"Ah, i-iya!"Saat itu juga Arthur menyambar tangan Alila, seakan dia juga menginginkan gadis itu ikut masuk ke dalam. Tapi sayang keinginan Arthur berlawanan dengan Alila. Gelengan kepala Alila dan dia berusaha menahan tangannya untuk tidak ikut dengan Arthur membuat hatinya sedikit perih."Kumohon, temani aku.""Hm ... Arthur aku percaya padamu. Tapi jika aku masuk ke dalam aku khawatir kalau kakakku akan bertambah sakit.""Tapi Al-""Tuan Anda sudah ditunggu di dalam. Dia betul-betul membutuhkan Anda di dalam."Arthur sebenarnya masih ingin membujuk Alila tapi karena perawat mengatakan ini. Dia terpaksa melepaskan tangan Alila dan masuk menemui Caca.Dan bukan hanya Arthur yang merasa tidak enak di sini. Amar yang merasa kecut hatinya karena Caca tidak mengingatnya terpaksa harus berbesar hati menunggu di luar. Sayangnya suasana di luar tidak lagi kondusif. Mereka semua saling diam dengan Alila yang kembali ditarik oleh Reza dan pria itu merangkulnya kuat.Rania sendiri memilih untu
"Papa, apa tidak sebaiknya Papa biarkan Mama bersama dengan tante Rein dulu?"Khawatir papanya akan sakit hati jika mendekati mamanya, Alila memberanikan diri melarang.Tapi apakah memang lebih baik kalau Reza pergi?"Tidak. Ayo kita mendekat pada Mamamu!"Cuma Reza memiliki pemikirannya sendiri, dia tetap mengajak putrinya yang masih enggan untuk menghampiri Rania karena merasa dirinya tidak pernah dianggap, akhirnya terpaksa mengikuti keinginan papanya dan Reza membiarkan Alila duduk di sebelah kanan Rania. Rein berada di sebelah kirinya dan sekarang masih memeluk Rania yang masih menangis dan memikirkan tentang masa lalunya bersama dengan Marsha."Sweet J-"Reza hanya memanggil nama itu sambil dia berlutut dan menaruh kedua tangannya di pangkuan Rania."Pergilah! Aku tidak tahu apa yang ingin kukatakan padamu dan aku hanya marah saja setiap kali aku berada di dekatmu."Rania sudah melepaskan pelukannya dari Rein. Dia tetap ingin mengusir Reza tapi pria itu justru memegang kedua tan
"Iya Tuan tapi dokter melarang saya untuk memberitahukan pada pasien karena kondisi pasien sepertinya masih terpengaruh dengan kondisi putrinya yang masih kritis. Jadi saya diminta untuk menjelaskan pada keluarganya dan tolong tenangkan beliau.""Ya tentu saja. Aku akan melakukannya."Reza masih kikuk dan masih tidak percaya dengan yang didengarnya.Dipikirnya tidak mungkin lagi dia memiliki anak. Apalagi dia tahu usia Rania tiga tahun lagi sudah setengah abad. Betapa beresiko kehamilan di usianya sekarang.Tapi memang istrinya sudah mengandung. Mereka memang belum tahu sudah berapa usia kandungannya."Reza."Dirinya belum terlalu yakin dengan berita ini ditambah lagi Reza yang baru diambil darah kondisi pikirannya belum terlalu jernih.Tapi kini ada seseorang yang sudah memanggilnya lagi yang terpaksa membuatnya menengok ke sumber suara."Selamat ya."Pria itu bahkan mengulurkan tangan padanya."Kau akan punya anggota keluarga baru. Selamat untukmu.""Ehem." Reza sebenarnya malas men
"Sweet J-"Sementara beberapa saat sebelumnya saat Reza sudah masuk ke dalam satu ruangan dan dia melihat seorang wanita masih terkulai lemas di tempat tidurnya nama itu dipanggil olehnya di saat yang bersamaan langkah kakinya juga mendekat ke samping tempat tidur wanita itu."Aku tidak apa-apa kau bisa keluar!""Sweet J, aku tahu kau masih marah padaku."Reza bicara lirih sambil berusaha memegang tangan wanita yang tadi hampir menolaknya. Bukan hanya itu Reza juga mendekatkan bibirnya dan mengecup dahi wanita kesayangannya itu."Tinggalkan aku. Aku ingin sendiri!""Aku minta maaf Sweet J. Aku salah karena aku gegabah. Kumohon. Jangan begini. Kasihan bayi di dalam kandunganmu jika kau tertekan begini." "Apa?"Perawat dan dokter memang belum memberitahukan apapun padanya tentang kondisinya. Dan sekarang jawaban Reza membuat matanya menatap pria itu dengan tangannya yang satu lagi memegang perutnya."Bagaimana mungkin?""Kau masih subur. Sejak kapan kau lepas minum obat?""Aku? Sejak A
Beberapa jam sebelum kejadian di rumah sakit."Tuan ada tamu yang ingin bicara dengan Anda dan dia memberikan ini."Di ruang kerja seseorang yang cukup berkuasa, asistennya datang dengan wajah terlihat cemas sambil menunjukkan sesuatu yang membuat pria itu juga kaget sekali melihatnya. Tapi dia cukup pintar dan berpengalaman."Biarkan dia masuk!"Makanya meski tahu kalau ada sesuatu yang tidak beres dari data yang diterimanya, dia tetap menyuruh seseorang yang tidak diinginkannya itu masuk."Apa Anda tahu mengirimkan black mail seperti ini hukumannya bisa sangat berat?""Bos saya mengatakan pada saya untuk menanyakan pada Anda, apa Anda tahu jika menyembunyikan seorang pembunuh itu hukumannya juga sangat berat Tuan Tony Walsh?"Tak aneh jika sekarang Tony justru tersenyum mendengarnya."Caca yang diselamatkan oleh putraku. Apa itu menjadi incaran kalian sampai kalian mengirimkan ini padaku? Dan siapa bosmu? Hubungkan aku dengan Giyan atau seseorang diatasnya sekalian. Atau kalian suru
"Jadi, apa yang kau mau?""Kirim pesan pada anakmu. Katakan padanya kalau kau sudah menyiapkan semua rencana menjatuhkan Reza Clarke sekarang!"Dan setelah komunikasi yang agak alot itu akhirnya Tony setuju. Dia menghubungi putranya dan mengirimkan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Giyan.Di saat yang bersamaan Arthur juga masih mendengar obrolan antara Rania dan Reza."Marsha tidak akan kenapa-napa. Aku jamin itu.""Tapi sekarang yang dikenalinya cuma Arthur. Sedangkan Alila sangat mencintai Arthur. Aku khawatir Caca akan sakit hati. Cuma aku juga tidak mau dia bersama dengan Arthur karena Amar lebih baik untuknya. Dia juga sedang mengandung. Bagaimana anak dikandungannya Reza? Kondisinya begitu, apa perlu kita gugurkan?""Sweet J, dia mengandung anak Amar. Tidak mungkin juga aku harus menyuruh Arthur menjaganya. Kita harus membuatnya mengingat Amar.""Kau setuju putriku dengan Amar?""Hm. Aku tidak setuju dan aku masih berat cuma Marsha seperti mencintai Amar saat bersama Amar d
"Reza, kurasa kita tidak mungkin bisa memperingatkan Alila soal Arthur karena dia sangat mencintai pria itu.""Makanya biar aku memikirkan ini Sweet J. Kau tenang saja, pikirkan kandunganmu saja. Biar aku yang mengurusnya. Kau tidak perlu pusing-pusing soal ini.""Tapi Reza--""Sst, sudah istirahat saja. Mau aku mengantarmu pulang dulu? Nanti setelah kau pulang aku akan kembali lagi ke sini dan menemani putri kita Marsha. Yang penting kau dan Alila pulang dulu ke rumah.""Hm, baiklah. Lebih baik begitu karena aku ingin bicara dengan Alila. Dan apa kau punya bukti yang bisa kutunjukkan pada Alila soal Arthur?"Bagaimana ini?Arthur menelan salivanya dan merasa khawatir sekali kalau Reza menunjukkan sesuatu yang menggiring opini Alila tentang dirinya.Tapi di satu sisi dia tidak bisa menunjukkan dirinya karena kalau dia keluar Reza akan semakin tidak percaya padanya.Apalagi Arthur sudah tahu tentang rencananya dengan Rania.Ini membuatnya bingung. Saat dia menatap Caca dia juga tidak b
"Alila, aku pikir kau pulang."Baru saja keluar dari ruang tunggu operasi, Arthur senang sekali melihat Alila masih duduk di ruang tunggu bersama dengan seseorang yang memang ingin ditemuinya.Mereka berdua tapi tidak ada rasa cemburu di dalam hati Arthur seperti dia cemburu pada Shaun."Eh iya. Papa tadi mengajakku pulang dulu. Tapi aku tidak mau. Jadinya tante Rein yang menemani mama. Dan Shaun dia juga ikut pulang karena dia harus menjaga tokonya."Sebenarnya bukan penjelasan itu yang diinginkan oleh Arthur. Dia merasa lega ada Alila di sana dan dengan cepat dia mendekat lalu mendekap wanita itu."Aku khawatir aku tidak bisa bertemu denganmu lagi." Itu adalah jawaban jujur dari Arthur dan rasa takutnya ini sesuatu yang wajar karena Amar paham apa yang membuat pria itu cemas."Ada apa dengan Rich kau tahu sesuatu tentang dia? Papa tadi sepertinya marah sekali dengannya.""Memang kau sedang membicarakan apa sampai bawa-bawa Rich?""Aku bilang suruh saja dia pulang biar menemani mama.
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi