“Apa kamu berniat melarikan diri dariku?”Alma menggeleng menjawab pertanyaan Haris, tapi pria di depannya ini ternyata tidak bisa percaya begitu saja.“Apa kamu mau memisahkan anak dari ayah kandungnya?”“Apa, Pak?” Alma syok bukan kepalang. Matanya mengerjap beberapa saat mencoba menyadarkan dirinya.Alma senang mendengar ucapan Haris. Namun, dia mencoba menyembunyikan perasaan itu.“Kenapa kamu seolah tidak ingin aku bertanggung jawab. Bayi yang ada di perutmu itu anakku, kenapa kamu tega sekali?” Haris bertanya sambil menunjuk bagian perut Alma.Alma masih tak bisa membalas ucapan Hari, dia hanya mematung memandang wajah pria itu.‘Kenapa dia sangat tampan?’Alma dan Haris masih saling diam berhadap-hadapan di depan villa saat Risha keluar membawa sebotol air. Risha gemas melihat Haris dan Alma yang seperti masih ingin menutup-nutupi perasaan masing-masing.Risha mendekat lalu memberikan botol mineral pada Haris.“Katanya tadi haus,” kata Risha sambil menyodorkan botol itu.Haris
Adhitama mengajak Lily masuk rumah untuk menemui Haris. Namun, saat baru masuk, dia melihat Haris dan Alma sedang berciuman di ruang tengah di mana mini bar berada, meski tidak terlalu jelas, tapi gerakan siluet keduanya jelas menunjukkan kalau sedang melakukan itu. “Oh ya, tadi papa lupa mau lihat apa, ya. Ayo, ke sana lagi.” Adhitama menggiring Lily keluar rumah kembali. “Papa mau lihat apa?” tanya Lily bingung. “Em … tadi apa, ya.” Adhitama bingung memberi alasan. Risha yang menyusul jadi keheranan, kenapa Adhitama mengajak Lily keluar lagi. “Mas, kenapa keluar lagi?” tanya Risha. “Ini, masih mau jalan-jalan lagi,” jawab Adhitama. “Lily capek kalau jalan-jalan lagi, Papa,” rengek Lily. Adhitama langsung menggendong Lily, sampai membuat Risha keheranan. “Sebenarnya lihat apa, sih? Sampai-sampai sudah masuk rumah balik keluar lagi?” tanya Risha penasaran. Adhitama tidak menjawab. Dia menggendong Lily sambil mengajak Risha jalan. Mereka pergi melihat kebun teh dan b
Saat malam hari, mereka mengadakan acara barbeque-an di depan villa. Lily asik bermain bersama Audrey. Mereka berjongkok sambil melihat sesuatu di tanah, entah apa yang sedang diamati Lily. Adhitama hanya bisa memandang dan mengamati Lily yang sedang main bersama Audrey. Dia dan yang lain berada di satu meja. “Kapan Kak Haris akan menikahi Alma?” tanya Risha sambil memandang Haris dan Alma bergantian. “Secepatnya,” jawab Haris, “aku juga akan mengajak Alma pindah ke rumah, tapi bagaimana? Itu masih rumah orang tuamu,” imbuh Haris. “Ya, pakai saja. Asal Kakak tidak menjualnya, tidak masalah bautku jika terus kakak tempati, atau ambil saja aku bisa minta rumah ke Mas Tama," balas Risha dengan nada candaan. Haris dan yang lain tertawa. “Sepertinya Lily sangat dekat dengan Audrey,” kata Haris sambil mengamati Lily yang kini sedang berlarian di sekitar pohon besar yang terdapat di depan villa. “Ya, mungkin karena Lily menganggap Audrey sebagai kakak. Umur mereka selisih sekitar li
Siang itu Audrey menjemput Lily di sekolah seperti biasa. Audrey memandang pada Lily yang baru saja masuk mobil. “Sudah,” kata Lily setelah memasang seatbelt. Anak itu tersenyum ke Audrey lalu duduk anteng di kursinya. Audrey mengangguk lalu mengemudikan mobil meninggalkan area sekolah. Dia menoleh pada Lily yang duduk di sampingnya dengan tenang. Audrey mengerutkan kening, tak biasanya Lily diam seperti ini, biasanya anak itu banyak bicara menceritakan apa yang dia lalui di sekolah hari ini. Audrey menepis pikirannya, untuk apa dia peduli pada perasaan anak kecil. “Lily." Audrey akhirnya mulai bicara. “Iya," balas Lily sambil menoleh ke samping. Sejenak wajah polos Lily membuat Audrey berpikir untuk mengurungkan niatnya. “Aku akan pergi dan tidak akan bisa menjadi pengawalmu lagi,” kata Audrey berterus terang. Lily sangat terkejut. Anak itu mengerutkan kening karena bingung. “Kenapa?” tanya Lily, “apa Lily nakal?” “Tidak, aku memang harus pergi,” ujar Audrey tan
Pagi itu Alma datang ke perusahaan untuk mengemasi barang-barangnya. Dia melihat beberapa rekan kerjanya masih seperti kemarin, menatapnya sinis, tapi Alma tidak peduli.Alma bergegas menuju ruang kerjanya, fokus membereskan barang-barang. Saat dia masih memasukkan barangnya ke kardus, Haris tampak datang dan langsung membantunya.“Biar aku saja,” kata Alma sambil meraih barangnya dari tangan Haris.“Tidak apa-apa,” balas Haris. Pria itu tersenyum dan bersikeras tetap ingin membantu.Alma tidak bisa mengelak, akhirnya dia membiarkan Haris membantu mengemas barang-barang miliknya.Saat sedang membereskan barang, ponsel di meja Alma berdering. Alma agak tak enak hati saat melihat nama Andre terpampang di sana.“Jawab saja,” kata Haris saat melihat Alma seperti berpikir.Alma mengangguk lalu menjawab panggilan dari Andre.“Halo," sapa Alma.“Aku diberitahu kalau kamu diminta datang ke ruang HRD,” kata Andre dari seberang panggilan."Oh iya, terima kasih sudah memberitahuku,” balas Alma,
Di sisi lain, Risha dan Adhitama pergi mengantar Lily ke sekolah. Risha menoleh Lily yang duduk di bangku belakang, sedikit ragu untuk bicara. “Nanti Bunda sama Papa tidak bisa jemput Lily, jadi Kakek Roshadi yang jemput, ya.” Risha berpesan lebih dulu agar Lily tidak bingung. “Iya,” balas Lily tanpa bertanya Risha mau ke mana. Risha mengusap lembut rambut Lily lalu mencium kening anak itu. Setelahnya dia melambai pada Lily yang sedang masuk ke gedung sekolah. Risha dan Adhitama meninggalkan sekolah Lily, mereka pergi ke rumah sakit sesuai dengan jadwal yang diberikan dokter. Risha sudah mendapat kamar karena mendaftar lebih dulu sebelumnya. “Mas Tama kalau mau pulang tidak apa-apa, misal mau kerja atau apa. Aku tidak apa-apa di sini sendirian,” ucap Risha setelah berada di kamar inap. “Tidak, aku mau di sini menemanimu,” balas Adhitama. “Tindakannya masih nanti sore, jadi semisal Mas Tama ingin mengurus pekerjaan dulu juga tidak apa-apa,” ucap Risha lagi. “Tadi pag
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Haris tak punya pilihan selain pergi ke Mahesa. Setelah sarapan dia pamit ke Alma yang tampak masih saja mencemaskan kondisinya. Tanpa Haris tahu, Alma takut jika sampai Haris kenapa-napa. Dia khawatir dan berpikiran negatif pada Adhitama. 'Bagaimana kalau setelah sampai di sana tiba-tiba sudah ada polisi dan Haris ditangkap?' Sebaik-baiknya Adhitama yang dia tahu, tapi mengingat bagaimana sikap Risha tempo hari membuat Alma khawatir. "Kabari aku kalau sudah sampai Mahesa ya," ucap Alma. Dia berdiri di depan Haris yang tampak gagah seperti biasa. "Aku pasti akan mengabarimu, baik-baik di rumah dan jangan pergi ke mana-mana, aku akan menyelesaikan masalah secepatnya dan langsung pulang," kata Haris. Alma mengangguk, dia meminta Haris hati-hati sesaat sebelum pria itu naik ke taksi online yang sudah dipesan. Alma melambaikan tangan, dia berniat masuk ke dalam setelah taksi yang suaminya tumpangi pergi, akan tetapi tetangganya yang kebetulan melintas lebih dulu menyapa.
Meski curiga dengan kedatangan Rara dan sikap Haris setelahnya, tapi Alma masih bisa bersikap biasa. Seperti saat menjelang tidur malam ini, Alma yang baru saja memastikan semua pintu sudah tertutup mendekat ke lemari untuk mengambil selimut. Dia tersenyum pada Haris yang tampak bersandar pada kepala ranjang sambil menonton berita dari televisi berukuran tak seberapa. "Kamu pasti merasa aneh, karena TV di kamarku hanya sebesar tempe," kata Alma. Dia mendekat ke ranjang lalu membentangkan selimut menutupi kakinya dan Haris. Mendengar ucapan merendah Alma yang lucu, Haris hanya tertawa. "Masih bagus masih bisa nonton TV," balas Haris. Alma hanya tersenyum simpul, dia mengatur bantalnya lalu tiduran miring memandang Haris yang masih duduk. "Pak Haris!" Alma iseng memanggil suaminya lalu terkekeh kecil. Haris menoleh sambil menekuk bibir, tangannya terulur melewati kepala Alma lalu membelai pipi wanita itu. "Bapak kenapa bisa ganteng banget? Makan apa dulu waktu kecil?" Haris ma
Rara menatap Alma yang berdiri di hadapannya. Dia sengaja datang ke sana karena kesal Adhitama memecatnya. Bahkan Rara berniat memberitahukan kebohongan Haris pada Alma, juga taruhan mereka. “Ada perlu apa?” tanya Alma lagi karena Rara tidak kunjung menjawab. Saat Rara hendak bicara, dia melihat Haris keluar dan membuat Rara memilih menahan diri. Sementara itu Haris jelas terkejut melihat Rara berada di sana. “Mau apa kamu ke sini?” tanya Haris tanpa basa-basi. Dia takut jika Rara sampai bicara macam-macam ke Alma. “Oh, aku ke sini ingin mengantar dokumen saja. Tadi mampir ke rumahmu, tapi kata pembantumu kamu pergi dan mungkin ada di rumah Alma,” jawab Rara. Alma tidak memiliki perasaan curiga sama sekali. Dia malah mempersilakan Rara masuk. “Aku buatkan minum dulu,” ucap Alma setelah Rara duduk. Haris memandang Alma yang berjalan ke dapur, begitu Alma sudah menghilang dari pandangan, Haris langsung menatap benci pada Rara. “Apa maksudmu datang ke sini?” Haris mengam
Beberapa saat berselang Alma sudah selesai berbelanja di warung. Dia langsung pulang sambil tersenyum membawa belanjaan yang dibelinya. “Aku sudah beli kebutuhan kita, kamu jangan cemas,” ucap Alma dengan bangga memperlihatkan apa yang dibawanya pada Haris. Haris merespon dengan senyuman saat melihat Alma tersenyum lepas. Alma pergi ke dapur untuk memasak, lalu Haris menyusul. “Biar aku bantu,” ucap Haris sambil membuka kantong plastik berisi belanjaan Alma. “Tidak usah, kamu tunggu saja,” tolak Alma. “Aku bisa bantu,” kekeh Haris. Alma menatap Haris yang memaksa, lalu akhirnya membiarkan saja Haris membantu. “Apa yang harus aku lakukan?” tanya Haris.Alma sejenak tampak berpikir sebelum menjawab, “Bantu saja aku mengupas bawang." “Bawang yang mana?” tanya Haris menatap bawang putih dan merah di meja. “Semuanya, bawang merahnya lima biji, bawang putihnya empat,” jawab Alma. Haris mengangguk. Dia mulai mengupas bawang merah lebih dulu. Awalnya biasa saja, tapi saat mengupas
Perasaan Haris tak karuan, apalagi Alma tak langsung menjawab pertanyaannya. “Aku baik-baik saja. Lagi pula aku sudah biasa hidup sederhana,” ujar Alma menjawab pertanyaan Haris. Haris terkejut. Dia malah tampak seperti orang putus asa di mata Alma, hingga istrinya itu tiba-tiba memeluk dirinya. “Kita pasti bisa melewati ini semua, semua akan baik-baik saja,” ucap Alma sambil mengusap lembut punggung Haris. Alma bahkan masih bisa memulas senyuman hangat. Haris tiba-tiba merasa bersalah karena sudah membohongi Alma, tapi mau bagaimana lagi, dia harus membuat Rara kalah dan pergi jauh dari kehidupannya dan Alma untuk selamanya. ** Keesokan harinya. Haris dan Alma sudah mengemas barang mereka, keduanya menemui pembantu dan membuat mereka bingung karena Haris dan Alma membawa koper. “Kami pamit dulu, Bi,” kata Haris. “Memangnya Tuan mau ke mana? Liburan?” tanya pembantu. Haris dan Alma saling tatap, lalu Haris menjawab, “Mulai saat ini kami akan pindah dari rumah ini.”
Hari itu karena masih belum mendapat sekretaris pengganti, Haris pergi makan siang di kantin. Saat sedang makan. Rara tiba-tiba mendekati Haris karena melihat pria itu duduk sendirian. “Kamu sendirian?” tanya Rara lalu langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan Haris. Haris terkejut Rara muncul di sana dan langsung duduk, tapi dia membiarkan saja. “Selamat untuk pernikahanmu,” ucap Rara. “Terima kasih,” balas Haris singkat. Haris melanjutkan makan. Dia tidak memedulikan keberadaan Rara di depannya. Namun, saat Haris masih sibuk makan, tiba-tiba Rara kembali bicara. “Apa kamu yakin kalau Alma mencintaimu bukan karena hartamu?” tanya Rara memancing. Haris melirik tajam pada Rara, lalu membalas, “Jangan berpikiran buruk apalagi menjelek-jelekkan istriku.” “Aku tidak menjelekkan, hanya saja semua orang juga berpikir sama denganku,” ujar Rara sambil melirik ke samping. Rara yakin karyawan yang berada di sana sedang memperhatikannya dan Haris. Haris ingin mengaba
Pagi itu, Haris sedang menatap layar laptopnya. Ketukan pintu pelan membuatnya menoleh. Kepala HRD Mahesa melangkah masuk dengan membawa map tebal."Selamat pagi, Pak Haris," sapa wanita itu sopan."Pagi. Silakan duduk, Bu Mira," jawab Haris sambil berdiri dari kursi empuknya menuju sofa.Haris bersikap biasa, seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Padahal dulu dia pernah marah ke wanita itu.Mira tersenyum kecil sambil membuka map di tangannya. "Saya ke sini untuk membahas soal sekretaris baru yang akan ditugaskan ke Bapak. Ada beberapa kandidat yang sudah kami seleksi, tapi kami ingin tahu lebih detail mengenai kriteria yang Bapak inginkan."Haris menyandarkan punggung dan melipat tangan di depan dada. "Maaf, aku lupa bilang semoga tidak terlambat memberitahu, yang paling penting aku ingin sekretarisku berjenis kelamin laki-laki."Mira terlihat sedikit terkejut. "Oh, apakah ada alasan khusus, Pak?""Alasannya simpel," jawab Haris dengan nada tenang. "Aku lebih nyaman bekerj
Pagi pertama sebagai pengantin baru terasa berbeda. Haris membuka mata perlahan, mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya yang masih berat. Sinar matahari yang menyusup melalui sela-sela tirai kamar membuat Haris menyadari bahwa hari baru telah tiba. Di sisinya, Alma masih terlelap dengan posisi miring ke arahnya, wajah wanita itu terlihat damai dan polos. Haris tersenyum sendiri, tangannya bergerak lembut membelai rambut istrinya. "Alma, bangun, ini sudah pagi," bisik Haris. Suaranya hangat namun cukup untuk membuat Alma mengerutkan kening kecil. "Hmm... ya ampun, maaf aku bangun kesiangan," jawab Alma sambil bergeser sedikit sambil berusaha membuka matanya. "Tidak apa-apa! Hari ini spesial, hari pertama kita jadi suami-istri," kata Haris sambil terkekeh. Mendengar itu, Alma membuka matanya lebar, dia menatap Haris yang tersenyum penuh cinta di depannya. Pipi Alma langsung merona. "Kita sudah menikah ya? Rasanya masih seperti mimpi buatku." Haris mengangguk sambil mera
Haris benar-benar menunggu Alma. Dia berdiri di kamar sambil melihat Alma mengambil baju di lemari juga beberapa barang pribadi lainnya.“Sudah?” tanya Haris ketika Alma berjalan ke arahnya.“Sudah,” jawab Alma dengan kedua tangan penuh pakaian.Haris membantu membawa pakaian Alma dan kembali ke kamarnya.“Aku mau mandi dulu, setelah itu nanti kamu,” kata Alma sambil meletakkan pakaiannya di sofa.Haris hanya mengangguk dan menuruti keinginan Alma.Alma masuk kamar mandi dan membersihkan diri, baru setelahnya bergantian dengan Haris. Alma agak canggung, apalagi saat keluar dari kamar mandi Haris memandangnya tanpa berkedip.Alma tak mau menatap wajah Haris, dia langsung duduk dan membiarkan pria itu masuk ke kamar mandi.Saat Haris masih di kamar mandi, Alma bingung harus melakukan apa. Bahkan dia takut naik ke ranjang, sehingga memilih duduk di sofa yang ada di kamar sambil menyalakan televisi.Alma merasa aneh. Jantungnya berdegup tak karuan, sampai-sampai dadanya berdebar cepat kar