"Buyut!" Lily memeluk Kakek Roi yang terlihat begitu sehat. Hingga Semua orang terkejut apalagi Arin yang seketika itu gemetar ketika melihat Kakek Roi baik-baik saja. “Maaf kalau aku sedikit terlambat,” ucap Kakek Roi ke semua tamu yang ada di sana. Adhitama menatap tak percaya Kakek Roi yang ternyata sehat. Dia sangat bahagia saat sang kakek berjalan menghampirinya. Kakek Roi mengusap lengan Adhitama. Dia tahu kalau cucunya itu pasti sangat mencemaskan dirinya. Arin yang ketakutan menjadi gelagapan sampai tanpa sadar bertanya, “Papa tidak mati?” Pertanyaan bodoh dari Arin membuat Kakek Roi langsung menoleh dengan tatapan tidak senang. “Apa kamu ingin aku mati?!” Suara Kakek Roi terdengar tegas, apalagi tatapan mata pria tua itu sangat tajam ke Arin. Arin megap-megap kebingungan. Rencananya berantakan dan dia kini merasa nyawanya terancam."Kenapa Papa bicara seperti itu?" tanya Arin. “Berhenti memanggilku papa karena kamu bukan anakku!” tandas Kakek Roi tegas. Se
Pesta Kakek Roi tetap meriah meski sebelumnya terjadi hal yang kurang menyenangkan. Selesai pesta, Kakek Roi menemui Arin di ruang khusus tempat Arin ditahan bersama Rara dan Rico. Pria tua itu ke sana bersama yang lain. Saat melihat Kakek Roi datang, Arin panik dan takut. “Berikan obat yang dibilang berisi racun itu padanya,” perintah Kakek Roi sambil menatap Arin. Asisten Kakek Roi mengangguk lalu memberikan botol obat batuk itu ke Arin. Arin gelagapan dan semakin panik. “Minum!” perintah Kakek Roi dengan tatapan tanpa ampun. Arin langsung berlutut mendengar perintah Kakek Roi. “Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak berniat melakukan itu semua.” Arin bersujud sambil memohon. Kakek Roi masih menatap datar, lalu bertanya ke Roshadi. “Wanita seperti ini sebaiknya diapakan?” Kakek Roi benar-benar sudah geram dengan kelakuan Arin. Roshadi menatap Arin yang bersujud di lantai lalu menjawab, “Terserah Papa, aku benar-benar merasa bersalah dan malu sudah membawanya ke keluarga ki
Sevia berjalan dengan sombong menuju ruangan privat di sebuah restoran yang sengaja dia pesan. Wanita itu tersenyum miring melihat mobil milik Arin sudah terparkir di depan, yang menandakan bahwa wanita itu artinya sudah berada di dalam. Sevia masuk ke ruangan itu setelah pelayan membukakan pintu. Namun, alangkah terkejutnya Sevia saat melihat siapa yang duduk menunggunya. “Mas Adhitama!” Sevia ketakutan, dia mundur ke arah pintu lantas berbalik. Sevia berusaha membuka pintu itu tapi ternyata sudah dikunci dari luar. “Kenapa kamu takut? Apa kamu pikir sudah berhasil membunuh Kakek Roi dan menjebloskanku ke penjara?” Adhitama memulas seringai, dia menatap penuh kebencian ke Sevia yang berdiri dengan sedikit gemetaran. Sevia merasa terjebak, foto yang dia minta ke Arin semalam untuk membuktikan Kakek Roi sudah meninggal ternyata palsu. “Apa yang Mas bilang, aku tidak tahu apa-apa, aku tidak mengerti maksudnya.” Sevia masih saja mengelak. “Kamu pikir kejahatanmu itu akan selaman
Sevia masih terus memberontak saat dibawa ke kantor polisi. “Kalian tidak bisa memperlakukanku seperti ini! Aku mau pengacaraku datang, kalian tidak bisa menjebloskanku ke penjara begitu saja!” teriak Sevia. “Anda bisa menghubungi pengacara Anda dan Anda berhak diam sampai pengacara Anda datang.” Polisi memaksa Sevia masuk. “Tidak bisa! Aku tidak mau! Aku mau menghubungi pengacaraku! Aku tidak terima!” teriak Sevia meronta saat akan dimasukkan ke sel tahanan sementara. Polisi sampai menghela napas, lalu akhirnya membiarkan Sevia menghubungi pengacara. Sevia melirik ke polisi yang menjaganya, kemudian segera menghubungi pengacara kepercayaannya. Namun, ternyata panggilannya tidak dijawab, bahkan beberapa pengacara yang dihubungi pun menolak untuk mengurusi kasus Sevia. Sevia akhirnya menghubungi Tere. “Bantu aku, polisi menangkapku padahal aku tidak berbuat apa-apa,” ucap Sevia saat Tere menjawab panggilannya. “Kali ini aku tidak mau lagi ikut campur dengan urusanmu. Kamu su
Pagi itu Risha pergi melihat ruko untuk dijadikan offline store dan kantor My Lily di Jakarta. Dia melihat tempat itu bersama pemilik ruko dan merasa sedikit tertarik.“Bagaimana keamanan di sini?” tanya Risha memastikan lebih dulu.“Sejauh ini, lingkungan di sini aman. Dekat dengan beberapa fasilitas publik juga, jadi area sini selalu ramai bahkan di malam hari.” Pemilik ruko menjelaskan.Risha mengangguk-angguk. Dia melihat sampai ke lantai dua untuk memastikan jika bangunan itu masih layak dan bagus.Saat Risha masih melihat-lihat, tak dia sangka Haris menghubungi. Risha mohon diri ke si pemilik ruko lalu menjawab panggilan itu.“Halo, Kak.” Risha langsung bicara begitu benda pipih itu menempel di telinga.“Apa siang ini kamu mau makan bersamaku?” tanya Haris di seberang panggilan.Risha agak terkejut mendengar ajakan Haris lalu dia menjawab, “Aku harus izin Mas Tama dulu.”Di kantor, ternyata Haris baru saja selesai rapat dengan Adhitama. Mendengar jawaban Risha, Haris langsung me
Haris tak peduli dengan ucapan Adhitama. Saat pintu lift terbuka pria itu meminta Adhitama masuk lebih dulu. Haris kesal karena bukan ucapan terima kasih yang Adhitama berikan tapi malah senyuman cibiran yang membuatnya kesal. Saat pintu lift terbuka di lantai ruangan Haris, lagi-lagi Adhitama membuat Haris tak bisa berkata-kata. "Nanti akan aku kirimkan lagi profil wanita untuk kamu pilih, aku serius jangan sampai kamu tergoda Rara," kata Adhitama. Haris mengumpat kesal dalam hati, dia ingin membalas ucapan Adhitama tapi sayangnya pintu lift sudah menutup lebih dulu. Haris masih memandang pintu lift itu dengan tatapan kesal, sebelum Alma mendekat dan membuatnya menoleh. "Anda baik-baik saja 'kan Pak?" tanya Alma dengan kening berkerut. Haris mematung, dia diam sejenak. Tak lama dengan tatapan ragu Haris bertanya pada Alma," Apa kamu sudah punya pacar?" "Hah ... iya Pak?!" "Ah .. ternyata sudah," jawab Haris. Dia tersenyum kemudian berjalan meninggalkan Alma tanpa peduli jawa
Pagi itu Kakek Roi dan Adhitama berada di mobil menuju kantor polisi, mereka datang bersama untuk melakukan pemeriksaan sebagai saksi juga korban, dalam kasus yang menyeret Sevia dan Arin.Di dalam mobil Kakek Roi mengajak Adhitama berbincang, pria tua itu menyesal karena membiarkan Adhitama terjebak dalam manipulasi Sevia.“Kenapa kamu dulu tidak pernah bertanya soal siapa yang menyelamatkanmu saat kebakaran? Kalau dulu kamu bertanya, pasti sekarang tidak akan jadi begini,” ujar Kakek Roi.“Dulu Kakek lebih perhatian ke Risha. Bukannya aku cemburu, hanya saja dulu aku merasa diabaikan,” jawab Adhitama.Kakek Roi menoleh Adhitama.“Bukan lebih perhatian ke Risha, tapi saat itu Risha juga terluka, karena itu kakek lebih fokus ke Risha, apalagi Risha terus menangis karena takut kamu kenapa-kenapa,” ujar Kakek Roi menjelaskan.Adhitama terkejut mendengar ucapan Kakek Roi.“Kakek menyesal, seandainya kakek minta orang menjagamu, pasti saat kamu sadar, bukan Sevia yang kamu lihat,” ucap Ka
Setelah berkali-kali mencoba akhirnya Adhitama dan Risha berhasil membujuk Lily agar mau mereka tinggal liburan.Namun, bukannya bersama Kakek Roi, Lily bersedia ditinggal tapi dengan syarat bersama Haris.Karena alasan itu Risha mendatangi Haris di kantor bersama Lily untuk menyampaikan niatnya.“Kak, aku minta tolong! Lily hanya mau ditinggal bersama Kak Haris,” kata Risha setelah menjelaskan maksud kedatangannya.Haris sejatinya senang karena bisa menghabiskan waktu bersama Lily, tapi dia juga kesal saat tahu alasan Risha menitipkan Lily hanya untuk pergi honeymoon bersama Adhitama.“Oke aku akan membantumu, tapi ini tidak gratis.” Haris akhirnya menyetujui meskipun dengan syarat.“Hm … Kak Haris mau minta apa?” tanya Risha langsung mengiyakan asal bisa menitipkan Lily.“Katakan ke suamimu, berhenti menjodoh-jodohkanku dengan wanita apalagi sampai mengatur kencan buta,” pinta Haris.Risha tersenyum kecil mendengar permintaan Haris. Dia lantas mengangguk setuju dan mengucapkan terim
Alma tak menyangka Haris akan menahannya di rumah pria itu. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima dan mengikuti apa keinginan Haris. Bahkan seperti apa yang pria itu katakan, sudah ada banyak baju untuknya di sana.Meskipun agak canggung kepada pembantu rumah, tapi Alma mencoba untuk bersikap baik.Seperti pagi itu, dia bangun pagi lantas pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan sarapan.Awalnya pembantu rumah Haris kaget bahkan memohon Alma untuk tidak melakukan itu. Namun, Alma bersikeras, dia berkata tidak mau menumpang dan makan secara cuma-cuma di sana.“Sudah sewajarnya, karena Mba Alma calon istri Tuan Haris.”Ucapan pembantu membuat Alma menghentikan gerakan tangannya memotong wortel, dia menoleh karena kaget.Bagaimana bisa pembantu rumah tahu kalau dia calon istri Haris?“Apa Pak Haris bilang aku ini calon istrinya?” tanya Alma setengah tak percaya.“Iya, dia bahkan meminta kami menjaga Mba Alma seperti menjaga keluarga sendiri,” kata pembantu itu. “Syukurlah kare
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di