"Menyingkir!"
"Eh, kalian mau apa?"
Perawat sebetulnya ingin menyuruh beberapa bodyguard itu untuk menyingkir tapi sayangnya mereka tidak cukup kuat untuk menghalangi orang-orang itu mendekat pada Caca yang saat ini tampak ketakutan
"Lepaskan aku!"
Tapi meski Caca meminta seperti itu tetap saja dia tidak mungkin dilepaskan! Salah satu bodyguard sudah membekap mulutnya dan membuat dirinya tak sadarkan diri
"Kita tidak akan kemana-mana David! Aku ingin kau mensetting apartemen ini sekarang! "
"Sssh, cuma membangunkannya saja. Memang dia pikir dia sedang apa di sini sampai enak-enakan tidur?""Tidur? Reza, dia pingsan. Dia ketakutan padamu sampai pingsan. Dan kau tidak lihat tadi hidungnya berdarah?"David benar-benar pusing sekali dengan sikap Reza ini. Tapi Reza kalau sudah marah memang sulit."Berikan airnya padaku!""Reza.""Haaaaah."Yang disiramkan Reza adalah air dingin sehingga wanita yang terlihat pucat karena memang kondisinya tidak terlalu baik itu langsung bangun karena kaget dan dia menggigil.Terpaan AC cukup dingin di dalam ruangan apartemen Arthur.Pakaian yang digunakan Caca bukan pakaian tebal seperti sweater. Dia hanya memakai pakaian sederhana yang terbuat dari bahan kaos."Hmmmm."Dan tentu saja para suster itu histeris. Karena mereka yang tahu bagaimana kondisi Caca dan saat ini mereka khawatir sekali."Di mana aku? Kalian--""Kau ingin berpura-pura tidak mengingat apapun sekarang?"Caca memang tidak mengingat apapun. Dia menggelengkan kepalanya pelan
"Al, Jika aku bisa mengulang waktu atau mungkin aku punya kesempatan kedua untuk memulai semuanya denganmu maka aku jamin hanya kau satu-satunya orang yang ada di dalam hatiku. Tapi saat ini aku sudah membuat pilihan. Aku ingin kau bahagia!""Arthur, tapi bahagiaku ya bersama denganmu. Aku tidak mau berpisah denganmu. Apa yang papaku lakukan memangnya?""Al, Aku tahu kau adalah anak yang baik dan kau adalah anak yang penurut. Kau sangat menyayangi papamu dan kau juga sangat menyayangiku bukan?" mata Arthur menatap penuh kelembutan pada Alila yang kembali mengangguk meski dia sangat sedih sekali dengan pertanyaan dari Arthur tersebut."Bagus. Jika memang kau mencintai dan menyayangiku maka aku ingin kau bahagia. Lanjutkan sekolahmu. Kau harus menjadi seorang wanita yang hebat. Papamu sudah tidak mempercayai Rich. Itu artinya kau yang harus bertan
"JANGAAAAN!"Di saat yang bersamaan Arthur memekik karena dia tidak ingin mereka menyakiti Caca di saat yang bersamaan juga ada seorang gadis yang meringis karena dia dicengkeram tangannya cukup kuat oleh Arthur.Tanganku!Ada rasa sakit di dalam hatinya ketika dia mendongak menatap bagaimana Arthur memperhatikan seorang wanita yang baru saja disiram air. Terlihat kekhawatiran di wajah Arthur. Apalagi ketika wanita itu membuka mata dan dia kembali menggigil hanya saja matanya langsung tertuju pada suaminya."Arthur."Apa selama ini memang benar akulah yang berada sebagai pihak ketiga di antara mereka? Tapi Arthur sudah mencintaiku. Dan aku juga tidak masalah jika dia mau menjaga wanita itu. Tapi kenapa masih terasa sakit saat melihat mereka berdua dalam satu tempat? Apakah memang benar yang dikatakan Arthur kalau aku emang harus pergi?Meskipun dia sudah menerima dan yakin sekali kalau hatinya tidak akan cemburu pada wanita yang kini dijaga Arthur itu. Tapi tetap saja perasaan sedih d
"Tidak aku tidak begitu!" Caca menolak pernyataan Reza."Arthur apa kau mencintai wanita itu? Apa aku membuat masalah sampai hubunganmu dengannya bermasalah? Aku tidak mengingat apapun. Apa yang terjadi denganku?"Caca mulai paham sesuatu. Dia masih ingat tentang perasaannya pada Arthur meski dia tidak tahu apa yang terjadi tapi dia sudah membayangkan ke arah sana."Tidak. Kau tidak menjadi masalah. Arthur tidak mencintaiku yang dicintainya hanya dirimu."Tapi Alila kembali mendekat dan mengatakan sesuatu pada Caca dan dia juga berusaha tersenyum di saat hati Arthur juga merasa sakit. Dia belum pernah merasakan cinta sebesar cintanya pada Alila. Bahkan Arthur yang berpikir kalau dia sangat mencintai Caca dia juga tidak tahu kenapa cintanya pada Alila jauh lebih dalam. Dan ini menyakitkan untuknya. Dia tak bisa berkata-kata. Matanya menunjukkan betapa dirinya tidak menyukai jawaban Alila."Al.""Arthur, kau tidak perlu tidak enak padaku. Aku memang hanyalah seorang adik untukmu. Dan di
Sementara itu beberapa jam sebelumnya ..."Kau masih belum tahu di mana keberadaannya Amar?"Pertanyaan dari seorang wanita paruh baya membuat Amar menengok dan mengangguk."Sudah kukatakan padamu ini pasti ada hubungannya dengan Reza. Apalagi istrimu ternyata pernah punya hubungan dengan laki-laki yang dekat dengan anaknya. Dia tidak akan membiarkannya!"Kemarin keluarga Amar yang kebingungan melihat Amar terlihat stress sendiri dan mereka juga tidak melihat Caca mulai berpikir ada sesuatu yang buruk dengan Caca. Mereka menyarankan Amar untuk menghubungi polisi tapi Amar sendiri yakin kalau Caca bukan benar-benar hilang. Dia terpaksa menceritakan kepada kedua orang tuanya tentang kondisi Caca. Dan di sini adik Amar mulai memikirkan ke mana Caca pergi."Sita sudahlah. Kau hanya memperkeruh suasana saja. Dan lagi jauh-jauhlah dari Reza. Apa yang kau rasakan padanya bukan sesuatu yang harus kau biarkan. Dia punya istri dan--""Kau mungkin tidak percaya padaku tapi aku kebetulan tidur de
"Rein!"Dan sesampainya di toko sahabatnya, Amar sudah meneriakan nama itu saat dia membuka pintu."Kau mengagetkanku Amar. Ada apa?""Shaun, kau belum berangkat?"Tapi bukan Rein yang duluan ditanya oleh Amar, melainkan anaknya yang kini wajahnya sangat lesu sekali."Apa kau tahu tentang hubungan Alila dengan Arthur?"Dan Rein yang tadi sudah diceritakan lebih dulu oleh putranya tentang kejadian kemarin di sekolah dia penasaran. Mungkinkah Amar tahu sesuatu yang tidak diketahui olehnya?"Arthur? Arthur Walsh dan Alila?""Hm, kau tahu?"Bukan hanya Rein yang kini menatap Amar serius tapi seseorang yang berada di samping ibunya juga ingin tahu."Kemarin di sekolah dia mengatakan kalau dia adalah suami Alila. Shaun mengatakannya padaku.""Memang di sekolah tidak ada yang tahu? Iya itu benar. Rania sendiri yang mengatakannya padaku.""Tapi kenapa Rania tidak bilang apa-apa padaku ya?""Mungkin dia belum sempat cerita saja. Memangnya ada apa sampai Arthur datang ke sekolah Alila?"Amar se
"Baiklah Rein aku yang akan cerita padanya."Berat memang. Karena bukan hanya berat untuk menunjukkan kalau anak Rania masih hidup. Tapi di sini ada bayangan masa lalu di mana Amar mengingat betul bagaimana perlakuannya pada bocah kecil bernama Marsha.Bagaimana dulu dia hampir menjadi ayahnya dan apa yang akan dipikirkan Rania nanti."Kau percaya padaku?"Makanya Amar memastikan dulu dan tentu saja Rania mengangguk."Ya jelas.”"Rania apa kau yakin kalau aku ini orang baik?"Amar kembali memastikan. Karena dia tidak mau sampai Rania salah paham."Ya aku tahu kau orang baik. Kenapa sih? Ayolah cepat beritahukan aku apa yang terjadi!""Rania dulu saat kita sempat tunangan kedua kali dengan bantuan keluargamu itu sama sekali aku tidak tahu menahu apa yang mereka lakukan di belakangmu. Aku benar-benar tidak sengaja. Aku hanya dipengaruhi oleh perasaan sayangku padamu dan ini yang membuatku mengikuti keinginan mereka. Aku menyembunyikan semua rahasia tentang pria yang sangat kau cintai it
"Apa? Kakakku?"Berdegup jantung Rania tak tenang mendengar ini. Teringat dia pada kondisi masa lalu bagaimana keluarganya menggunakan teknik hypnotherapy membuatnya melupakan segalanya. Dan kini Entah kenapa dia mencurigai sesuatu."Apa hubungannya Caca dengannya?""Orang tuanya sepertinya berhutang dengan Giyan. Aku juga tidak tahu tapi dia berniat sesuatu pada Caca.”"Bukankah itu berarti Caca bisa saja diculik olehnya?""Kemungkinan."Dan kini Rania jadi makin gelisah."Kalau begini ceritanya aku harus minta tolong pada Reza untuk mencarinya. Bisa saja dia dibawa oleh Giyan. Reza tidak menceritakan padaku kalau dia sudah keluar dari penjara.""Rania. Istriku Caca adalah anak yang sangat manis. Dia bermain dengan dua orang keponakanku yang salah satunya sedang menyukai seorang wanita. Lalu dia menyarankan pada ponakanku untuk memberikan boneka Barbie.""Amar apa maksudnya kau ceritakan ini?"Rania masih tak mengerti. Tapi wajah Amar kembali terlihat serius sambil dia terus bicara t
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi