"Dasar kau egois!"Dan seseorang yang di kamar mandi itu terus saja mengomel tanpa dia sadari, ada celah sedikit di pintu itu yang tidak ditutupnya rapat dan membuat orang bisa mendengar apa yang dikatakan olehnya."Apa selama ini kau menipuku? Kulihat kau sangat baik sekali. Perhatian dan kau terlihat mengagumkan. Tapi nyatanya apa? Kau kejam sekali padaku. Kau bahkan berani menamparku. Papaku saja tidak pernah melakukan itu. Tapi ... ah, biarlah. Aku tidak akan menyerah darimu. Akan kutunjukkan kalau kau akan menyesal menghinaku. Aku tidak seperti yang kau pikirkan dan aku bukan sampah."Masih sambil menghanduki tubuhnya, dia masih bicara sendirian. Membuat orang yang berada di pintu itu kembali tersenyum dan merasa bersyukur karena dia sudah kembali lagi pada kesadarannya."Dan kau tahu? Kakiku ini benar-benar sakit. Gara-gara kau, aku jadi terjatuh. Kalau bukan karenamu, aku tidak akan sial seperti ini! Apa kau tidak bisa sedikit saja berbaik hati padaku? Dan apakah akan menguji s
"Inilah kenapa aku bilang kau tidak pernah bisa move on. Kau terus saja berpikir kalau aku membully-mu. Kau tahu? Aku memberitahukanmu supaya bisa menjadi wanita yang lebih baik. Bukan menjadi anak kecil terus-terusan.”"Jadi menurutmu, tubuhku seperti anak kecil?" Alila kembali berpikir saat bertanya.Dan Arthur kini menghempaskan nafas sambil dia terpaksa merogoh sakunya dan mengeluarkan handphone-nya."Lihat ini!" Dia membuka sesuatu yang membuat Alila membuang wajahnya."Kau tidak boleh melihat yang seperti itu, Arthur.""Aku ini pria dewasa, bukan anak kecil. Kau yang tidak boleh, karena kau masih kecil. Tapi sekarang, kau istriku, jadi kau sudah termasuk wanita dewasa karena kau sudah berani menikah.""Memang ada aturan begitu?" Alila masih membuang wajahnya saat bertanya macam tadi pada Arthur."Sini, lihat." Arthur pun menggerakkan jarinya di dagu Alila, membuat Alila menatap sesuatu."Arthur, kau jorok. Tangan itu tadi sudah masuk ke sana. Harusnya kau cuci tangan dulu.""Itu
"Huh, apa?""Lihat itu!"Mata Alila pun mengarah ke pandangan mata Arthur."Tidak, itu tidak apa-apa, kok. Warnanya biru lebam. Kau bilang tidak sakit? Mau menipuku?" Arthur kesal mendengar jawaban Alila."Ah, jangan kau tekan, itu sakit."Arthur tadi sedikit membungkuk dan menggerakkan jari tangan kirinya untuk memencet bagian yang biru lebam. Kini mendengar pekikan Alila, kepalanya mendongak dengan ekor matanya menatap tajam pada Alila."Nah, sakit kau bilang tidak sakit? Silly girl.""Kau senang bukan, mengatakan aku ini memang bodoh?""Hmm, silly girl. Sudah jangan banyak bicara.""Kau mau bawa aku ke mana?""Tempat tidur, lah," ucap Arthur yang kini membopong Alila menuju tempat tidur berukuran queen dalam kamar itu."Diam di situ. Akan kuobati dulu lututmu.""Ah iya, tapi aku mau baju.""Nanti dulu. Kalau ditutup mana bisa diobati."“Tapi kan yang diobati kaki bukannya ….""Diam, kubilang diam. Jangan turun dari tempat tidur juga," seru Arthur sambil jari telunjuknya menunjuk p
"Jangan jambak rambutku, Alila. Kalau kamu menginginkan ini bisa keluar, maka aku harus menghisapnya, kan sudah kubilang ini harus dihisap.""Ee, tapi rasanya, ini seperti dua orang yang bermain di malam pertama, kan?""Silly Girl. Bocah kecil sepertimu mana mengerti apa itu malam pertama? Bukan yang seperti ini malam pertama itu.""Aku salah?""Hmm. Tidak akan melakukan malam pertama dengan wanita yang ini belum keluar. Ditambah lagi bagian sini.”"Aakh, jangan dipegang.""Jangan mencukurnya tanpa aku. Tunggu dan nanti biar aku beritahukan bagaimana membuatnya terlihat seksi.""Arthur. Aaakh, lain kali saja tak bisakah?"Tubuh Alila gelinjangan, karena memang dia tidak tahan dengan rasa yang baru saja diberikan oleh Arthur.Ini sebuah permainan baru untuknya dan berdasarkan insting, dia sudah menebak apa yang dilakukan pria itu. Cuma,jawaban Arthur memang membuat dirinya kembali tak yakin dan merasa terlalu pede. Cuma memang, pria itu sendiri merasa geli di dalam hatinya dengan apa y
Kenapa rasanya berat?Antara sadar dan tak sadar, seseorang yang dalam kondisi memejamkan mata, dia merasakan sesuatu di tubuhnya. Seperti menekan tubuhnya, terasa berat.Kenapa seperti aku tertindih?Dan jelas membuat dirinya bertanya-tanya di dalam hati, apa yang terjadi padanya.Sedikit demi sedikit seseorang yang masih terlelap itu pun akhirnya membuka mata.Arthur? Aku ini mimpi atau tidak, ya?Lagi, dia bertanya pada dirinya sendiri setelah dia sedikit membuka matanya dan melihat satu sosok yang masih memejamkan mata di sampingnya.Kapan dia pindah ke sini? Bukankah kemarin dia sudah pergi dari sini? Atau apakah aku sedang bermimpi?Sebuah pertanyaan bodoh yang kembali diberikannya pada dirinya sendiri. Karena kondisinya sekarang, antara yakin dan tak yakin dengan apa yang dilihat olehnya.Satu sisi semuanya seperti mimpi, tapi disisi lain semuanya seperti nyata. Sungguh membingungkan.Seingatku, kemarin dia pergi. Apa dia kembali ke kamarku saat aku terlelap? Tapi untuk apa? Da
"Pertama, aku tidur di sini bukan karena aku menginginkan tidur menemanimu di sini. Tapi karena aku mengantarkan baju itu."Arthur menunjuk pada pakaian yang masih digantung olehnya dalam ruangan itu. Dia sudah tidak menggelitiki Alila, tapi kakinya masih memiting tubuh Alila dan kedua tangannya juga membuat tangan Alila tidak bisa bergerak di saat dia mengarahkan jarinya ke tempat di mana dia menaruh gaun Alila."Oh, itu baju yang akan ku kenakan saat kau wisuda nanti?""Hmm. Dan yang kedua, kenapa aku berada di sini, karena aku tadi ingin menunggumu bangun. Aku ingin tahu alasan kenapa kau tidak mengunci kamar ini dan kenapa kau sengaja tidur polosan. Aku memang kemarin menggulungmu dengan selimut, tapi ku pikir kau seharusnya bisa turun untuk mengambil baju tidur. Makanya aku menebak kau sedang menjebakku.""Tidaklah, aku tidak seperti itu. Dan apa kau jadinya ketiduran?""Iya, lah. Aku ngantuk. Dari tadi malam aku tidak bisa tidur.""Ah, kenapa memangnya kau tidak bisa tidur, Arth
"Eh, tidak, lah! Aku hanya senyum-senyum, soalnya aku suka dengan riasan wajahku! Apa aku terlihat cantik?"Refleks terlontar kata-kata itu dari bibir Alila meskipun dia tahu bukan itu yang ada di dalam benaknya.Kapan dia masuk? Aku tidak mendengar langkah kakinya dan pintu dibuka juga aku tidak dengar! Aduh, apa aku sekarang harus tidur dengan pintu tertutup dan terkunci, kah? Habis dia muncul selalu tiba-tiba, sih!Dan sejujurnya di dalam hati Alila, dia merasa sangat malu sekali karena dia bisa terjebak berkali-kali oleh Arthur dalam semalam. Semuanya sangat memalukan untuk dirinya, apalagi mendapatkan jawaban dari Arthur."Seorang wanita dewasa tidak akan minta untuk disebut cantik! Memang yang aku nikahi ini hanyalah anak berusia lima tahun."Apa susahnya sih, dia menjawab iya atau tidak saja? Kenapa juga harus menyindir, lagi-lagi yang dikaitkan dengan usiaku! Sikapku, usiaku, selalu saja itu! Apa dia pikir pria dewasa itu adalah pria yang suka marah-marah seperti dirinya? dan
"Matamu selalu saja mengarah pada Amar! Apa tidak ada yang lain, yang bisa kau lihat Sweet J?" Dan ini membuat Reza kesal! Dia juga tidak mengerti kenapa bisa mereka harus bertemu lagi!Belum hilang rasa kesalnya pada Amar dan selalu saja terbayang dengan kedatangan Amar, tapi kini pria itu sudah berani menunjukkan dirinya lagi.Tapi memang bukan Reza saja yang tidak suka melihat ini. Seseorang yang berdiri di samping Arthur tak sengaja melirik ke arah suaminya dengan perasaan yang tidak enak.Aku tidak tahu kalau mereka sekampus. Atau mungkin aku lupa kalau mereka sekampus? Harusnya aku tahu karena Arthur pernah bilang dia menolong temannya yang sekampus Tapi aku tidak pernah tahu juga kalau dia akan wisuda di waktu yang bersamaan dengan Arthur. Dan lihat bagaimana dia melirik wanita itu. Aku rasa dia masih memiliki rasa!Alila terganggu. Dia tidak suka melihat bagaimana cara Arthur memandangnya tapi memang ini berbeda dengan cara Arthur bersikap pada Paula. Makanya, dia memang tidak