Sementara itu di tempat lain."Tidakkah kalian bisa bekerja dengan benar?"Emosi seseorang sepertinya sangat buruk sekali saat ini dan dia sudah melemparkan berkas-berkas itu ke lantai."Perbaiki!"Mereka semua yang ada di hadapan Reza diam. Tak ada yang berani berkata-kata. Hanya satu orang yang memungutnya untuk nanti dibagikan di depan setelah mereka selesai dimarahi."Dan berikan laporan barunya padaku sejam lagi!"Tak ada yang bicara. Mereka keluar dari ruangan itu dengan wajah sangat stres sekali."Reza kurasa tidak baik kalau harus melepaskan semua emosimu pada mereka.""Paman Bagus, siapa juga yang melepaskan emosiku pada mereka? Aku hanya tidak suka dengan pekerjaan mereka yang berantakan itu. Apa mereka tidak mengerti standar yang sudah kubuat?" tanya yang membuat Bagus malah tersenyum"Apa yang lucu Paman Bagus?""Apa Rania belum juga meminta pada pelayan untuk menghubungimu?""Siapa yang bilang aku menunggu dia meneleponku?"Reza membuang wajahnya kesal. Tapi untung saja B
“Ssssh, menyuruh mereka pergi saja rasanya sulit sekali. Apa susahnya sih tinggal keluar dari pintu itu?”Reza memang masih kesal tapi bibirnya sudah tersenyum saat dia mengucapkan itu. Tak sinkron dengan perasaannya apalagi saat matanya menatap ke layar handphonenya senyum bahagia kembali muncul."Ehem."Dia berdehem sebelum memencet nomor telepon mansion tempat dua orang wanita yang sangat diperhatikannya itu tadi menghubunginya.Marsha: Papa. Papa Reza kapan Papa pulang? Aku udah bisa banyak. Bisa baca. Bisa nulis. Aku udah bisa tambahan sama kurangan terus aku juga udah bisa bikin hujan. Tadi aku baru belajar bikin hujan. Sama aku juga udah bisa gambar gunung. Gambar pohon. Aku bisa gambar orang. Gambar bebek. Aku udah bisa banyak diajarin sama mama. Terus aku juga udah bisa manggil Papa Reza pake R bukan pake L.Suara yang kurindukan. Sudah lama sekali aku ingin sekali mendengar suara ini. Kenapa baru meneleponku sekarang? Apa sulit aku tidak menghubungimu selama sehari lalu kau
Rania: Reza, waktu itu kan--Reza: Sampai saat ini aku tidak mengganti nomor handphone-ku. Kau ingin beralasan apa-apa padaku?Rania ingin menjawab tapi hatinya sudah bersiasat sendiri dan membuat dirinya sulit untuk bicara.Reza: Lalu sekarang bagaimana aku bisa percaya padamu? Kau sudah banyak menghianatiku.Rania: Maaf tapi tolong jangan salah paham. Aku tidak menghubungimu karena kau bilang tidak perlu ada lagi hubungan di antara kita. Jadi aku tidak berani melakukannya. Aku takut kamu menolakku lagi dan aku tidak berani. Maaf. Aku tidak tahu kalau selama ini--"
"Haruskah aku terus memaksamu kalau aku ingin kau mengatakan satu kalimat manis untukku?"Beberapa jam sebelumnya saat seseorang baru saja memutuskan teleponnya dan kini menatap layar handphonenya sambil memaki."Dari dulu haruskah aku duluan yang mengatakan kalau aku menginginkanmu? Kapan kau bilang kalau kau juga menginginkanku? Saat aku meninggalkanmu baru kamu memohon?"Reza masih ingat betul saat Rania menjadi sugar baby-nya tak pernah sama sekali wanita itu meminta duluan padanya. Dia mengikuti saja apa yang diinginkan oleh Reza. Gadis itu adalah gadis yang penurut yang sulit mengatakan apa yang diinginkan oleh dirinya. Inilah yang membuat Reza kadang-kadang gemas dengannya."Tapi aku akan pulang hari ini."Cuma dia tidak mau memperpanjang kepenatan dalam kepalanya juga. Dia sudah menghubungi seseorang.David: Iya Reza?Reza: Atur kepulanganku hari ini. Kosongkan jadwalku sampai setengah tahun ke depan!David: Kau mau pulang?Reza: Mau berendam. Pertanyaanmu itu bukan pertanyaan
"Reza. Apa kau sengaja menerima sebagian rencana yang mereka buat dan kau menolak sebagian ide yang mereka sajikan padamu?""Kau pikir aku ini orang yang bodoh? Tidak profesional begitu David?"David hanya ingin tahu apa alasan Reza mengambil keputusan seperti tadi di ruang rapat."Jadi itu semua murni karena kau memang menyukai idenya dan bukan karena kau sedang berspekulasi?""Dengar David. Aku ini di sini berbisnis. Aku tahu mana yang terbaik atau tidak untuk perusahaanku. Aku mencoba meriset dan aku belajar selama ini apa yang baik untuk perusahaanku. Aku memutuskan untuk profit. Karena satu keputusanku yang salah maka akan membuat
"Aaakh, sial."Reza yang berada di dalam lift dan tadi sendirian, dia memang merasa lift naik dulu ke atas tapi tak lama ada gerakan ke bawah yang begitu cepat yang membuat dirinya memaki, lalu cepat-cepat dia berpegangan pada pegangan yang biasa ada di kanan kiri lift.Gerakan itu sangat cepat sekali melesat ke bawah.Ini yang membuat Reza tak melepaskan pegangan tersebut meskipun dia tidak tahu apakah itu aman atau tidak karena satu-satunya tempat untuk berpegangannya ya hanya benda itu.DOOOM!Sebuah dentuman ke bawah terdengar.Dia bahkan mendengarnya sampai telinga yang agak pekak."Sudah amankah?"Tanya yang diberikan oleh Reza sendiri sebelum dia kembali mencoba mengambil sesuatu di sakunya dan belum melepaskan pegangannya di bagian pegangan lift itu."Fuuuh, kabel putus." Reza yakin itu.Tapi dia belum berani melakukan apapun karena masih khawatir mesin yang ada di atas lift juga ikutan jatuh ke bawah dan akan menimpa tubuhnya.Makanya dia masih berusaha untuk berpegangan di s
"Za--"Suara Rania masih tertahan di tenggorokannya dan dia masih belum bisa menguasai air matanya yang masih mengalir"Aku tidak apa-apa. Ayo masuk!""A-aku masih bisa jalan."Rania tentu saja tidak tega membiarkan Reza dengan kondisinya sekarang menggendongnya."Kau pikir aku tidak sanggup mengangkatmu karena lukaku ini?"Tapi sayangnya Reza tak peduli sudah mengangkat wanita yang tadi menghampirinya sehingga Rania kini ada di atas kedua tangannya
Tak tahukah dia kalau aku masih ingin ada dalam dekapannya? Dan Kenapa juga dia masih bersikap dingin padaku? bukankah dari sikapnya dan dirinya yang menginginkan aku ditinggal di Pulau ini menunjukkan perasaan yang sebenarnya kalau dia memang mencintaiku? Tapi, ah--Sayangnya tidak seperti yang diharapkan Rania. Malah sesuatu yang membuat dirinya jadi takut dengan suara dingin itu, Rania jadi ragu dengan pikirannya sendiri."Tadi aku dengar pelayan memanggilku Nyonya Clarke. Apa kau sengaja mengatur sertifikat pernikahan kita?"Rania juga sebenarnya tidak mau membahas ini. Tapi tiba-tiba saja perasaannya sedikit ingin tahu karena untuk apa juga Reza bersama dengannya dan menikahinya kalau Rania tidak boleh
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi