Amar : Oh ya, a-aku tentu saja tidak bisa melupakan suaramu.Haduh, kenapa dia menelponku di waktu yang tidak tepat?Amar tentu saja mengenali suara di telepon itu.Tapi hatinya terkejut. Karena ada sesuatu yang dia khawatirkan dan sebetulnya orang yang ada di sampingnya juga merasa tak enak dengan cara Amar bicara pada orang di ujung telepon sana.Dia agak gugup. Siapa yang menghubunginya? pikir seorang wanita di samping Amar yang penasaran. Tapi memang dia tidak mendengar apa yang dikatakan Rania pada Amar.Rania : Amar maaf soal yang tadi. Reza masih terbawa perasaan yang dulu. Dan tadi aku meminta mencarikan nomor teleponmu ke Shine, syukurlah dia mendapatkannya.Amar : Ah iya. Padahal kau tidak perlu repot-repot meneleponku. Bagaimana nanti kalau terjadi prahara?Apakah wanita itu kekasihnya? Prahara? Apa dia menyukai seseorang yang sudah punya kekasih? Atau itu pacar lamanya? Oh, ayolah Caca, mungkin masih banyak hal yang tidak kau tahu di belakangmu tentang dirinya.Wanita di s
"Oh, hai."Sedingin itu? Dan siapa wanita di samping Arthur? Kurasa dia tidak punya kekasih.Setelah melihat Arthur dan mendapatkan jawaban, sejujurnya Caca kehilangan kata-kata. Dia ingin menimpali, tapi bingung karena dia shock melihat Arthur yang bersama seorang wanita. Selama ini dia tahu kalau Arthur tidak punya kekasih.Dan melihat wanita di hadapannya juga terlihat kaku menatapnya, Caca jadi merasa makin kikuk."Kalian berdua ingin ikut naik ke atas atau kalian ingin menunggu lift selanjutnya karena kami sedang buru-buru."Sampai akhirnya Arthur bertanya, karena baik Caca maupun Amar, dua-duanya belum ada yang melangkah masuk ke dalam lift."Oh iya, kami akan naik lift ini."Amar tidak menjawab. Dia membiarkan Caca meresponnya karena dia ingin memberikan Caca kesempatan karena dirinya tahu siapa Arthur.Dan sebenarnya di sini bukan hanya Caca yang kebingungan. Ada seorang wanita di sana yang juga tidak menyangka dengan sikap suaminya.Kami bahkan datang ke sini tidak saling ber
Oh, untung saja pintu ini cepat terbuka. Kalau tidak aku akan semakin mual berada di sana. Apa mereka tidak tahu kalau itu adalah tempat umum dan tidak boleh melakukan yang seperti itu di tempat umum? Atau memang zaman sudah berubah?Sebenarnya yang seperti itu bukan suatu hal yang dilarang juga. Tidak ada larangan untuk saling bercinta di Perancis.Mereka berhak melakukan apa pun, tapi bagi Caca yang memang masih punya rasa dengan Arthur dan tahu bagaimana sikap Arthur yang biasa memperlakukan semua wanita yang sedang bersama Arthur itu jauh dari prediksinya.Makanya sejujurnya dia sangat syok.Sekarang dirinya merasa lega karena dia sudah tidak lagi ada di dalam lift yang sama.Caca lebih cepat diikuti oleh Amar yang sejujurnya juga merasa tak nyaman dengan sikap Caca yang terpancing oleh adegan di belakangnya.Dia sangat mencintai pria itukah? Dan apa seharusnya aku merasa bersyukur karena sudah membuat pria itu ketahuan belangnya kalau dia sebenarnya tidak baik untuk Caca? Bermain
Syukurlah Amar pergi dulu ke toilet. Aku khawatir sekali dia tahu kalau aku memperhatikan Arthur di sana.Sementara itu saat Amar baru saja izin ke kamar mandi, seorang wanita yang duduk bersama dengannya merasa lebih baik. Sungguh dia tidak mau Amar berpikir macam-macam apalagi tadi saat mereka masuk restoran Amar juga sudah sempat bertanya padanya.Flashback On."Caca, aku minta maaf ya. Mungkin kalau kemarin di rektorat aku tidak membuatnya marah padamu dan berpikir kalau kau sudah menikah denganku, dia tidak mungkin bersama dengan wanita lain.”Mereka sudah cukup jauh dari lift saat Amar mengutarakan semua rasa bersalahnya ini."Ah, Amar kukira kau salah berpikir begitu. Aku hanya kaget saja dia sudah memiliki kekasih dan kurasa wanita itu sudah dikenalnya lebih lama daripada aku." Jawaban yang membuat Amar mengerutkan dahinya saat menatap Caca Mereka baru saja duduk di restoran dan memang mereka berjalan lebih cepat daripada dua orang yang ditinggalkannya tadi di lift."Jadi men
Amar: Kau dapat info apa?Amar tak berbasa-basi setelah dia mengangkat telepon itu dia langsung menanyakan apa kepentingan orang yang menghubunginya.Detektif: Pak Amar, saya sudah mendapatkan bagian tubuhnya yang bisa kita gunakan untuk tes DNA. Apa Bapak bisa memberikan bagian tubuh yang ingin diuji juga?Amar: Ah, kau menanyakan itu? Tapi ngomong-ngomong cepat sekali kau kerjanya. Kalau dapatkan dari mana?Detektif: Dari sampel rumah sakit Pak. Kebetulan dia sedang melakukan pengecekan darah jadi saya mengambil sedikit sampelnyaAmar: Baguslah kalau begitu. Aku akan mengabarimu besok.Detektif: Baik kalau begitu Pak.Telepon pun dimatikan dan saat ini Amar tersenyum lega karena ini adalah salah satu bagian penting untuk mengecek kebenaran dari intuisinya.Kalau terbukti kau memang tidak ada hubungan dengan Caca aku yakin sekali dia pasti berhubungan dengan Rania atau suaminya. Dia pasti adalah Marsha!Amar ke kamar mandi memang bukan untuk buang hajat. Tapi untuk menghubungi seseor
"Aku sudah bilang kalau aku akan hidup bahagia dengannya."Alila memang tidak berniat untuk cerita tentang kondisinya. Lagi pula dia sudah menerima kalau dirinya akan diuji oleh Arthur. Jadi ini adalah masa pembuktian. Dia sama sekali tidak terganggu dengan wanita yang datang ke apartemen Arthur. Cuma sesuatu yang dilihatnya tadi memang mengganggunya.Caca. Apa yang membuatmu sangat menarik bagi Arthur? Kenapa matanya selalu saja memperhatikanmu?Arthur memang bicara dengan Rania dan dia tadi juga bicara dengan Reza dan Rich. Tapi Alila yang ada di sampingnya dan memperhatikannya lebih bisa melihat langsung kalau sebenarnya pria itu sangat peduli sekali pada seseorang yang juga bisa ditatap oleh Alila.Ini yang membuatnya sulitApa menariknya dia sampai bisa mengalihkanmu? Nah inilah yang ingin diketahui oleh Alila lebih jauh. Dan dia sedikit banyak adalah orang yang mirip seperti Reza yang tidak suka dikalahkan.Akan kubuktikan kalau suatu saat nanti kau pasti sangat menyukaiku. Kau
"Sugar Daddy!"Sesaat setelah Arthur masuk ke dalam kamarnya rasanya kepalanya pening sekali mengingat semua yang tadi diucapkan oleh Alila."Jadi Kau lebih suka menjadi sugar baby tua bangka seperti dia ketimbang aku menawarkanmu cinta sejati dan kita hidup bersama selamanya dalam satu ikatan keluarga. Kau istriku dan aku akan menjagamu. Apa itu terlihat buruk untukmu?"Sejujurnya semua yang dikatakan oleh Alila itu sangat berpengaruh sekali dalam pikiran Arthur. Rasanya seperti otaknya juga berpikir tentang hal yang sama."Apa kurangnya aku?" tanyanya pada dirinya sendiri saat matanya menatap ke arah cermin besar di dalam kamarnya.Arthur merasa dirinya lebih sempurna. Bukankah dia lebih muda? Lebih memiliki tenaga? Lebih memiliki waktu untuk mereka bersama? Tapi kenapa harus menjual diri pada laki-laki yang sudah tua dan usianya bahkan sudah setengah abad?"Kalau dia adalah mantan tunangan Nyonya Rania sudah pasti usianya setengah abad bukan?"Dari pemikiran inilah Arthur mengambil
"Percobaan.""Perc- apa maksudmu Alila?"Arthur yang tidak mengerti maksud Alila dia tentu saja jadi makin gemas."Oh tadi itu sebenarnya aku ingin bikin quichee, salad, egg roll dan aku juga --""Berapa banyak bahan makanan yang kau habiskan dari dalam kulkas?”Tapi sepertinya Arthur juga tidak mau mendengar semua penjelasan dari Alila. Dan kini dia memberikan sebuah pertanyaan yang membuat Alila mengangkat bahunya."Aku tidak tahu."Lagi-lagi jawabannya membuat Arthur memutar bola matanya dan dia pun mendekat ke arah kulkas sambil menahan kesal."Kau membuat isi kulkasku berantakan! Belum lagi dengan semua makanan yang kau siapkan ini. Sampah-sampahnya. Lantainya kotor sekali!”Arthur menunjuk semua tempat yang tadi disebutkan olehnya. Juga semua yang berserakan dan membuatnya kesal."Rapikan! Aku ingin semuanya kembali seperti semula dan jangan pernah memasak dengan bahan-bahan yang ada di dalam sana. Sekarang aku jadi tidak punya makanan karena ulahmu!”"Lalu aku harus memasak pak
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi