Aku segera menggunakan jas putih kebanggaanku dan menuju ruang IGD untuk memberikan pertolongan kepada pasien kecelakaan. Aku melihat Dokter Jordy sedang membebat kasa kepada pasien pria dengan luka di pelipisnya.
Cukup lama waktu yang kami butuhkan untuk melakukan pertolongan, selain aku dan Dokter Jordy, kami juga dibantu oleh dokter jaga yang bertugas malam ini. Sekitar pukul satu dini hari kami selesai, aku bergegas keluar dari ruangan IGD dan hendak masuk ke dalam ruanganku, saat dari bekalang terdengar suara pria yang dulu pernah akrab di telingaku.“Heii! Terima kasih sudah mau membantu,” ucapnya yang membuatku menghentikan langkah.==================================================================Angin malam berhembus cukup kencang, menyapu wajah dan juga rambutku hingga membuatnya berterbaran menjadi riak, sepertinya hujan akan turun, karena udaranya lebih dingin dari malam-malam sebelumnya.Aku masih tertegun kala mendengar suara seseorang yang menyapaku, seperti berada pada dimensi masalalu, di mana aku begitu akrab dengan suaranya, begitu senang mendengarnya berbicara dan bercerita tentang apapun. Suara bariton namun dalam versi yanglebih lembut, yang kurasa hanya dimiliki olehnya.“Kamu apa kabar? Aku tidak menyangka, jika kita dipertemukan takdir di sini” ujarnya kala aku sudah berhasil membalikkan tubuh ku hingga menghadapnya.Benar, dia pria yang sama, pria yang kutinggalkan, karena aku harus menuruti permintaan pak Aldian untuk menikah dengan putranya. Malam itu kami bertemu untuk yang terkahir kalinya, susah payah aku mengatakan jika hubungan kami tidak bisa dilanjutkan lagi, karena aku harus menikah.Tentu saja dia menolaknya, hubungan kami sudah serius, keluarganya sudah mengenalku dengan baik, hampir tiga tahun kami berpacaran, dia adalah seniorku di kampus. Rencananya kami akan menikah setelah aku menyelesaikan program internship ku.Saat bertemu dengan pak Aldian siang itu, sebenarnya aku ingin mengatakan, jika ada pria yang selama ini dekat denganku ingin menikahiku, namun kuurungkan, karena telah lebih dahulu mendengar permintaannya, agar aku menikah dengan mas Damar.Namanya Ryan, Adrian Mahessa Diondra, usianya sama seperti mas Damar, dua puluh sembilan akhir tahun ini, saat aku awal masuk kuliah, Mas Essa aku biasa memanggilnya, sudah masuk semester akhir, dirinya terlambat lulus karena terlalu sibuk dengan organisasi yang dia pimpin di kampus dahulu.Mas Essa menolak keputusanku, dirinya berjanji akan menemui pak Aldian untuk membatalkan rencana perjodoanku dengan putranya, bahkan, dia rela jika harus mengganti segala biaya yang pak Aldian keluarkan selama mengurus dan menyekolahkanku.Namun, rasa sungkanku pada pak Aldian lebih besar, dibandingkan rasa cintaku padanya, cukup kepada pak Aldian saja aku berhutang budi, tidak ingin rasanya aku menyusahkan Mas Essa, dengan membiarkannya mengganti semua biaya yang pak Aldian keluarkan, walaupun mungkin dia mampu.Aku tidak ingin menyakiti orang yang sudah membantuku merasakan kasih sayang seorang ayah, walaupun aku seorang yatim piatu, aku tidak ingin mengecewakan orang yang sudah sangat dermawan membawaku hingga menggapai cita-cita. Aku lebih rela untuk membiarkan diriku sendiri yang terluka karena putus cinta, daripada melihat pak Aldian kecewa dengan penolakkanku.“Kamu tidak mau menyapaku, Zah?” tanyanya, sama sepertiku yang selalu memanggilnya Essa, diapun memanggilku dengan nama tengahku, Zahra.“M-mas Essa kerja di sini?” tanyaku gugup.Mas Essa melangkah, memutus jarak diantara kami berdua, membawaku ke dalam pelukannya, sangat erat, hingga aku sulit bergerak dan menolak, ah, aku sangat merindukan pelukan hangat ini, merindukan aroma parfum bulgari yang bercampur dengan keringatnya.Sebagai seorang dokter, Mas Essa sangat menjaga penampilan dan kebersihannya, tidak pernah kutemui dirinya dalam keadaan berantakan dan bau, sekalipun sehabis olah raga atau berkegiatan outdoor. Dulu kami sering olah raga bersama, terkadang bersepeda, berenang, atau hanya sekedar jogging. Mas Essa selalu harum.“Aku enggak bisa nafas, Mas!” ucapku akhirnya saat kurasakan pelukannya makin erat.“Oh, maaf, aku senang sekali soalnya bisa bertemu kamu lagi, Zah!” ujarnya seraya melepas pelukan.“Mas Essa enggak boleh asal memelukku kayak tadi, aku sudah menikah,” kataku seraya menunjukan cincin kawin di jari manis tangan kananku.Tidak ku dengar jawabannya, wajahnya yang sejak tadi dipenuhi senyum, mendadak berubah murung, aku tau, pasti dia masih kecewa dengan perpisahan kami dua tahun lalu, karena nyatanya, selain berjuang untuk mencintai mas Damar, akupun berjuang untuk melupakan Mas Essa, keduanya sama-sama sulit.Awalnya aku berfikir jika sudah berhasil move on darinya, nyatanya, saat takdir mempertemukan kami malam ini, aku sadar, rasaku untuknya masih teramat besar, aku seperti sedang dipermainkan oleh takdir. Di saat aku sudah bersusah payah untuk melupakan, namun pertemuan dan pelukan hangat, nyatanya menggagalkan segalanya.Kami berjalan bersisian menuju kantin rumah sakit yang buka 24 jam, aku memesan cokelat panas, sedangkan Mas Essa memilih capucino, tidak ada percakapan setelah interupsiku tadi, mengenai aku yang sudah menjadi istri orang lain. Dia masih diam, namun dengan ekor mataku, aku tahu, jika pandangannya tidak beralih sedikitpun dari memandangku. Membuatku merasa sedang dikuliti.“Kamu lebih kurus dari terakhir kali aku lihat, matamu juga terlihat cukup sembab, apa kamu tidak bahagia dengan pernikahanmu, Zah?” tebaknya tanpa tendeng aling-aling, membuatku tersedak cokelat panas yang sedang kuseruput.“Please, kamu jangan mengada-ada deh, Mas!”“Kamu tau kan, jika aku tidak pernah salah menganalisa, instingku cukup tajam, walaupun dengan sekilas melihat wajahmu, aku tau apa yang kamu rasakan, Zah,” katanya lagi, membuatku hampir menangis. Dia selalu tepat jika menebak soal isi hatiku.“Lepaskan suamimu, kembalilah kepadaku, Zah! aku masih setia menunggumu,” ujarnya membuatku mengalihkan pandangan ke wajahnya, mencari-cari kebohongan dari pernyataanya, sial, tidak ku temukan, dia serius dengan yang dia katakan.“Aku permisi dulu, sudah malam,” bangkitku dari kursi, namun tanganya menahan tubuhku, hingga aku kesulitan untuk beranjak.“Sudah cukup kamu membalas budi pak Aldian, Zah, saatnya kamu membahagiakan dirimu sendiri,”“Aku sudah bahagia, Mas, suamiku membuatku merasa sangat beruntung karena menjadi istrinya, permisi,”“Bohong! Sampai kapanpun, kamu tidak akan pernah bisa berbohong kepadaku, Zah, aku mengenalmu, sangat mengenalmu,” tekannya di setiap kata, kemudian melepaskanku hingga aku bisa pergi meninggalkannya.Jantungku masih berdegup kencang, saat taksi online yang kupesan sudah tiba di lobby rumah sakit, segera aku menaikinya, aku ingin segera pulang, mengistirahatkan fisik dan pikiranku yang mendadak kacau. Sepanjang perjalanan ke rumah, aku terngiang-ngiang perkataan mas Essa tadi, saat dia mengatakan jika sudah cukup balas budiku kepada pak Aldian.Ah dia tidak tau, selain memintaku untuk menikah dengan mas Damar, bapak juga memintaku bertahan dalam rumah tangga ini, apapun kondisinya, jangan sampai kami bercerai, itulah mengapa hingga saat ini aku masih saja bertahan, walaupun perlakuan mas Damar dan keluarganya sudah sangat keterlaluan.“Mengapa kamu kembali, Mas? Bahkan di saat aku suda berusaha untuk mengapus setiap lembaran kenangan yang kita lalui bersama.” Lirihku sesaat sebelum tertidur di taksi online yang kunaiki.==================================================================Pov AuthorTubuh Damar menegang kala melihat istrinya dipeluk pria lain, walaupun selama ini dia tidak pernah mencintai istrinya, namun saat melihatnya dalam pelukan pria lain cukup membuatnya merasakan perasaan yang mengganjal di hatinya.Ini pertama kalinya dia merasakan keinginan untuk menjemput istrinya, setelah peristiwa menguras air mata Safeea sedari di rumah neneknya tadi, dirinya khawatir jika Safeea akan kenapa-napa jika dibiarkan pulang tengah malam sendirian, namun saat melihatnya justru nyaman dalam pelukan pria lain, Damar berfikir untuk pulang dan membiarkannya.Suara deru mesin terdengar di depan rumah mereka, Damar mengintip dari jendela kamarnya untuk melihat, dia tidak menyangka jika istrinya pulang menggunakan taksi online, karena dia berfikir jika Safeea akan pulang diantar pria tadi.Segera dia turun ke bawah untuk menemui istrinya, harga dirinya yang merasa tercoreng karena melihat Safeea dalam pelukan orang lain, membuatnya harus meluruskan hal tersebut kepadanya. Namun, saat melihat Safeea yang masuk ke rumah dengan tubuh lunglai, membuatnya mengurungkan niat, Damar lebih memilih naik lagi ke kamarnya.Jam di nakas menunjukan pukul lima pagi, saat samar-samar dirinya mendengar suara ketukan dari luar, dengan kesadaran yang belum sepenuhnya, Damar berjalan ke arah pintu untuk memutar kuncinya.“Mau apa?” bentaknya saat melihat wajah Safeea yang sudah berbalut mukena, berdiri di depan kamarnya.“Ma-maaf, Mas, saya cuma mau bangunin mas Damar untuk sholat subuh,” ucap Safeea takut-takut, saat melihat wajah garang suaminya.“Enggak usah sok suci kamu, pergi!!” makinya lagi, masih dengan intonasi tinggi, membuat Safeea ketakutan dan memilih pergi.Bersambung ….Yuk … nantikan kelanjutan ceritanya ya kakak!Jangan lupa like, komen dan kasih bintang lima di cerita Aku Istri yang Tidak Dianggap.Dan jangan lupa follow akun author jugaHappy Reading semua 💚💚Jam di nakas menunjukan pukul lima pagi, saat samar-samar dirinya mendengar suara ketukan dari luar, dengan kesadaran yang belum sepenuhnya, Damar berjalan ke arah pintu untuk memutar kuncinya.“Mau apa?” bentaknya saat melihat wajah Safeea yang sudah berbalut mukena, berdiri di depan kamarnya.“Ma-maaf, Mas, saya cuma mau bangunin mas Damar untuk sholat subuh,” ucap Safeea takut-takut, saat melihat wajah garang suaminya.“Enggak usah sok suci kamu, pergi!!” makinya lagi, masih dengan intonasi tinggi, membuat Safeea ketakutan dan memilih pergi.==================================================================POV SafeeaPagi ini, setelah melaksanakan sholat shubuh, aku memilih untuk memejamkan mataku kembali, rasanya kepalaku sangat sakit, selain itu seluruh badanku terasa remuk, mungkin karena kemarin terlalu banyak menangis dan berjalan kaki cukup jauh sebelum mas Damar menemukanku di jalan. Selain itu semalam aku baru tiba di rumah sekitar jam dua pagi, jadi sangat wajar jika aku
Melihatnya begitu bahagia saat bersama perempuan lain, nyatanya memang sesakit ini, dua tahun aku bertahan, tidak pernah sekalipun dia memberikanku sedikit senyumnya, tapi bersama wanitaitu, Mas Damar terlihat sangat bahagia, wajahnya cerah, seperti tidak ada beban yang ditanggungnya. Apa aku harus mengalah, Mas? Agar kamu bisa bahagia terus dengannya?==================================================================Aku memilih meninggalkannya tanpa dia tau, jika aku melihatnya dengan wanita tadi, sekarang aku tau, jika hari ini dia berpakaian seperti itu karena ingin berpergian bersama kekasihnya. Setelah membayar sepatu yang kubeli, kuputuskan untuk keluar dari mall dan tidak jadi berbelanja bulanan. Aku menaiki taksi online yang sudah kupesan sejak di dalam toko sepatu tadi.Sepanjang perjalanan aku mengingat bagaimana mas Damar tersenyum begitu manis untuk wanita lain, sementara untuk istrinya, sedikitpun tidak pernah dia lakukan. Aku mengingat semua perlakuannya kepadaku. Sela
Aku menyambut uluran tangan Adelya, dia seumuran dengan Mas Damar, itulah mengapa aku memanggilnya dengan sebutan Mbak. Senyuman Adelya sangat manis, dia juga cantik, pantas jika suamiku tidak bisa move on darinya.“Kami berencana menikah pekan depan, Saf,” ungkap Mas Damar tepat saat tangaku baru saja terlepas dari tangan Adelya, membuatku mengarahkan pandang kepadanya.“Mi – minggu, de-depan?” ulangku terbata.==================================================================Seharusnya aku tau, jika sebagai istri yang tidak dianggap, aku tidak boleh berharap lebih dari seorang Mas Damar. Saat dia memintaku untuk mendatanginya, tentu hal tersebut adalah untuk kepentingannya, bukan untuk kami berdua, apalagi untukku. Aku masih mencoba menetralkan perasaanku, mengisi kekosongan dalam hati yang datang tiba-tiba. Harusnya aku sudah siap menghadapi hal ini, karena kemarin aku sendiri yang memberikannya lampu hijau, namun, jika naïf berkata dia tidak akan berani, aku salah, seorang Damar
“Kamu kenapa sih, Del? Sebenarnya kamu juga maukan menikah denganku?”“Aku tidak akan bertahan sejauh ini jika tidak ingin menikah denganmu, Mar, tapi aku ingin kamu tidak menyesali langkah yang kamu ambil dengan menikahiku,”“Kesalahanku adalah menerima perjodohan sial4n ini, Del!! Aku tidak akan pernah menyesal menika denganmu,” tandasnya mengakhiri percakapan.==================================================================Bagi banyak orang, hujan yang turun mengguyur bumi adalah suatu anugerah, karena dengan air hujan itu tamanan bisa tumbuh subur, petani sangat menyukai hujan, karena dengan begitu sawah mereka tidak akan kekeringan, masyarakat pedalaman juga sangat menyukai hujan, karena airnya bisa mereka tampung untuk keperluan sehari hari tanpa harus mengambil jauh ke sumbernya.Tapi bagi Safeea, hujan hanya mengingatkannya pada banyak peristiwa pahit yang dia alami dalam hidupnya. Ayah dan ibunya meninggal saat kecelakaan di bawah guyuran hujan. Dirinya harus terpisah dar
Priiiittt!!Pluit tanda dimulainya pertandingan telah ditiup. Semua peserta melompat ke dalam kolam renang. Damar berenang dengan penuh semangat. Dia berharap bisa memenangkan pertandingan dan membuat bapak serta ibunya bangga.Namun sayang, hingga pertandingan selesai, orang yang Damar tunggu tidak juga datang. Membuatnya harus menelan pil pahit di hari kemenangan nya."Damar benci sama bapak, kenapa bapak ingkar janji, Bu? Bapak bilang mau datang ke pertandingan Damar, tapi sampai sekarang bapak enggak datang juga, hu hu hu," tangisan Damar menggema di seluruh penjuru rumah.==================================================================Damar terbangun dari tidur saat samar-samar terdengar ketukan dari pintu kamarnya, saat bergerak, seluruh badannya sakit, dirinya baru menyadari jika semalam dia tertidur di lantai kamarnnya. Damar tertidur karena terlalu lelah menangisi nasibnya, yang tidak seberuntung Safeea dalam mendapatkan perhatian almarhum bapaknya.Pelan-pelan dia bangki
Semua memandang heran ke arah Damar dan juga Adelya, mereka bingung mengapa Damar membawa wanita lain ke pertemuan keluarga besarnya. Namun, Damar mencoba tidak terpengaruh dengan pandangan mereka, Damar berusaha tenang. Sambil menggenggam tangan Adel, Damar memulai pembicarannya.“Malam semua, seperti yang sudah Damar infoin di grup keluarga, jika malam ini Damar mengumpulkan ibu, tante, om dan saudara-saudara yang lain, karena Damar mau menginfokan sesuatu. Jadi, Damar dan Adelya, akan segera menikah, tepatnya hari sabtu minggu depan,” ungkap Damar, membuat semua terkejut dengan informasi yang di sampaikannya.==================================================================Tidak ada yang merespon pengumuman yang Damar berikan, semua tampak diam, terkejut dan mencoba mencerna kebenaran dari informasi yang mereka dengar. Adelya Nampak salah tingkah, dirinya tau, hal ini gila, menjadi istri ke dua dalam rumah tangga orang lain, memang sering kali menjadi stigma buruk di mata masya
“Kamu belum makan malam memangnya?” tanya Safeea akhirnya.“Belum, tadi ke rumah ibu sama Adel, buat bilang kalau sabtu depan kita menikah, tapi enggak sempat makan,” ujar Damar tanpa beban, membuat Safeea melongo mendengarnya.Degh! Jantung Safeea seakan berhenti berdetak, segera dia bangkit dari kursinya dan pergi meninggalkan Damar, yang masih belum sadar, jika baru saja mengatakan hal yang menyakitkan untuk di dengar.==================================================================Safeea memilih masuk lagi ke dalam ruangannya, mencoba berkonsentrasi pada pekerjaanya yang tadi sempat tertunda, karena harus mengantar makanan ke kamar suaminya, namun sayang, konsentrasinya seakan menguap hilang tak bersisa, hatinya terasa sakit, kala mengingat bagaimana suaminya dengan lancar mengatakan, jika baru saja berkunjung ke rumah mertuanya, untuk memberitahu jika mereka akan menikah, tanpa mengajaknya atau menginfokannya terlebih dahulu.Entah sudah berapa kali Safeea berusaha menstabilka
Setelah selesai, kuberikan Mas Damar obat penghilang nyeri, setelah itu baru ku suapi dia sarapan, yang baru saja diantarkan petugas rumah sakit. Sakit rasanya saat melihatnya menahan sakit setiap kali mengunyah makanan. Bagaimanapun jahatnya dia kepadaku, Mas Damar tetaplah suamiku.“Apa dia mantan tunanganmu?” pertanyaan Mas Damar membuat memandangnya, bagaimana dia bisa tau?”==================================================================Aku cukup terkejut saat mendengar pertanyaan yang diajukan Mas Damar, pasalnya, selama ini aku tidak perna cerita kepada siapapun mengenai hubunganku dengan mas Essa kecuali teman-teman di kampus dulu, yang memang sejak awal tau jika kami berhubungan. Aku lebih memilih diam, enggan menjawabnya, hingga aku selesai menyuapinya sarapan.“Eh, dokter Saf, maaf, Dok, saya ganggu, ya?” suara suster Anna yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar rawat Mas Damar.“Enggak kok, Sus, silahkan, saya sudah selesai. Oia, hasil CT Scannya sudah keluar, hasilnya bagu
Damar Pramudya BayanakaDisinilah aku sekarang, duduk membungkuk di dalam tahanan yang busuk, menatap pilu pada jeruji besi yang menahanku untuk menghirup udara kebebasan di luar sana. Sudah enam bulan lamanya aku mendekam di sini, tepatnya setelah aksiku yang berusaha untuk membalaskan dendam kepada Safeea dan Adriyan.Aku tidak menyangka jika akhirnya akulah yang terbakar dan hancur dalam kisah ini, kisah yang awalnya aku menjadi superior karena harta yang kumiliki, nyatanya akhir menyayat yang kualami.Selain harus mendekam selama lima tahun di penjara, aku juga kehilangan perusahaanku yang akhirnya di lelang. Aku masih tidak menyangka, perusahaan yang almarhum ayahku rintis dari nol, kini benar-benar kembali menjadi nol karena ulah dan kebodohanku yang mendarah daging.Andai dapat kuulang waktu, aku tidak akan melakukan segala kesalahan yang kulakukan dulu. Setidaknya, aku tidak akan menyakiti Safeea hingga segitu parahnya, sehingga membuat wanita yang selalu hadir dalam mimpiku t
“Safeea!! Buka!!” teriaknya lagi, kali ini menggunakan kakinya untuk mendobrak pintu kamar.Safeea yang mendengar suara gebrakan dari luar membuatnya berjingkat ketakutan. Mulutnya tidak henti berdoa dan menangis, berharap bantuan segera datang untuk membantunya terlepas dari manusia yang paling tidak ingin dirinya temui di muka bumi ini.“Safeea!! Buka! Jangan buat aku murka! Kamu harus tanggung jawab sekarang juga!!”“Tanggung jawab apa yang anda maksud, Bapak Damar?”=========== Berbekal ijin yang dia dapatkan dari Adriyan untuk membawa Safeea ke Mall, Tiara datang bermaksud untuk menjemput Safeea bersama Gianira dan ketiga anaknya. Namun, saat turun dari mobil dan mendapati pintu rumah Safeea terbuka, membuat Tiara curiga jika ada hal buruk yang terjadi.Dirinya berjalan cepat ke dalam rumah bersama Gianira, setelah sebelumnya meminta ketiga anak-anak Riza tersebut menunggu di dalam mobil. Tiara khawatir terjadi sesuatu di dalam rumah, sehingga dirinya berinisiatif menyuruh anak-
Pagii semuaa 😍🤗Maaf Euy baru bisa up lagi, qodarullah keadaan kurang fit ditambah file bab baru yang siap up malah hilang karena enggak sengaja ketiban file baru jadi harus ngumpulin niat dulu untuk ketik ulang kemarin kemarin tuh 🤭Oia, ini satu bab menjelang bab terakhir yang Insya Allah ku posting besok atau lusa ya ..Selamat membaca ✌️✌️========= Benar kata pepatah yang mengatakan, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Bukan kurir yang datang melainkan tamu tidak diundang, pria yang ingin paling tidak ingin kutemui di dunia ini justru datang menemuiku di rumah.“Hai, Saf. Apa kabar?”============ Tanpa menjawab aku langsung berusaha untuk menutup pintu rumah, tetapi tenaga Mas Damar lebih kuat, sehingga dengan mudah menerobos masuk hanya dengan sedikit dorongan yang dia lakukan.Aku yang sadar saat ini hanya seorang diri di rumah tidak dapat berbuat apapun, asisten rumah tangga yang mas Essa pekerjakan baru saja pulang hampir setengah jam yang lalu. Lingkungan
Hai, ada sedikit bocoran. Ini sudah mendekati akhir lho 🤗=====Jangan tanya aku mendapatkan info darimana, karena tentu dengan mudah aku mengakses informasi tersebut dari sepupuku yang seorang bisnisman ulung namun kurang beruntung di dunia percintaannya.“Mas,”“Ya, ada apa, Sayang?” tanyaku, saat mendapati Zahra keluar dari toilet kamar kami.“I have surprise for you,” bisiknya, sambil memberikan sebuah kotak beludru berwarna biru. Kurasa isinya jam tangan? ========= “Apa nih, Sayang?” tanyaku heran, seingatku aku tidak sedang berulang tahun maupun ada hari spesial hari ini, lalu mengapa tiba-tiba Zahra memberikan surprise? Ditambah lagi dirinya memegang kamera dan menyalakan fitur merekam saat memberikan kotak beludru tersebut.“Buka aja!”“Aku sedang tidak melewatkan hari spesial kita, kan?” selidikku, karena heran melihat Zahra terus tersenyum ke arahku. Sebelah tangannya masih sibuk memegang ponsel yang diarahkan ke arahku.“Enggak, Sayang. Ini surprise spesial dari aku buat
Aku kembali menghubungi Jerryan, memintanya untuk mendesak Safeea menghentikan kegiatan bodohnya tersebut. Namun, aku justru mendapat berita yang lebih mencengangkan. Jerryan mengatakan tidak dapat mengubungi Tiara karena panggilannya selalu dialihkan. Selain itu, Jerryan memberitau jika ada seseorang dengan akun Instegrem Adl.ya membuat pengakuan jika dia adalah saksi dari seluruh kebenaran yang Safeea katakan. Dan aku sangat hafal, siapa orang di balik akun Adl.ya tersebut. ============= Kurasakan seluruh persendianku melemas karena kabar yang Jerryan sampaikan. Bagaimana bisa Adelya bersekongkol dengan Safeea untuk menyerangku malam ini? Bukankah selama ini Adelya begitu membenci Safeea? Bahkan menurut Bagus, dirinya mendapat informasi jika Adelya sempat menyerang Safeea ketika di rumah sakit kemarin, karena menganggap Safeea sebagai penyebab aku menjatuhkan talak kepadanya.Dengan mata membulat aku menyaksikan lagi live dari layar ponselku yang lain, melihat bagaimana kali ini
“Selama pernikahan juga mas Damar tidak pernah sekalipun memberikan nafkah bathin kepada saya, kecuali di malam terakhir sebelum akhirnya saya putuskan untuk menyerah. Dia meminta saya melayaninya tapi ...,” kalimatku terputus, rasanya aku tidak sanggup untuk mengungkit kembali kisah pahit pada malam itu. Tangisku mulai pecah, Mas Essa sibuk menenangkanku, merangkulku dengan hangat.=============== Mbak Gia memberikan ku segelas air putih yang langsung kuteguk hingga habis setengahnya. Tubuhku masih bergetar tiap kali mengingat peristiwa jahanam yang mas Damar perbuat kepadaku. Perbuatan tidak tau malu yang dilakukan dengan penuh pemaksaan. Memperlakukanku laiknya binatang jalang yang sesuka hatinya dia perlakukan sekasar dan sehina yang dia inginkan.[Lanjutin dong ceritanya! Penasaran, nih][Gila, jadi hampir sepekan ini kita di bohongin sama si Damar?][Dasar cowok playing victim, manipulatif!][Spill selingkuhannya dong, Kak!][Keluarganya enggak tau kalau kelakuan anaknya kay
Aku masih terus menggulir akun sosmedku, mencari informasi mengenai ke-viral-an aksi Damar sore tadi. Hingga tidak sengaja mataku menangkap sebuah postingan yang memberitakan jika Zahra meminta cerai dari Damar dan lebih memilih menikah denganku di saat Damar dalam keadaan lumpuh dan tidak dapat berbuat apa-apa. Fu*k, apa-apaan ini? Berita-berita ini benar-benar sudah kelewatan.=========== POV SafeeaAku tidak menyangka jika kecelakaan dua hari yang lalu berbuah buntut panjang, akan kewarasan mentalku yang seakan diuji oleh maraknya berita-berita hoax yang bertebaran di jaga dunia maya. Berita mengenai pernikahan dan perceraianku dengan mas Damar tersebar begitu massive, padahal selama ini aku tidak pernah memposting apapun mengenai pernikahan dan kehidupanku bersama mas Damar, setahuku begitupun sebaliknya.Lalu mengapa kini banyak tersebar berita tentang kami berdua? Bahkan aku dianggap mencampakan mas Damar karena bercerai dengannya di saat dia sedang sakit kala itu dan menikah
Sekuat tenaga aku menggerakan kaki ku agar mau terangkat, namun nihil susah sekali rasanya, hingga saat jaraknya semakin dekat, aku seakan mendapat dorongan kuat untuk kembali mencoba menggerakan kaki ku dan berlari menghampiri Safeea. Mendorongnya hingga kami jatuh berpelukan.Brakkk!!Suara reklame berdebam saat jatuh menimpa lantai beton rumah sakit. Kudengar Safeea berteriak karena kaget mendengar suara reklame jatuh, kemudian banyak orang berdatangan untuk melihat apa yang terjadi.============= Riuh ramai suara orang berdatangan mencoba memastikan keadaanku dan Safeea. Kuabaikan pertanyaan dari pihak keamanan rumah sakit yang mencoba mencari info keadaan kami.Namun, dadaku masih berdegup begitu kencang, karena selain baru saja mengalami peristiwa berbahaya, tapi juga karena Safeea saat ini masih dalam dekapanku. Tubuhnya bergetar, mungkin dirinya merasakan takut dan kaget bersamaan karena reklame jatuh barusan.Aku coba menenangkannya, mengatakan jika semua baik-baik saja. Kem
Benar yang Jerryan katakan, mengapa Adelya bisa berubah secepatnya ini? Apakah tidak ada sedikitpun tersisa rasa cintanya untukku? Hampir dua belas tahun kami menjalin hubungan dan hilang hanya dalam waktu tiga pekan?“Bagus bukan? Aku jadi bisa fokus untuk berusaha merebut kembali Safeea ke dalam pelukanku jika sudah resmi bercerai dari Adelya,” ucapku akhirnya, yang membuat Jerryan hanya bisa menepuk kepalanya. Memang apa yang salah dengan yang kukatakan barusan? Aneh!============== POV SafeeaDua bulan sudah aku menjalani kehidupan baruku sebagai seorang istri dan tentu saja aku merasa benar-benar menikmatinya. Walaupun sebenarnya aku sudah pernah mengalaminya selama dua tahun lebih sebelumnya, tetapi kali ini benar-benar berbeda.Jika dulu pergi dinas ke Rumah sakit merupakan tempat pelarianku untuk menenangkan diri dari perlakuan buruk mas Damar di rumah, kini setelah menikah dengan mas Essa, pulang ke rumah adalah sesuatu yang kunanti-nantikan. Karena di sana aku benar-benar m