Hari itu, setelah Risha menenangkan diri setelah ditenangkan Haris, Risha mendapati bercak darah di pakaian dalamnya saat baru masuk kamar mandi. Tubuhnya bergetar terkejut dan juga ketakutan. Risha berteriak memangil pembantu rumah Haris untuk menemaninya. Risha tidak mampu menahan tangisannya.“Ada apa, Non?” tanya pembantu yang panik saat masuk kamar mandi dan melihat Risha menangis.Risha memperlihatkan bercak di pakaian dalamnya, tentu saja hal itu membuat pembantu Haris terkejut.Pembantu lalu pergi mencari Haris dan menyampaikan apa yang terjadi.“Itu, Tuan. Non Risha ngeluarin darah,” kata pembantu dengan ekspresi wajah panik.“Apa?” Haris sangat terkejut.Haris pergi ke kamar Risha. Dia lalu buru-buru menggendong Risha keluar dari kamar menuju mobil. Haris segera membawa Risha ke rumah sakit agar segera mendapat penanganan.Di rumah sakit. Dokter langsung melakukan USG untuk melihat kondisi janin Risha. Risha sudah menangis sambil merintih menahan sakit di perutnya karena me
Beberapa menit lalu.Haris menemui Adhitama di ruang tamu setelah ia memastikan Risha masuk kamarnya.Meski sudah dipersilakan duduk oleh pembantu, tapi ternyata Adhitama masih berdiri. “Di mana Risha?” Adhitama langsung bertanya tanpa basa-basi saat melihat Haris datang. “Bukankah sudah jelas yang aku katakan? Kenapa kamu masih saja bertanya?” Haris merasa geram, Adhitama memang suka seenaknya sendiri. “Aku mau melihat kamar Risha yang ada di rumah ini. Aku mau mencari petunjuk di sana karena aku yakin kalau istriku belum mati!” kata Adhitama.Haris tersenyum mencibir mendengar kalimat Adhitama.‘Apa dia bilang tadi? Istri?’ “Sudah dua tahun Risha tidak datang ke sini, jadi apa yang mau kamu lihat? Petunjuk apa? Kenapa kamu menyangkal kenyataan kalau Risha sudah tidak ada? Sekarang kamu menyesal? Atau hanya ingin memastikan kebenaran agar bisa menikahi wanita itu dengan mudah tanpa ada halangan nantinya?!” Haris bicara secara bertubi sambil menatap tak senang ke Adhitama. Adhit
Malam itu, Adhitama tidak bisa tidur dengan nyenyak, dan itu membuatnya terbangun pagi-pagi sekali. Setelah membersihkan diri, Adhitama menatap kasurnya. Biasanya di sana ada kemeja yang sudah disiapkan Risha, namun hari ini kasur itu kosong. Adhitama tidak sadar di bawah matanya berair. Pria itu mulai berpakaian dan pergi ke ruang makan untuk sarapan. Saat sedang sarapan, salah satu pelayan rumah Adhitama terlihat menampilkan wajah sedih. Pelayan rumah itu mendekat, lalu dengan perlahan bicara. “Maaf sebelumnya, Tuan. Maaf kalau saya lancang menanyakan hal ini, tapi apa benar kalau Nyonya sudah meninggal?” Adhitama diam mendengar pertanyaan salah satu pelayan rumahnya. Dia hanya menatap hingga membuat pelayan rumah itu langsung menundukkan kepala. “Maaf, Tuan.” “Risha masih hidup. Selama aku belum melihat makamnya, maka bagiku Risha masih hidup,” balas Adhitama dingin. Adhitama berdiri setelah mengatakan itu. Dia meninggalkan meja makan dengan wajah menggelap. Namun, baru sa
Adhitama masih duduk di ruang kerjanya meski hari sudah malam. Beberapa kali Adhitama berusaha mempelajari sistem marketing produk ‘My Lily’. Dia masih terus membaca secara teliti hingga tiba-tiba gerakan tangannya terhenti. Di bawah temaram lampu ruang kerja, tiba-tiba saja Adhitama mengingat Risha. Dia menghela napas kasar lalu menyandarkan punggung ke kursi. Ini sudah empat tahun berlalu, tapi Adhitama masih tidak bisa melupakan Risha. Bahkan dia masih tak percaya jika Risha pergi begitu saja dari hidupnya untuk selamanya. Selama empat tahun ini, Adhitama juga selalu datang ke makam Risha sambil membawakan bunga. Adhitama menghela napas lelah setelah mengingat Risha, lalu kembali fokus bekerja karena ancaman Kakek Roi akan jadi kenyataan jika dia tidak bisa membuktikan bisa mengelola perusahaan dengan baik. Awalnya Kakek Roi tidak setuju jika Sevia yang menjadi model untuk produk skincare Mahesa Group, tetapi Adhitama meminta kesempatan untuk menjadikan Sevia model, se
Sementara itu esok paginya di area kedatangan domestik sebuah bandara, terlihat gadis kecil sedang duduk di kursi tunggu sambil mengayunkan kedua kaki bergantian ke depan dan belakang.Pandangan matanya tertuju ke pintu kedatangan yang beberapa menit lalu bundanya tunjuk.Gadis sudah duduk lama menunggu, sampai bibirnya cemberut, lalu menoleh ke bundanya yang berada tak jauh darinya berdiri memunggungi sambil menerima telepon.“Kenapa lama sekali?” Gadis kecil itu menggerutu lalu kembali mengerucutkan bibir.Hingga tak lama kemudian matanya tertuju ke satu arah, senyumnya mengembang lalu dia melompat dari kursi.“Paman Haris!” Gadis kecil itu berteriak memanggil sambil melambaikan tangan ke arah pria yang baru saja keluar dari pintu kedatangan.Haris melambai lalu tatapannya tertuju ke bunda gadis kecil yang saat ini berlari ke arahnya itu.Risha menoleh mendengar gadis kecil tadi berteriak memanggil nama Haris. Dia lalu mematikan ponsel, menoleh bangku dan ternyata gadis kecil itu s
Saat malam hari, Risha berada di kamar Lily untuk menemani anak itu sambil membacakan buku cerita. Risha sudah biasa melakukannya setiap malam sampai Lily tidur.Risha masih membaca buku cerita kesukaan Lily, hingga akhirnya putri kecilnya itu tidur dengan pulas. Risha turun dari ranjang, lalu menyelimuti kaki Lily dan tak lupa mencium kening Lily dengan penuh kasih sayang.Saat baru saja menyelimuti Lily, ponsel Risha berdering, dia buru-buru menjauh agar bunyinya tak sampai mengganggu Lily. Ternyata anak buah Risha menghubungi untuk memberitahukan sebuah kabar baik.'Bu, para pembeli sangat antusias memborong produk kita karena ingin melihat Bu Risha menampakkan diri di live. Sepertinya mereka sangat penasaran, sampai-sampai rela memborong agar Bu Risha mau menunjukkan wajah.'Risha malah terkejut mendengar ucapan anak buahnya itu. Dia agak takut karena sebenarnya tak berniat melakukannya, dia hanya iseng memberi syarat yang baginya tak mungkin bisa tercapai, tapi siapa sangka jika
Siang itu Adhitama berada di ruang kerjanya. Diam-diam tanpa sepengetahuan staff atau direksi lain, dia meminta Andre untuk menayangkan video live My Lily saat menjual produk. “Cara penjualannya sangat bagus untuk menarik customer. Kita seharusnya mengadaptasi cara seperti ini untuk menjual produk Mahesa,” ucap Andre saat melihat live itu. “Dalam satu hari, berapa jam mereka melakukan live?” tanya Adhitama masih sambil mengamati. “Dua puluh empat jam,” jawab Andre. Adhitama sangat terkejut mendengar jawaban Andre, dia menoleh dengan tatapan heran. “Apa mereka sudah gila? Apa ada orang yang mau membeli di jam satu malam?” Adhitama benar-benar tak habis pikir ada orang yang berjualan sampai 24 jam. Andre tidak menjawab, mencoba berpikir beberapa saat sebelum akhirnya Adhitama mengingat sesuatu dan berkata padanya. “Tunggu! Bagaimana bisa aku lupa soal ini? Aku pernah membaca sebuah jurnal kalau kebanyakan orang bersikap impulsive di malam hari," kata Adhitama. "Jadi ma
Adhitama bergeming, dia hanya memandang Sevia yang masih berdiri di depan meja kerjanya.“Lebih baik kamu pergi dan jangan sering menemuiku di ruang kerja seperti ini,” ucap Adhitama datar pada Sevia.Adhitama mengalihkan tatapan pada ponselnya kembali, dia hanya melirik saat Sevia meletakkan secara kasar produk My Lily yang tadi dia pegang.“Sampai kapan aku harus bersabar? Aku sudah bersabar sangat lama tapi Mas Adhitama seperti tidak peduli!” Sevia mulai menunjukkan amarah.Adhitama tetap tidak bereaksi.Ia tidak peduli jika Sevia mengamuk.Empat tahun ini Adhitama sudah memberikan semua yang Sevia minta, kecuali menjadikan wanita itu istrinya.“Aku akan membocorkan soal hubungan kita ke orang-orang kalau Mas terus memperlakukanku seperti ini!” ancam Sevia.Adhitama menatap ponsel yang menggelap di hadapannya dan berkata, "Jika tidak ada yang ingin kamu bicarakan lagi. Kamu bisa keluar."Adhitama tidak perlu memikirkan ancaman Sevia. Sevia tidak memiliki bukti, lagipula mereka juga
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny
Di sisi lain, Risha dan Adhitama pergi mengantar Lily ke sekolah. Risha menoleh Lily yang duduk di bangku belakang, sedikit ragu untuk bicara. “Nanti Bunda sama Papa tidak bisa jemput Lily, jadi Kakek Roshadi yang jemput, ya.” Risha berpesan lebih dulu agar Lily tidak bingung. “Iya,” balas Lily tanpa bertanya Risha mau ke mana. Risha mengusap lembut rambut Lily lalu mencium kening anak itu. Setelahnya dia melambai pada Lily yang sedang masuk ke gedung sekolah. Risha dan Adhitama meninggalkan sekolah Lily, mereka pergi ke rumah sakit sesuai dengan jadwal yang diberikan dokter. Risha sudah mendapat kamar karena mendaftar lebih dulu sebelumnya. “Mas Tama kalau mau pulang tidak apa-apa, misal mau kerja atau apa. Aku tidak apa-apa di sini sendirian,” ucap Risha setelah berada di kamar inap. “Tidak, aku mau di sini menemanimu,” balas Adhitama. “Tindakannya masih nanti sore, jadi semisal Mas Tama ingin mengurus pekerjaan dulu juga tidak apa-apa,” ucap Risha lagi. “Tadi pag
Pagi itu Alma datang ke perusahaan untuk mengemasi barang-barangnya. Dia melihat beberapa rekan kerjanya masih seperti kemarin, menatapnya sinis, tapi Alma tidak peduli.Alma bergegas menuju ruang kerjanya, fokus membereskan barang-barang. Saat dia masih memasukkan barangnya ke kardus, Haris tampak datang dan langsung membantunya.“Biar aku saja,” kata Alma sambil meraih barangnya dari tangan Haris.“Tidak apa-apa,” balas Haris. Pria itu tersenyum dan bersikeras tetap ingin membantu.Alma tidak bisa mengelak, akhirnya dia membiarkan Haris membantu mengemas barang-barang miliknya.Saat sedang membereskan barang, ponsel di meja Alma berdering. Alma agak tak enak hati saat melihat nama Andre terpampang di sana.“Jawab saja,” kata Haris saat melihat Alma seperti berpikir.Alma mengangguk lalu menjawab panggilan dari Andre.“Halo," sapa Alma.“Aku diberitahu kalau kamu diminta datang ke ruang HRD,” kata Andre dari seberang panggilan."Oh iya, terima kasih sudah memberitahuku,” balas Alma,
Siang itu Audrey menjemput Lily di sekolah seperti biasa. Audrey memandang pada Lily yang baru saja masuk mobil. “Sudah,” kata Lily setelah memasang seatbelt. Anak itu tersenyum ke Audrey lalu duduk anteng di kursinya. Audrey mengangguk lalu mengemudikan mobil meninggalkan area sekolah. Dia menoleh pada Lily yang duduk di sampingnya dengan tenang. Audrey mengerutkan kening, tak biasanya Lily diam seperti ini, biasanya anak itu banyak bicara menceritakan apa yang dia lalui di sekolah hari ini. Audrey menepis pikirannya, untuk apa dia peduli pada perasaan anak kecil. “Lily." Audrey akhirnya mulai bicara. “Iya," balas Lily sambil menoleh ke samping. Sejenak wajah polos Lily membuat Audrey berpikir untuk mengurungkan niatnya. “Aku akan pergi dan tidak akan bisa menjadi pengawalmu lagi,” kata Audrey berterus terang. Lily sangat terkejut. Anak itu mengerutkan kening karena bingung. “Kenapa?” tanya Lily, “apa Lily nakal?” “Tidak, aku memang harus pergi,” ujar Audrey tan
Saat malam hari, mereka mengadakan acara barbeque-an di depan villa. Lily asik bermain bersama Audrey. Mereka berjongkok sambil melihat sesuatu di tanah, entah apa yang sedang diamati Lily. Adhitama hanya bisa memandang dan mengamati Lily yang sedang main bersama Audrey. Dia dan yang lain berada di satu meja. “Kapan Kak Haris akan menikahi Alma?” tanya Risha sambil memandang Haris dan Alma bergantian. “Secepatnya,” jawab Haris, “aku juga akan mengajak Alma pindah ke rumah, tapi bagaimana? Itu masih rumah orang tuamu,” imbuh Haris. “Ya, pakai saja. Asal Kakak tidak menjualnya, tidak masalah bautku jika terus kakak tempati, atau ambil saja aku bisa minta rumah ke Mas Tama," balas Risha dengan nada candaan. Haris dan yang lain tertawa. “Sepertinya Lily sangat dekat dengan Audrey,” kata Haris sambil mengamati Lily yang kini sedang berlarian di sekitar pohon besar yang terdapat di depan villa. “Ya, mungkin karena Lily menganggap Audrey sebagai kakak. Umur mereka selisih sekitar li