Beranda / Romansa / Aku Istri Kekasih Sahabatku / Bab 154. Sebuah Foto Menyakitkan

Share

Bab 154. Sebuah Foto Menyakitkan

Penulis: YOZA GUSRI
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Oh iya."

Cukup dua kata untuk merespon ucapan Aksa. Lelaki ini, padahal dia bisa saja makan di luar tanpa harus meminta izin padaku. Caranya yang begini hanya akan membuat perasaanku semakin terpupuk. Seolah aku adalah perempuan simpanannya.

"Aksa, mungkin lusa aku mau pulang ke kampung. Aku sudah mendapatkan semua tanda tangan dosen. Jadi, rencananya akan pulang ke kampung untuk penelitian."

"Iya, nanti aku antar ya," tutur Aksa lembut.

"Nggak usah. Nanti aku balik naik bus saja. Jangan sampai Utami nyariin kamu. Bisa bahaya kalau dia tahu kamu mengantarku ke kampung." Aku menggeleng pelan sebelum berkata.

Setelah percakapan itu, aku memilih diam. Begitupun dengan Aksa. Dia juga tak bersuara. Aksa sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Dia menatap ke depan. namun yang aku lihat, tatapannya kosong.

Detik jam terus berputar. Kini sudah jam sembilan malam. Aksa belum juga pulang. Padahal tadi dia mengatakan tidak akan pulang larut malam.

Aku belum makan, masih menunggu Aksa. Seperti ja
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 155. Jujur Pada Ayah dan Ibu

    Saat menjelang pagi, aku bersiap-siap untuk pulang kampung. Aksa belum juga pulang. Baguslah! Aku bisa pulang tanpa bertemu dengannya terlebih dahulu. Saat sudah berdiri di depan pintu, aku memejamkan mata sejenak. Rasanya aku tidak bisa pergi tanpa meminta izin pada Aksa. Walau bagaimanapun, aku harus tetap mengatakan pada Aksa jika akan pulang ke kampung sekarang. Aku mengambil benda pipih yang ada di dalam tas. Beberapa detik menatap. Aku lalu mengembalikan ke tempat asalnya. Aku tidak mungkin mengirim pesan pada Aksa sekarang. Bagaimana kalau Aksa merasa terganggu dengan pesan dariku? Dia sedang bersama Utami, pasti sedang tidak ingin di ganggu. "Ahh, aku punya ide." Tanpa menunggu lama, aku pun mengambil buku dan pulpen dari dalam tas. Aku merobek selembar kertas lalu tangan mulai menari bersama pulpen di atasnya. 'aku pamit ke kampung. Maaf tidak menunggu kamu pulang dulu. Assalamualaikum!' Aku menaruh kertas itu di bawah vas bunga yang ada di atas meja. Tempatnya strate

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 156. Talak!

    "Ya Allah, Nak! Jangan katakan kalau kamu benar berselingkuh? Karena Aksa tidak mencintai kamu, makanya kamu mencari lelaki lain yang bisa dijadikan pelampiasan." Ibu sedikit meninggikan suara. Sedangkan ayah yang duduk di hadapan kami, hanya diam menyimak. Mungkin ayah terlalu kaget mendengar perkataan yang baru saja keluar dari bibirku. "Aku tidak salah, Bu. Saat itu, aku hanya ingin membantu Aksa di depan Pak Candra. Aku ingin membelanya, karena pasti Pak Candra akan sangat marah jika mengetahui kelakuan Aksa ... Aku pikir masalahnya tidak akan sepanjang ini. Aku minta maaf ke ayah dan ibu. Aku tidak sehina itu, Bu. Yang aku lakukan murni karena ingin membantu Aksa." Aku mengucap kata demi kata sambil menangis. Sesekali menahan napas karena menahan sesak didada. "Tidak harus begitu, Nak. Apa yang kamu lakukan itu salah. Ceritakan semuanya ke ayah dan ibu. Agar kami bisa paham tentang alur masalahnya." Aku menghapus air mata yang membasahi pipi. Ya, aku memang sudah harus bercerit

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 157. Jodoh Sementara

    *** Hampir dua bulan aku berada di kampung. Niat awal ingin secepatnya menghadap dosen agar bisa sidang hasil. Namun kenyataannya, aku terlena tinggal di kampung. Saat ini aku sudah berada di bus menuju Apartemen. Aku sudah memutuskan untuk pergi dari Apartemen Aksa. Jadi hari ini, rencananya aku akan beres-beres dan mencari kosan. Entah alasan apa yang akan aku katakan, itu akan dipikirkan nanti. Ayah dan ibu sudah tahu semua masalahku dengan Aksa. Mereka yang memintaku untuk pergi dari Apartemen. Aku tidak boleh tinggal bersama dengan Aksa lagi. Secara agama, sebenarnya Aksa sudah menjatuhkan talak padaku. Saat aku masuk ke dalam Apartemen, tidak ada orang. Sekarang jam dua siang. Mungkin Aksa masih berada di kampus. Aku teringat ucapan ayah. "Ya Allah, berarti selama ini aku sudah mencintai lelaki yang tidak halal bagiku. Kenapa aku baru tahu jika talak telah jatuh bahkan hanya dengan sebatas ucapan isyarat dan niat? Ya, Aksa sudah berniat akan menceraikan aku dan dia tidak

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 158. Aku Pamit!

    Ya Allah, kenapa Aksa tega berkata kasar begini. Padahal aku berbohong demi dia. Yang memulai rencana itu dia dan aku hanya mengikuti skenario yang telah dia buat. "Harusnya kamu sadar diri, Delisia. Kamu tidak pantas bersanding denganku. Aku sudah pernah mengatakan pada kamu. Aku hanya menganggapmu sebagai teman. Okey, aku memang sudah nyaman sama kamu, tetapi rasa nyaman itu tidak lebih dari sekedar teman." Aksa nampak menggebu-gebu meluapkan amarah. Aku memejamkan mata sejenak. Meresapi kalimat yang terucap dari bibir Aksa. Rasanya sangat sakit. Mungkin dia masih tidak menyangka, mengetahui kenyataan jika aku sangat mencintainya. Aku bisa memaklumi itu. Aku sudah cukup sadar diri, kalau bersanding dengan Aksa itu mustahil. Tak perlu ada yang memberitahu, aku bisa berkaca. "Jangan pernah bermimpi! Sampai kapanpun aku tidak akan mencintaimu. Aku tidak akan pernah mencintai kamu, Delisia!" ujar Aksa dengan suara lantang. Aku langsung menunduk. Tidak kuat melihat wajah Aksa yang

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 159. Sebuah Kalimat Jujur

    Aku mengambil handphone dari dalam tas dan langsung menghubungi Eka. Semoga saja Eka bisa membantuku. "Hallo, Eka! Aku bisa ke kosan kamu sekarang?" "Boleh, Del. Kebetulan aku masih di kos. Tetapi jam lima sore aku mau berangkat kerja." "Oh, iya, nggak apa-apa. Aku ke sana sekarang yaa." Aku pun mengakhiri panggilan. Tidak apa-apa jika Eka memiliki kesibukan. Aku hanya mau menaruh barang. Lalu mencari kosan. Menjelang Maghrib, aku akhirnya menemukan kos yang sesuai isi dompet. Aku tidak mencari kosan mewah. Sekarang yang membiayai hidupku adalah ayah dan ibu. Kasihan mereka kalau memiliki anak yang hidup boros. Setelah menaruh semua barang di kosan baru, aku langsung menuju rumah Pak Candra. Semoga saja Aksa tidak ke sana. Aku mau mengembalikan ATM. Setelah memilih menjauh dari Aksa, tidak mungkin aku masih memegang ATM dari Pak Candra. Tiba di rumah Pak Candra, ternyata beliau sedang duduk santai di halaman belakang. Aku melangkah pelan ke arahnya. "Ayah!" panggilku p

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 160. Lulusan Terbaik

    *** "Assalamualaikum, Bu," ujarku setelah ibu mengangkat panggilan dariku. "Waalaikumsalam. Bagaimana ujian sidangnya kemarin?" "Alhamdulillah aku lulus, Bu. Semua dosen penguji memuji tulisanku. Insya Allah aku bisa ikut wisuda dua bulan depan. Ini mau siap-siap ke kampus untuk yudisium." "Masya Allah, Nak. Alhamdulillah kamu sudah selesai. Ayah! Ayah!" Terdengar suara ibu memanggil ayah. Mungkin ayah baru saja pulang dari pasar, membawa hasil panen. Suara ibu terdengar bahagia. Aku ikut bangga karena bisa membuat ayah dan ibu bahagia atas kelulusanku. "Sudah dulu ya, Bu. Kami diminta untuk datang satu jam sebelum yudisium di mulai." "Iya, Nak. Kamu hati-hati di jalan ya. Jangan lupa berdoa sebelum keluar rumah." Percakapan aku dan ibu berakhir. Setelah bercermin dan memastikan jika aku sudah siap, aku pun melangkah meninggalkan kosan. Untung saja kos aku sekarang tidak terlalu jauh dari kampus. Dapat di tempuh hanya dengan berjalan kaki. Setelah tiba di kampus, ternyata s

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 161. Dia Dosen, Pahlawanku

    Namaku kembali di panggil untuk maju ke depan. Aku berdiri dan tersenyum bahagia. Rasanya seperti mimpi saat namaku disebut sebagai lulusan terbaik. Aku menghampiri Pak Fauzar - Dekan Fakultas, yang sedang memegang piagam. Pihak fakultas biasanya akan memberikan piagam kepada mahasiswa yang memiliki IPK tertinggi disetiap jurusan. Jadi bukan hanya aku saja yang dipanggil, tetapi ada teman-teman yang lain. Hanya saja, namaku yang pertama disebut karena aku memiliki nilai yang lebih tinggi dari mereka. "Terimakasih, Pak," ujarku pada Dekan Fakultas sambil tersenyum dan menunduk hormat tanpa bersalaman. Mataku bertemu dengan mata Pak Firman. Dia tersenyum padaku. Aku pun menunduk hormat padanya. Saat ingin duduk, aku dikagetkan dengan sorakan tiba-tiba dari penghuni ruangan. Aku langsung melihat ke depan, penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Mataku membola ketika melihat di depan layar, fotoku bersama dua orang berbeda terpampang jelas. Di sebelah kiri, foto aku sedang bersam

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 162. Tak Ingin Ikut Wisuda

    "Del, kamu belum mau pulang?" tanya Eka. Kini ruangan Auditorium Fakultas sudah sepi. Tersisa beberapa lagi mahasiswa, para staf dan petugas kebersihan yang sedang merapikan ruangan. "Aku masih ada urusan. Kamu boleh pulang duluan kalau ada agenda lain," ujarku sambil tersenyum. "Kalau begitu aku duluan ya. Aku ambil shift siang soalnya." Aku tersenyum dan mengangguk. Eka pun melangkah, menjauh dariku. Kini tersisa aku sendiri mahasiswa yang masih berada di ruangan. Saat melihat Pak Jamal - Staf jurusanku keluar dari ruangan, aku langsung berdiri dan berjalan di belakangnya. Semoga saja keinginanku yang tidak mau ikut wisuda di perbolehkan oleh pihak jurusan. Pak Jamal sudah masuk ke dalam ruangannya. Aku berdiri sejenak di depan pintu sebelum mengetuk. Tok! Tok! "Masuk!" Tersedengar suara dari dalam ruangan. Aku pun membuka pintu. Bibir tersenyum dan kepala menunduk sejenak pertanda hormat. "Maaf, Pak. Ada yang ingin aku tanyakan." "Ada apa, Delisia? Silahkan duduk!" A

Bab terbaru

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 182. Penyesalan Tak Berujung (Pov Aksa)

    *** "Ternyata hidup selucu ini. Aku tidak pernah menyangka jika Juna akan menikah dengan Utami. Sungguh kejutan, bukan."A ku tersenyum dan berkata lirih dalam mobil. Saat ini aku sedang mengendara menuju restoran milikku. Aku baru saja pulang dari acara pernikahan Juna dan Utami. Tadi mereka terlihat sangat bahagia. Syukurlah Utami sudah melupakanku. Aku senang Juna menikah dengan Utami. Walau bagaimanapun Utami perempuan baik. Dia layak mendapatkan lelaki yang juga baik. Aku rasa Utami pantas mendapatkan lelaki seperti Juna. Aku dan Juna sudah malam bersahabat. Aku tahu bagaimana dia. Yang tidak pantas itu, kalau Utami menikah dengan Rian. Bisa hancur dunia ini. Rian memang baik. Namun, terkadang tingkah konyol dan mulut beracunnya, membuat orang yang berhadapan dengannya kecewa. "Kamu sekarang dimana, Delisia? Sudah satu tahun aku mencarimu. Sudah setahun pula aku tidak mendengar kabarmu. Kamu baik-baik saja kan di sana?" Ketika mengingat Delisia, wajah pasti akan berubah send

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 181. Ucapan Selamat Dari Aksa (Pov Utami)

    Kamu dimana, Delisia. Harusnya kamu ada disampingku hari ini. Aku rindu kamu. Batinku berbicara. Pikiranku masih saja terfokus pada Delisia. Aku kini dihantui perasaan bersalah kepadanya. Aku tidak sepenuhnya merasa bahagia hari ini. Meskipun kini di depanku, seorang lelaki baik sudah memasang cincin di jari manisku. Tetapi ternyata tidak adanya Delisia membuat pernikahanku terasa sepi. Jika saja Delisia ada di sini, aku pasti sangat bahagia. Aku tidak mengundang Tari dan kawan-kawannya. Sedang malas saja menjawab ribuan pertanyaan yang sebenarnya tidak enak didengar telinga. Selama menjauhi Delisia dan berteman dengan Tari, aku tidak benar-benar senang. Bagaimana tidak, setiap saat aku harus mendengar Tari dan gengnya menjelek-jelekan orang. Benar kata Juna, perempuan baik yang layak dijadikan sahabat hanyalah tipe perempuan seperti Delisia. Dia, si perempuan yang tulus berteman denganku dan selalu menegur ketika aku melakukan sesuatu yang salah. "Selamat, Bro. Aku sebenarnya kec

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 180. Sah Menjadi Istri (Pov Utami)

    ***Hari ini, aku akan menjalani pernikahan. Bukan dengan Aksa, tetapi bersama Juna. Ahh, aku akhirnya menerima Juna setelah melihat perjuangannya selama setahun ini. Sebenarnya aku belum terlalu mencintainya, tetapi aku ingin membuka hati untuknya. Juna tidak ingin jika kami pacaran. Akhirnya keputusan ini lah yang aku ambil. Menikah dengannya! "Tam, kamu belum selesai di make-up?" Aku kembali mendengar suara mama. Sudah terhitung tiga kali mama masuk ke kamar ini hanya untuk menanyakan tentang kesiapan.Aku tak perlu menjawab. Mama pasti bisa melihat sendiri, apa aku sudah selesai dimake-up atau belum."Mba, tolong cepat-cepat ya. Acaranya tidak lama lagi akan di mulai," ujar mama pada MUA yang sedang memberi hiasan di atas kepalaku."Mama, jangan disuruh cepat-cepat. Nanti jadinya jelek." Aku berkata dengan suara manja. Mama pun keluar tanpa menggubris ucapanku. Iya sih, acaranya tidak lama lagi akan di mulai, tetapi aku tidak suka di suruh cepat-cepat. Takut hasilnya tidak memua

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 179. Cinta Diam Diam (Pov Utami)

    Keesokan harinya, ternyata Juna menepati perkataannya, dia datang lagi di rumahku. Namun sekarang, aku tidak lagi marah-marah seperti kemarin. Saat asisten rumah mengetuk pintu kamar dan memberitahu Juna ada di bawah, aku langsung keluar, turun dari lantai dua kamarku. Juna tersenyum. Tetapi aku tak membalas senyum itu. Aku rasa tidak perlu ramah padanya. "Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Juna dengan wajah yang ceria. "Apa saja yang kamu tahu tentang Delisia?" Aku pikir tidak penting menjawab pertanyaan Juna. Sekarang yang paling penting, aku harus tahu tentang Delisia. Juna pasti sudah mendengar semua ceritanya dari Aksa. "Dia perempuan baik. Banyak hal yang sudah dilakukan Delisia untuk menjaga perasaan kamu, Tam. Termasuk menghilang dari kehidupan kita semua. Sampai sekarang Aksa tidak tahu Delisia berada dimana. Kemarin Aksa juga tidak ikut wisuda karena pergi ke Rumah Delisia yang ada di kampung … Orang tua Delisia tidak mau memberitahu tempat tinggal Delisia sekarang.

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 178. Catatan Diary Delisia (Pov Utami)

    Setelah Juna hilang dari pandangan, mataku terfokus pada dua buku diary yang ada di atas meja. Tanganku pun mengambil. Ahh, aku tidak perlu membaca buku ini. Pasti isinya akan sangat menyakitkan untuk aku. Tetapi aku juga penasaran. Memangnya apa sih isinya, hingga Juna memaksaku untuk membacanya? Kalau tidak penting, Juna pasti tak akan membawanya ke sini. Aku pun mengambil. Lalu membawanya ke kamar. Setelah tiba di kamar, aku mengambil diary yang semua halaman dipenuhi tulisan. Aku membuka lembaran pertama. Hari ini seperti mimpi bagiku. Ya Allah, jika ini sebuah mimpi, segera bangunkan aku. Mimpi ini terlalu buruk. Aku tidak tahu jika lelaki yang dijodohkan denganku adalah Aksa, kekasih sahabatku. Bagaimana perasaan Utami jika tahu aku menikah dengan Aksa? Dia pasti akan sangat terluka. Aku tak tahu harus berkata apa padanya. Aku takut Utami membenciku. Di sahabatku satu-satunya. Aku tak ingin kehilangan Utami. Kalau Utami tahu tentang pernikahan ini, dia pasti akan sangat ma

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 177 Juna, Si Lelaki Aneh (Pov Utami)

    "Pulang! Kalau kamu datang ke sini yang untuk menceritakan mereka, membela mereka. Pulanglah! Aku tidak ingin mendengar cerita apapun tentang mereka. Sakit, Juna! ... Apa yang mereka perbuat sangat menyakitiku ... Kenapa selama ini Delisia tidak jujur padaku? Kenapa dia tidak cerita semua ke aku? Dan Aksa, dia selalu bersikap seolah tidak akrab dengan Delisia. Padahal kenyataannya, mereka sudah menikah ... Mereka menikah dan aku tidak tahu!" Aku histeris. Mungkin suaraku dapat di dengar oleh semua asisten di rumah ini. Aku tidak peduli. Mereka pasti sudah tahu jika aku sedang ada masalah. Setelah tadi Juna melepas pelukan, kini dia kembali membawaku dalam pelukannya. Aku terseduh seduh. Sebenarnya ada sedikit rasa tenang saat berada dalam pelukan Juna. Tetapi tidak mungkin aku katakan. Juna pasti akan besar kepala. Lumayan lama berada dalam pelukan Juna. Dia tidak lagi banyak bicara seperti tadi. Mungkin karena tidak ingin melihatku mengamuk lagi. Juna kini melepas pelukan dengan

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 176. Apa Salahku? (Pov Utami)

    *** "Ngapain kamu datang ke sini? Ada keperluan apa?" Saat ini di hadapanku ada Juna. Sudah berulang kali aku melarangnya untuk datang ke sini. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Tetapi Juna terlalu keras kepala. Dia tidak mengindahkan perintahku. "Aku mau ngasih ini?" jawab Juna dengan gaya santai. Tampangnya sangat membuat jengkel. "Apa itu? Diary siapa? Sana, bawa pulang! Aku tidak mau ada satupun barang dari Aksa di Rumahku. Dan kamu, silahkan pulang dan jangan datang ke sini lagi." Aku berkata dengan raut wajah marah. Baru sekarang aku mau menemuinya. Karena capek mendengar pintu kamarku selalu diketuk oleh asisten rumah. Yang katanya, Juna mencari ku. Siapa yang tidak jenuh kalau setiap hari di datangi hanya karena Juna ingin bertemu denganku. Kali ini aku mau menemuinya supaya dia tidak datang lagi datang ke sini. "Ini buku diary Delisia. Bacalah. Agar otakmu bisa waras. Sebelum nanti kamu menyesal selamanya." "Maksud kamu apa? Kamu mau bilang kalau aku tidak waras? J

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 175. Jangan Pamit! (Pov Aksa)

    Aku lanjut ke halaman berikutnya. Ternyata ini sudah halaman terakhir. Berbeda dengan diary yang berada di tasku, yang sudah berisi tulisan sampai halaman terakhir. Diary ini hanya empat halaman. Aksa… Mulai hari ini aku akan belajar melupakanmu. Aku akan pergi ke suatu tempat yang jauh, agar tak bisa bertemu lagi dengan kamu. Kalau kamu ingin menikah dengan Utami. Menikahlah! Aku ridho. Hehe, mungkin kamu tak butuh ucapan ridho dariku. Tak mengapa, aku akan tetap mengatakan. Ahh, bukan mengatakan sih lebih tepatnya. Tetapi menulis dalam diary ini. Karena aku tak mungkin bisa mengatakan pada kamu. Aku tak berani. Dan aku tahu kamu juga tidak butuh ungkapan dari aku. Aku akan menunggu berkas perceraian yang harus aku tanda tangani. Selamat berbahagia dengan kehidupan barumu. Aku menulis ini setelah sholat subuh. Hari ini aku akan pergi. Kamu baik-baik yaa. Jaga kesehatan. Jangan jadi lelaki pemarah lagi. Aku pamit!" "Jangan pergi! Aku sungguh menyesal, Delisia. Aku sangat m

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 174. Perempuan Berhati Malaikat (POV Aksa)

    Aku kini telah berada di kamar Delisia. Setelah mengantarku masuk ke kamar, ibu mertuaku lantas keluar. Kamar Delisia sangat minimalis, namun membuat siapapun yang masuk akan terasa nyaman. Bahkan toiletku lebih besar dari kamar Delisia. Tetapi penataan barang yang ada di kamar ini cukup bagus untuk ruangan yang berukuran minimalis. Aku menyentuh kasur Delisia yang kini sedang aku duduki. Kasur nya bukan spring bed. Semoga saja badanku tidak sakit saat tidur. Aku tidak terbiasa tidur di kasur seperti ini. Terbuat dari apa ya ini? Aku baru pertama kali melihat kasur begini. Sepertinya dari kamar. Masa sih ada kasur yang terbuat dari kapas? Aku terus bertanya-tanya dengan tangan masih memegang kasur Aku berdiri, melihat lihat buku yang ada di rak. Mataku fokus pada sebuah buku yang sama dengan buku yang ada dalam tas ku. Ya, buku diary Delisia. Tanpa menunggu lama, aku langsung mengambil. "Sebenarnya Delisia punya berapa buku diary? Terus kenapa dia tidak membawa buku ini? Kalau

DMCA.com Protection Status