiah untuk mengucapkan selamat ulang tahun, tapi sekarang aku diusir? Inikah cara Kediaman Putri Agung memperlakukan tamu? Atau undangan ini bertujuan khusus, karena kalian ingin mempermalukanku di depan para nyonya? Kalian berpikir aku pasti akan sangat malu setelah cerai dengan Rudi, bisa kalian maki dan hina sesuka hati?""Ternyata kalian ingin aku datang untuk mempermalukanku? Kalau begitu, kalian hanya akan kecewa. Aku tidak ber
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu