"Yu!" teriak Marni--mertuaku
Ada apa lagi dengan mak lampir itu, baru saja membersihkan diri sudah teriak-teriak tidak jelas. "Iya Bu," jawabku sedikit kesal"Kok kamu enggak masak? Jadi, seperti ini kelakuan seorang istri selalu bangun siang dan tidak pernah melayani suaminya?" cerocos mulut embernya sambil berkacak pinggang.
Aku menyilangkan tangan di atas dada. "Bukannya sekarang ada Ibu?"Mak lampir itu mendelik saat mengatakan itu. Dia pun mengahampiriku dan menjambak rambut panjang yang baru saja dirapikan. Aduh rasanya sakit juga perih. Aku pun memegang tangannya biar tidak menarik-narik terus.
"Kamu kira Ibu pembantu? Dasar menantu durhaka pantas saja tidak mempunyai anak."Nyes
Hatiku kembali perih mendengar ocehannya dengan entengnya mengatakan itu. Seperti tak punya dosa.
"Ibu! Hentikan!" teriak mas Aldi dan melepaskan tangan Ibu. Ada rasa lega, tetapi rambutku acak-acakan. Wajah ini mungkin sangat merah karena menahan amarah. "Dia mengatakan kalau Ibu pembantu di sini! Dasar wanita sinting." Mertuaku ah, aku malas menyebutnya. Bagiku dia seperti mak Lampir yang berhati iblis. Aku menarik nafas dalam-dalam untuk tidak ikut emosi. Baiklah akan ku tunjukan siapa Ayu sebenaranya. Anaknya sudah menikah lagi tanpa ijinku bahkan menumpang pula di rumah warisan Papaku. "Apa itu benar, Yu?" ujar lelaki yang telah mengkhianatiku. Aku menggeleng pelan rasanya kepalaku mau copot. Lekas kutinggalkan mereka di ruang tamu.Tak kuhiraukan teriakan lelaki itu yang terus memanggil. “Dasar mertua tidak tahu terima kasih. Anaknya sudah enak tinggal di rumahku, apalagi beberapa tahun ini perusahaan dia yang mengelola " gertuku pelan.Aku tidak tahan lagi dengan segala perlakuannya. Mertua toxic seperti itu harus diberi pelajaran. Sekarang aku bukan Ayu yang selalu penurut, selama ini aku terlalu bodoh."Ayu mau ke mana?" tanya mas Aldi saat aku sudah rapi dengan kemeja putih dipadukan dengan blezer navy bawahannya memakai rok span hitam selutut. Seperti layaknya kerja kantoran dan juga membawa tas kecil."Mau kerja di perusahaanku." Tanpa menunggu jawabannya kulangkahkan menuju garasi dan membawa mobil.Mas Aldi bersama mertuaku berlari kecil keluar mengejarku."Aldi? Apa maksudnya dia?" tanya Ibu mertua yang masih bisa kudengar.Terserah mas Aldi mau berkata apa pada ibunya, kenapa berbohong kalau dia mempunyai perusahaan. Apalagi kalau tahu rumah yang kami tempati itu milikku.Sekitar lima belas menit aku sudah sampai di perusahaan. Mira sekertaris baru sudah menyambut kedatanganku. Dia memberikan berkas yang dibutuhkan.
"Terima kasih Mira," ucapku dengan tersenyum bahagia.Aku pun membaca berkas itu dengan teliti di sana sudah ada bukti kecurangan mas Aldi. Dia menggelapkan dana perusahaan dan banyak tranfer uang ke beberapa nomer rekening yang tidak dikenal."Ayu," panggil mas Aldi dengan nafas terengah-engahDatang juga dia, tak akan kubiarkan perusahaan ini bangkrut kalau terus berada di tangannya. Dulu, Papa susah payah membangun perusahaan ini. Tidak akan kubiarkan hancur begitu saja."Datang juga kamu, Mas?"Kutatap tajam lelaki yang telah membersamaiku selama tiga tahun ini. Namun, akan kuakhiri semuanya maaf, Mas. Aku sudah lelah.
"Kamu kenapa menatapku seperti itu?" tanyanya dengan sedikit panik.Aku tidak perlu basa-basi. Berkas di tangan kuberikan padanya. Mata mas Aldi membola saat dia membaca, bahkan berkas itu terlihat bergetar."Yu kamu dapat ini dari mana? Ini pasti kesalahan jangan percaya," elaknya dengan wajah pucat. Masih belum mengaku juga, tentunya aku dapatkan dari kepercayaan di sini. Awalnya tidak mempermasalahkan. Namun, akhir-akhir ini mas Aldi sedikit berubah, bahkan uang nafkah dipotong. Dari situ aku mulai curiga dengannya. Dan benar saja mas Aldi melakukan kecurangan. Dia menanipulasi data keuangan. Bahkan, sudah menikah dengan sahabatku sendiri secara diam-diam. "Kamu belum mengaku juga, Mas? Entah berapa milyar yang kamu ambil dari perusahaan ini. Lama-lama bisa bangkrut apa kamu tidak memikirkanya, hah!" geramku tangan ini ingin menampar wajah itu. Namun, ku urungkan dan hanya mengambang di udara. Mas Aldi sedikit terkejut mungkin tidak menyangka akan seperti ini. Selama menjadi istri, aku selalu menurut tidak pernah sekalipun membentak atau bicara kasar. Namun, kali ini kesabaranku sudah habis."A-aku ...."Aku menarik nafas dalam-dalam degup jantungku tidak karuan. Sebelumnya tak pernah terbayangkan akan seperti ini. Dulu, aku sangat mencintainya walaupun pernikahan kami karena perjodohan. Terdengar pintu diketuk dari luar sehingga kualihkan perhatian."Maaf Bu, ada yang harus ditandatangani." Mira menyerahkan beberapa berkasKutatap wajah mas Aldi dengan sinis seakan berkata aku bisa tanpamu, Mas. Silakan pergi dan bawa pelakor itu jauh-jauh, aku pun segera mendatanganinya."Maaf Mas, aku mau kerja lagi." Usirku secara halus. Terlihat wajahnya sendu, dia pun keluar ruangan dengan langkah gontai. Tak ada niatan untuk hentikan langkahnya.
“Kamu yang memulai semua ini, Mas.”
Masih ada satu lagi kejutan untukmu, tetapi, tak akan kuberikan sekarang. Kufokuskan kembali pada beberapa tumpukan berkas di atas meja. Waktu cepat berlalu kini sudah pukul 15.30 aku siap-siap untuk pulang. Namun, ponselku berdering lalu, melihat nama Mila keningku bertaut ada apa dengannya tumben sekali menghubungiku.
"Yu, kok kamu tidak datang di acara pernikahanku?" tanyanya dengan suara manja. Jijik aku mendengarnya. Halah bangga menikah dengan suami orang.
"Oiya, maaf aku tiba-tiba ada acara mendadak," kilahku ingin muntah rasanya. Dia pun akhirnya menceritakan tentang pernikahan mewahnya. Mila selalu pamer kepadaku seakan tidak mau tersaingi. Rasanya aneh, dia temanku. Namun, kelakuannya membuatku ilfeel. Ku jauhkan ponsel dari telinga tak ingin kudengar apapun darinya. Karena itu semua uang aku, pasti mas Aldi menggunakan uang perusahaan hanya untuk menikahi Mila. "Maaf ya Mil, aku mau pulang kerja. Nanti sambung lagi.""Hah? Kamu kerja di mana? Bukannya selama ini selalu mengandalkan duit suamimu? Atau jangan-jangan bangkrut?" cecarnya sambil tertawa. "oiya, suamiku pengusaha sukses, dia bekerja di perusahaan terkenal."Ck, perusahaan yang mana? Kalau aku memberitahukan di mana kerjaku pastinya dia akan pingsan. Atau mungkin tak akan sanggup berjalan lagi.“O. Memangnya suami kamu bagian apa?” Aku makin penasaran sejauh mana mas Aldi mengakui statusnya.
"Dia pemiliknya lho! Kereen 'kan suamiku? Aku juga mau dibelikan rumah mewah nanti kamu main ya, pasti iri lihatnya." Mila terus memanasi ku. Lihatlah setelah ini siapa yang akan tertawa puas. Bangga banget dengan laki orang. Jadi, Mila tidak tahu kalau aku istrinya mas Aldi? Bahkan, mas Aldi berjanji akan membelikannya rumah mewah. Apa dia mampu? Sekarang suamimu tidak akan bekerja lagi di perusahaanku."Kerenn banget, aku jadi ingin kepo dengan suamimu kapan-kapan boleh dong kenalin siapa tahu aku bisa bekerja di perusahaannya." Kupegang dada ini yang kian sesak. Terasa konyol istri sah sedang bicara dengan pelakor dan pura-pura tak mengetahui pernikahan itu.
Pasti akan seru kalau kami bertemu akan kukenalkan juga padanya kalau mas Aldi suamiku juga. Lama-lama telepon sama dia membuatku sedikit muak, bagaimana kalau bertemu setelah menikah dengan suamiku.
"Maaf ya, Mil. Bukannya tidak mau mendengarkan cerita kamu, tetapi ini sudah sore."
Sambungan pun terputus tanpa menjawab ucapanku. Aku menarik nafas dalam rasanya dada ini sesak saat berbicara basa-basi dengan pelakor. Namun, belum saatnya dia tahu kalau aku istrinya.Aku pun menjalankan mobil dengan kecepatan sedang, jalanan mulai macet karena ini jam pulang kerja."Gara-gara Mila telpon. Jadi, aku kejebak macet memang orang itu kalau bicara tiada hentinya terus saja menceritakan tentang dirinya."
[Ayu cepat pulang suamimu marah-marah]
Satu pesan masuk di aplikasi hijau dari nomer mak lampir. Memangnya aku peduli, tetapi kenapa juga mas Aldi marah-marah penasaran sih. Kubiarkan saja tanpa membalas pesannya. Enak saja menyuruhku bukannya mas Aldi mempunyai istri lain, kenapa tidak bilang saja sama istri barunya? Kenapa aku yang repotKarena jalanan sangat macet tiba-tiba perutku lapar, sebelum pulang ke rumah aku sempatkan makan di pinggir jalan terlebih dahulu. Pastinya di rumah tidak ada makanan. Mana pernah mau mertuaku masak, biasanya aku yang sering melayani. "Mbak, aku minta satu porsi nasi lauknya pakai ayam geprek juga lalapannya. Minumnya teh manis saja," ucapku setelah sampai di tempat favoritku.Tiba-tiba seseorang menyapaku. Dia …
GARA GARA M4NDUL 4 "Kamu Daren?" tanyaku saat mengingatnyaDia teman saat SMA, tidak kusangka akan bertemu di tempat seperti ini. Lalu, kami pun berbincang-bincang. "O, jadi begini kelakuan kamu bila diluar rumah?" Sontak aku mendongak, nasi yang belum ketelan tiba-tiba muntah. "Ibu," gumamku pelanBeliau berkacak pinggang sambil menatap ta jam. "Di rumah suami kelaparan, kamu malah enak-enak makan bersama pria lain. Dasar menantu durha ka, mertua sendiri dianggap pemb4ntu." Semua mata pengunjung menatapku dengan ta jam, bahkan mereka berbisik-bisik. Seenaknya mulut mertuaku bicara begitu. "Dasar wanita tukang s*lingkuh," cibir salah satu pengunjung. Rasanya ingin kusumnpal, lagian kalau tidak tahu apa masalahnya jangan ikut campur. "Maaf Bu," hanya itu yang mampu kuucapkan. Rasa lapar mendadak hilang. Di tempat umum seperti ini tidak etis kalau membahas masalah keluarga. Aku pun meninggalkan kedai walaupun nasi yang dimakan belum habis. Daren hanya menatapku dengan iba. Malu
Bab 5 Selama satu jam Ibu tidak sadarkan diri. Mungkin beliau sangat terkejut. Bagaimana kalau tahu perusahaan tempat anaknya bekerja adalah milikku. Pasti sikapnya akan berubah seratus delapan puluh derajat. "Ayu maafkan Ibu, Nak. Selama ini selalu bersikap kasar. Sebetulnya Mila sudah hamil. Jadi, Ibu menyetujui karena ingin menimang cucu," ujarnya dengan lembut. Aku tidak akan luluh dengan kata-katanya. Enak saja setelah apa yang dilakukan selama ini padaku dengan entengnya meminta maaf. Apalagi wanita yang telah merebut suamiku tengah hamil. Jadi, mereka sudah melakukan hubungan terlarang. "Aku bukan wanita baik, Bu. Jadi, untuk saat ini simpan saja kata-kata itu." "Yu, apa kamu tega mengusir kami di saat malam begini?" ucap mas Aldi dengan sendu. Aku tidak akan terpedaya dengan wajah sendu itu. Selama ini kalian tidak pernah tega sama aku. Dia mengambil uang perusahaan sampai milyaran apa memikirkan aku? ibunya juga selalu meminta uang dan ternyata dia sawer kepada tamu und
Part 6 "Halo kita bertemu kembali," ujarnya dengan tersenyum. Mengapa harus dia sih, sebenarnya aku tak mau bertemu lagi dengannya. Sudah cukup kemarin pertemuan terakhir. Aku tak mau membawa dirinya dalam masalah. Pasti Ibu mertua akan mencari bukti kalau aku selingkuh, padahal kami bertemu secara tak sengaja. Lalu? Sekarang malah bekerja sama dengannya. Apa yang harus kulakukan? Sebelumnya kami pernah bertemu dan tak sengaja mertuaku melihat kami sedang berdua. "Ja-jadi kamu," kataku sedikit tercekat. Ini seperti mimpi. Tuhan, mengapa aku harus dipertemukan lagi dengannya. Dia Daren temanku. Apa tidak ada orang lain selain dia? Daren duduk, kini kami saling berhadapan tatapannya terus mengarah padaku. Sorot matanya seperti menyimpan kerinduan. Ah jangan berpikiran yang aneh. Sadar Ayu dia itu sekarang rekan kerja. Jadi, kamu harus tersenyum ramah. "Yu, maaf soal kemarin. Pasti mertuamu mengira yang tidak-tidak. Aku sangat menyesal memaksamu untuk makan bareng." Daren tertundu
Part 7Dia mertuaku, kenapa bisa ada dia sini. Apa disuruh mas Aldi?"Heh Ayu, dasar wanita licik. Sudah mengambil rumah sekarang perusahaan juga kau ambil!" serunya sambil berkacak pinggang. Sorot matanya menyimpan kebencian terhadapku. Lalu, mertuku mendekat dan menjambak rambut ini. Rasanya sakit, pak Sekuriti kewalahan dengan tenaga mertuaku.Karyawan lelaki pun ikut membantu menenangkan mertuaku. Namun, tak berhasil beliau terus menerus mengeluarkan kata pedasnya."Bu, lebih baik tanyakan saja pada mas Aldi kalau ini perusahaan siapa? Dan soal rumah memang kami sebelumnya sudah membuat surat perjanjian."Wajah mertuaku merah padam mungkin tak suka dengan jawabanku.k"Awas ya Ayu, urusan kita belum selesai!"Mertuaku berlalu sambil terus ngerocos."Bu Ayu, tidak apa?" tanya Mira dengan mimik wajah khawatir karena penampilan ku saat ini acak-acakan. Aku hanya mengangguk lalu masuk ruangan. Mataku menatap langit ruangan kubuang nafas kasar saat membayangkan mertuaku barusan. Harga d
part 8Aku terbangun di sebuah ruangan yang serba putih. Saat membuka mata, aroma khas yang tercium di indera penciuman. Mataku terbuka secara perlahan, masih terasa pening yang kurasa. "Ayu, kamu sudah sadar?" tanya seorang wanita yang kukenal suaranya. Namun, penglihatanku belum jelas siapa itu. "maaf aku terlambat." "Aku tidak apa jangan merasa bersalah." Kupegang tangannya dan menatap wajah itu dengan jelas. Ternyata dia Syasya sahabat yang kuhubungi tadi. "Jangan bangun dulu enggak apa, kamu istirahat saja." Ah, dia lebay sekali lagian hanya bagian tengkuk saja yang sakit, aku bukan habis perang atau melakukan hal ekstrim lainnya."Sebenarnya siapa sih yang sudah melakukan ini padamu, apa punya musuh? Syukurnya aku segera datang, dia berhasil kabur. Kalau saja bisa kutangkap akan dipastikan masuk penjara." Syasya mengepalkan kedua tangannya. Ada kilatan marah di wajah cantik itu. Rasanya sangat senang memiliki sahabat yang ada saat suka maupun duka. Kami berteman dari SMP, s
Part 9Pagi-pagi terdengar riuh dari luar rumah, kami yang tengah sarapan saling pandang."Ada apa?" tanya Syasya kepadakuAku pun bangkit dan menuju pintu kenapa seperti banyak orang. Saat pertama kali keluar, aroma busuk menyeruak di indra penciuman sontak menutup hidung.Bau apa ini? Kenapa begitu menyengat sekali. Kuhampiri Ibu-Ibu yang berkumpul di depan rumah jumlahnya sekitar lima orang."Eh, Mbak Ayu," tanya si Ibu gemuk dengan tangan yang sama sepertiku"Bu, ini bau apa ya, kok sampai tercium sampai ke dalam," balasku yang langsung pada intinya."Entahlah Bu, kami semua sedang belanja sayur tiba-tiba mencium aroma busuk dan berasal dari sini. Saya mau mengetuk pintu, tetapi ... sukurlah kalau Mba sudah keluar."Rumahku berada di komplek. Jadi, tiap pagi pasti ada Ibu- Ibu yang membeli sayur kepada pedagang gerobak. Aku jarang nimbrung karena mas Aldi melarang katanya mereka suka gosip."Eh, pantas saja baunya sangat menyengat," ujarku dengan tersenyum.Tiba-tiba salah satu dar
Part 10Suara seseorang yang ingin kuhindari saat ini ternyata ada di hadapanku. Saking tidak ingin bertemu, aku lupa kalau dia investor terbesar di perusahaan ini. Kalau saja mas Aldi tidak melakukan kecurangan mungkin tak akan menerima tawaran dari Daren. Aku menghela nafas panjang menetralkan degup jantung yang tak beraturan entah mengapa saat bertemu dengannya ada rasa gugup. "Hari ini saya mau melihat perkembangan proyek yang kita jalankan," ucapnya membuyarkan lamunanku. Dia sangat profesional saat bekerja tidak berbasa-basi. "Baik," jawabku singkat. Lalu, mengambil tas kecil dan beberapa berkas lainnya. Tidak lama kami meninggalkan ruangan. Tiba-tiba terdengar suara wanita yang tengah marah-marah membuatku penasaran dan mempercepat langkah. Saat tiba di lobi, aku melihat pak sekuriti tengah memegang kedua tangan wanita itu, dia meronta-ronta ingin dilepaskan. "Apa kalian tidak tahu kalau saya istri dari pemilik perusahaan ini dan saya akan pastikan kalian dipecat," ungkapn
Part 11Aku masih berpikir positif mungkin ada yang korslet. Setelah kepergian mas Aldi dan ibunya banyak kejadian janggal di rumah ini. Apa jangan-jangan ini ulah mantan mertuaku. Akan tetapi, aku belum menemukan bukti. Aku membuka pintu secara perlahan untuk menghidupkan saklar. Belum sempat dinyalakan, tiba-tiba mulutku ada yang membekap."Mmmmhhhh!" jeritku yang tertahanOrang itu tetap tidak melepaskan tangannya yang berada di mulut. Aku memberontak sekuat tenaga tubuh digerakkan. Namun, nihil usahaku sia-sia. "Kamu tidak akan bisa lepas." Suara itu seperti orang yang kukenal. Siapa dia? Aku Menggeleng pelan tidak mungkin dia."Awww," pekikku saat bahu ini ada yang memukul pandangan mulai kabur dan terkulai lemas. ****"Siram dia!" Samar-samar mendengar suara yang tak asing di telinga sebelum mereka menyiram, mata ini berhasil terbuka dengan lebar. "O, bagus kamu sudah sadar," ucapnya sambil menyilangkan tangan di atas dada. Aku membalalakan mata saat melihatnya. Kenapa ha
Part 33EndingTak kusangka lelaki yang berperawakan tak terlalu tinggi itu melangkah mendekat. Lalu, dia bersujud di kaki ibunya Imas. Wanita itu hanya terdiam seribu bahasa mulutnya menganga seakan tak percaya apa yang dikatakan lelaki tadi. Wajahnya sangat pucat pasi seperti tak ada darah yang mengaliri. HeningTak ada yang bersuara sama sekali. Terlihat wajah ibunya Imas nampak lesu. Mungkin bisa menebak apa yang telah terjadi pada putrinya. Ingin hati mendengarkan percakapan di antara ketiganya. Namun, tangan ini sudah diapit dengan lembut oleh suamiku. "Ayo pulang jangan kepo urusan orang lain. Masalah kita sudah selesai," ajaknya setengah berbisik. Sebelum benar-benar keluar rumah, sudut mataku menangkap kalau Imas melihat mas Daren dengan sendu. Aku hanya cuek dan mengangkat bahu acuh. "Ayu, kok melamun itu suamimu sudah masuk mobil. Apa mau tetap tinggal di sini?" ujar uwa mengagetkanku.Aku terhenyak dengan perkataan uwa dan tersenyum tipis padanya. Malu kalau ketahuan m
Part 32Hari ini terkahir kami berada di Bandung. Sebenarnya aku tak ingin pergi dulu karena suasana di sini sangat membuatku nyaman. Namun, mas Daren juga tak bisa lama-lama untuk cuti banyak sekali pekerjaan yang harus dikerjakan. Kami sudah bersiap-siap untuk berangkat, uwa ikut mengantar ke depan karena jalan ini tidak akan muat untuk mobil. "Yu, sehat-sehat ya jangan lupa nanti main lagi ke sini." Mata uwa berkaca-kaca. Aku pun ikut merasakan ketulusan darinya. Uwa juga memiliki satu putra tunggal yang bernama Dirja tetapi, dia sedang kuliah di Surabaya. Kami pun berpelukan untuk melepas rindu. Dari arah depan terlihat Imas hanya menatap kepergian kami. Dia tidak mau mendekat lagi karena sebelumnya sudah kuperingatkan walaupun beberapa kali selalu abai. Namun, beruntungnya aku sudah mempunyai rencana untuk melaporkan pada ibunya. Tentunya ada bukti untuk menjatuhkan calon pelakor itu. "Seandainya dirimu wanita baik-baik mungkin tak akan merusak rumah tangga orang lain. Namun
Part 31Uwa tidak menanggapi perkataan Imas. "Heh wanita sinting tak tahu malu, aku istrinya mas Daren. Kamu menanyakan dia kan? Karena tidak ada lagi lelaki di rumah Uwa kecuali suamiku!" Kutatap wajah polos itu tanpa rasa takut. Dadaku naik turun, Uwa terus menarik tanganku agar menjauh dari wanita sialan itu. "Istri?" balasnya yang melihat penampilanku dari atas sampai bawah. Seperti tengah mengejek karena saat ini aku memaki baju seperti dirinya. Ini gara-gara mas Daren yang tak mau bilang ingin menginap hingga aku minjam baju uwa saat masih gadis. Memang terlihat sangat lusuh apalagi sandal jepit yang kupakai menambah kesan jelek. "Iya memangnya kenapa? Apa ada yang salah?" tanyaku dengan menatap tajam. Aku tak akan mengalah hanya untuk wanita seperti dirinya. Meskipun aku diam pasti mas Daren tak akan tergoda dengan wanita seperti dirinya. "Aku tahu tipe mas Daren. Mana ada wanita kucel macam kamu bisa jadi istrinya!" Dia pun berdecih sambil bertolak pinggang. Ingin ku jamb
Part 30Seorang wanita tengah menatapku tak suka, dia berdiri di tembok pagar rumah uwa yang tingginya hanya satu meter. Dia terus memerhatikan ku yang tengah menyantap buah mangga muda. Tiba-tiba mas Daren datang sambil membawa garam yang kupinta, seketika raut wajah wanita itu tersenyum. Matanya berbinar menatap suamiku. Siapa dia? Dia masih saja setia berada di sana meskipun kutatap tajam wanita itu seolah mengatakan jangan macam-macam. Sengaja diri ini bermanja-manja pada mas Daren ingin disuapin buah mangga. Terlihat suamiku ngilu saat aku memakan buah itu yang masih mengkal serta renyah saat digigit. "Kamu mau, Mas?" tanyaku dengan sedikit manja. Aku mengeluskan kepala pada dada bidangnya ingin mengetahui saja bagaimana reaksi wanita itu. Benar dugaanku wanita itu makin melotot seraya mengangkat kedua tangannya mengepal seakan ingin mengajak perang. Siapa sih dia, tidak dimana-mana tak suka dengan kebahagiaan ku. "Enggak, apa enak?" ujarnya. Aku pun mengalihkan perhatian p
Bab 29Ada rasa sesak di dada saat menyaksikan teman yang kita sayangi dibawa sama polisi. Aku tak sanggup melihatnya, tetapi harus bisa kuat ini demi kebaikan dirinya. Semoga kamu bisa menyadari kesalahannya, Sya. Sudut mataku mengeluarkan cairan bening. Tiba-tiba ada tangan kekar yang melingkar di pinggang, hangat. Deru nafasnya bisa kurasakan, mas Daren memang suami yang sangat pengertian. "Mas," ucapku dengan suara sedikit gemetar. "Jangan menyesal, ini yang terbaik buat dia," balasnya memelukku dengan erat. Syasya sudah dibawa ke kantor polisi kini kami meninggalkan apatermen milik Syasya. Ada rasa lega di hati. "Kenapa kamu tidak melibatkan Mas, hem." Aku sedikit salah tingkah dengan tatapannya yang begitu menyejukan hati. Dia memandangku tanpa berkedip. "A-aku tak ingin merepotkan. Bukannya, Mas sedang ada rapat penting?" Aku menelan saliva saat tangan kekar itu m*ny*ntuh bibir. Ada desiran aneh ditubuhku. "Ayo pulang." Mas Daren tidak melakukan apapun. Dia kembali
Part 28Pov SyasyaAku sangat benci Ayu, dia telah merebut segalanya. Rasanya malas untuk berpura-pura baik lagi, akan ku tunjukan siapa Syasya sebenarnya. Suatu hari aku membuat kekacauan, meneror rumah Ayu dan seakan-akan bukan aku yang melakukan itu. Betapa bodohnya si Ayu itu dia wanita yang sangat polos, aku sudah muak dengan pura-pura baik padanya.Seperti yang kuduga, Ayu memang percaya bukan aku dibalik semua ini. Dan, ya aku tak bisa lagi diam. Saat ada kesempatan, aku ingin memb*nhnya. Akhirnya semua yang kuinginkan kembali padaku. Rasanya sangat bahagia ketika orang yang kucintai kembali. Syukurnya Mila mau kuperalat untuk memudahkan rencana ini dengan mulus. Aku sangat bahagia saat melihat dirinya menderita, tujuanku sudah tercapai. Akan tetapi, kebahagiaan itu tidak berselang lama, entah mengapa aku dipertemukan kembali dengan si Ayu. Walaupun sekarang penampilannya berubah, tetapi aku masih mengenalinya. Amarah ini tak bisa lagi dibendung, mengapa dirinya bisa selamat.
Part 27"Mas sudah pulang?" tanyaku dengan lembutTerlihat raut wajah mas Daren menyiratkan sesuatu. Dia hanya tersenyum tipis tanpa mau membalas perkataanku. Apakah ada sesuatu hal yang sangat serius hingga dirinya seperti itu?Kenapa dengannya? Apa aku salah bicara?Mas Daren membuka kemeja satu persatu. Lalu, dia mengambil handuk tanpa membuka bajunya ke dalam kamar mandi. Terdengar suara guyuran shower, aku duduk di sudut ranjang menunggu suamiku menyelesaikan mandinya. Sudah dua puluh menit, dia belum juga keluar membuatku khawatir dengan keadaanya. Ku ketuk pintu kamar mandi, tetapi tidak ada jawaban. "Mas," panggilku. Namun, masih sama. Mungkin tidak terdengar karena terkalahkan dengan suara gemercik air. Aku mondar-mandir di depan kamar mandi, biasanya tak lama. Ada apa dengannya? Apa aku telah membuat kesalahan? Ini tak boleh dibiarkan begitu saja. Aku tak mau kejadian dulu terulang lagi karena masalah komunikasi yang tak saling mengungkapkan pikiran masing-masing. "Mas
Part 26Akhirnya yang kutakutkan terjadi. Mila menjambak sanggul yang indah itu dan kini tergerai acak - acakan. "Dasar wanita tua, ayo lawan aku." Mila terus menjambak dengan kasar, aku pun tak tinggal diam dan segera melerai mereka. Syasya hanya acuh melihat kami seperti ini. Astagfirullah bukannya dia bibinya? Lalu kenapa diam saja. "Sya tolong aku pisahkan mereka," ujarku. Namun pengakuannya membuatku jengkel. "Kamu tidak lihat kalau aku gak ada kaki Ini juga salahmu, terus gimana caranya coba melerai mereka yang ada aku yang kena amukan." Dengan santainya berkata demikian, tanpa melihat sedikitpun ke arah kami. Entah mengapa, aku sudah tak menemukan sosok Syasya yang penyayang darinya.Seenggaknya dia berteriak meminta tolong karena aku sibuk memisahkan mereka. "Mil, sudah. Kamu 'kan baru operasi, aku takut kamu kenapa-kenapa." Aku terus saja melerai mereka mencoba membawa Mila untuk menjauh dari wanita gemuk itu. Akhirnya aku berhasil walaupun badanku kena pukulan bibinya
Part 25Pandangan kami saling tatap entah kapan bibir itu meny*tu, aku terpejam sedikit terbuai dengan permainan suamiku. Walaupun terasa kaku, tetapi aku sangat menikmatinya. Degup jantungku bertalu-talu saat tangan kekar itu masuk ke celah yang di tutupi kain. Benda ke*y*l yang tidak terlalu besar. Namun, cukup pas berada digenggamannya. Tanpa terasa bibirku mengeluarkan suara indah yang membuat suamiku makin menggila. "Bolehkah Mas memintanya?" tanyanya dengan lembut. Aku hanya mengangguk pelan. Mengapa bilang dulu tidak langsung saja. Wajah ini mungkin merah merona bak kepiting rebus. Sebelum memulai, mas Daren membaca doa terlebih dahulu. Dia memang agamis sekali, tidak lama kami melakukannya. Aku meringis menahan nyeri. Tiba-tiba mas Daren menghentikan aktivitasnya. "Kenapa Sayang? Apa Mas menyakitimu?" Aku menggeleng seraya tersenyum. Menatap tubuh p*l*s itu yang penuh dengan peluh. Aku terlelap terlebih dahulu, sebelum tidur mas Daren sempat menci*m keningku lama"Terima