Road to END ya tapi karena aku masih ada tanggungan jumlah kata, nanti aku kasih extra part ya geng FIX kisah Lily nanti temanya beda usia hihihi kalian penasaran ga nama asli Audrey???
Pagi itu Alma datang ke perusahaan untuk mengemasi barang-barangnya. Dia melihat beberapa rekan kerjanya masih seperti kemarin, menatapnya sinis, tapi Alma tidak peduli.Alma bergegas menuju ruang kerjanya, fokus membereskan barang-barang. Saat dia masih memasukkan barangnya ke kardus, Haris tampak datang dan langsung membantunya.“Biar aku saja,” kata Alma sambil meraih barangnya dari tangan Haris.“Tidak apa-apa,” balas Haris. Pria itu tersenyum dan bersikeras tetap ingin membantu.Alma tidak bisa mengelak, akhirnya dia membiarkan Haris membantu mengemas barang-barang miliknya.Saat sedang membereskan barang, ponsel di meja Alma berdering. Alma agak tak enak hati saat melihat nama Andre terpampang di sana.“Jawab saja,” kata Haris saat melihat Alma seperti berpikir.Alma mengangguk lalu menjawab panggilan dari Andre.“Halo," sapa Alma.“Aku diberitahu kalau kamu diminta datang ke ruang HRD,” kata Andre dari seberang panggilan."Oh iya, terima kasih sudah memberitahuku,” balas Alma,
Di sisi lain, Risha dan Adhitama pergi mengantar Lily ke sekolah. Risha menoleh Lily yang duduk di bangku belakang, sedikit ragu untuk bicara. “Nanti Bunda sama Papa tidak bisa jemput Lily, jadi Kakek Roshadi yang jemput, ya.” Risha berpesan lebih dulu agar Lily tidak bingung. “Iya,” balas Lily tanpa bertanya Risha mau ke mana. Risha mengusap lembut rambut Lily lalu mencium kening anak itu. Setelahnya dia melambai pada Lily yang sedang masuk ke gedung sekolah. Risha dan Adhitama meninggalkan sekolah Lily, mereka pergi ke rumah sakit sesuai dengan jadwal yang diberikan dokter. Risha sudah mendapat kamar karena mendaftar lebih dulu sebelumnya. “Mas Tama kalau mau pulang tidak apa-apa, misal mau kerja atau apa. Aku tidak apa-apa di sini sendirian,” ucap Risha setelah berada di kamar inap. “Tidak, aku mau di sini menemanimu,” balas Adhitama. “Tindakannya masih nanti sore, jadi semisal Mas Tama ingin mengurus pekerjaan dulu juga tidak apa-apa,” ucap Risha lagi. “Tadi pag
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Kepercayaan diri Mahira menghilang dan menguap entah ke mana saat datang ke perusahaan tempatnya ingin melamar pekerjaan yang ternyata milik Risha.Gadis itu membeku bak arca purba saat wanita yang anaknya dia jahili di Jogja tersenyum sambil memegang CV di tangan. Hilang sudah harapan Mahira mendapat pekerjaan sebagai host live di sana."Coba jelaskan mengenai dirimu secara singkat!" pinta Risha. Mahira menelan ludah susah payah. Sepertinya dia baru saja menenggak setengah botol air mineral sebelum masuk ke ruang wawancara, tapi entah kenapa kini tenggorokannya terasa kering."Saya ..., saya mudah belajar, energik dan suka anak kecil," ucap Mahira asal. Dia terlalu grogi sampai tidak yakin dengan jawabannya sendiri.Salah satu staf My Lily yang ikut melakukan wawancara tampak kaget, tapi dia heran mendapati Risha yang duduk di sebelahnya malah tersenyum. "Suka anak kecil? Apa maksudmu menggoda anak kecil?" tanya Risha.Mahira kaget, dia diam tak membalas pertanyaan Risha dan kini
Mahira sejenak ragu, tetapi akhirnya menerima uang pemberian Andre itu. "Terima kasih," ucapnya pelan sebelum pergi meninggalkan gedung Mahesa. Berjalan keluar gedung, hati Mahira mulai was-was dan bingung. Kalau dia pulang, sudah pasti dirinya akan dimarahi oleh ayahnya atau lebih parahnya akan diserahkan kembali pada si tua bangka Dendi. Tetapi, jika dia tidak pulang, ke mana dia harus pergi. Setibanya di rumah, Mahira langsung disambut dengan teriakan keras dari ayahnya. "Kamu ke mana saja, hah? Kenapa kamu nggak pulang-pulang? Kenapa malah kabur? Kamu mau bikin papa celaka?" cecar laki-laki paruh baya itu. Mahira lantas mencoba menjelaskan. "Aku cuma mau cari tempat aman, Pa. Aku nggak mau dipaksa nikah sama Pak Dendi." Namun, Salman - ayah Mahira tidak mau mendengar. "Kamu pikir kamu siapa? Kalau bukan karena aku, kamu nggak akan hidup sampai sekarang!" Emosi Mahira memuncak. "Tapi Pa, aku ini anak papa bukan alat buat bayar hutang. Hutang itu kesalahan Papa sendiri
Sepanjang perjalanan ke kantor Andre dan Mahira sama-sama diam. Sampai di kantor Andre mengantar Mahira ke ruang OB dan berbicara sebentar dengan salah seorang karyawan di sana. Andre meminta Mahira untuk ikut mengerjakan pekerjaan OB, sementara dia pergi menemui Adhitama. "Kenapa baru datang?" tanya Adhitama yang keheranan. Karena tidak biasanya Andre terlambat ke kantor seperti ini. Andre terlihat merasa bersalah. "Maaf, Pak. Ada masalah tadi pagi." Adhitama mengangkat alis. "Masalah apa?" Andre menceritakan semuanya secara singkat. Setelah mendengar penjelasan itu, Adhitama bertanya, "Sekarang gadis itu di mana?" Andre menghela napas. "Saya minta OB kantor untuk kasih dia kerjaan. Setidaknya dia tidak terlunta-lunta menggelandang di jalan dan bermanfaat di sini." Adhitama hanya mengangguk tanpa berkomentar lebih jauh. Sementara itu Mahira sibuk menyapu lantai. Meski pekerjaannya sederhana, dia merasa senang karena setidaknya dia tidak merasa seperti beban. Saat selesa
Setelah bicara berdua, Bu Mira dan Andre kembali ke ruang tengah untuk menemui Mahira. Karena hari sudah malam, Bu Mira meminta Mahira untuk istirahat. "Ini sudah malam, Mahira kamu bisa tidur di kamar Andre malam ini," kata Bu Mira. Andre menghela napas berat. "Terus aku tidur di mana, Ma? Di dapur?" Mendengar itu, Mahira langsung bangkit dari sofa. "Tante, nggak usah repot. Aku tidur di luar saja, di ruang TV. Nggak apa-apa kok." Andre melirik Mahira dengan sinis. "Ya, bagus kalau sadar diri. Sana tidur di luar." Mahira hanya tersenyum kecut. Dia berpamitan pada Bu Mira untuk beristirahat di depan TV. Tanpa sepatah kata lagi, Mahira merebahkan diri di sana, mencoba tidur meski hatinya gelisah. Sementara Bu Mira memelototi Andre yang sudah keterlaluan memperlakukan Mahira dan bersungut masuk ke dalam kamarnya. Andre, meski kesal, merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Namun, ia memilih mengabaikannya dan masuk ke kamar. Malam semakin larut tetapi Andre yang se
Rumah Andre malam itu sebenarnya sudah sunyi, tapi Bu Mira dan Mahira masih ada di ruang tengah untuk menonton televisi. Namun, beberapa saat kemudian kedamaian itu terusik ketika terdengar ketukan keras dari pintu depan. "Apa itu Andre pulang? Kok nggak langsung masuk?" gumam Bu Mira, bangkit dari kursi. Bu Mira berjalan menuju pintu, tetapi sebelum membukanya, Mahira tiba-tiba menyusul dengan wajah bingung. "Bentar, Tante. Aku lihat dulu siapa," ujar Mahira sambil melirik ke jendela kecil di dekat pintu. Ketika Mahira mengintip, dia langsung membeku. "Tante, itu si Pak Dendi!" bisiknya dengan nada panik. "Dendi? Ngapain dia di sini malam-malam begini?" tanya Bu Mira heran. Namun sejurus kemudian dia menyadari kalau kedatangan Dendi tentu saja untuk menjemput Mahira. "Jangan dibuka, Tante! Dia pasti mau maksa aku pergi. Dia juga pasti nggak datang sendirian," jawab Mahira sambil melongok ke luar memastikan Dendi tidak membawa orang lain. Sementara itu, ketukan pintu
Andre menekan rem mobilnya dengan geram ketika mereka sampai di depan rumahnya. Dia menoleh ke Mahira yang duduk dengan tenang di sebelahnya. Perempuan itu tampak tenang, seolah situasi ini biasa saja baginya. Andre menarik napas dalam sebelum keluar dari mobil dan berjalan ke pintu rumah. Saat pintu terbuka, Bu Mira berdiri di sana dengan alis terangkat. "Andre, siapa ini?" tanya ibunya, dengan nada terkejut bercampur curiga. Andre mendesah berat. "Ini Mahira, Ma. Panjang ceritanya." Dia menceritakan secara singkat apa yang terjadi. Mulai dari bagaimana Mahira melarikan diri dari pernikahan dengan Dendi hingga keputusan Andre untuk membawanya ke sini. Ibunya mendengarkan dengan wajah yang semakin tegang, lalu menatap Mahira dengan tajam. "Andre, kembalikan anak ini ke rumahnya sekarang juga," tegas Bu Mira. "Enggak mungkin, Ma. Aku mau bawa dia ke polisi saja," jawab Andre datar. Mahira yang sejak tadi diam, tiba-tiba membuka mulut. "Jangan! Tolong jangan bawa aku ke po
Andre mematung di tempat. Di hadapannya, Mahira tampak panik, dengan air mata berlinang. Tanpa diduga, gadis itu berlari ke arahnya, mencengkeram tangannya erat. "Tolong aku ... selamatkan aku dari sini," suara Mahira bergetar, hampir seperti bisikan, tetapi cukup keras untuk membuat Andre mendengar jelas. Andre menatap gadis itu, lalu mengarahkan pandangannya ke pria yang berdiri di ujung ruangan dengan setelah jas hitam dan rangakaian bunga melati yang menggantung di lehernya. Ya tentu saja pria itu adalah Dendi, ayahnya sendiri. Dunia seakan berhenti berputar untuk sesaat. Andre tahu betul riwayat ayahnya yang sering menikah, meninggalkan ibunya, dan sekarang berencana menikahi gadis yang berdiri gemetar di sebelahnya. Andre begitu muak dengan pria itu. "Mahira," kata Andre pelan, berusaha melepaskan cengkeraman tangan Mahira. Tetapi gadis itu menggenggam tangannya semakin erat. Matanya yang berlinang air mata membuat Andre tak sanggup berkata-kata lebih jauh. Tatapan D
Suasana di ruang makan saat sarapan pagi itu cukup suram. Bu Mira makan dengan kepala tertunduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Itulah yang dirasakan Andre. Dia yakin ada sesuatu yang mengganggu pikiran ibunya. "Papa kamu mau nikah lagi." Akhirnya keluar juga suara Bu Mira. Ekspresinya datar, mungkin hanya dibuat-buat saja. Andre sudah tahu akan hal itu jadi dia hanya mencebikkan bibir saja. Hanya suara gumaman kecil yang keluar dari mulutnya. "Kamu kok nggak kaget, Ndre?" tanya Bu Mira keheranan. "Sudah tahu, Ma. Kemarin kami ketemu waktu aku pergi menemani Pak Tama di Jogja." Andre menyuapi dirinya dengan sesendok nasi plus sedikit lauk lalu mengunyahnya dengan pelan. "Oh, jadi kamu juga sudah ketemu sama calonnya papa kamu?" Andre mengangguk pelan. Diraihnya gelas berisi air putih lalu menenggaknya hingga habis. "Iya, tapi wanita itu rada sinting." "Rada sinting gimana?" tanya Bu Mira penasaran. "Ya sedikit nggak waras aja, Ma." "Kenapa kamu bisa bilang g
Rico syok tak karuan. Dia melihat Haris masih terus mengetuk kaca jendela mobil tapi dia tidak mau keluar. “Sialan, kenapa dia bisa tahu,” gerutu Rico. Rico panik dan takut. Dia segera menginjak pedal gas untuk kabur, tapi karena terburu-buru, Rico tidak sadar di depan ada Alma sehingga hampir saja menabrak Alma. Alma terkejut ketika melihat mobil itu melaju, beruntung tangannya langsung ditarik Risha sehingga tidak sampai tertabrak. Haris sangat terkejut karena Rico berusaha kabur. Untung saja saat itu ada sopir mobil box My Lily yang melihat lalu segera memundurkan mobilnya sampai membuat mobil Rico menabrak mobil itu. “Sialan!” gerutu Rico. Dia buru-buru keluar untuk kabur, tapi sayangnya ada satpam Risha yang langsung mencegahnya. “Mau ke mana kamu?” Satpam langsung meringkus Rico. “Lepaskan!” Rico hendak memberontak, tapi satpam menahan kedua tangannya di belakang. Haris sangat terkejut Rico hampir menabrak Alma. Dia langsung menghampiri Alma. “Kamu baik-baik saja, kan