Risha pergi ke perusahaannya hari itu, dia tak lagi takut Adhitama mencuri idenya, atau melihat caranya mengelola My Lily. Risha malah merasa terbantu karena Adhitama bisa menjaga Lily.Risha duduk di ruang rapat, dia membuka laporan dari staffnya tentang penjualan My Lily, ternyata ada beberapa jenis produk yang mengalami penurunan penjualan.“Apa mungkin ini dampak dari masalah kemarin?” tanya Risha ke staffnya.“Bisa jadi, Bu.” Staff yang menjawab lantas saling pandang dengan rekannya kemudian bertanya ke Risha. “Apa Bu Risha tidak ingin mengambil langkah hukum?”Risha membuang napas lewat mulut, dia sebenarnya sangat ingin menuntut penyebar berita hoax tentang produknya itu, tapi hati kecilnya merasa kasihan.“Biarkan saja! Tuhan akan ganti yang lebih dari ini,” balas Risha.Para staff yang sedang rapat internal dengan Risha terdiam, mereka merasa beruntung memiliki atasan berhati mulia seperti wanita itu.“Aku akan mulai membuka agen atau distributor untuk My Lily,” kata Risha.
Pagi itu Rara yang sibuk bekerja di ruangannya dibuat terkejut karena Sevia mendatanginya secara tiba-tiba. Dia sampai panik kenapa Sevia muncul di hadapannya tanpa pemberitahuan dulu seperinti ini.Rara takut, berhubungan dengan Sevia dalam situasinya yang baru saja mendapat maaf dari kakek Roi karena kejadian Lily jelas tidak menguntungkan.Semua orang tahu kalau Sevia itu gatal dan ingin mendapatkan Adhitama. “Ada apa kamu datang ke sini? Kenapa tidak memberitahu lebih dulu?” Rara sampai buru-buru bangkit dari kursi, hingga pahanya membentur meja.Bagi Rara melihat Sevia lebih menakutkan dari pada melihat hantu.“Lebih baik kamu jangan deket-deket lagi denganku, aku tidak mau mendapat masalah karenamu,” ucap Rara langsung memberi peringatan. “Kenapa kamu tiba-tiba bilang begitu?” Sevia mengerutkan kening. “Memangnya ada masalah apa?” tanyanya masih berpura-pura bodoh dan tak tahu apa-apa. “Semua orang tahu kamu itu sangat jahat, jadi lebih baik jangan mendekatiku lagi,” balas R
Hari berikutnya, kini giliran Adhitama yang bangun kesiangan. Dia menyentuh bagian ranjang di mana Risha tidur dan tak mendapati istrinya itu di sana.Adhitama menegakkan badan, setelah itu tersenyum mengingat bagaimana semalam Risha memanjakannya. Adhitama tak percaya Risha bisa sepanas itu di atas ranjang.Setelah membersihkan diri, Adhitama mencari keberadaan Risha. Dia mendapati Lily sedang makan sereal di meja makan, sedangkan Risha sibuk memasak di depan kompor.“Pa …” Lily hampir saja menyebut nama Adhitama, tapi anak itu lebih dulu diam saat melihat papanya meletakkan telunjuk di depan bibir.Lily mengangguk. Bocah itu tertawa geli menebak Adhitama pasti hendak mengagetkan Risha.Namun, ternyata Lily salah terka. Anak itu buru-buru menutup matanya menggunakan sebelah tangan melihat Adhitama memeluk Risha dari belakang.“Mas Tama!” Risha berjengket kaget. Dia menoleh sedikit dan melihat Lily tertawa-tawa. “Ada Lily,” kata Risha.“Kenapa? Kita ini papa dan bundanya, Lily pasti s
Sevia datang ke penjara menemui Anwar. Dia datang ke sana sengaja memakai hijab juga kacamata berbingkai tebal agar tidak ada yang mengenalinya. Sevia menunggu di ruang khusus pengunjung, hingga beberapa saat kemudian Anwar datang diantar penjaga, lalu ditinggalkan berdua bersama Sevia di sana. “Untuk apa kamu ke sini? Kalau kedatanganmu bukan untuk membebaskanku, lebih baik tidak usah kemari?” tanya Anwar agak ketus ke Sevia. Sevia menatap Anwar yang baru saja duduk dan bersikap menjengkelkan kepadanya. “Aku ke sini ingin memperingatkanmu, lebih baik kamu tetap menjaga mulutmu dan jangan pernah menyebut namaku!” Sevia bicara dengan nada penekanan. Anwar marah karena ucapan Sevia. “Kamu memang sialan! Aku tidak mau membusuk di penjara sendiri! Semua ini karenamu, kamu yang menyuruhku berbuat jahat seperti itu lalu sekarang kamu mau lepas tangan, hah!” Anwar berteriak-teriak seperti orang kesetanan. Dia tak sadar saat menerima tawaran Sevia. Anak angkatnya itu sangat licik dan s
Masih berada di Jogja, Adhitama hari itu melakukan dua tugas sekaligus. Dia menunggu Risha live di kantor wanita itu sambil bekerja dan menjaga Lily. Adhitama duduk di sofa di dalam ruangan bersama staff lain sambil mengamati Risha, sedangkan Lily asyik bermain boneka di sampingnya.Adhitama masih fokus dengan laporan yang harus dia teliti, hingga telinganya mendengar staff Risha saling bisik dan tersenyum.Adhitama langsung mengambil ponsel untuk melihat siaran langsung Risha dari sana. Sekilas Adhitama melihat banyak komen yang bergulir naik begitu cepat, tentu saja hal itu membuatnya penasaran. Adhitama akhirnya menghentikan pekerjaannya lalu melihat komentar-komentar yang mengikuti live Risha.[Aku baru pertama kali melihat live My Lily. Ternyata benar Ownernya cantik.][Kalau live setiap hari juga aku betah mantengin.]Adhitama mengerutkan alis membaca komentar-komentar itu. Dia lantas mengecek salah satu akun yang memberi komentar kalau Risha cantik, hingga ekspresi wajahnya be
Setelah mengurus kepindahan sekolah Lily, Risha mengajak Adhitama ke panti asuhan yang dulu sering mereka kunjungi sebelum kembali ke Jakarta. Adhitama yang baru saja turun dari mobil tampak tertegun memandang bangunan panti asuhan itu, sudah sangat lama dia tak ke sana hingga merasa tempat itu adalah tempat yang berbeda. “Ayo masuk!” ajak Risha sambil menggandeng Lily. Adhitama mengangguk, lalu mereka berjalan beriringan menuju ke kantor panti itu untuk menemui pengurus panti.Saat tiba di ruangan itu, ternyata Ibu panti sendiri yang menyambut kedatangan mereka, tapi Ibu panti sudah tidak ingat siapa Adhitama hingga mengamati wajah Adhitama dengan seksama. “Gimana kabar Ibu? Sehat kan?" tanya Risha saat bertemu ibu panti. “Sehat,” jawab ibu panti sambil masih memandang Adhitama. “Dia siapa?” tanya wanita itu kemudian. Risha menoleh ke Adhitama yang duduk memangku Lily. “Apa Ibu ingat peristiwa kebakaran pondok di belakang panti? Saya anak laki-laki yang dulu selamat dari ke
Pagi di kota Jakarta, Adhitama bersama Risha menemani hari pertama Lily pergi ke sekolah barunya. Sepanjang jalan tampak keceriaan di wajah mereka.Hingga setelah meninggalkan Lily yang memang sudah terbiasa tidak Risha tunggui di sekolah, Risha mengajak Adhitama berbelok ke sebuah warung makan yang sedang viral.Dengan dalih ingin mencoba makanan di sana, Risha hendak menanyakan sesuatu ke Adhitama. Tiba di warung makan itu, mereka harus menunggu lima belas menit sampai mendapat tempat duduk. Risha terus menunjukkan wajah antusias ke Adhitama, menutupi kegelisahannya.Sambil menunggu pesanan mereka datang Risha terlihat mengambil beberapa biji gorengan dan membuat Adhitama memandang heran."Apa kamu masih lapar? Kita tadi sudah sarapan," ucap Adhitama.Risha mengangguk, memulas senyum dan menjawab," Porsi makanannya sedikit kok Mas."Adhitama tertawa, dia menyentuh sudut bibir Risha yang sedikit berlepotan saat sedang makan gorengan."Mas, aku mau ngomong sesuatu, tapi janji dulu Ma
Risha berada di kamarnya sedang sibuk mengemas pakaian yang akan dibawa ke pesta ulang tahun Kakek Roi. Sesekali Risha memandang Adhitama yang duduk di tepian ranjang bersama Lily.“Apa Lily nanti mau berenang di sana?” tanya Risha sambil memasukkan pakaiannya ke koper.“Mau,” jawab Lily saat menoleh Risha.Risha mengangguk lalu pergi mengambil baju renang Lily.“Papa, di sana nanti ada apa aja?” tanya Lily penasaran.Adhitama tampak berpikir sebentar, lalu menjawab, “Ada kolam renang besar, ada penyu, ada pantai yang cantik juga.”Lily tampak senang dan begitu antusias, anak itu semringah seolah tahu hendak diajak pergi liburan.Beberapa saat kemudian Risha datang membawa baju renang milik Lily.“Berapa orang yang diundang Kakek, Mas?” tanya Risha ke Adhitama lalu memasukkan baju Lily ke koper.“Aku kurang tahu, mungkin seratus atau lebih,” jawab Adhitama, “Memangnya kenapa?” Adhitama balas bertanya.“Tidak, aku hanya ingin tahu saja,” jawab Risha.“Apa Mas yakin mau membawa satu s
Alma tak menyangka Haris akan menahannya di rumah pria itu. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima dan mengikuti apa keinginan Haris. Bahkan seperti apa yang pria itu katakan, sudah ada banyak baju untuknya di sana.Meskipun agak canggung kepada pembantu rumah, tapi Alma mencoba untuk bersikap baik.Seperti pagi itu, dia bangun pagi lantas pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan sarapan.Awalnya pembantu rumah Haris kaget bahkan memohon Alma untuk tidak melakukan itu. Namun, Alma bersikeras, dia berkata tidak mau menumpang dan makan secara cuma-cuma di sana.“Sudah sewajarnya, karena Mba Alma calon istri Tuan Haris.”Ucapan pembantu membuat Alma menghentikan gerakan tangannya memotong wortel, dia menoleh karena kaget.Bagaimana bisa pembantu rumah tahu kalau dia calon istri Haris?“Apa Pak Haris bilang aku ini calon istrinya?” tanya Alma setengah tak percaya.“Iya, dia bahkan meminta kami menjaga Mba Alma seperti menjaga keluarga sendiri,” kata pembantu itu. “Syukurlah kare
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di