"Bagus. Aku menunggu kabar darimu!""Baik Pak Amar. Seandainya saya sudah mendapatkan informasi saya akan segera datang pada Anda.""Dan ada satu lagi," untung saja Amar tidak lupa."Apalagi yang Anda butuhkan Pak?" tanya pria itu yang juga sudah menyiapkan catatannya agar dirinya juga tidak lupa."Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang istrinya? Aku lupa tadi kau belum melaporkan ini."“Oh ya yang satu itu saya lupa Pak berkasnya memang berbeda.”Pria itu pun mengeluarkan satu gadgetnya yang lain."Maaf Pak tadi saya lupa memberitahukan Anda dan saya seharusnya memberikan ini pada Anda.”"Apa ini?"Amar ingin tahu"Di sini dijelaskan kalau sejak beliau tinggal di Paris tidak ada wanita yang bersama dengannya.""Kapan dia pindah?"Amar kembali mencecar."Kurang lebih 20 tahun yang lalu."Pria itu pun kembali manggut-manggut."Berarti aku sudah ada di sini," ucapnya yang bicara sendiri lalu kemudian dia menatap lagi orang di hadapannya."Tentang kehidupannya di masa lalu?""Saya t
"Kenapa mereka lama sekali ya?""Entahlah. Mungkin mama masih berusaha untuk mempengaruhi papa supaya menggagalkan rencana pernikahanku, Rich. Mama sepertinya tidak suka kalau aku bahagia."Kedua adik kakak ini tadi sudah masuk lebih dulu ke dalam dan dia tidak tahu apa yang terjadi di luar. Makanya Alila sempat berpikir buruk tentang mamanya. Tapi sebenarnya tidak salah sih apa yang dipikirkannya. Rich sendiri juga yakin kalau mamanya masih ingin mempengaruhi papanya untuk menghentikan proses pernikahan ini."Tapi apa kau benar-benar yakin kalau ini adalah pilihan yang tepat?"Rich tadinya ingin menghampiri kedua orang tuanya di luar sana tapi dia memilih menggunakan waktunya untuk bertanya dan memastikan lagi supaya adiknya tidak salah mengambil keputusan."Ya. Aku yakin sekali ini adalah pilihan yang tepat. Kau jangan berusaha untuk membuatku berbalik ke belakang. Aku sudah tahu pilihanku. Dan tidak ada yang kuinginkan di dunia ini selain Arthur!""Kau tidak terobsesikan dengannya?
"Alila?""Mama, aku sudah membuat keputusan. Aku sudah dewasa dan aku tahu apa yang kupilih jadi tolong hargai keputusank!"Alila tetap keras kepala. Rasa takut kehilangan Arthur memang lebih besar daripada kepercayaannya pada feeling mamanya."Alila terima kasih kau masih tetap ingin bersama denganku dengan kondisiku yang seperti ini. Maaf untuk hari ini. Aku tidak akan mengulangi yang seperti ini. Tadi itu aku memang banyak sekali pekerjaan dan aku lupa mau minum obat untuk menghilangkan mabukku."Bukan pemandangan yang indah. Melihat anakku dirangkul oleh laki-laki seperti ini rasanya hanya membuatku marah. Tapi apa mungkin aku hanya terlalu berpikir buruk kah? Kenapa sepertinya semua orang mendukung ini?Rania tak yakin. Tapi putrinya memang sudah terlihat bahagia sekali."Ayo kita langsung ke altar sekarang."Bahkan dia yang meminta semuanya diburu-buru. Tak ada kesempatan untuk Rania bicara. Baik dirinya maupun Reza hanya memilih diam. Rania juga tidak tahu apa yang dipikirkan o
Nyonya Walsh. Hihi, Jadi sekarang namaku Alila Walsh.Setelah Arthur pamitan dengan seluruh anggota keluarga Alila yang berjalan di belakangnya merasa sangat bahagia sekali dengan nama barunya. Ini adalah impian terbesarnya. Menjadi istri Arthur. Impian yang akhirnya bisa terwujud setelah sekian tahun dia mengidamkannya. Sungguh kebahagiaan tiada tara bagi dirinya.Rasanya senang sekali bisa merangkul tangannya sebagai suamiku. Oh Kami sekarang sudah sepasang suami istri. Hati Alila bahagia sekali meskipun selama perjalanan dari ruangan tempat mereka menandatangani sertifikat pernikahan sampai ke mobil tidak ada yang dibicarakan."Barangmu hanya satu koper ini?""Ya hanya satu koper itu."Dan Alila baru ditanya oleh Arthur saat driver keluarganya memindahkan barang dari bagasi mobilnya ke mobil Arthur "Kau yakin tidak ada yang tertinggal lagi?""Tidak ada.""Ya sudah. Masuklah ke dalam mobil."Arthur bahkan membukakan pintu mobil untuk Alila sebelum dia masuk ke sisi sebelahnya. Art
"Apa kita punya tamu?" "Mungkin. Aku tidak tahu." Lagi Arthur menggerakkan kepalanya seakan menunjuk ke arah pintu. "Kau menyuruhku membukakan pintu?" Sungguh itu adalah sebuah perintah yang lagi-lagi tidak pernah didapatkan oleh Alila. Dan sekarang ada seorang pria yang memerintahnya seperti itu? Membuka pintu bukanlah sebuah pekerjaan yang hina. Tapi di rumah Alila itu adalah pekerjaan seorang pelayan. Bahkan dia tidak pernah membukakan pintu untuk orang yang masuk ke dalam kamarnya. Alila memang tidak pernah mengunci kamarnya dan dia membiarkan orang lain masuk. Itu karena dia malas membuka pintu. Lalu sekarang haruskah dia membukakan pintu? "Kenapa melihatku? Kau tidak dengar suara bel itu sudah terdengar dua kali?" "Oh iya." Aku harus menunjukkan kalau aku adalah gadis baik-baik. Aku harus bisa menunjukkan kalau aku sangat berguna. Aku harus bisa menunjukkan kalau aku memang sangat mencintainya. Apapun yang terjadi aku harus bisa membuktikannya. Alila sedikit banyak adal
"REZA TUNGGU DULU!"Rania meninggikan suaranya karena suaminya yang baru saja menyuruh David membeli saham dari sebuah perusahaan mode di Perancis sudah meninggalkan ruangan di mana Putri mereka menikah."Aku ikut denganmu!""Bukan kau ingin ikut dengan Rich? Dan ingin membuat aku seperti seorang duda?"Lagi-lagi Rania meringis.“Aku ikut dengar masalah kau tidak membeli perusahaan itu.”"Ingin mengcover kekasihmu?"Lagi-lagi jawaban dari Reza membuat Rani yang memutar bola matanya sambil berusaha menyeimbangi langkah kaki Reza yang cukup besar.Pria itu sedang marah! Dia tidak mau memelankan langkah kakinya menyeimbangkan dengan istrinya."Aku tidak ada hubungan dengannya! Kenapa sih kau ini? Aku hanya ingin tahu apa yang ingin disampaikannya padaku.”"Sejak kapan kalian saling berhubungan lagi?""Reza!""Ah… mungkin aku tidak tahu! Dan aku tidak boleh tahu!"Sesampainya di parkiran dan Reza bicara begitu dan dia langsung masuk ke dalam mobil yang baru saja dibukakan pintunya oleh so
Alila : Mama, sudah ya, jangan ganggu aku. Masa aku baru menikah sudah diteleponin?Tadi Rania saat disapa oleh putrinya dia tidak menjawab apa pun. Pandangan matanya kosong menatap putrinya dan ada rasa sakit di dalam hatinya karena sudah berpikir jauh kemana-mana.Rania : Oh maafkan aku. Aku dan papamu hanya ingin mengundang kalian berdua untuk makan bersama. Nanti malam.Alila : Kenapa harus nanti malam?Rania : Kumohon, aku tidak akan mengganggu besok-besok lagi. Kita akan bertemu mungkin hanya sebulan sekali atau seminggu sekali. Tapi, ada yang ingin kubicarakan denganmu dan suamimu. Kurasa tidak terlalu sulit untuk memberikanku waktu 2 jam untuk makan malam kan?Alila : Mama aku akan kabarkan nanti. Aku harus bertanya dulu pada suamiku. Karena tadi Mama lihat sendiri bukan dia mabuk?Rania : Kalau kau tidak datang maka aku yang akan datang ke tempatmu. Dan mungkin aku akan menginap di sana.Aku harap mereka bisa mewujudkan apa yang kuminta.Rania tak kuat lagi untuk tidak menutu
Haduh, apa yang sedang dilakukan oleh Shine, kenapa dia lama sekali membalasku?Rania sudah setengah jam menunggu adiknya memberi kabar. Dia tidak hanya melihat ke arah jendela, tapi dia juga jalan-jalan di dalam ruangan kerja suaminya. Rania sengaja membuat dirinya terlihat random supaya suaminya tidak berpikir kalau dia memang sudah menghubungi seseorang.Mulai dari melihat ke arah jendela, dia jalan ke meja kerja suaminya dan membuka-buka dokumen yang sebenarnya Rania juga tidak mengerti itu dokumen apa, tapi dia mengcover rasa gugupnya. Rania tidak pernah menutupi apa pun di belakang suaminya.Dan menghubungi Shine ini adalah kecurangan pertama untuknya.Apa teleponku sudah diretas oleh Reza sehingga adikku tidak bisa menjawab, ya?Rania juga sempat berpikir buruk karena sudah sejak lama adiknya tidak menghubunginya.Huh, akhirnya ada pesan.Rania merasakan getaran di dalam tas yang dia gunakan, tapi memang Rania tidak membukanya.Dia masih berpura-pura stretching dan mencoba berj
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi