“Utomo, dengan siapa kamu datang nak?” ucap wanita tua itu lagi.
Mendengar suara wanita tua yang baru saja keluar dari rumah yang kami datangi, membuat hatiku bergemuruh. Bahkan mataku terasa panas, dan air mata yang ada di dalam seperti mau keluar. Namun aku berusaha menahannya agar Mas Utomo tidak mengetahui apa yang aku rasakan saat ini.
“Utomo, kenapa kamu diam saja? Memangnya kamu datang dengan siapa, Nak?” suara wanita tua itu lagi, dan kali ini suara itu terdengar semakin dekat.
“Ayo, Dara.” Ucap Mas Utomo.
Namun, aku masih tidak bisa melangkahkan kakiku keluar dari mobil karena terasa berat. Hingga wajah wanita tua itu tiba-tiba sudah ada di depan kami.
“Da –Dara?” ucap wanita tua itu dengan raut wajah terlihat terkejut sambil menatapku tanpa berkedip.
“Iya, Bu. Itu Dara kita,” jelas Mas Utomo sambil menatap wanita tua yang bergelar ibuku itu, “Dia datang ke sini
“Ayah,” ucapku begitu melihat ayah duduk di atas kursi roda.“Ayah,” ucap Mas Utomo terlihat sama terkejutnya denganku.Ayah yang duduk di atas kursi roda terlihat tersenyum melihat kami berdua. Di belakang ayah berdiri kakak keduaku Mas Yuda.“Apa boleh ayah duduk di atas kursi roda seperti ini, Mas?” tanyaku pada Mas Yuda yang juga terlihat bahagia.“Dokter sudah mengizinkan,” jawab Mas Yuda.Aku dan Mas Utomo saling menatap ketika mendengar apa yang Mas Yuda katakan. Karena aku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar.“Kapan Dokter Ridwan datang, Yuda?” tanya Mas Utomo.“Tak lama setelah mas pergi. Tadi Dokter Ridwan juga memberitahu, bahwa dalam dua atau tiga hari lagi, bila kondisi ayah semakin baik. Ayah sudah bisa melanjutkan pengeobatan ke luar negeri seperti yang sudah dijadwalkan,” jelas Mas Yuda.“Kalau begitu, aku akan men
“Iya, Mbak. Ini ruangan Pak Baskara. Maaf, mbak siapa ya?” jawabku sopan.“Perkenalkan saya Sella, istri Mas Yuda.”Mataku langsung membulat begitu mendengar apa yang dikatakan oleh wanita yang sedang berdiri di depan pintu. Tidak hanya aku, Mas Utomo pun terlihat sama terkejutnya denganku. Bahkan dari ekspresi Mas Utomo terlihat sekali sepertinya pria itu juga tidak tahu akan hal ini.“Istri Yuda? Apa saya tidak salah dengar?” sela ibu mengalihkan perhatian kami, “Istri Yuda itu Indah, bukan Sella,” lanjut ibu membuatku dan Mas Utomo saling menatap dengan raut wajah binggung.Ibu yang tadinya duduk, kini sudah berdiri sambil memandangi wanita yang masih berdiri di depan pintu itu dari atas hingga ke bawah. Terlihat sekali dari sorot mata ibu, dia terlihat tidak suka dengan kehadiran wanita yang ada di hadapan kami saat ini.“Siapa yang menyuruhmu datang kemari dan memintamu mengaku sebagai istri Yuda?” ketus ibu sambil menatap tajam wanita itu.Melihat situasi yang terjadi saat
“Apa kabar, Bu? Mas Utomo?” sapa pria yang sedang berdiri di depan pintu sambil tersenyum dan menatap ibu dan Mas Utomo secara bergantian.Karena tidak mendapat jawaban dari dua orang yang berada di depanku, pria itu kemudian menyapaku. Namun aku hanya bisa terpaku, karena tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu di tempat ini.Bagaimana bisa dia sampai di tempat ini, dan menemukanku? Apakah dia mengirim seseorang untuk membuntutiku? Ataukah?Rasanya benar-benar frustasi memikirkan semua itu. Herannya lagi, mengapa Johan tidak memberitahuku tentang hal ini sebelumnya. Apakah telepon dari Johan tadi ingin memberitahuku tentang hal ini?“Sebaiknya kalian bicara di luar,” bisik Mas Utomo membubarkan lamunanku.Aku yang masih membeku kemudian menatap putra sulung keluarga ini dan mengangguk. Tapi baru saja aku akan melangkah, ibu mencegahku dengan menarik lenganku.“Tidak ada yang perlu kalian bicarakan di sini.
“Biarkan saja, Dara. Pria ini pantas menerimanya!” geram Mas Utomo masih sambil mengayunkan tangannya ke tubuh pria yang ada di depannya saat ini.“Tapi dia bisa mati, Mas!” teriakku tak mau kalah sambil berusaha menarik Mas Utomo agar menghentikan apa yang dia lakukan.Tapi pria itu masih saja menyerang lawan yang ada dihadapannya dengan membabi buta hingga semua yang melihat kejadian itu tidak bisa melerai mereka berdua. Bahkan aku sendiri sampai terpental hingga terjatuh karena Mas Utomo menepis tanganku yang memegangnya.“Dara!” teriak ibu sambil berlari ke arahku.Kedua pria yang sedang berkelahi itu sontak langsung berhenti ketika mendengar suara teriakan ibu yang memanggil namaku, dan berlari di belakang ibu menuju ke arahku.“Aku baik-baik saja, Bu.” Ujarku sambil berusaha berdiri sambil dibantu oleh ibu dan kedua kakakku.“Baik-baik saja apanya? Orang kamu tadi jatuh terduduk begitu!” seri Mas Utomo sambil memperhatikanku dari atas hingga ke bawah.“Iya, Dara. Sebaiknya kamu
“Sebenarnya Indah itu bukan istri pertama mas, Dara. Tapi Sella lah istri pertama mas,” ucap Mas Yuda.Apa yang baru saja Mas Yuda katakan benar-benar membuatku terkejut untuk kedua kalinya. Bagaimana tidak, karena aku tidak menyangka ternyata Mbak Indah lah wanita kedua dalam hidup kakak keduaku itu.“Apa aku tidak salah dengar, Mas? Kalau Mbak Indah istri kedua mas, terus kapan mas menikah dengan Mbak Sella?” tanyaku semakin penasaran.“Kapan-kapan mas akan menceritakannya kepadamu, Dara. Sekarang lebih baik kita kembali ke kamar ayah,” jawab Mas Yuda lirih sambil memberiku kode agar aku melihat ke arah samping.Ternyata Mas Utomo tengah berdiri tak jauh dari tempat kami berada saat ini, dan tatapannya mengarah kepada kami berdua seperti elang yang mengintai mangsanya.“Iya, Mas. Ayo kita kembali ke kamar ayah,” jawabku mengalihkan pembicaraan.Aku dan Mas Yuda kemudian berjalan bergandengan
“Tapi, Bu Andara—.” Ucap pria yang aku ketahui bernama Alan.“Saya bilang berhenti, ya berhenti!” bentakku paksa.Mobil yang tadinya masih melaju perlahan, langsung berhenti begitu aku membentak pria yang mengantarku. Tanpa mempedulikannya aku langsung bergegas keluar dari mobil dan menghampiri orang mencuri perhatianku.“Apa yang kalian lakukan! Lepaskan dia!” bentakku pada dua pria yang mengenakan pakaian hitam.“Dara,” ucap wanita yang dipegangi oleh dua pria yang tidak aku kenal itu.“Ini bukan seperti yang anda kira, Nona Dara.” Ucap salah salah satu pria.Bukan main terkejutnya aku ketika pria yang memegangi istri pertama Mas Yuda itu mengetahui namaku. Siapa mereka? Bagaimana mereka tahu namaku, sedangkan aku tidak pernah bertemu dengan mereka sebelumnya? Apakah mereka?“Bu Andara,” panggil Alan mengejutkanku sambil berlari mendekatiku, “Sebaikn
“Bu Andara,” ucap Alan lirih begitu melihatku.“Mas, apa yang terjadi di sini?” tanyaku begitu melihat Mas Tio ada di depan Alan masih dengan tangan yang mengepal ingin memukul Alan, “Mengapa kalian berdua bertengkar?” lanjutku.Mas Tio yang tadinya masih memegang kerah baju Alan dan mengepalkan tangannya langsung melapaskan pria yang ada di hadapannya.Pria itu kemudian berusaha mendekatiku. Namun Alan segera menghentikan jalan pria yang aku cintai itu.“Minggir!” bentak Mas Tio pada pria yang menghadangnya.“Maaf, bukankah sudah saya bilang. Anda tidak bisa menemui Bu Andara!” tegas Alan.Melihat ketegangan antara dua pria yang ada di hadapanku membuatku harus turun tangan. Kalau tidak, maka bisa timbul keributan yang aku sendiri tidak bisa mencegahnya.“Biarkan dia lewat, Alan.” Perintahku.“Tapi, Bu Andara. Saya diberi perintah oleh Pak Utomo untuk menjaga anda dari pria ini,” jelas Alan.“Perintah?” ucapku terkejut.“Perintah! Perintah! Saya tidak peduli! Ini rumah saya dan saya
“Bapak meminta saya untuk segera kembali,” jawab Alan mengulangi apa yang dia katakan.Mendengar jawaban Alan membuatku sedikit lega dan juga was-was. Karena perintah yang diberikan oleh kakak tertuaku itu tiba-tiba sekali. Bukankah sebelumnya Alan mengatakan dia akan berada di sini sampai aku kembali, dan sekarang? Apakah ini ada hubungannya dengan Mas Tio?“Bu Andara, Bu Andara. Apa anda baik-baik saja?” panggil Alan membubarkan lamunanku.“Iya, saya baik-baik saja,” jawabku masih sambil berusaha menguasai diriku yang masih sedikit terkejut, “Jadi, kapan kamu akan pergi?” lanjutku.“Sekarang, Bu Andara.” Jawab Alan tegas.Jawaban Alan benar-benar membuatku ternganga. Bagaimana tidak? Mas Utomo memerintahkan orang kepercayaannya untuk pergi sekarang juga. Apakah itu artinya, Mas Utomo benar-benar marah ketika mendengar suara Mas Tio ada di rumah ini? Ataukah? “Kalau begitu saya pamit dulu, Bu Andara.” Pamit Alan.Aku hanya mengangguk menjawab Alan. Karena pikiranku saat ini masih di