Bab 5
Selama satu jam Ibu tidak sadarkan diri. Mungkin beliau sangat terkejut. Bagaimana kalau tahu perusahaan tempat anaknya bekerja adalah milikku. Pasti sikapnya akan berubah seratus delapan puluh derajat.
"Ayu maafkan Ibu, Nak. Selama ini selalu bersikap kasar. Sebetulnya Mila sudah hamil. Jadi, Ibu menyetujui karena ingin menimang cucu," ujarnya dengan lembut.
Aku tidak akan luluh dengan kata-katanya. Enak saja setelah apa yang dilakukan selama ini padaku dengan entengnya meminta maaf. Apalagi wanita yang telah merebut suamiku tengah hamil. Jadi, mereka sudah melakukan hubungan terlarang.
"Aku bukan wanita baik, Bu. Jadi, untuk saat ini simpan saja kata-kata itu."
"Yu, apa kamu tega mengusir kami di saat malam begini?" ucap mas Aldi dengan sendu.
Aku tidak akan terpedaya dengan wajah sendu itu. Selama ini kalian tidak pernah tega sama aku. Dia mengambil uang perusahaan sampai milyaran apa memikirkan aku? ibunya juga selalu meminta uang dan ternyata dia sawer kepada tamu undangan pernikahan anaknya. Apa mereka memikirkan perasaanku? Tak kubayangkan sudah berapa ratus juga dihamburkan dengan mudahnya. Biarkan saja mereka pergi malam ini juga.
"Maaf Mas, sesuai surat perjanjian. Siapa yang berhianat harus pergi dari rumah tanpa membawa apapun."
"Cih, kamu juga selingkuh dengan pria itu," ungkap Ibu. Tuh kan keluar juga sifat aslinya. Beruntung tidak terpedaya dengan air mata buayanya. Ternyata seperti itu kelakuan Ibu apabila ada maunya baik dan sebaliknya.
"Terserah yang jelas aku mempunyai bukti dan itu sah secara hukum karena kita mendatangani di atas matarai."
Tunggu selanjutnya mas, aku juga akan menggungat cerai. Tidak mungkin berbagi suami lebih baik mundur. Apalagi Mila sedang hamil. Aku pergi ke kamar meninggalkan mereka yang tengah kebingungan. Kenapa harus bingung? Bukannya mereka juga mempunyai rumah, oiya, Ibu bilang rumahnya tengah direnovasi.
"Bu ayok kita pergi ke rumah. Enggak apa aku masih mempunyai istri yang baik dari pada dia. Sebentar lagi Ibu akan mendapatkan cucu. Mungkin selama ini yang mandul Ayu bukan aku."
"Iya kamu benar ngapain hidup dengannya, walaupun selalu memberi Ibu uang, tetapi tidak bisa mempunyai keturunan buat apa?"
Telingaku panas mendengar mereka berbicara, koper yang berisi pakaian mas Aldi kulemparkan padanya. Tega sekali kamu mas, berkata demikian. Kurang apa aku, kalau masalah anak kita bisa bicarakan baik-baik. Bahkan, kami belum sempat periksa kandungan, ibumu sudah memvonis kalau aku yang mandul.
"Dasar wanita sinting sudah jelas-jelas kamu juga selingkuh. Akan aku cari bukti ini tidak adil bagi anakku."
"Cari saja sampai dapat Bu, aku tidak takut karena yang Ibu tuduhkan hanya fitnah. Ini bisa saja menjadi sebuah laporan pencemaran nama baik."
Wajah mertuaku langsung pucat pasi mendengar ancamanku. Namun, bukan sekadar sebuah ancaman, tetapi peringatan agar dirinya tidak mengusik kehidupanku.
Tidak lama mereka pun pergi sambil terus menggerutu terutama Ibu. Bahkan, sumpah serapah ia berikan padaku. Tubuh ini jatuh ke lantai, cairan bening itu tidak bisa kubendung lagi. Bukan menyesal telah mengusir mereka. Namun, aku terlalu bodoh.
Aku terduduk lemah kedua kaki di tekuk tangan mungil ini memeluknya dengan kepala tertunduk. Membayangkan pengkhianatan yang mereka lakukan di belakang ku selama ini. Apa salahku, mas. Begini rasanya dikhianati orang terdekat sakit yang tak bernanah. Namun, sangat perih. Bulir kristal itu makin berjatuhan membasahi pipi dan berhenti sejenak di mulut.
"Mengapa hidupku seperti ini. Andai saja Papa masih ada mungkin tak akan cengeng. Suami yang aku kira akan menjadi tempat berlindung, kini telah mengkhianati janji suci pernikahan. Kamu tega, mas!" teriakku
Malam ini terasa sangat sepi, seperti hatiku. Tidak ada tempat untuk mencurahkan segala kepenatan di benak. Andai saja Ibu masih ada mungkin aku mempunyai tempat bersandar.
Besok harus periksa untuk memastikan kondisi rahim ku. Apa benar aku wanita mandul seperti yang dituduhkan mertuaku.
Tak terasa mataku terlelap saking lelah menangis.Cahaya mentari menyeruak dari jendela. Mataku mengerjap silau, semalam lupa tidak menutup tirai. Aku meraba sisi ranjang, tetapi tak ada siapapun.
"Mas," lirih ku seketika bayangan semalam teringat. Aku sudah mengusirnya. Kuhapus jejak air mata yang kembali menetes tanpa sadar.Gegas ku bersihkan diri untuk pergi ke rumah sakit. Sekitar lima belas menit, tubuh ini berada di depan cermin menatap wajah sendiri. Mata sembab masih jelas terlihat, ku ambil make-up untuk menutupinya. Sudut bibir dipaksa senyum walaupun kaku.
Aku harus bangkit ini sudah menjadi keputusanku.
Perutku berbunyi sedari semalam tak kuis. Aku pun melangkah ke dapur untuk membuat sarapan.
"Hemmm pantesan semalam mertuaku marah-marah." Ternyata tidak ada bahan masakan dalam kulkas.
Kuputuskan untuk sarapan di luar saja. Sebelum ke rumah sakit, tentunya hari ini aku akan kembali bekerja di perusahaan Papa. Sekitar dua puluh menit aku sampai, beruntungnya perjalanan tidak macet.
"Mbak, saya mau ke dokter kandungan," ujarku pada salah satu perawat di sana."Mari saya antar," balasnya dengan ramah. Tidak lama ruangan kandungan sudah ada di depan mata. Namun, perawat mengatakan sedang ada pasien di dalam. Sehingga aku menunggu di kursi yang telah disediakan.
Untuk menghilangkan kebosanan, aku membuka ponsel dan men scroll media sosial.
"Sial," gerutuku saat tidak sengaja melihat postingan Mila dengan caption
'Suami idaman'
Di sana terlihat Mila tengah memegang buket bunga mawar merah dengan senyum lebar. Namun, dia berfoto sendiri entah mengapa mas Aldi tak ikut di sana. Selama tiga tahun pernikahan mana pernah mas Aldi bersikap romantis seperti itu.
Tidak lama namaku dipanggil dan menyimpan ponsel di tas.
"Mari berbaring, Mbak?" titahnya dengan tersenyum. Lalu, Dokter memeriksa rahimku dengan alatnya entah apa namanya itu.
Hatiku deg-deg-an takut hasilnya tak sesuai dengan kenyataan. Karena aku yakin kalau diri ini tak mandul.
Dokter itu tersenyum hangat kepadaku dan berkata, "Mari duduk."
Aku pun mengikuti perintahnya.
"Kondisi rahim Mba sangat baik, bahkan subur tensi juga normal."
"Jadi, saya tidak mandul? Tetapi, sudah tiga tahun menikah belum juga ...."
"Mmm, kalau suaminya bersedia datanglah kemari biar mengetahui masalahnya dimana?"
Aku hanya tersenyum tipis. Tak mungkin kuajak ke sini, dia telah kuusir mana mungkin mau. Syukurlah kalau aku tidak mandul mungkin Tuhan belum mempercayaiku. Aku pun pamit dan segera ke kantor karena Mira sudah menghubungi dari tadi.
Kini, mobilku sudah berada di depan kantor yang menjulang tinggi. Pasti saat ini tengah kacau karena kondisi keuangan pasti menurun. Omset penjualan pun merosot, ada kabar barang yang ku jual tak layak pakai.
Para karyawan menyapaku dengan ramah. Mira-- sekertaris-- langsung menemuiku. Dia tidak basa-basi dan langsung mengatakan masalah perusahaan.
"Ayok ikut aku," ujarku dengan semangat.
Kmu berada di ruang meeting untuk membicarakan bagaimana caranya supaya klien tak jadi membatalkan pembeliannya.
Pembicaraan kami sangat alot, klien meminta potongan harga jauh dari pasaran kalau masih mau pada perusahaanku. Akhirnya kuputuskan untuk mengiyakan, walaupun sebenarnya aku sangat rugi.
"Bu, ada email masuk dari perusahaan RE Corp. Beliau ingin mengajukan kerjasama. Ini kesempatan bagus apalagi modal yang ditawarkan sangat besar. Lima puluh milyar."
Aku membulat sempurna, siapakah orang ini. Mengapa bisa memberikan uang sebanyak itu. Apa perusahaan itu tidak mengetahui kalau perusahaan ini tengah mengalami kerugian.
"Kapan akan bertemu?" tanyaku senang.
"Nanti siang."
Waktu yang ditunggu telah tiba. Degup jantugku seakan berhenti menerka-nerka siapa orangnya. Mungkin dia orang paling kaya. Pintu knop dibuka memperlihatkan seorang pria tampan, hidung bangir.
"Kamu?" ucapku saat melihat yang datang ternyata ...
Part 6 "Halo kita bertemu kembali," ujarnya dengan tersenyum. Mengapa harus dia sih, sebenarnya aku tak mau bertemu lagi dengannya. Sudah cukup kemarin pertemuan terakhir. Aku tak mau membawa dirinya dalam masalah. Pasti Ibu mertua akan mencari bukti kalau aku selingkuh, padahal kami bertemu secara tak sengaja. Lalu? Sekarang malah bekerja sama dengannya. Apa yang harus kulakukan? Sebelumnya kami pernah bertemu dan tak sengaja mertuaku melihat kami sedang berdua. "Ja-jadi kamu," kataku sedikit tercekat. Ini seperti mimpi. Tuhan, mengapa aku harus dipertemukan lagi dengannya. Dia Daren temanku. Apa tidak ada orang lain selain dia? Daren duduk, kini kami saling berhadapan tatapannya terus mengarah padaku. Sorot matanya seperti menyimpan kerinduan. Ah jangan berpikiran yang aneh. Sadar Ayu dia itu sekarang rekan kerja. Jadi, kamu harus tersenyum ramah. "Yu, maaf soal kemarin. Pasti mertuamu mengira yang tidak-tidak. Aku sangat menyesal memaksamu untuk makan bareng." Daren tertundu
Part 7Dia mertuaku, kenapa bisa ada dia sini. Apa disuruh mas Aldi?"Heh Ayu, dasar wanita licik. Sudah mengambil rumah sekarang perusahaan juga kau ambil!" serunya sambil berkacak pinggang. Sorot matanya menyimpan kebencian terhadapku. Lalu, mertuku mendekat dan menjambak rambut ini. Rasanya sakit, pak Sekuriti kewalahan dengan tenaga mertuaku.Karyawan lelaki pun ikut membantu menenangkan mertuaku. Namun, tak berhasil beliau terus menerus mengeluarkan kata pedasnya."Bu, lebih baik tanyakan saja pada mas Aldi kalau ini perusahaan siapa? Dan soal rumah memang kami sebelumnya sudah membuat surat perjanjian."Wajah mertuaku merah padam mungkin tak suka dengan jawabanku.k"Awas ya Ayu, urusan kita belum selesai!"Mertuaku berlalu sambil terus ngerocos."Bu Ayu, tidak apa?" tanya Mira dengan mimik wajah khawatir karena penampilan ku saat ini acak-acakan. Aku hanya mengangguk lalu masuk ruangan. Mataku menatap langit ruangan kubuang nafas kasar saat membayangkan mertuaku barusan. Harga d
part 8Aku terbangun di sebuah ruangan yang serba putih. Saat membuka mata, aroma khas yang tercium di indera penciuman. Mataku terbuka secara perlahan, masih terasa pening yang kurasa. "Ayu, kamu sudah sadar?" tanya seorang wanita yang kukenal suaranya. Namun, penglihatanku belum jelas siapa itu. "maaf aku terlambat." "Aku tidak apa jangan merasa bersalah." Kupegang tangannya dan menatap wajah itu dengan jelas. Ternyata dia Syasya sahabat yang kuhubungi tadi. "Jangan bangun dulu enggak apa, kamu istirahat saja." Ah, dia lebay sekali lagian hanya bagian tengkuk saja yang sakit, aku bukan habis perang atau melakukan hal ekstrim lainnya."Sebenarnya siapa sih yang sudah melakukan ini padamu, apa punya musuh? Syukurnya aku segera datang, dia berhasil kabur. Kalau saja bisa kutangkap akan dipastikan masuk penjara." Syasya mengepalkan kedua tangannya. Ada kilatan marah di wajah cantik itu. Rasanya sangat senang memiliki sahabat yang ada saat suka maupun duka. Kami berteman dari SMP, s
Part 9Pagi-pagi terdengar riuh dari luar rumah, kami yang tengah sarapan saling pandang."Ada apa?" tanya Syasya kepadakuAku pun bangkit dan menuju pintu kenapa seperti banyak orang. Saat pertama kali keluar, aroma busuk menyeruak di indra penciuman sontak menutup hidung.Bau apa ini? Kenapa begitu menyengat sekali. Kuhampiri Ibu-Ibu yang berkumpul di depan rumah jumlahnya sekitar lima orang."Eh, Mbak Ayu," tanya si Ibu gemuk dengan tangan yang sama sepertiku"Bu, ini bau apa ya, kok sampai tercium sampai ke dalam," balasku yang langsung pada intinya."Entahlah Bu, kami semua sedang belanja sayur tiba-tiba mencium aroma busuk dan berasal dari sini. Saya mau mengetuk pintu, tetapi ... sukurlah kalau Mba sudah keluar."Rumahku berada di komplek. Jadi, tiap pagi pasti ada Ibu- Ibu yang membeli sayur kepada pedagang gerobak. Aku jarang nimbrung karena mas Aldi melarang katanya mereka suka gosip."Eh, pantas saja baunya sangat menyengat," ujarku dengan tersenyum.Tiba-tiba salah satu dar
Part 10Suara seseorang yang ingin kuhindari saat ini ternyata ada di hadapanku. Saking tidak ingin bertemu, aku lupa kalau dia investor terbesar di perusahaan ini. Kalau saja mas Aldi tidak melakukan kecurangan mungkin tak akan menerima tawaran dari Daren. Aku menghela nafas panjang menetralkan degup jantung yang tak beraturan entah mengapa saat bertemu dengannya ada rasa gugup. "Hari ini saya mau melihat perkembangan proyek yang kita jalankan," ucapnya membuyarkan lamunanku. Dia sangat profesional saat bekerja tidak berbasa-basi. "Baik," jawabku singkat. Lalu, mengambil tas kecil dan beberapa berkas lainnya. Tidak lama kami meninggalkan ruangan. Tiba-tiba terdengar suara wanita yang tengah marah-marah membuatku penasaran dan mempercepat langkah. Saat tiba di lobi, aku melihat pak sekuriti tengah memegang kedua tangan wanita itu, dia meronta-ronta ingin dilepaskan. "Apa kalian tidak tahu kalau saya istri dari pemilik perusahaan ini dan saya akan pastikan kalian dipecat," ungkapn
Part 11Aku masih berpikir positif mungkin ada yang korslet. Setelah kepergian mas Aldi dan ibunya banyak kejadian janggal di rumah ini. Apa jangan-jangan ini ulah mantan mertuaku. Akan tetapi, aku belum menemukan bukti. Aku membuka pintu secara perlahan untuk menghidupkan saklar. Belum sempat dinyalakan, tiba-tiba mulutku ada yang membekap."Mmmmhhhh!" jeritku yang tertahanOrang itu tetap tidak melepaskan tangannya yang berada di mulut. Aku memberontak sekuat tenaga tubuh digerakkan. Namun, nihil usahaku sia-sia. "Kamu tidak akan bisa lepas." Suara itu seperti orang yang kukenal. Siapa dia? Aku Menggeleng pelan tidak mungkin dia."Awww," pekikku saat bahu ini ada yang memukul pandangan mulai kabur dan terkulai lemas. ****"Siram dia!" Samar-samar mendengar suara yang tak asing di telinga sebelum mereka menyiram, mata ini berhasil terbuka dengan lebar. "O, bagus kamu sudah sadar," ucapnya sambil menyilangkan tangan di atas dada. Aku membalalakan mata saat melihatnya. Kenapa ha
Part 12Syasya terus saja mendorong tubuhku ke pinggir jurang. "Sya aku mohon jangan lakuin ini padaku," ujarku dengan tubuh bergetar"Apa kamu takut hah?" jawabnya. Terlihat mata dia merah rambut panjangnya acak-acakan menutupi sebagian wajah. Aku sungguh tak percaya kalau di hadapanku saat ini Syasya orang yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri. Seandainya kalau aku tahu mas Aldi tungannganya tak akan pernah mau menikah dengannya. "Sebelum kau tiada, apa ada kata-kata yang ingin disampaikan?" Syasya kembali berkata entah mengapa melihat tatapannya bulu kudukku meremang. "Sya, ingat kamu orang baik. Kita pernah saling menyanyangi satu sama lain." "Jangan lanjutkan. Sekarang enyahlah!" teriaknya menggelegar"Aaaa arrrggghhh, tolong!" teriakku dengan kencang. Satu tanganku berhasil memegang akar pohon yang tidak terlalu besar. Suara air begitu jelas di telinga membuatku makin takut. "Mati saja dirimu. Ini yang aku tunggu- tunggu." Setelah berucap demikian aku tak lagi mel
part 13"Aku sudah mengetahui semuanya. Kamu harus bangkit, Yu. Proyek kita harus tetap berjalan," ungkapnya mengalihkan pembicaraan kami. Mungkin Daren tidak mau buru-buru, aku menyerngit saat dirinya .berkata mengetahui? "jangan terlalu dipikirkan, lebih baik fokus sama kesehatan."Daren mengajakku masuk untuk makan bersama, dia sangat peka sekali apa aku mulai ... ah tidak, saat ini harus pikirkan kesehatan batinku dulu. Setelah itu, aku ingin membalaskan rasa sakit pada mereka.Waktu cepat berlalu sudah tiga hari aku berada di sini. Setelah percakapan waktu itu aku tak pernah melihat Daren lagi entah ke mana. Mungkin saja dia sibuk, aku tak boleh diam seperti ini terus. Kuedarkan pandangan keseluruh sudut ruangan, mata ini berhenti di salah satu lemari kaca yang di dalamnya ada sebuah laptop.Aku berjalan secara perlahan dan membuka. "Maafkan aku Daren telah lancang mengambil. Nanti akan kuganti."Segera kulangkahkan kaki menuju atas yang menjadi tempat tidurku selama di sini. L
Part 33EndingTak kusangka lelaki yang berperawakan tak terlalu tinggi itu melangkah mendekat. Lalu, dia bersujud di kaki ibunya Imas. Wanita itu hanya terdiam seribu bahasa mulutnya menganga seakan tak percaya apa yang dikatakan lelaki tadi. Wajahnya sangat pucat pasi seperti tak ada darah yang mengaliri. HeningTak ada yang bersuara sama sekali. Terlihat wajah ibunya Imas nampak lesu. Mungkin bisa menebak apa yang telah terjadi pada putrinya. Ingin hati mendengarkan percakapan di antara ketiganya. Namun, tangan ini sudah diapit dengan lembut oleh suamiku. "Ayo pulang jangan kepo urusan orang lain. Masalah kita sudah selesai," ajaknya setengah berbisik. Sebelum benar-benar keluar rumah, sudut mataku menangkap kalau Imas melihat mas Daren dengan sendu. Aku hanya cuek dan mengangkat bahu acuh. "Ayu, kok melamun itu suamimu sudah masuk mobil. Apa mau tetap tinggal di sini?" ujar uwa mengagetkanku.Aku terhenyak dengan perkataan uwa dan tersenyum tipis padanya. Malu kalau ketahuan m
Part 32Hari ini terkahir kami berada di Bandung. Sebenarnya aku tak ingin pergi dulu karena suasana di sini sangat membuatku nyaman. Namun, mas Daren juga tak bisa lama-lama untuk cuti banyak sekali pekerjaan yang harus dikerjakan. Kami sudah bersiap-siap untuk berangkat, uwa ikut mengantar ke depan karena jalan ini tidak akan muat untuk mobil. "Yu, sehat-sehat ya jangan lupa nanti main lagi ke sini." Mata uwa berkaca-kaca. Aku pun ikut merasakan ketulusan darinya. Uwa juga memiliki satu putra tunggal yang bernama Dirja tetapi, dia sedang kuliah di Surabaya. Kami pun berpelukan untuk melepas rindu. Dari arah depan terlihat Imas hanya menatap kepergian kami. Dia tidak mau mendekat lagi karena sebelumnya sudah kuperingatkan walaupun beberapa kali selalu abai. Namun, beruntungnya aku sudah mempunyai rencana untuk melaporkan pada ibunya. Tentunya ada bukti untuk menjatuhkan calon pelakor itu. "Seandainya dirimu wanita baik-baik mungkin tak akan merusak rumah tangga orang lain. Namun
Part 31Uwa tidak menanggapi perkataan Imas. "Heh wanita sinting tak tahu malu, aku istrinya mas Daren. Kamu menanyakan dia kan? Karena tidak ada lagi lelaki di rumah Uwa kecuali suamiku!" Kutatap wajah polos itu tanpa rasa takut. Dadaku naik turun, Uwa terus menarik tanganku agar menjauh dari wanita sialan itu. "Istri?" balasnya yang melihat penampilanku dari atas sampai bawah. Seperti tengah mengejek karena saat ini aku memaki baju seperti dirinya. Ini gara-gara mas Daren yang tak mau bilang ingin menginap hingga aku minjam baju uwa saat masih gadis. Memang terlihat sangat lusuh apalagi sandal jepit yang kupakai menambah kesan jelek. "Iya memangnya kenapa? Apa ada yang salah?" tanyaku dengan menatap tajam. Aku tak akan mengalah hanya untuk wanita seperti dirinya. Meskipun aku diam pasti mas Daren tak akan tergoda dengan wanita seperti dirinya. "Aku tahu tipe mas Daren. Mana ada wanita kucel macam kamu bisa jadi istrinya!" Dia pun berdecih sambil bertolak pinggang. Ingin ku jamb
Part 30Seorang wanita tengah menatapku tak suka, dia berdiri di tembok pagar rumah uwa yang tingginya hanya satu meter. Dia terus memerhatikan ku yang tengah menyantap buah mangga muda. Tiba-tiba mas Daren datang sambil membawa garam yang kupinta, seketika raut wajah wanita itu tersenyum. Matanya berbinar menatap suamiku. Siapa dia? Dia masih saja setia berada di sana meskipun kutatap tajam wanita itu seolah mengatakan jangan macam-macam. Sengaja diri ini bermanja-manja pada mas Daren ingin disuapin buah mangga. Terlihat suamiku ngilu saat aku memakan buah itu yang masih mengkal serta renyah saat digigit. "Kamu mau, Mas?" tanyaku dengan sedikit manja. Aku mengeluskan kepala pada dada bidangnya ingin mengetahui saja bagaimana reaksi wanita itu. Benar dugaanku wanita itu makin melotot seraya mengangkat kedua tangannya mengepal seakan ingin mengajak perang. Siapa sih dia, tidak dimana-mana tak suka dengan kebahagiaan ku. "Enggak, apa enak?" ujarnya. Aku pun mengalihkan perhatian p
Bab 29Ada rasa sesak di dada saat menyaksikan teman yang kita sayangi dibawa sama polisi. Aku tak sanggup melihatnya, tetapi harus bisa kuat ini demi kebaikan dirinya. Semoga kamu bisa menyadari kesalahannya, Sya. Sudut mataku mengeluarkan cairan bening. Tiba-tiba ada tangan kekar yang melingkar di pinggang, hangat. Deru nafasnya bisa kurasakan, mas Daren memang suami yang sangat pengertian. "Mas," ucapku dengan suara sedikit gemetar. "Jangan menyesal, ini yang terbaik buat dia," balasnya memelukku dengan erat. Syasya sudah dibawa ke kantor polisi kini kami meninggalkan apatermen milik Syasya. Ada rasa lega di hati. "Kenapa kamu tidak melibatkan Mas, hem." Aku sedikit salah tingkah dengan tatapannya yang begitu menyejukan hati. Dia memandangku tanpa berkedip. "A-aku tak ingin merepotkan. Bukannya, Mas sedang ada rapat penting?" Aku menelan saliva saat tangan kekar itu m*ny*ntuh bibir. Ada desiran aneh ditubuhku. "Ayo pulang." Mas Daren tidak melakukan apapun. Dia kembali
Part 28Pov SyasyaAku sangat benci Ayu, dia telah merebut segalanya. Rasanya malas untuk berpura-pura baik lagi, akan ku tunjukan siapa Syasya sebenarnya. Suatu hari aku membuat kekacauan, meneror rumah Ayu dan seakan-akan bukan aku yang melakukan itu. Betapa bodohnya si Ayu itu dia wanita yang sangat polos, aku sudah muak dengan pura-pura baik padanya.Seperti yang kuduga, Ayu memang percaya bukan aku dibalik semua ini. Dan, ya aku tak bisa lagi diam. Saat ada kesempatan, aku ingin memb*nhnya. Akhirnya semua yang kuinginkan kembali padaku. Rasanya sangat bahagia ketika orang yang kucintai kembali. Syukurnya Mila mau kuperalat untuk memudahkan rencana ini dengan mulus. Aku sangat bahagia saat melihat dirinya menderita, tujuanku sudah tercapai. Akan tetapi, kebahagiaan itu tidak berselang lama, entah mengapa aku dipertemukan kembali dengan si Ayu. Walaupun sekarang penampilannya berubah, tetapi aku masih mengenalinya. Amarah ini tak bisa lagi dibendung, mengapa dirinya bisa selamat.
Part 27"Mas sudah pulang?" tanyaku dengan lembutTerlihat raut wajah mas Daren menyiratkan sesuatu. Dia hanya tersenyum tipis tanpa mau membalas perkataanku. Apakah ada sesuatu hal yang sangat serius hingga dirinya seperti itu?Kenapa dengannya? Apa aku salah bicara?Mas Daren membuka kemeja satu persatu. Lalu, dia mengambil handuk tanpa membuka bajunya ke dalam kamar mandi. Terdengar suara guyuran shower, aku duduk di sudut ranjang menunggu suamiku menyelesaikan mandinya. Sudah dua puluh menit, dia belum juga keluar membuatku khawatir dengan keadaanya. Ku ketuk pintu kamar mandi, tetapi tidak ada jawaban. "Mas," panggilku. Namun, masih sama. Mungkin tidak terdengar karena terkalahkan dengan suara gemercik air. Aku mondar-mandir di depan kamar mandi, biasanya tak lama. Ada apa dengannya? Apa aku telah membuat kesalahan? Ini tak boleh dibiarkan begitu saja. Aku tak mau kejadian dulu terulang lagi karena masalah komunikasi yang tak saling mengungkapkan pikiran masing-masing. "Mas
Part 26Akhirnya yang kutakutkan terjadi. Mila menjambak sanggul yang indah itu dan kini tergerai acak - acakan. "Dasar wanita tua, ayo lawan aku." Mila terus menjambak dengan kasar, aku pun tak tinggal diam dan segera melerai mereka. Syasya hanya acuh melihat kami seperti ini. Astagfirullah bukannya dia bibinya? Lalu kenapa diam saja. "Sya tolong aku pisahkan mereka," ujarku. Namun pengakuannya membuatku jengkel. "Kamu tidak lihat kalau aku gak ada kaki Ini juga salahmu, terus gimana caranya coba melerai mereka yang ada aku yang kena amukan." Dengan santainya berkata demikian, tanpa melihat sedikitpun ke arah kami. Entah mengapa, aku sudah tak menemukan sosok Syasya yang penyayang darinya.Seenggaknya dia berteriak meminta tolong karena aku sibuk memisahkan mereka. "Mil, sudah. Kamu 'kan baru operasi, aku takut kamu kenapa-kenapa." Aku terus saja melerai mereka mencoba membawa Mila untuk menjauh dari wanita gemuk itu. Akhirnya aku berhasil walaupun badanku kena pukulan bibinya
Part 25Pandangan kami saling tatap entah kapan bibir itu meny*tu, aku terpejam sedikit terbuai dengan permainan suamiku. Walaupun terasa kaku, tetapi aku sangat menikmatinya. Degup jantungku bertalu-talu saat tangan kekar itu masuk ke celah yang di tutupi kain. Benda ke*y*l yang tidak terlalu besar. Namun, cukup pas berada digenggamannya. Tanpa terasa bibirku mengeluarkan suara indah yang membuat suamiku makin menggila. "Bolehkah Mas memintanya?" tanyanya dengan lembut. Aku hanya mengangguk pelan. Mengapa bilang dulu tidak langsung saja. Wajah ini mungkin merah merona bak kepiting rebus. Sebelum memulai, mas Daren membaca doa terlebih dahulu. Dia memang agamis sekali, tidak lama kami melakukannya. Aku meringis menahan nyeri. Tiba-tiba mas Daren menghentikan aktivitasnya. "Kenapa Sayang? Apa Mas menyakitimu?" Aku menggeleng seraya tersenyum. Menatap tubuh p*l*s itu yang penuh dengan peluh. Aku terlelap terlebih dahulu, sebelum tidur mas Daren sempat menci*m keningku lama"Terima