Setelah selesai sarapan Rudi dan Andre langsung berangkat ke kantor. Begitu juga dengan Sherin dan Shania yang langsung berangkat menjalani aktivitasnya masing-masing. Ningrum yang sudah penasaran dengan malam pertama Anita dan Rudi langsung mengajak sang menantu ke ruang keluarga."Semua orang sudah berangkat, sekarang kamu harus ceritakan kepada Mama tentang kejadian semalam," ucap Ningrum sambil memeluk tubuh Anita dari belakang."Mau cerita apa Ma, namanya malam pertama ya seperti itu rasanya," jawab Anita yang terlihat sewot."Kamu kenapa, kok jadi sewot seperti itu?" tanya Ningrum sambil mengajak Anita duduk di sofa ruang keluarga."Memangnya Mama nggak lihat tatapan Mas Rudi ke pembantu genit itu," jawab Anita sambil terlihat sedikit cemberut."Syifa maksudmu," ucap Ningrum penasaran."Iya siapa lagi, sejak Mas Rudi bertemu dengan Syifa di meja makan aku melihat ada tatapan yang berbeda," jawab Anita sambil menoleh ke arah sang mertua."Ah kalau Mama lihat sih biasa saja, kamu
"Kenapa Mbak Anita bicara seperti itu?" tanya Syifa dengan penasaran."Karena aku tahu kalian pasti punya hubungan rahasia,"jawab Anita sambil tersenyum kecut."Hubungan rahasia, apa maksud Mbak Anita dan kenapa Mbak bisa menyimpulkan hal seperti itu," tanya Syifa sambil berusaha menarik rambutnya dari cengkraman Ningrum."Kami pikir aku tolol, tatapan mata kalian saat berpandangan tidak dapat membohongi ku," jawab Anita sambil menatap Syifa."Nyonya lepaskan rambut saya!" teriak Syifa sambil menarik rambutnya dengan keras."Asal Nyonya besar dan Mbak Anita tahu, saya dan Mas Rudi tidak ada hubungan apapun selain hubungan majikan dan pembantu," tanbah Syifa setelah melepaskan rambutnya dari jambakan Ningrum."Ehm kamu pikir kami percaya, asal kamu pelacur seperti kamu akan sangat muda menggoda semua laki-laki apalagi mereka yang notaben keluarga kaya raya seperti Mas Rudi," ucap Anita sambil berjalan mendekati Syifa."Plak," tiba-tiba Syifa menampar pipi Anita dengan cukup keras."Kur
"Apa maksudmu, aku tidak melakukan apapun kepada pembantu itu," ucap Anita sambil mengelak."Jangan bohong! Aku sudah tahu apa yang kamu dan Mama ku lakukan kepada Syifa," bentak Rudi hingga membuat Anita terkejut."Dari mana dia tahu apa yang sudah kami lakukan, apa jangan-jangan perempuan itu melapor kepada Mas Rudi," batin Anita sambil menatap Wajah sang suami."Kenapa diam, kamu pasti heran darimana aku bisa tahu apa yang sudah kamu lakukan kepada Syifa," tebak Rudi saat melihat wajah gugup Istrinya."Tidak, ehm begini saja bagaimana kalau malam ini kita makan di luar," ucap Anita sambil merayu Rudi."Tidak, malam ini aku mau makan di rumah bersama keluargaku," jawab Rudi yang lalu berjalan ke arah kamar mandi.Anita yang melihat sikap dingin Rudi langsung keluar dari kamar. Dia mulai berjalan ke arah ruang keluarga untuk menemui Ningrum dan kedua adik iparnya. Sambil memasang wajah cemberut Anita duduk di samping mertuanya."Ya ampun menantu kesayangan Mama kenapa cemberut, coba k
Ningrum dan Andre langsung bergegas keluar dari kamar untuk segera ke kamar sang putra. Ternyata Shania dan Sherin sudah ada di depan kamar sang kakak. Terdengar keributan dan perdebatan antara Rudi dan Anita."Rudi, cepat buka pintunya," perintah Andre sambil mengetuk pintu kamar Rudi."Rudi! Cepat buka pintunya," teriak Ningrum yang sudah khawatir dengan keadaan sang menantu."Ada apa Ma?" tanya Rudi sambil membuka pintu kamarnya."Minggir kamu," ucap Ningrum sambil mendorong tubuh Rudi dan berjalan ke arah Anita yang menangis di bawah tempat tidurnya."Rudi! Kenapa kamu bisa memukul seorang perempuan, apalagi dia istrimu," bentak Andre saat melihat Anita penuh dengan luka lebam."Dasar anak tolol tidak punya otak kamu, bisa-bisanya kamu memukul Anita hingga babak belur," tambah Ningrum sambil berjalan ke arah Rudi dan memukul kepalanya."Perempuan seperti dia memang harus dikasih pelajaran, agar dia tahu bagaimana caranya bersikap sopan," jawab Rudi seolah mencari pembenaran dalam
"Sekarang aku tanya sama Mama, apa Mama lupa kalau tadi kami pamit ke Dokter?" tanya Rudi kepada Ningrum."Mama ingat, tapi kenapa sampai selama ini?" tanya Ningrum sambil mendesak Rudi."Rumah sakit itu tempat umum jadi wajar kalau lama," jawab Rudi sambil berjalan ke arah kamarnya.Melihat sang suami masuk ke dalam kamar Anita langsung mengikutinya. Terlihat Rudi mulai memejamkan mata seolah terlihat sangat lelah. Anita yang saat itu sudah berada di dalam kamar langsung masuk dan duduk diatas tempat tidur."Sepertinya kamu sangat lelah Mas?" tanya Anita dengan lembut."Iya," jawab Rudi dengan singkat."Apa mau aku pijitin atau aku buatkan teh hangat untukmu," tawar Anita sambil memegang tangan suaminya."Tidak perlu, lebih baik kamu keluar, karena aku ingin beristirahat," jawab Rudi hingga membuat Anita kesal dan keluar dari kamarnya.Anita yang kesal dengan Rudi langsung menemui Syifa yang sedang menemani Akbar. Anita yang dalam kondisi marah langsung membuka kamar Syifa. Dia langs
“Kenapa Mama tidak boleh mengusirnya? Ini rumah Mama jadi Mama berhak mengusir siapa pun yang Mama mau!" bentak Ningrum saat dia tahu pemilik suara yang membentaknya."Tapi aku yang membawa Syifa dan aku juga yang memberikan dia upah selama ini, jadi hanya aku yang berhak mengusirnya!" jawab Rudi sambil menghampiri Ningrum dan Anita."Mungkin maksud Mama agar kamu tidak perlu terbebani dengan biaya penggeluaran Syifa dan putranya, Sayang," ucap Anita sambil berjalan dan memeluk lengan kekar sang suami."Diam kamu! Jangan pernah menghasut semua orang yang ada di rumah ini dan asal kamu tahu aku tidak pernah merasa terbebani dengan kehadiran Syifa selama ini," bentak Rudi sambil menatap Anita dengan tatapan tajam."Syifa cepat kembali ke kamarmu sekarang," perintah Rudi kepada Syifa yang di balas dengan anggukan kecil."Tapi Mas …." belum selesai Anita menyelesaikan ucapannya Rudi langsung memotong ucapannya."Jika kamu tidak suka atau keberatan dengan aturan yang aku buat silahkan perg
"Bagaimana hasil pemeriksaan Dokter?" tanya Ningrum yang sudah penasaran dengan hasil pemeriksaan Anita. "Dokter bilang Anita hamil Ma," jawab Rudi sambil memapah Anita masuk ke dalam rumah dengan perlahan. "Alhamdulillah, akhirnya sebentar lagi Mama punya cucu. Sekarang kamu bawa Anita ke kamar biar dia bisa istirahat, Mama mau ke dapur dulu untuk meminta Marni dan Mbok Inah masak makan malam istimewa," perintah Ningrum sambil mengusap perut Anita yang masih rata lalu berjalan ke arah dapur. "Ma, tidak perlu biar Rudi saja yang ke dapur sekalian mau minta tolong Mbok Inah buatkan kopi," ucap Rudi hingga membuat Ningrum menghentikan langkahnya. "Baik kalau begitu, biar Anita Mama yang antar ke kamar. Ayo Sayang Mama bantu ke kamar, " ucap Ningrum sambil menggandeng tangan menantu kesayangannya. "Tapi Mas …." belum selesai Anita bicara Rudi langsung memotong pembicaraannya."Kamu ke kamar sama Mama dulu ya, setelah buat kopi aku akan langsung masuk ke kamar," jawab Rudi sambil ter
“Mama, Papa," ucap Rudi saat melihat Ningrum dan Andre sudah berdiri di depan kamar Syifa. “Plak," sebuah tamparan Andre berikan kepada Rudi di hadapan Ningrum dan Syifa lalu meninggalkan kamar itu dengan rasa marah. "Apa yang Mama pikirkan selama ini benar, ternyata kamu dan Syifa …." ucap Ningrum yang tiba-tiba berhenti saat melihat wajah Syifa."Maafkan Rudi Ma," ucap Rudi sambil bersimpuh di kaki Ningrum."Plak!" tiba-tiba Ningrum menampar Syifa dengan sangat keras."Dasar kamu perempuan miskin, kamu pasti sudah menggoda putraku sampai tanpa sadar dia menghamilimu dan kini harus membawamu tinggal di sini, jangan harap aku akan menerima statusmu sebagai menantu di rumah ini, karena buatku kamu adalah pembantu miskin yang tidak ada gunanya!" bentak Ningrum sambil melotot ke arah Syifa. Setelah puas membentak Syifa, Ningrum langsung berjalan meninggalkan kamar itu dan berjalan ke ruang kerja sang suami. Rudi yang melihat Ningrum meninggalkan kamar itu langsung bergegas mengejarn
Kehamilan yang dijalani Seruni saat ini tidak sama seperti yang dialami Syifa beberapa tahun lalu. Kondisi fisik Seruni yang biasanya gesit dan lincah kini mendadak lemah dan malas. Hampir setiap hari Seruni menggalami muntah-muntah, hingga membuatnya hanya mampu berbaring di tempat tidur. Sambil memperhatikan Seruni yang sedang tertidur pulas. “Ehm enak sekali Nyonya besar kita ini, jam segini masih tidur dengan pulas.” “Mama! Maaf, Ma. Sejak hamil tubuhku rasanya lemas sekali, bahkan hampir setiap hari aku selalu memuntahkan makanan yang masuk ke perutku,” jawab Seruni sambil duduk di tempat tidurnya. "Halah, itu hanya alasanmu saja 'kan? Kamu pikir Mama ini anak kemarin sore yang bisa kau bodohi!" bentak Ningrum sambil berjalan mendekati Seruni. "Mama tidak mau tahu, sekarang kamu bangun dan bantu Mbok Ijah mengerjakan pekerjaan rumah!" perintah Ningrum yang langsung menarik tangan Seruni. "Tapi, Ma. Aku benar-benar tidak kuat untuk berdiri," jawab Seruni yang terlihat puca
Cukup lama Rudi menceritakan pertemuannya dengan Anjas dan Syifa. Hingga akhirnya pertemuan itu mampu membuatnya berpikir jika Syifa tidak akan bisa didapatkannya kembali. Rasa cinta yang besar untuk Anjas mampu membuat Rudi sadar akan hubungan mereka yang tidak lagi bersama. "Jadi kamu sempat bertemu dengan Mbak Syifa?" tanya Seruni dengan penasaran. "Iya. Dan saat melihat Syifa menggenggam tangan Anjas aku baru sadar jika hatinya sudah bukan untukku lagi," jawab Rudi yang terlihat kecewa. "Lalu apa kamu kecewa?" tanya Seruni penasaran. "Tidak, karena aku sekarang sudah memiliki istri yang begitu sangat menyayangi dan mencintaiku dengan tulus," jawab Rudi yang langsung memeluk Seruni dengan erat. Rudi yang sejak pertama menikah belum menyentuh Seruni sama sekali kini mulai memberanikan diri untuk menyentuhnya. Kecupan hangat diberikan Rudi kepada kening dan bibir mungil Seruni. Perlahan Rudi mulai membuka satu persatu kancing baju yang dikenakan sang istri. Siang ini menjad
Perlahan Seruni membuka kotak kecil yang baru saja diberikan Polisi tersebut. Terlihat satu set perhiasan mewah dengan beberapa belian menempel pada setiap perhiasan itu. Tangan Seruni mendadak gemetar saat melihat perhiasan mahal itu. "Perhiasan. Apa jangan-jangan ini perhiasan yang akan diberikan Mas Rudi kepada Syifa?" batin Seruni sambil terus mengamati perhiasan itu. “Kotak itu kami temukan di bawah kursi saat melakukan pengecekan pada mobil korban, dan ini kami juga menemukan surat yang tergeletak di samping kotak itu.” Polisi tersebut memberikan secarik kertas kepada Seruni. Sambil membaca surat tersebut. “Ya Allah selama ini aku sudah salah kepada Mas Rudi.” Seruni yang selama ini menganggap Rudi hanya menjadikannya sebagai pelarian kini terlihat menangis. Sebuah surat sebagai perantara untuk Rudi meminta maaf kepada Seruni telah membuatnya merasa bersalah. Cukup lama Seruni membaca surat itu, kini dengan berlinang air mata Seruni masuk ke ruangan Rudi. “Maafkan aku, Mas
Disaat Andre dan Seruni mencemaskan keadaan Rudi yang hampir sama hari tidak ada kabar. Sementara itu di tempat terpisah Syifa dan Anjas sedang menyambut kelahiran anak perempuan mereka. Seorang anak perempuan bermata biru dengan rambut ikal dan berkulit putih itu mereka beri nama Rania. "Masya Allah, cantik sekali putri kalian. Iya 'kan, Pak?" ucap Sari kepada sang suami. "Benar, Bu. Anak ini benar-benar cantik mirip sekali dengan Ayah dan ibunya," Ruli yang terlihat bahagia. “Tidak boleh! Rania tidak boleh mirip Ayah dan Mama, Rania itu mirip aku karena aku adalah kakaknya,” protes Akbar sambil memegang tangan mungil sang adik. ucapan Akbar seketika membuat semua orang yang ada di rumah itu tertawa. Anjas yang tidak ingin membedakan kasih sayang kepada kedua anaknya langsung menggendong Akbar. Dengan lembut dan penuh kasih sayang Anjas mencium kedua pipi Akbar secara bergantian. “Aku benar 'kan Ayah? Bukankah aku juga tampan, persis seperti Ayah," ucap Akbar sambil melihat wa
Disaat Ningrum bahagia dengan kepergian Seruni dari rumahnya. Disaat yang bersamaan Rudi yang tidak ingin kehilangan wanita sebaik Seruni langsung mengemudikan mobilnya ke arah panti asuhan. Seruni yang melihat kedatangan mobil sang suami langsung masuk ke dalam kamarnya. "Assalamualaikum,” sapa Rudi yang sudah berdiri di depan pintu. "Waalaikumsalam," jawab Dini sambil berdiri dari tempat duduknya. Rudi yang baru saja tiba langsung berjalan masuk dan mencium tangan pemilik panti asuhan. Dini yang telah mengetahui permasalahan antara Rudi dan Seruni langsung memintanya untuk duduk. Dengan lembut dan ramah Dini langsung meminta Rudi untuk menceritakan permasalahannya dengan Seruni. "Ini semua memang salah saya, Bu. Saya adalah suami yang gagal bagi Seruni." "Bukan begitu, Nak Rudi. Coba sekarang jelaskan sebenarnya bagaimana perasaanmu kepada Syifa, karena bagaimanapun juga Seruni itu adalah putri saya jadi sebagai orang tua tentunya tidak akan bisa terima jika anaknya disakit
Terdapat gambar Syifa dan Rudi pada bingkai foto tersebut. Rudi yang saat ini telah menjadi suami Seruni ternyata masih memiliki perasaan kepada mantan istrinya. Cukup lama Seruni mengamati bingkai foto itu hingga tanpa terasa air mata mulai menetes ke pipinya. "Ternyata selama ini Mas Rudi masih mencintai mantan istrinya, lalu untuk apa dia menikahi ku?" batin Seruni sambil terus menatap foto tersebut. Keesokan harinya Rudi yang baru saja terbangun langsung segera masuk ke kamarnya bersama Seruni. Semua itu dia lakukan agar tidak menimbulkan kecurigaan di keluarganya. Rudi yang baru saja masuk terkejut saat melihat Seruni duduk di tempat tidur sambil menangis. Sambil duduk di samping Seruni. "Kamu kenapa? Apa ada yang menyakitimu." "Apa benar kamu masih mencintai Syifa?" tanya Seruni sambil menoleh ke arah Rudi. "Apa maksudmu? Ini pasti karena Mama telah bicara yang tidak-tidak kepadamu, aku akan menemui Mama sekarang." Rudi segera berdiri dari tempat duduknya. Sambil memeg
Ningrum yang tidak ingin Seruni menjadi menantunya langsung mengejar Rudi. Sambil berjalan Ningrum terus mencoba untuk meyakinkan sang putra agar merubah rencananya untuk menikahi perawat sang adik. Namun, usaha yang dilakukan Ningrum ternyata hanya sia-sia. Keesokan harinya Ningrum yang masih tidak terima dengan rencana pernikahan Rudi kembali membujuk sang putra saat makan bersama. Andre yang saat itu sedang menikmati sarapannya terlihat terkejut saat mendengar ucapan sang istri. Sambil mengusap mulutnya. "Rudi akan menikah dengan Seruni." "Iya, putra kesayangan mu ini akan menikahi gadis yatim piatu yang miskin itu. Entah apa bagusnya gadis itu sampai dia mau menikah dengan Seruni," ucap Ningrum sambil melirik ke arah Rudi yang masih menikmati makanannya. "Papa setuju, memang kapan kalian akan menikah? Biar nanti Papa siapkan pesta yang meriah," jawab Andre hingga membuat Ningrum membelalakkan matanya dengan lebar. "Papa! Kok Papa justru menyetujui pernikahan mereka," teria
Hari ini Anjas sengaja tidak berangkat ke toko kue. Untuk menebus kesalahannya dia bermaksud untuk mengajak Syifa dan Akbar untuk berlibur ke sebuah pantai. Setelah mempersiapkan segala keperluan yang akan dibawa, Anjas mengajak Syifa dan Akbar untuk menikmati sarapan yang sudah disiapkan ibu mertuanya. Setelah menikmati sarapan yang telah disediakan dan memasukkan keperluannya ke dalam mobil. Anjas dan keluarga kecilnya langsung bersiap masuk ke dalam mobil. Namun, belum juga dia masuk kedalam mobil tiba-tiba sebuah mobil masuk ke halaman rumahnya. "Rudi!" ucap Anjas saat melihat Rudi turun dari mobilnya. "Lebih baik kita temui dia dulu," perinta Anjas sambil melepas sabuk pengamannya. "Ta-tapi, Mas.""Sudah tidak apa-apa, Akbar kita temui Papa sebentar ya," ucap Anjas sambil menoleh ke arah Akbar yang ada di kursi belakang. Ada rasa ragu dalam hati Syifa untuk turun menemui Rudi. Kejadian beberapa waktu lalu telah meninggalkan trauma dalam hatinya. Namun, demi menghindari kecem
Di saat Rudi sedang berusaha mencari cara untuk mengajak Seruni pergi. Di saat yang bersamaan rumah tangga Syifa dan Anjas justru sedang di uji. Sifat Anjas yang pencemburu membuat Syifa merasa tidak nyaman."Mau kemana kamu?" Tanya Anjas saat melihat Syifa sudah rapi dengan hiasan make up di wajahnya."Aku akan ke sekolah Akbar, Ibu bilang hari ini ada acara pembagian rapor," jawab Syifa sambil mengambil tas yang ada di tempat duduknya."Kamu yakin akan ke sekolah Akbar? Atau kamu sengaja membohongiku agar bisa bertemu dengan mantan suami mu," jawab Anjas dengan tatapan marah."Apa maksudmu? Aku benar-benar ke sekolah Akbar, lagipula aku pergi bersama Ibu. Jadi tidak mungkin aku bertemu dengan Rudi." Syifa mencoba untuk bersabar dengan sikap Anjas."Baik kalau begitu biar aku yang mengantarmu, lagipula sudah lama juga aku tidak ke sekolah Akbar. Aku yakin kali ini dia akan mendapat juara kelas lagi," ucap Anjas sambil mengganti kaosnya dengan kemeja."Kamu apa-apaan sih, Mas? Aku tid