"Reza, kurasa kita tidak mungkin bisa memperingatkan Alila soal Arthur karena dia sangat mencintai pria itu.""Makanya biar aku memikirkan ini Sweet J. Kau tenang saja, pikirkan kandunganmu saja. Biar aku yang mengurusnya. Kau tidak perlu pusing-pusing soal ini.""Tapi Reza--""Sst, sudah istirahat saja. Mau aku mengantarmu pulang dulu? Nanti setelah kau pulang aku akan kembali lagi ke sini dan menemani putri kita Marsha. Yang penting kau dan Alila pulang dulu ke rumah.""Hm, baiklah. Lebih baik begitu karena aku ingin bicara dengan Alila. Dan apa kau punya bukti yang bisa kutunjukkan pada Alila soal Arthur?"Bagaimana ini?Arthur menelan salivanya dan merasa khawatir sekali kalau Reza menunjukkan sesuatu yang menggiring opini Alila tentang dirinya.Tapi di satu sisi dia tidak bisa menunjukkan dirinya karena kalau dia keluar Reza akan semakin tidak percaya padanya.Apalagi Arthur sudah tahu tentang rencananya dengan Rania.Ini membuatnya bingung. Saat dia menatap Caca dia juga tidak b
"Alila, aku pikir kau pulang."Baru saja keluar dari ruang tunggu operasi, Arthur senang sekali melihat Alila masih duduk di ruang tunggu bersama dengan seseorang yang memang ingin ditemuinya.Mereka berdua tapi tidak ada rasa cemburu di dalam hati Arthur seperti dia cemburu pada Shaun."Eh iya. Papa tadi mengajakku pulang dulu. Tapi aku tidak mau. Jadinya tante Rein yang menemani mama. Dan Shaun dia juga ikut pulang karena dia harus menjaga tokonya."Sebenarnya bukan penjelasan itu yang diinginkan oleh Arthur. Dia merasa lega ada Alila di sana dan dengan cepat dia mendekat lalu mendekap wanita itu."Aku khawatir aku tidak bisa bertemu denganmu lagi." Itu adalah jawaban jujur dari Arthur dan rasa takutnya ini sesuatu yang wajar karena Amar paham apa yang membuat pria itu cemas."Ada apa dengan Rich kau tahu sesuatu tentang dia? Papa tadi sepertinya marah sekali dengannya.""Memang kau sedang membicarakan apa sampai bawa-bawa Rich?""Aku bilang suruh saja dia pulang biar menemani mama.
"Kau yakin ini akan berhasil?""Aku tidak tahu Amar tapi kita coba saja dulu."Saat setelah memasuki ruangan keduanya masih saling berbisik. Mereka belum menemui David yang ada di dalam bilik tempat Caca berada."Hey david.""Oh kalian berdua kemari?""Ya. Kami sudah membuat sesuatu untuk mengetes Caca.""Mengetes?""Iya mengecek ingatannya. Apakah yang kami lakukan ini berguna atau tidak. Coba kau lihatlah di handphonenya Amar itu."Caca sudah tidur selama sejam. Kondisinya sudah agak tenang bahkan kalau Amar dan Arthur masuk ke dalam ruangan itu mungkin sekarang David sudah tertidur karena sangking heningnya."Maksud kalian membuat ini untuk mengingatkan apa yang sudah terjadi dan dilupakannya?”“Ya. Untuk mengingatkan itu. Dia bisa mengingatnya berkali-kali kalau dia menggunakan ini. Dan aku akan pikirkan juga bagaimana membuat robotnya"Robot?"David masih belum paham maksud dari Arthur"Maksudku begini. Saat dia bangun dan dia tidak sadarkan diri seperti suara elektronik asisten
"Kita harus cepat karena kurasa dia tidak akan lama sendirian di sana!"Seseorang berbisik pada temannya yang mengerti dan dia mulai mendorong kursi roda itu.Mereka berjalan mendekat ke arah seorang wanita yang sedang duduk sendiri dan pria yang ada di kursi roda itu menjatuhkan sesuatu dekat dengan posisi wanita itu."Hei tunggu." "Oh maaf kakekku sudah agak tua dan dia sering tidur sembarangan."Seseorang yang mendorong kursi roda itu pun mulai bicara dia terlihat manis dan tidak menyeramkan.“Tidak apa-apa ini kuambilkan!”"Kakek itu fotonya jatuh.""Oh maaf. Kakek tadi tertidur. Mana foto mana? Sedang apa kita ada di sini? Bukankah tadi kita sedang ada di London?""Maaf kakekku punya penyakit demensia dia sering lupa."Kata-kata pria itu membuat wanita tadi terlihat cemas dan dia mengingat seseorang yang membuat hatinya terluka lagi." Tidak apa-apa kakakku juga punya masalah hampir sama seperti ini, gara-gara aku dia tidak bisa mengingat banyak hal," ucapnya yang kini berjalan
"Amar sudah menemaninya. Dia sudah sadar dan bisa berkomunikasi dengan suaminya karena ide dari Arthur.""Apa yang kau buat?" Reza melirik tak suka."Hanya kompilasi foto tentang mereka berdua dan membuat Caca percaya kalau dia memang mengenal Amar dan hubungan mereka sudah cukup jauh.”Sejujurnya Arthur tidak mau membahas masalah ini. Tapi karena Reza sudah bertanya dia terpaksa harus menjelaskan dulu padahal pikirannya tadi mengarah pada Alila."Aku tidak menginginkan dia mengenali Amar!"Cuma lagi-lagi Arthur terdistraksi dengan jawaban dari Reza."Apa maksudmu?""Kau pasti menguping pembicaraanku dengan istriku bukan di dalam sana?" sindir Reza."Itu semua hanya untuk menyenangkan dirinya saja, hanya trik. Aku tidak menginginkan Amar dekat dengan putriku. Apa kau berusaha untuk mewujudkan keinginanku supaya aku percaya padamu kalau kau orang baik setelah bukti-bukti yang kudapatkan kau ingin menghancurkan bisnisku?"Arthur sebenarnya tidak tahu kalau Reza menyadari keberadaannya d
"Alila, kau ada dimana?"Sementara itu setelah menjauh dari Reza, Arthur sudah sibuk dengan handphonenya dan mencoba menghubungi orang-orangnya.Arthur: Cari Alila. Aku tidak yakin dia baik-baik saja. Berikan kabar padaku secepatnya.Perintah sudah diberikan. Arthur segera mungkin menutup teleponnya setelah orang di ujung sana mengerti apa yang diperintahkannya.Dia lalu mengetik di handphonenya menjelaskan kronologisnya tentang di mana keberadaan Alila dan kemungkinan Alila dibawa pergi.Ini untuk mempermudah timnya mencari di CCTV di jalan di mana Alila berada.Setelah itu dia kembali menghubungi seseorang via telepon.Arthur: Siapkan mobilku. Aku menunggu di lobi rumah sakit. Kau keluar dari parkiran.Hanya kalimat itu yang terurai sebelum dia menutup teleponnya.Arthur memang bekerja efisien. Dan sebetulnya yang dilakukan ini bisa dilakukan juga oleh Reza. Dia punya lebih banyak orang dan dia lebih punya power ketimbang Arthur.Tapi Reza masih belum aware sedangkan Arthur tidak ma
BUG!"Aish, sakit sekali Reza."Sementara itu setelah Arthur pergi Reza yang baru saja memukul perut David membuat asistennya itu meringis kesakitan.Dia tidak tanggung-tanggung. Dia mengepalkan tangannya cukup kuat dan menumpahkan semua tenaganya di ujung kepalanya itu bagaimana tidak sakit perut david?"Bagus aku memilih memukul di bagian ususmu yang kosong. Kau belum makan kan? Jika aku memukul di lambungmu sudah berdarah-darah kau sekarang Dave."Yah, Reza kalau sudah kesal dan tersinggung dia memang tidak main-main. David sudah sering terkena pukulannya seperti ini.Tapi Reza sangat pandai sekali dia tahu di mana dia harus memukul. Dan seberapa kencang itu.Pukul aja memang menyakitkan tapi dia masih tahu batasan."Tetap saja kalau lama-lama bisa membuat ususku bermasalah. Aish, menyesal aku punya teman sepertimu. Kau tahu sudah berapa lama aku bersama denganmu?""Hem, sudah jangan lagi kau mulai dramamu itu. Cepat cari anakku ada di mana!""Aish, mana kutahu? Kita harus cek CCTV
Kurang ajar! Sebelum kau membawa putriku pergi maka kau duluan yang akan angkat kaki dari tempat ini.Ada pikiran seperti ini di dalam hati Reza saat mendengar permintaan wanita dari dalam bilik itu."Tidak Caca. Jangan berpikir seperti itu."Di sini Reza sempat melirik dan dia tahu kalau Amar dalam posisi membelakanginya dan tidak melihat keberadaannya saat sedang bicara."Papamu tidak tahu kalau kau adalah anaknya. Kau tahu? Saat dia tahu kalau kau adalah putrinya dia sangat khawatir padamu. Bahkan dia memberikan darahnya padamu sampai kau bisa bertahan seperti sekarang ini semua karena papamu. Aku tidak mungkin bisa bertemu lagi denganmu kalau papamu tidak mau memberikan darahnya, Caca. Papamu menyelamatkanmu dua kali. Saat kau kecil juga kau terjatuh dan saat itu papamu juga memberikan darahnya.""Papaku? Memberikan darah-- sssh.""Hey, kenapa lagi?"Reza sebenarnya ingin bergerak masuk saat dia melihat Caca memegang kepalanya dan seperti merasakan sakit. Tapi keburu Amar berdiri
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi