Sore hari Risha menjemput Lily di sekolah seperti biasa. Risha langsung memeluk Lily saat anak itu keluar dengan wajah ceria. Risha pulang bersama Lily dan sepanjang perjalanan anak itu tak henti menceritakan kegiatannya di sekolah. "Lily senang?" tanya Risha. Dia setiap hari harus tahu bagaimana perasaan Lily. "Senang," balas anak itu sambil menatap ke depan. "Kalau misal ga masuk sekolah Lily sedih donk," kata Risha. Dia melirik putri kecilnya itu sambil memulas senyum penuh arti. "Iya, sedih ga ketemu temen-temen." Lily menjawab dan menunjukkan ekspresi sedih tapi lucu di wajahnya. Risha mengusap lembut rambut putrinya itu, dia merasa tak sabar menunggu reaksi Lily kemudian berkata," Padahal Bunda ingin mengizinkan Lily untuk tidak masuk sekolah tiga hari. Bunda ingin membawa Lily ke Jakarta bertemu Paman Haris." "Hah .... apa Bunda?" Risha tertawa lebar melihat wajah Lily yang antusias sekaligus kebingungan. Kini Risha harus sabar karena Lily memberondongnya denga
Haris tersenyum miring mendengar omongan Adhitama, hingga akhirnya memilih menjawab," Silahkan lakukan apa yang mau kamu lakukan." Haris pergi setelah mengatakan itu, sedangkan Adhitama tahu betul alasan dari sikap Haris yang sangat sinis kepadanya ini. Adhitama kembali ke ruang kerjanya, dia baru saja duduk saat Andre menyusul masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu. “Pak, Anda benar tidak mau melihat pemilik My Lily? Lihat dia viral lagi Pak, banyak orang yang membuat video tentang live-nya kemarin.” Adhitama membuang napas kasar lantas menatap dingin Andre. Andre yang tadi bicara sambil menunjukkan layar ponselnya ke Adhitama langsung menurunkan ponsel itu. “Keluar dari ruanganku, pulang saja kalau kamu mau pulang,” ketus Adhitama. Andre membungkuk lalu memutar tumit pergi dari ruangan Adhitama, dia menatap kembali video yang sedang dia tonton kemudian bergumam,” Apa mungkin Bu Risha punya kembaran?” Adhitama mendengar sekilas ucapan Andre dan merasa penasaran, dia mencoba me
Kala itu Kakek Roi meminta bertemu Haris di suatu tempat yang sudah disiapkan oleh pria tua itu. Haris tentu tak bisa menolak, karena kakek Roi baginya sangat baik juga seperti orang tua baginya. “Ris, katakan padaku apa Risha benar-benar sudah meninggal? Aku akan mati kalau sampai benar jika Risha bunuh diri, bagaimana aku bertanggungjawab ke orang tua dan kakeknya kelak di akhirat?” Kakek Roi bicara dan kembali meneteskan air mata. Saat itu Haris tidak tega mendengar ucapan dan melihat kondisi Kakek Roi yang sangat putus asa. Hingga dia akhirnya menjelaskan kalau Risha masih hidup dan semua yang dilakukannya atas permintaan Risha. Dia hanya tak ingin Risha juga menyesal jika tahu kalau Kakek Roi mati karena memikirkan Risha. “Aku mohon Kakek jangan mengacaukan semuanya karena ini permintaan Risha. Jika Kakek peduli dan sayang dengan Risha, seharusnya Kakek bisa menjaga rahasia ini,” ucap Haris saat itu. “Aku akan berjanji merahasiakan ini. Asal kamu berjanji untuk selalu m
Risha memandang Lily yang bingung, dia lantas menjelaskan kalau Haris akan terlambat datang menjemput karena sakit perut. "Kasihan Paman Haris," cicit Lily yang wajahnya berubah murung. Risha mengangkat dagu lalu mengusap pipi Lily yang sedang menunduk, dia menjelaskan bahwa Haris tetap akan datang menjemput Lily nanti. "Sekarang Lily ikut Bunda dulu ke acara Bunda ya, jangan sedih!" Lily mengangguk menerima bujukan Risha. Mereka lantas kembali bersiap sebelum akhirnya turun menuju ballroom, di mana acara peringatan 10 tahun terbentuknya komunitas pengusaha muda itu digelar. Tamu undangan mulai berdatangan, sedangkan Risha sudah tampak duduk di kursi, dia terlihat berbicara dengan dua orang tamu undangan lain, sesekali Risha menoleh ke belakang memastikan Lily yang tak bisa duduk diam sedang bermain. Ada keresahan di tatapan mata Risha. Hingga saat Risha sedikit lengah, Lily keluar dari ruangan tanpa pengawasannya. Lily berjalan sambil melihat-lihat benda-benda yang
Risha masih menatap Adhitama, hingga tak menyangka pria itu menoleh dan tatapan mata mereka bertemu. Risha tertegun, tanpa bisa dia tahan matanya tiba-tiba berkaca-kaca. Risha memalingkan muka, menatap MC dan melanjutkan perbincangan mereka kembali. Hingga beberapa menit berlalu, acara itu akhirnya selesai dan ditutup dengan ramah tamah, para tama undangan saling mengobrol sambil menikmati makanan yang sudah tersedia. Adhitama sendiri masih terus mengamati Risha, dia melihat Risha berbicara dengan Lily lalu menggandeng anak itu keluar dari ballroom. Adhitama berjalan mengikuti Risha, mengabaikan Andre yang memanggil namanya. Adhitama mempercepat langkah, dia hendak memanggil nama Risha tapi lebih dulu dikejutkan dengan kedatangan Haris yang langsung disambut Lily dengan pelukan. Adhitama tertegun, melihat saja Risha dan Lily pergi bersama Haris tanpa bisa melakukan apa-apa. Sementara itu, Haris memarkirkan mobilnya tepat di depan lobi lalu membukakan pintu untuk Risha. “Apa Pam
Haris tak bisa merespon lagi kalimat Risha, tak ingin ikut campur terlalu jauh terhadap perasaan adik angkatnya itu. Hingga Haris lebih memilih berjongkok untuk bicara ke Lily.“Besok Paman jemput Lily pagi-pagi, kita pergi ke kebun binatang,” kata Haris.“Hore! Asyik, makasih Paman.” Lily melingkarkan tangan ke leher Haris, setelah melepasnya gadis kecil itu bertanya,”tapi, apa Paman sudah sembuh?”Haris tak bisa menahan rasa bahagia diperhatikan oleh Lily, dia memeluk anak itu lagi dan menepuk lembut punggung Lily.“Sudah, Lily tidak perlu mencemaskan Paman,” kata Haris.Lily mengangguk lalu tersenyum, dia meraih tangan Risha untuk mengajak sang bunda masuk ke hotel.Haris masih bertahan di posisinya, berharap Risha akan mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan dengan Adhitama segera.**Sementara itu, setelah dari acara peringatan komunitasnya Adhitama memilih pergi ke makam yang sejak empat tahun lalu dia anggap sebagai makan Risha.Adhitama mengepalkan dua tangan di sisi bad
Seperti janjinya kemarin, Haris pergi mengajak Lily dan Risha ke kebun binatang.Lily terlihat sangat antusias karena bisa melihat kanguru di kebun Binatang itu.“Apa di dalam juga ada harimau?” tanya Lily yang sangat senang. Dia menggandeng tangan Haris dan Risha bersamaan.“Ada,” jawab Haris sambil menoleh Lily yang berada di antara dirinya dan Risha.“Kalau beruang kutub?” tanya Lily lagi dengan serba keingintahuannya.Haris dan Risha tertawa mendengar pertanyaan Lily yang penuh dengan rasa ingin tahu.“Di sini tidak ada beruang kutub,” jawab Risha.Lily agak kecewa karena di sana tidak ada beruang kutub, hingga Haris yang menyadari kekecewaan Lily menggendong anak itu agar senang.“Lihat yang lain, ya. Bagaimana kalau musang? Musang lucu, kan?” Haris memberi tawaran lain.Lily mengangguk senang lalu Haris mengajak Lily dan Risha pergi ke tempat musang berada.Lily sangat senang apalagi Haris sangat perhatian kepadanya. Bahkan pengunjung yang melihat bagaimana Haris menggendong dan
Risha menoleh ketika mendengar suara Adhitama. Melihat pria itu tiba-tiba di sana membuat Risha terkejut. “Jangan kurang ajar dan jaga sikapmu!” Adhitama memperingatkan Jordan sambil menatap tajam ke pria itu. Risha masih termangu karena terkejut dengan kedatangan Adhitama, hingga tiba-tiba Adhitama meraih tangannya dan mengajak Risha pergi dari sana. Adhitama membawa Risha keluar dari resto hotel. Hingga saat sudah agak jauh, Risha melepas paksa tangan Adhitama. “Kita tidak boleh bergandengan seperti ini.” Risha membuat jarak dengan Adhitama agar tidak terlalu dekat dengan pria itu. Adhitama agak terkejut dengan sikap Risha, padahal dia berusaha menolong Risha dari cecaran para pria yang berbuat tak sopan ke Risha. Adhitama diam dengan ekspresi wajah frustasi lalu berkata, “Kita belum bercerai dan kamu hutang penjelasan padaku." Risha mengerutkan dahi mendengar perkataan Adhitama. “Hutang? Aku tidak pernah merasa punya hutang ke kamu, dan tidak ada yang perlu aku jela
Risha dan Adhitama berjalan beriringan masuk ke sekolah Lily pagi itu. Mereka terlihat beberapa kali berhenti untuk berbicara dengan orangtua teman Lily yang juga datang ke sekolah.Hari itu acara kelulusan murid digelar, Risha sudah tidak sabar melihat bagaimana penampilan putri kecilnya di atas pentas.Risha duduk sambil harap-harap cemas menunggu acara dimulai.“Dia tidak akan membuat kesalahan ‘kan?” tanya Risha sambil meremas tangan. Padahal Lily yang akan tampil, tapi dia yang grogi.Adhitama yang melihat Risha beberapa kali menggigit bibir bawah hanya tersenyum, dia meraih tangan sang istri yang ada di atas paha lalu menggenggamnya erat.“Dingin sekali, kenapa kamu yang gugup begini?” tanya Adhitama.“Aku hanya khawatir. Lihat saja banyak orang begini, bagaimana kalau dia takut hingga membuat kesalahan. Dia pasti sedih dan bisa kehilangan rasa percaya diri, ini penampilan pertamanya di depan banyak orang,” jawab Risha.“Kamu harus yakin ke Lily, dia pasti bisa. Calon penerus Ma
Sore itu, Andre duduk di meja kerjanya sambil menatap layar laptop. Pekerjaan hari itu hampir selesai, tetapi ada satu hal lagi yang harus dia urus sebelum meminta izin pulang ke Adhitama.Andre melihat jam di tangannya, sudah hampir pukul lima sore. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum berdiri dan melangkah ke ruangan Adhitama.“Pak, apa saya bisa bicara sebentar?” kata Andre, mencoba terdengar tenang meskipun ada sedikit kegugupan di suaranya.Adhitama yang masih berkutat dengan layar laptop menjawab, “Tentu. Ada apa?”“Saya mau minta izin, Pak. Lusa rencananya saya ingin mengambil cuti untuk jalan-jalan sebentar. Sudah lama saya tidak liburan."Adhitama sedikit terkejut mendengar permintaan Andre. Dia menghentikan pekerjaannya sejenak lalu memandang sekretarisnya itu. “Jalan-jalan? Ke mana? Memang kamu sudah punya pacar?” goda Adhitama.Andre tertawa kecil mendengar pertanyaan sang atasan. Pemuda itu sedikit berkilah dengan menjawab, “Memang pergi jalan-jalan harus bersama pacar
Seminggu kemudian Alma dan Haris mengadakan syukuran atas kelahiran anak mereka.Syukuran di rumah mereka berjalan meriah. Tamu-tamu yang datang silih berganti, membawa suasana hangat penuh canda tawa.Alma, yang baru saja melahirkan putra pertamanya, tampak bahagia menyambut satu per satu tamu yang hadir.Andre melangkah masuk dengan senyum kecil di wajah. Berbaur dengan tamu-tamu lain yang sebagian besar dia kenal. Namun, saat melihat sosok gadis yang tengah mengobrol di sudut lain ruangan, Andre segera berjalan mendekatinya. Ia sudan lama tak bertemu dengan Mahira, tapi dia sebenarnya sudah menduga pasti akan bertemu dengan Mahira di rumah Alma."Andre! Lama nggak ketemu. Apa kabar?" tanya Mahira sambil tersenyum lebar.Andre mengangguk kecil. "Baik. Kamu gimana?""Aku? Baik juga. Ngomong-ngomong, kabar mamamu gimana? Sehat kan?""Sehat kok," jawab Andre.Mereka terlihat canggung, Mahira bahkan ingin menjauh tapi entah kenapa ada perasaan yang membuatnya ingin terus mengobrol denga
Risha baru saja keluar dari kamar Lily malam itu. Dia berjalan pelan sambil memandang pintu ruang kerja Adhitama. Risha ragu mungkinkah Adhitama masih berada di sana atau sudah kembali ke kamar mereka. Risha mengedikkan bahu, memilih mempercepat langkah menuju kamar tidur. Baru saja menutup pintu, Adhitama membuat Risha terkejut karena sudah berada di dalam. “Astaga Mas Tama!” pekik Risha setelah sebelumnya berjengket karena kaget. “Kamu itu kenapa?” Adhitama terkekeh kecil lalu menekuk tangan di depan dada. “Aku pikir Mas masih di ruang kerja,” balas Risha sambil naik ke atas ranjang lalu duduk di samping Adhitama. “Apa ada masalah lagi di Mahesa?” tanyanya penuh perhatian. “Tidak ada, hanya mengecek dan memastikan sesuatu.” Adhitama membalas sambil melingkarkan tangan melewati punggung Risha, memberi isyarat kalau dia ingin memeluk istrinya itu. “Bagaimana Pembangunan kantor dan pabrik barumu? Bukankah seharusnya bulan depan pabrik sudah bisa mulai beroperasi?” tanya Adhitama
“Sudah sayang, kamu sudah cantik!”Ucapan Adhitama membuat Risha menoleh dan tersenyum. Adhitama berjalan mendekat pada Risha yang masih mematut diri di depan cermin, memeluk pinggang lalu mencium pundak istrinya itu.“Lily sudah siap?” tanya Risha sambil memandang Adhitama dari pantulan kaca di hadapannya.“Sudah, dia senang sekali mendengar kita mau mengajaknya pergi belanja,” balas Adhitama. “Ternyata semua wanita sama, suka sekali dengan hal berbau materi,” imbuhnya.Risha tertawa lebar, dia memutar tubuh lalu memandang Adhitama yang semakin hari semakin terlihat menawan di matanya.“Jadi selama ini Mas Tama pikir aku ini matre? Begitu?” goda Risha.“Hm .. bagaimana aku menjawab? Yang pasti aku bahagia bisa memberimu segalanya.” Adhitama meraih pinggang Risha. Menarik tubuh wanita itu hingga menempel padanya.“Aku hanya butuh Mas cintai dan jadikan satu-satunya wanita di dalam hidup Mas Tama,” ujar Risha. Senyum tipis dan tatapan matanya yang penuh cinta melenakan Adhitama hingga
Andre sedang duduk di meja kerjanya, memeriksa laporan yang harus diserahkan ke Adhitama saat atasannya itu baru saja datang.Andre langsung berdiri dan menyapa dengan sopan. “Selamat pagi, Pak.”"Pagi, ikut ke ruanganku, ada yang mau aku bicarakan," ucap Adhitama seraya melangkah masuk.Andre mengangguk, dia berdiri dari kursinya kemudian menyusul Adhitama. Meskipun terdengar serius, tapi raut Adhitama tidak tampak mengintimidasi."Aku mendengar dari pengacara kalau masalah dengan ayahmu itu belum ada titik temu, bagaimana perkembangannya?” tanya Adhitama.Andre menarik napas dalam sebelum menjawab. “Sebenarnya semalam saya bertemu dengannya, yang bisa saya baca dia mulai terlihat khawatir. Mungkin karena saya bilang bekerja di Mahesa dan memiliki dukungan penuh dari perusahaan.”Adhitama tersenyum tipis. “Baguslah kalau begitu. Orang seperti Papamu itu biasanya hanya menggertak. Kalau ada yang kamu butuhkan, jangan ragu untuk bicara, aku pasti akan membantu,” ucapnya.“Terima kasih,
Di tengah hujan gerimis yang mengguyur kota, Mahira duduk di kursi penumpang mobil Andre sambil membuka jendela, membiarkan angin segar bercampur bau aspal basah masuk ke dalam mobil.Di tengah perjalanan menuju kos, tiba-tiba Mahira berkata, “Apa bisa berhenti sebentar di minimarket depan? Aku mau beli beberapa makanan buat stok di kos.”Andre mengangguk tanpa banyak bicara, lalu memutar setir ke arah minimarket yang Mahira maksud. Mobil itu melambat dan berhenti di depan minimarket yang terlihat ramai. Mahira keluar lebih dulu, lalu menoleh ke Andre yang masih duduk di kursi kemudi.“Yuk, ikut," ajaknya. Andre sebenarnya malas keluar mobil, tapi entah kenapa dia mengiyakan saja ajakan Mahira."Kamu kalau mau beli sesuatu boleh. Aku traktir, kamu pilih apa aja yang kamu mau.” Senyum Mahira mengembang. Pikirnya, Andre sudah banyak membantu jadi tidak ada salahnya mengeluarkan beberapa puluh ribu untuk membelikan pemuda itu sesuatu.Andre menghela napas sambil menggeleng. "Nggak usah.
Mahira duduk di ruang kecil kantor My Lily, matanya terus melirik jam dinding. Risha belum juga datang, dan dia sudah tidak sabar untuk meminta izin pada ibunda Lily itu.Meski terdengar keterlaluan, tapi Mahira berniat mengajukan diri agar diizinkan melakukan live penjualan sepanjang hari.Mahira masih menunggu dengan cemas, hingga Risha muncul dengan senyum maanis.“Pagi,” sapa Risha ke semua stafnya. Wanita itu berjalan ke ruang kerjanya dan disusul oleh Mahira.“Bu Risha, permisi. Apa saya boleh bicara?”Ucapan Mahira membuat Risha menghentikan langkah lalu menoleh.“Bicara apa?” tanya Risha dengan kening berkerut halus.“Begini Bu Risha. Saya mau meminta izin, boleh tidak hari ini saya mengambil alih live dari pagi sampai petang? Maksimal delapan jam.”Risha mengangkat alis, kaget dengan permintaan itu. “Kenapa tiba-tiba kamu ingin live selama itu?”Mahira menarik napas panjang, matanya sedikit berkaca-kaca. “Saya butuh uang, Bu. Papa saya … papa saya ditangkap polisi.”Risha ter
Lain di mulut lain di hati. Meski terlihat tak peduli, nyatanya Andre tidak benar-benar bisa mengabaikan Mahira. Malam itu, meskipun memaksakan diri untuk tidur, pikiran Andre tetap berkelana, memikirkan Mahira dan apa yang mungkin sedang terjadi.Pagi harinya, Andre bangun dengan perasaan yang masih sama. Namun, dia tetap berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaannya kepada siapapun, termasuk ibunya.Andre bangkit dari tempat tidur dengan mata berat. Ponselnya tergeletak di meja dengan layar hitam tanpa notifikasi baru. Dia memegangnya lagi, ragu sejenak sebelum mengetik pesan lain untuk Mahira.[Kalau kamu butuh bantuan, bilang aja.]Setelah mengirim pesan itu, Andre termenung, berharap balasannya kali ini datang.Namun, keheningan tetap mengisi ruang kamarnya. Andre mendesah berat, merasa bersalah tapi masih enggan mengakui."Apa aku harus ke sana langsung?" gumamnya. Pikiran tentang Mahira di kos seorang diri terus menghantui Andre.***Matahari baru saja muncul, memancarkan sin