Adhitama menggeleng, sedangkan Risha masih saja menatap curiga. “Aku benar-benar tidak pernah bersentuhan dengan Sevia,” ucap Adhitama. Kini dia berusaha sebisa mungkin menjelaskan pada Risha untuk menghindari kesalahpahaman. “Tidak pernah bersentuhan apa? Niki pernah mengirim foto Mas Tama sedang memapah Sevia masuk klinik!” bantah Risha yang kesal. "Aku bahkan sempat berpikir dia hamil." Adhitama diam mendengar ucapan Risha, dia ingin menceritakan kebodohannya, tapi urung dan malah berakhir menyipitkan mata curiga. “Kamu memata-mataiku?” tanya Adhitama penasaran. “Buat apa mata-matain Mas Tama! Tidak usah mengalihkan pembicaraan, Mas mengelak karena tidak mau disalahkan!” amuk Risha. “Sekarang maunya Mas Tama bagaimana?” tanya Risha dengan nada suara tinggi. Belum juga Adhitama membalas, tapi Risha sudah ingin berdiri. Menyadari hal itu Adhitama tak tinggal diam dan langsung mencekal pergelangan tangan Risha. Adhitama masih mendapatkan tatapan kesal dari Risha, kemudian wanit
Adhitama kaget dan agak tak percaya mendengar tawarannya diterima oleh Haris. Dia berharap pria itu bercanda dan berujung meninggalkannya bersama Risha.Namun, sayangnya Haris benar-benar sedang menebalkan muka. Pria itu malah bertanya ingin pergi menggunakan mobil siapa.Risha bingung menjawab, dia memandang Adhitama yang pertama mencari gara-gara."Ayo kita pergi!" ucap Haris. Dia sampai membuka jalan untuk Adhitama dan Risha."Apa kamu tidak ada kerjaan yang lebih penting?" Adhitama bertanya lagi, mencoba mengubah pikiran Haris, agar tidak jadi ikut mereka.Namun, Haris malah menggeleng kemudian menjawab,” Tidak, lagipula kalaupun ada bisa dikerjakan nanti.”Adhitama memandang Risha, wanita itu malah tersenyum seolah sedang meledeknya.‘Beginilah akibatnya jika mencari gara-gara.’Risha melepaskan tangan yang masih ada dalam genggaman Adhitama, dia berjalan mendahului pria itu dan Haris sambil mengulum tawa.“Ayo cepat kita pergi!” ucap Haris sambil membuat gerakan tangan mempersil
Sevia masih saja emosi saat meninggalkan gedung Mahesa, bahkan dia mengemudikan mobil secara ugal-ugalan sampai membahayakan keselamatan pengendara lain. Sevia memilih pergi ke klub di siang bolong, bahkan tidak takut kelakuannya ini ketahuan awak media dan diberitakan miring. Sevia tidak peduli karena baginya sekarang meluapkan emosi jauh lebih penting. Saat berada di klub, Sevia menghubungi Jordan agar datang menemuinya di sana. Dia butuh orang untuk bicara dan mengeluarkan unek-unek. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Jordan datang ke klub menemui Sevia. Sevia mengekori langkah Jordan yang baru saja muncul. Dia memegang rokok yang sedang diisap di sela jarinya, lalu melepas dari bibir dan mengepulkan asap rokok ke udara. “Kenapa kamu di sini? Siang-siang mau mabuk?” tanya Jordan sambil menatap heran. Sevia kembali menghisap rokoknya, lalu meniup asapnya di hadapan Jordan. “Kalau ini soal Adhitama, aku tidak mau bekerjasama lagi denganmu menghadapi dia. Aku kap
Hari itu Risha dan Adhitama pergi ke rumah sakit bersama Lily. Di sana mereka menemui dokter yang menangani kondisi kesehatan Lily untuk melakukan konsultasi kembali. “Jadi, apa Anda berdua sudah memutuskan?” tanya dokter memastikan. Risha dan Adhitama saling tatap setelah mendengar pertanyaan dokter, hingga akhirnya Adhitama yang menjawab. “Kami memilih menggunakan metode yang dokter jelaskan itu, memberi adik untuk Lily,” ujar Adhitama menjelaskan. Dokter itu tersenyum kecil mendengar jawaban Adhitama. Dia berpikir rencana Kakek Roi berhasil. “Baiklah, selama kita menunggu, saya akan terus memantau perkembangan kondisi Lily. Mungkin tanda-tanda memburuknya penyakit Lily tidak akan begitu kentara di stadium sekarang, tapi kita tetap harus waspada,” ujar dokter agar kebohongannya tidak terbongkar. Dokter tahu jika dia langsung lepas tangan begitu saja selama menunggu Risha hamil tentu saja akan sangat mencurigakan. Adhitama dan Risha mengangguk bersamaan. Setelah berdiskusi,
Risha perlahan menjauhkan kelopak mata saat Adhitama melepas tautan bibir mereka. Pria itu kembali mengusap pipi Risha, lantas menyentuhkan kening mereka. "Aku mencintaimu, Sha. Jangan pergi lagi dariku ya!" Risha mengangguk menyentuh pipi Adhitama dan merasa sangat bahagia. "Kita akan sama-sama terus, membesarkan Lily dan adik-adiknya nanti." Adhitama tersenyum dan menjauhkan wajah mereka, dia memandang penuh kasih sebelum menyentuh tali kimono baju tidur Risha. Dalam sekali tarikan Adhitama membuat tali kimono itu terlepas. Di hatinya Adhitama merasa bersalah, karena yang dia ingat, dirinya sama sekali tidak pernah memperlakukan lembut Risha di atas ranjang. Bahkan saat malam pertama mereka, Adhitama memperlakukan Risha sedikit kasar. "Kamu milikku 'kan?" tanya Adhitama. Senyuman penuh rasa pasrah Risha berikan, dia membiarkan Adhitama meloloskan bajunya kemudian mengecup lembut pundaknya. Darah Risha terasa berdesir, dia hanya bisa memejamkan mata sambil menggigit
Hari itu hari di mana Risha dan Lily berangkat ke Jogja. Mereka diantar Adhitama sampai bandara. “Mas Tama pulang saja, tidak usah menunggu kami. Aku akan langsung mengajak Lily masuk ke ruang tunggu,” ucap Risha. “Baiklah, aku akan pergi setelah kalian masuk,” balas Adhitama. Risha mengangguk mendengar balasan Adhitama. Dia meminta Lily pamit dan anak itu bergegas mencium pipi sang papa, lalu melambaikan tangan saat diajak Risha masuk ruang tunggu. Setelah memastikan Risha dan Lily masuk, Adhitama pergi meninggalkan bandara. “Bunda, kenapa Papa tidak ikut kita?” tanya Lily. “Papa sedang banyak kerjaan, jadi tidak bisa ikut,” jawab Risha. Risha sebenarnya sedikit kecewa, padahal Adhitama bisa saja meninggalkan pekerjaan demi mereka dan liburan bersama. Namun, Risha menepis pikirannya itu, mencoba berpikir positif. Saat sudah berada di ruang tunggu, Risha membiarkan Lily bermain di ruang tunggu agar tidak bosan sambil menunggu jadwal keberangkatan pesawat mereka. Risha
Di tempat lain Haris tampak berada di ruangannya. Pria itu sedang mengecek pekerjaannya seperti biasa. Saat Haris sedang fokus bekerja, terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya langsung menatap ke arah sana. “Permisi Pak Haris.” Alma menyapa, dia berada di ambang pintu masih dengan satu tangan memegang gagang pintu. “Sekretaris Pak Tama mencari Anda,” kata Alma. Haris cukup terkejut karena Andre mencarinya pagi-pagi. “Suruh dia masuk!” perintah Haris. Alma mengangguk lalu membuka lebar pintu agar Andre masuk. “Apa yang membuatmu datang ke sini?” tanya Haris saat melihat Andre berjalan menghampirinya. “Saya ke sini hanya untuk menyampaikan pesan Pak Tama,” jawab Andre. Dia sedikit ragu, meski begitu tetap melangkah mendekat ke meja kerja Haris. Haris mengerutkan alis, hingga melihat Andre mengeluarkan kertas dari amplop yang sedang dipegang. Andre ternyata memberikan beberapa lembar kertas biodata lengkap dengan foto wanita. “Apa ini?” tanya Haris bingung. “
Risha pergi ke perusahaannya hari itu, dia tak lagi takut Adhitama mencuri idenya, atau melihat caranya mengelola My Lily. Risha malah merasa terbantu karena Adhitama bisa menjaga Lily.Risha duduk di ruang rapat, dia membuka laporan dari staffnya tentang penjualan My Lily, ternyata ada beberapa jenis produk yang mengalami penurunan penjualan.“Apa mungkin ini dampak dari masalah kemarin?” tanya Risha ke staffnya.“Bisa jadi, Bu.” Staff yang menjawab lantas saling pandang dengan rekannya kemudian bertanya ke Risha. “Apa Bu Risha tidak ingin mengambil langkah hukum?”Risha membuang napas lewat mulut, dia sebenarnya sangat ingin menuntut penyebar berita hoax tentang produknya itu, tapi hati kecilnya merasa kasihan.“Biarkan saja! Tuhan akan ganti yang lebih dari ini,” balas Risha.Para staff yang sedang rapat internal dengan Risha terdiam, mereka merasa beruntung memiliki atasan berhati mulia seperti wanita itu.“Aku akan mulai membuka agen atau distributor untuk My Lily,” kata Risha.
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny