Risha diam di ruangannya setelah berkunjung dari pabrik maklon rekanannya itu.Mahesa Group.Mengapa sekarang ia harus kembali bersinggungan dengan Adhitama lagi?Risha cemas. Risha sudah berusaha keras selama 4 tahun ini. Dia mengubur segala hal tentang Adhitama tanpa terkecuali.Risha bahkan sengaja merekayasa kematian agar Adhitama tak lagi mencari tahu tentang hidupnya. Namun, pikiran Risha melayang pada kemungkinan jika Adhitama merasa tersaingi dengan produk My Lily, berarti bukan tidak mungkin suatu saat nanti mereka harus berurusan kembali. Risha memejamkan mata sejenak sambil memijat pelipis, dia masih termenung hingga membuat beberapa staffnya yang berada di luar merasa heran. Beberapa dari staff saling berbisik, melihat atasannya yang tampak bingung. Mereka bisa melihat ekspresi wajah Risha dengan jelas karena dinding ruangan Risha terbuat dari kaca. Akan tetapi, para staff itu menduga Risha sedang grogi karena harus menepati janji pada pengguna produk My Lily. Ris
Risha mengerutkan kening, menunggu Haris menjelaskan maksud ucapannya. "Wanita itu, banyak yang menilai dia tidak pantas menjadi Brand Ambassador Mahesa Skincare," jawab Haris. "Aku juga berpikiran sama seperti mereka, jika bukan Tama yang membawanya tentu tidak akan mudah baginya mendapat posisi itu." Risha hanya diam mendengarkan, membahas Sevia seperti menguak luka lama. Meskipun sudah empat tahun berlalu, tetapi mendengar nama wanita itu ternyata tetap membuat hati Risha terhenyak.Risha memilih mengakhiri perbincangan dengan Haris. Dia meraih tubuh Lily untuk membawa anak itu ke kamar, tapi Haris lebih dulu meletakkan tangan ke punggung Lily. "Biar aku saja!"Risha mengangguk menerima bantuan Haris, membiarkan kakak angkatnya itu menggendong sang putri ke kamar."Besok aku harus pulang ke Jakarta," ucap Haris setelah menidurkan Lily di kasur."Iya, Kak Haris pasti banyak kerjaan, terima kasih karena selalu menyempatkan menjenguk kami ke Jogja," balas Risha."Kenapa kamu bilan
Malam itu, Adhitama mendatangi rumah Kakek Roi untuk makan malam bersama. Dia sengaja datang terlambat agar tidak perlu repot berbincang lebih dulu dengan penghuni rumah terutama Arin. Adhitama kini sudah duduk di ruang makan bersama anggota keluarga yang lain, dia sadar sejak tadi Arin terus memperhatikan dirinya. “Kamu kelihatan lebih kurus, Tam. Apa kamu makan dengan baik?” tanya Arin masih menatap Adhitama yang baru saja bergabung di meja makan. Adhitama mengalihkan tatapan dari piring pada ibu tirinya itu lalu membalas, “Terima kasih sudah memperhatikanku.” Arin tersenyum pahit. Meskipun Adhitama mengucapkan terima kasih, tapi Arin masih merasakan sikap dingin anak tirinya itu. Arin lantas melirik ke arah Kakek Roi duduk. Dia penasaran karena Kakek Roi masih bersikap dingin pada Adhitama, padahal pria tua itu sendiri yang mengundang Adhitama datang untuk makan malam bersama. “Aku mengundangmu makan malam karena ada sesuatu yang perlu aku bicarakan berdua denganmu setelah i
Adhitama tak membalas ucapan Roshadi, dia diam sampai Roshadi menyadari bahwa Adhitama sedang menatap Arin yang muncul tiba-tiba. Adhitama pergi tanpa membalas ucapan Roshadi, dia bahkan tak menyapa apalagi pamit ke Arin saat berjalan melawati wanita itu. Adhitama berjalan tegap penuh percaya diri ke luar rumah, setelah itu dia melajukan mobilnya menembus jalanan malam yang sepi. Pikiran Adhitama melayang kembali pada kenangannya bersama Risha setelah perbincangannya bersama Kakek Roi tadi. Adhitama terlihat kesal, dia menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi saat mobilnya berhenti di lampu merah. Adhitama merasakan penyesalan yang tak berujung, tapi tak ingin orang lain menyadari keadaannya. Karena merasa frustasi, Adhitama memilih membelokkan kemudi mobil menuju sebuah klub malam yang cukup ternama. Tak ingin berada di sana seorang diri, Adhitama meminta Andre datang menemaninya. Tiga puluh menit berselang, sekretaris yang sangat patuh pada Adhitama itu datang tergopoh
Beberapa jam yang lalu di kantornya, Risha merasa gelisah. Dia mencoba meredam debaran di dadanya dengan meremas jemari. Pagi itu Risha akan melakukan live untuk menjual produk My Lily sendiri seperti janjinya. Namun, Risha grogi, tangannya berkeringat dingin sampai staffnya harus menenangkan dan memberinya semangat. Risha mengucapkan terima kasih, merasa tak seharusnya bersikap berlebihan saat mengingat pesan dari Haris beberapa saat yang lalu. “Jika ingin melepas masa lalu, kamu harus benar-benar melupakan masa lalu itu dan menapaki masa depan tanpa beban.” Risha menelan ludah susah payah, dia meminta segelas air dari staffnya, sebelum benar-benar duduk di depan kamera dan menyapa para pengguna produk My Lily, yang selama dua tahun ini sudah setia pada brandnya. Sementara itu di perusahaan, Andre tampak duduk di belakang meja kerjanya. Dia sudah mengirimkan pesan ke Adhitama tapi belum ada balasan. Andre yang penasaran dengan pemilik My Lily sengaja menunda pekerjaannya
Andre merasa bulu kuduknya berdiri, dia mengusap lengannya berkali-kali karena hari sudah menjelang malam, tapi Adhitama malah mengajaknya pergi ke makam. Andre menoleh ke kanan dan kiri, tempat itu sudah mulai gelap karena minimnya pencahayaan. “Apa Pak Tama tidak takut hantu?” Andre menggerutu karena Adhitama tidak ingat waktu sama sekali. “Pak, kenapa Anda pergi ke sini menjelang malam. Apa tidak bisa besok saja?” Andre yang mulai panik mendekat untuk bertanya pada Adhitama, tapi atasannya itu tidak menjawabnya. Andre terpaksa menemani Adhitama yang pergi ke makam Risha saat menjelang petang. Dia sudah ketakutan jika ada apa-apa, tapi Adhitama masih terlihat tenang berdiri di samping makam sambil menatap pusara Risha. Adhitama diam memandang pusara dengan nama Risha di atasnya. Seperti biasa, dia hanya diam memandangi hingga Andre takut dan cemas. Andre mendekat ke Adhitama untuk mengajak bosnya itu pergi karena langit semakin gelap. “Pak, ini sudah menjelang malam,
Adhitama tak langsung bergerak membantu Sevia saat wanita itu terlihat sangat kesakitan. Hingga Sevia tiba-tiba jatuh. Adhitama meraih tubuh Sevia lalu menepuk pipi wanita itu. Adhitama kembali takut karena merasa Sevia seperti ini karena dirinya. Adhitama terpaksa keluar sambil membopong tubuh Sevia lalu membawanya masuk ke mobil, dia tak peduli dengan bidikan kamera wartawan yang penjaga rumahnya sebutkan berada di luar tadi. Adhitama buru-buru melesatkan mobil menuju rumah sakit, dia tak takut meski yakin setelah ini pasti akan muncul berita tentang hubungannya dan Sevia. Esok paginya seperti apa yang sudah Adhitama duga, gosip hubungannya dan Sevia mencuat ke media, tapi tak hanya itu, kini orang-orang mempertanyakan di mana keberadaan istri Adhitama karena kematian Risha hanya diketahui oleh sedikit orang saja. Adhitama melihat berita yang beredar setelah Andre memberi tahu, dia meletakkan tablet Andre ke meja lalu berkata dia tidak akan peduli dengan gosip murahan se
Sementara Adhitama masih tak peduli dengan gosip yang beredar tentang dirinya dan Sevia, di ruangan kerja Rico yang ada di Mahesa Grup, pria itu saat ini sedang berkumpul bersama adik dan ibunya membahas masalah warisan kakek Roi.Rico mengeluh akan posisinya sekarang ke Arin dan Rara. “Sampai kapan aku harus duduk di posisi manager? Kenapa aku belum juga dipromosikan untuk naik jabatan jadi direktur?” Rico menunjukkan ekspresi wajah kesal. Arin menatap Rico yang kesal, kemudian membalas, “Bersabarlah, kamu seharusnya paham betul, kita ini tidak punya hubungan darah dengan Kakek Roi, kamu bisa berada di posisi ini saja sudah beruntung.” Rico semakin kesal mendengar jawaban Arin, bahkan sampai mendengkus kasar serta memalingkan muka. “Masih mending kita tidak diminta pindah dari rumah Kakek Roi,” timpal Rara. “Kita juga masih diberi jatah bulanan meskipun bukan cucunya. Harusnya kamu juga lebih pintar lagi mengambil hati Kakek Roi, karena tidak menutup kemungkinan kamu bisa dapat
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny
Di sisi lain, Risha dan Adhitama pergi mengantar Lily ke sekolah. Risha menoleh Lily yang duduk di bangku belakang, sedikit ragu untuk bicara. “Nanti Bunda sama Papa tidak bisa jemput Lily, jadi Kakek Roshadi yang jemput, ya.” Risha berpesan lebih dulu agar Lily tidak bingung. “Iya,” balas Lily tanpa bertanya Risha mau ke mana. Risha mengusap lembut rambut Lily lalu mencium kening anak itu. Setelahnya dia melambai pada Lily yang sedang masuk ke gedung sekolah. Risha dan Adhitama meninggalkan sekolah Lily, mereka pergi ke rumah sakit sesuai dengan jadwal yang diberikan dokter. Risha sudah mendapat kamar karena mendaftar lebih dulu sebelumnya. “Mas Tama kalau mau pulang tidak apa-apa, misal mau kerja atau apa. Aku tidak apa-apa di sini sendirian,” ucap Risha setelah berada di kamar inap. “Tidak, aku mau di sini menemanimu,” balas Adhitama. “Tindakannya masih nanti sore, jadi semisal Mas Tama ingin mengurus pekerjaan dulu juga tidak apa-apa,” ucap Risha lagi. “Tadi pag
Pagi itu Alma datang ke perusahaan untuk mengemasi barang-barangnya. Dia melihat beberapa rekan kerjanya masih seperti kemarin, menatapnya sinis, tapi Alma tidak peduli.Alma bergegas menuju ruang kerjanya, fokus membereskan barang-barang. Saat dia masih memasukkan barangnya ke kardus, Haris tampak datang dan langsung membantunya.“Biar aku saja,” kata Alma sambil meraih barangnya dari tangan Haris.“Tidak apa-apa,” balas Haris. Pria itu tersenyum dan bersikeras tetap ingin membantu.Alma tidak bisa mengelak, akhirnya dia membiarkan Haris membantu mengemas barang-barang miliknya.Saat sedang membereskan barang, ponsel di meja Alma berdering. Alma agak tak enak hati saat melihat nama Andre terpampang di sana.“Jawab saja,” kata Haris saat melihat Alma seperti berpikir.Alma mengangguk lalu menjawab panggilan dari Andre.“Halo," sapa Alma.“Aku diberitahu kalau kamu diminta datang ke ruang HRD,” kata Andre dari seberang panggilan."Oh iya, terima kasih sudah memberitahuku,” balas Alma,