“Iya, istri Pak Tio.” Jelasku ragu.“Bukankah Bu Andara adalah istri Pak Tio?” jawab Andreas dengan wajah yang terlihat binggung.Mendengar penjelasan Andreas aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Menjelaskannya juga bukan sesuatu yang benar, tapi melihatnya bersikap seperti itu juga sangat aneh.Karena tidak mungkin pria itu tidak tahu tentang istri Mas Tio yang sebenarnya. Mungkinkah Andreas?Berbagai dugaan mulai memenuhi isi kepalaku, dan aku tidak tahu harus bertanya kepada siapa tentang apa yang aku pikirkan saat ini. Jadi menghentikan pertanyaanku dan segera meminta Andreas pergi adalah pilihan terbaik saat ini.“Andreas, lupakan pertanyaan saya tadi. Dan satu lagi, anggap saja apa yang saya tanyakan tadi tidak pernah saya katakan,” pesanku.Andreas mengganguk menjawabku dengan wajah yang tak bisa aku artikan. Setelah itu dia pamit lagi dan pergi.Setelah memastikan Andreas pergi dari jendel
“Pak Anton, Bu Andara.” Jawab Mbak Ayu mengulangi perkataannya.Mendengar Anton ada di sini membuatku gelisah. Karena aku tidak menyangka pria itu akan datang lagi ke rumahku.“Bu Andara!” tegur Mbak Ayu membubarkan lamunanku.“Iya, Mbak Ayu. Ada apa?” jawabku gugup seperti orang bodoh.“Pria yang baru datang tadi …,” jawab Mbak Ayu menjeda kalimatnya dengan wajah binggung sambil menunjuk ke arah pintu.“Bilang kepadanya saya tidak di rumah, dan kalau dia tanya kapan saya kembali bilang saja tidak tahu,” tegasku.Wanita yang berdiri menunggu perintahku itu pun mengangguk dan segera pergi memberitahu pria yang sedang menunggu di depan pintu rumahku. Namun tak selang berapa lama, terdengar suara berisik yang membuatku beranjak dari tempat dudukku dan mengintip dari balik tembok yang terjadi.Ternyata Anton tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Ayu. Dia
Aku yang penasaran dengan jawaban Sovia membuka telingaku lebar-lebar agar tidak melewatkan sesuatu ketika sahabatku itu berbicara. Karena bila benar Mas Tio ikut andil dalam pengambil restoran milik Sovia, maka aku tidak akan memaafkannya.“Cepat katakan kepadaku, Sovia! Jangan membuatku penasaran,” seruku tidak sabar.“Sebenarnya aku ingin meminta bantuanmu untuk mencari informasi dari Tio tentang Clara dan Maria,” jawab Sovia dengan raut wajah yang terlihat serius.“Informasi? Informasi apa, Sovia?”Sahabatku itu kemudian menjelaskan kepadaku bahwa dia membutuhkan informasi itu karena Dini memberitahunya bahwa saat ini Clara dan Maria sedang terlibat masalah dan mereka berdua sempat bertengkar hebat di restoran. Sayangnya, Dini tidak mendapatkan informasi tentang masalah itu, dia hanya mendengar ketika mereka sedang bertengkar, Maria menyebut nama Tio.Ketika Sovia mengatakan Maria menyebut nama Mas Tio, entah mengapa pikiranku mengembara tak tentu arah. Bahkan aku juga sempat berp
“Apa kamu ada janji dengan orang lain, Dara?” tanya Sovia mengalihkan perhatianku, dan aku menggeleng.“Siapa nama pria itu, Dita?” tanyaku penasaran dengan sosok pria yang sedang berbohong itu.“Andreas, Bu Andara.”Mataku langsung melebar begitu mendengar nama pria disebutkan Dita. Karena aku tidak menyangka Andreas ada di tempat ini, dan mengetahui bila aku berada di sini. Apakah tadi pria itu mengikutiku sejak aku keluar dari rumah? Ataukah?“Andara, siapa Andreas? Apa dia—,” tegur Sovia menyadarkanku.“Dita, katakan kepadanya saya sedang sibuk hari ini dan tidak bisa diganggu, dan bila dia ingin menemui saya. Minta dia untuk menemui saya di rumah saja, tidak di tempat kerja saya!” selaku penuh penekanan.Orang kepercayaanku itupun mengangguk mengerti setelah mendengar perintah yang aku berikan, dan dia lalu keluar dari ruanganku.“Mengapa kamu menyelaku, Dara? Bukankah itu tidak sopan?” protes Sovia begitu tinggal kami berdua di ruangan ini.“Sopan bila orang yang aku sela itu ka
“Ma –Mas Tio?” ucapku terkejut ketika melihat pria aneh yang baru masuk bersama dengan Andreas membuka kacamata dan juga topi yang dia pakai. Bahkan kumis yang tadinya melekat juga dia lepas.“Apa aku harus menunggu selama itu untuk menemuimu, Dara?” ujar Mas Tio terdengar marah.Aku yang masih terkejut dengan kedatangan pria yang aku cintai itu hanya berdiri mematung. Karena aku tidak pernah melihat Mas Tio melakukan hal itu sebelumnya, dan kali ini?“Bu Andara,” tegur Andreas menyadarkanku.Setelah menegurku, Andreas keluar dan meninggalkan aku bersama dengan Mas Tio yang kini sudah duduk di kursi santai yang ada di ruanganku. Terlihat sekali dari raut wajahnya dia terlihat kesal, hingga aku merasa takut untuk mendekatinya.“Apa akmu akan tetap berdiri di sana?” ketus Mas Tio.Akhirnya dengan langkah berat aku menuju di mana Mas Tio berada, dan kami duduk seperti dua orang yang sedang bertengkar.“Mangapa Sovia ada di sini? Apa kamu menemuinya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepa
“Mas, apa yang mas lakukan?” tegurku ketika pria itu mulai memegang berkas yang sangat aku kenali sekali itu berkas apa.“Tidak melakukan apa-apa, Sayang. Mas hanya sedang melihat apa yang dikerjakan wanita yang mas cintai,” jawab Mas Tio yang kini sudah berbalik dengan senyum yang merekah.Senyum yang tidak seperti biasanya dan terlihat dipaksakan. Ada apa denganmu mas? Mengapa kamu berubah?Berbagai pertanyaan mulai berkeliaran di kepalaku tentang Mas Tio, dan apa yang aku pikirkan saat ini jauh lebih buruk dari sebelumnya, dan bila hal itu benar-benar terjadi, maka aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.“Mas ‘kan tahu apa pekerjaanku. Jadi mas tidak perlu melihatnya lagi,” ujarku sambil berjalan ke arahnya.“Iya, Sayang. Mas tahu kok. Oh iya sayang, boleh mas meminta bantuanmu? Sekali ini saja, Sayang. Setelah itu mas tidak akan melakukannya lagi.”“Apa itu, Mas? Kalau Dara b
Mendengar suara pintu ruanganku diketuk, aku lalu menyuruh orang itu masuk. Ternyata orang yang muncul dari balik pintu itu bukan Dita seperti yang aku kira, melainkan Andreas. Entah itu suatu kebetulan atau memang ada hal lainnya. Tapi Andreas masuk langsung menemui Mas Tio dan berbisik kepadanya, kemudian pergi. “Mas seperti harus segera pergi, Dara. Tadi Lira menghubungi Andreas kalau ada meeting dadakan,” ujar Mas Tio setelah Andreas keluar dari ruanganku.“Baik, Mas. Mas hati-hati ya di jalan, jangan lupa hubungi aku bila sudah sampai di kantor.”“Tentu saja, Sayang. Kalau begitu mas pergi dulu, dan masalah uang yang mas pinjam. Tolong segera kabari mas kalau sudah acc,” pamitnya.Aku hanya mengangguk sambil tersenyum menjawab apa yang Mas Tio katakan. Karena aku juga belum tahu, aku akan meminjamkan uang itu atau tidak.…“Dita, minta Laura menemui saya sekarang,” ujarku pada Dita melalui telepon yang ada di ruanganku.Setelah Mas Tio pergi, aku langsung menghubungi orang suruh
“Mas Utomo?” ucapku begitu tahu siapa yang datang ke rumahku.Melihat Mas Utomo datang ke rumahku aku benar-benar terkejut dan juga tidak percaya. Karena sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya. Seingatku terakhir kali aku bertemu dengannya ketika aku dan Mas Tio baru saja berpacaran. Tapi karena ada masalah dengan keluarga kami, akhirnya Mas Utomo bekerja dan pindah ke Amerika.“Ternyata kamu masih mengingat mas, Dara.” Ujar Mas Utomo sambil tersenyum.“Tentu saja, Mas. Bagaimana bisa Dara lupa dengan mas. Mas adalah orang yang mendukung Dara selama ini,” jawabku sambil berjalan mendekati pria yang sudah lama aku rindukan.Rasanya sangat rindu sekali lama tidak bertemu dengan kakak lelakiku ini, dan dia sekarang ada di sini dan aku langsung memeluknya untuk meluapkan rasa rinduku selama ini.“Selalu saja cenggeng seperti anak kecil,” bisik Mas Utomo ketika aku masih memeluknya.“Mas ini, siapa yang menangis. Mataku tadi hanya kelilipan saja kok,” elakku sambil berusaha menenang