Risha tiba-tiba merasa tak enak hati, dia tidak mau menanyakan apa yang terjadi di rumah Kakek Roi pada Adhitama. Sejak perjalanan pulang Adhitama hanya diam, dan sesampainya di rumah pria itu langsung mengurung diri di ruang kerjanya. Hingga malam semakin larut dan Lily menanyakan keberadaan Adhitama pada Risha. Risha hanya bisa berkata kalau Adhitama mungkin sedang sibuk dengan pekerjaan dan lembur di ruang kerja. "Tapi aku mau Papa bacain dongeng." "Malam ini Bunda saja yang bacakan dongeng ya," ucap Risha saat Lily merengek. Lily yang beberapa hari sudah terbiasa tidur ditemani Adhitama seperti merasa kehilangan. Risha sampai harus memberi pemahaman pada sang putri beberapa kali agar mengerti. "Nanti juga Papa bakal tidur di sini, sekarang Lily bobok dulu ya!" bujuk Risha Beruntung Lily menurut dan akhirnya terlelap setelah Risha membacakannya cerita. Setelah Lily tidur, Risha beranjak dari kasur. Dia keluar kamar lalu menoleh ke arah pintu ruang kerja Adhitama. Risha me
Adhitama pergi menemui orang yang wanita pembuat video itu sebut. Meskipun rasanya sangat marah, tapi Adhitama mencoba bersikap biasa. Adhitama datang lebih dulu dari orang itu. Hingga beberapa saat kemudian orang yang Adhitama tunggu datang. Sevia melangkah penuh percaya diri, dia sangat senang karena merasa jika Adhitama masih perhatian kepadanya sampai mengajak bertemu. “Apa sudah lama menunggu? Maaf sedikit macet tadi di jalan," kata Sevia. Dia lalu duduk tepat di seberang Adhitama. "Mas Adhitama sebenarnya tidak perlu mencemaskan kondisiku, aku .... ” Apa yang ingin Sevia katakan dipotong cepat oleh Adhitama. “Sebaiknya mulai detik ini kamu tidak melakukan hal-hal di luar batas yang bisa membuatku marah,” ucap Adhitama dengan wajah menggelap. Sevia mengerutkan alis, lalu membalas, “Maksud Mas hal apa?” Adhitama menatap datar ke Sevia, lalu berkata, “Bukankah kamu bersekongkol dengan Jordan untuk menjatuhkan bisnis Risha?" Sevia sangat terkejut hingga gelagapan me
Adhitama melihat Lily yang datang bersama Risha, tentu saja Adhitama tak menyangka kalau Risha akan mengajak Lily lagi ke sana padahal Risha sudah berkata malam itu menginap di rumah Haris. “Lily mimpiin kamu, dia menangis terus dan mengajak ke sini, jadi aku ajak ke sini,” ujar Risha menjelaskan ketika melihat Adhitama yang tampak bingung. Adhitama langsung berjongkok dan memeluk Lily, tentu saja dia senang karena Lily mencarinya. “Memangnya Lily mimpi apa sampai nangis begini?” tanya Adhitama sambil mengusap punggung Lily. “Papa jatuh terus nggak mau bangun padahal sudah Lily goyang-goyang,” jawab Lily sesenggukan. Adhitama langsung menatap ke Risha begitu juga sebaliknya saat mendengar ucapan Lily. “Itu hanya mimpi,” ujar Risha agar Lily tak menangis terus. Adhitama akhirnya menggendong Lily untuk masuk kamar. “Aku mau mengantar Kak Haris dulu, dia di bawah,” pamit Risha. Adhitama menoleh Risha sejenak, lalu menganggukkan kepala. Risha akhirnya turun menemui Haris yang me
Pagi itu di tempat lain, Kakek Roi mengundang beberapa orang datang ke rumah karena enggan sarapan sendiri. Akhirnya dia berinisiatif mengundang pengacara Adhitama dan Risha untuk sarapan bersamanya. Dua pengacara itu terlihat sungkan dan canggung, apalagi Kakek Roi meminta mereka datang pagi-pagi ke sana. “Ayo dimakan, jangan sungkan. Setelah ini kita pergi main golf,” kata Kakek Roi saat melihat dua pengacara itu masih diam karena bingung. “Sebenarnya saya penasaran. Apa ada yang perlu dibicarakan sampai Pak Roi mengundang saya ke sini?” tanya pengacara Risha karena dia tahu kalau pria di depannya adalah pengacara Adhitama. Kakek Roi menatap pengacara Risha, lalu memandang ke pengacara Adhitama yang menunggu jawaban darinya. “Aku tahu kalau Tama dan Risha mau bercerai,” ucap Kakek Roi lalu meletakkan alat makan di atas piring. Jemarinya saling bertautan, lalu sikunya bertumpu di meja agar punggung tangan bisa menyangga dagu. Kakek Roi diam menyangga dagu sambil menunggu reaksi
Risha akhirnya sadar. Dia mencoba bangun tapi kepalanya terasa masih sangat pening. Risha membuka mata dengan sempurna, hingga baru menyadari kalau dia duduk di lantai dengan kedua tangan terikat dan mulutnya dibungkam. Risha menggerakkan pergelangan tangan, berharap ikatan talinya mengendur tapi nihil. Dia ingin berteriak tapi tidak bisa. Risha begitu panik dan takut hingga dua bola matanya tampak berkaca-kaca, dia terus berusaha melonggarkan ikatan di tangannya tapi hal itu malah membuat kulitnya tergores dan memerah. Risha ingin sekali menangis. Dia berdoa dalam hati semoga selamat dan baik-baik saja. Saat Risha masih begitu ketakutan, dia mendengar suara seorang pria dari luar kamar. “Mana nih bayarannya!” “Tenang, nih buat kalian.” Risha mendengar suara beberapa pria hingga membuatnya semakin panik. Risha mendengar suara para pria itu pamit pergi, hingga setelah itu Risha mendengar suara dering telepon dan membuat Risha menajamkan pendengaran agar bisa mendengar
Ternyata suara mobil yang Risha dengar benar-benar suara mobil Adhitama. Pria itu datang ke rumah tempat Risha disekap membawa tas berisi uang yang diinginkan pria di telepon tadi. Adhitama masuk rumah itu, hingga bertemu pria yang menculik Risha dan ternyata pria itu adalah Anwar. “Di mana Risha?” tanya Adhitama saat bertatapan dengan Anwar. Anwar tersenyum miring, lantas melirik ke tas yang dibawa Adhitama. “Serahkan apa yang aku inginkan dulu!” perintah Anwar sambil mengulurkan tangan memberi isyarat agar Adhitama melempar tas itu ke arahnya. Adhitama melirik tas yang dipegang, lalu menatap ke Anwar lagi. “Lepaskan Risha lebih dulu, baru kuberikan yang kamu mau,” balas Adhitama. Dia tidak mau bertindak bodoh dengan langsung memberikan uang itu tanpa melihat Risha. “Aku tidak sedang bernegosiasi denganmu! Sudah syukur aku hanya meminta tebusan!” Anwar kesal karena Adhitama tak langsung memberikan uang itu. "Bisa saja aku melakukan hal yang tidak bisa kamu bayangkan ke wanita
Risha masih berada di rumah sakit. Dia cemas menunggu Andre yang sedang mendonorkan darahnya untuk Adhitama selesai.Risha tampak memegang ponsel yang tadi sempat dia pinjam dari Andre, kemudian mencoba menghubungi Haris.“Halo.” Suara Haris terdengar.“Kak, ini aku Risha.”“Risha? Bagaimana kondisimu? Kamu baik-baik saja ‘kan?” tanya Haris terdengar panik dari seberang panggilan.“Iya, aku baik-baik saja,” jawab Risha dengan suara parau, setelah itu dia kembali menangis sampai terisak.Risha menceritakan apa yang terjadi pada Haris soal penculikan dan juga Adhitama yang kini terluka.“Tolong bantu aku menjaga Lily dulu sampai aku pulang,” ujar Risha kemudian.“Kamu tenang saja, aku akan menjaganya dengan baik,” balas Haris penuh rasa iba.Risha mengakhiri panggilan itu setelah mendapat jawaban, dia lalu menatap tangannya yang agak pucat. Risha tadi mencuci tangan berulang sampai noda darah Adhitama bisa bersih sempurna.Risha masih duduk di sana seorang diri, saat polisi datang memba
Risha ingin menyentuh tangan Adhitama, tapi mengurungkan niat. Dia kembali menangis menyesali keputusannya untuk kembali. Risha pikir seharusnya dia menghilang saja tanpa perlu muncul lagi hanya untuk menunjukkan dirinya sudah bisa berdiri di atas kaki sendiri. Jika saja dia tidak kembali maka Sevia tidak akan mungkin berbuat nekat ingin membuatnya celaka. Adhitama terluka menjadi pukulan bagi Risha. "Bangunlah! Aku mohon, aku masih ingin bicara banyak," lirih Risha. Dia terus memandangi wajah Adhitama dan kembali menangis sampai mencengkram erat baju di depan dada. "Mas Tama!" Risha meratap memanggil nama Adhitama. Risha puas menumpahkan air mata, dia sadar tidak boleh berlama-lama di sana lantas keluar. Risha menerima baju kiriman Haris kemudian pergi untuk membersihkan diri. Hanya sebentar Risha pergi karena dia tidak ingin meninggalkan Adhitama terlalu lama. Risha sudah kembali lagi ke depan ruang ICU saat Adhitama hendak dipindahkan ke ruang rawat inap. "Masih bel
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny