Malam-malam di kantor polisi setempat, seorang petugas menyeruput kopi supaya matanya tetap melek saat bertugas malam di kantor.Brak!!Pintu terbuka sangat kencang. Si petugas terperanjat dari kursinya, dan hampir menumpahkan secangkir kopi yang baru ia seruputnya sedikit."PAK POLISI...!! TOLONG KAMi...!!" teriak Yanti dan Theo yang baru saja datang, wajah mereka nampak sangat khawatir dan panik."Kenapa ibu, bapak ada apa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya si petugas polisi membetulkan seragamnya."Putri kami di culik pak...!!" pekik Yanti histeris."Hmm, baik... Segera akan saya buat laporan penculikan dan menghubungi polisi yang bertugas." ucapnya si petugas, ia langsung menyiapkan mesin tik-nya dan kertas.'Hari gini ada aje anak yang diculik malam-malam, nih orang tua gimana sih, gak bisa jaga anaknya apa,' pikir si petugas, tidak biasanya terjadi penculikan di daerah yang makmur ini, selama beberapa tahun daerah ini aman-aman saja, kalau ada pun cuma kasus copet yang ada di pas
Sagara duduk di balkon villa, ia menatap matahari yang perlahan naik merangkak dari balik pegunungan.Udara pagi di gunung terasa amat sejuk, namun hatinya dipenuhi dengan kehangatan kenangan yang datang begitu saja. Ia teringat pada hari perpisahannya dengan Linda, wanita yang pernah mengisi hari-harinya yang sepi dan terpuruk.Linda, dengan segala kehangatan dan cinta yang ia berikan, telah pergi meninggalkan dirinya. Sagara masih ingat betul malam itu, ketika mereka duduk bersama di ruang tamu, berdua dalam diam yang penuh dengan rasa sakit. Ada banyak hal yang tidak terucap, tapi hati mereka sudah sama-sama tahu, kalau inilah saatnya.*Flashback on."Maafkan aku sudah berbohong," ucap Linda, suaranya penuh kesedihan.Sagara menatapnya dengan sendu. "Maafkan aku, sudah mengecewakan dan menyakitimu dengan keputusan ini.Mendengar itu Linda tersenyum miris, matanya yang penuh emosi membuat Sagara semakin sedih. "Lebih baik aku mati, dari pada hidup tanpa menjadi pendampingmu.""Kita
Pov Sagara.Ciuman yang awalnya biasa saja itu berubah menjadi lumutan yang penuh gelora, hingga tanganku mulai menyikap pakaian tipis Tiara untuk bermain di area lain."Mas! Tunggu ini belum malam!" protes Tiara."Tapi, aku benar-benar tidak tahan, Honey. Ingin cepat-cepat punya anak lagi darimu." ucap ku sambil menatapnya untuk meminta izin pada Tiara.Mendengar ucapku yang memaksa, seketika rona di kedua pipi chubby Tiara pun terlihat jelas. Ia tidak berkata apapun, namun ia mengangguk pelan.Begitu aku mendapat izin dari Tiara, aku tentu tidak membuang waktuku. Aku langsung menggendongnya ke lantai atas tempat kami bersenggama tanpa henti.Aku menariknya lalu memaksanya berbaring di ranjang villaku yang berukuran king size. Tubuhku langsung menindihnya, lalu mulutku menyentuh mulut Tiara dengan tidak sabar.Bibir kenyal Tiara sungguh membuatku mulai kehilangan akal, aku pun terhisap kedalam lautan gairah, rasanya seperti tenggelam teraduk-aduk, semakin lama semakin dalam.Tak saba
Malam ini merupakan malam yang sungguh menegangkan. Di sebuah rumah megah dan mewah terdengar suara jeritan seorang wanita. Kedua tangannya di ikat kebelakang, matanya di tutup. Ia berdiri diam, sambil menahan rasa sakit di kedua betisnya. . . "Aaakkhh...!!!" Ia berteriak kesakitan, saat betis itu di pecut kembali dengan tali ikat pinggang. "Menangis lah lebih keras hahahaha...!!! Konyol sekali kamu malah ingin kabur, padahal aku sudah membelikan semua barang mahal untuk kamu. Dasar istri tidak tahu diri....!!!" "Tak...!!!" Sagara kembali melecut betisnya. "Hiks....Sakit....tolong hentikan huhuhuhu..." Tiara menangis dan memohon agar penyiksaan ini di hentikan. "Rasakan....!!!" namun Sagara malah semakin menjadi-jadi, tidak berhenti ia terus menyakiti Tiara sang istri yang tidak berdaya. . . Para pelayan yang menyaksikan kejadian menyedihkan ini, hanya bisa menutup telinga, mata, dan mulut mereka. Sudah selama 3 bulan sejak pernikahan kilat terjadi, Tiara terus mene
Rumah besar dan mewah milik Sagara. Harusnya menjadi istana tempat berlindung yang aman untuk Tiara yang telah resmi menjadi istrinya. Tapi bagi Tiara rumah ini seperti neraka, tempat penyiksaan.Sagara begitu mudah meluapkan emosinya, apalagi kalau keinginannya tidak dituruti, ia pasti akan akan langsung main tangan. Selama tiga bulan ini Tiara sudah terbiasa menerima tamparan di wajahnya yang mungil. Tapi itu tidak seberapa menyakitkan, ada hal yang lebih menyakiti Tiara, sampai-sampai ia tidak bisa menerima perlakuan kurang ajar suaminya. Setelah mendapatkan puluhan pecutan di betis, Tiara berjalan tertatih-tatih. Dua orang pelayan wanita memapah sang nyonya menaikinya lift. Tiara menutup mulutnya rapat-rapat, ia tidak lagi meminta bantuan mereka, sudah tiga kali Tiara gagal melarikan diri dari rumah yang seperti sangkar emas ini. Tapi Tiara selalu saja tertangkap oleh basah suami. Tubuh kecilnya di seret secara kasar, dirinya menerima pukulan bertubi-tubi, semakin ia menjerit men
Matahari pagi menyusup masuk melalui kaca jendela balkon. Tiara terbangun, perlahan ia membuka mata. Hatinya merasa lega saat melihat ranjang sebelahnya sudah kosong. Suaminya pasti sudah lebih dulu bangun dan berangkat bekerja.Sambil masih meringis, Tiara memencet tombol panggilan di sebelah ranjang. Tidak lama kedua pelayan wanita masuk ke dalam kamarnya."Aku mau berendam di bathtub, tolong siapkan air panas." titah Tiara, yang masih menutup tubuh polosnya.Kedua pelayan itu mengangguk, menyiapkan baju dan juga air hangat. Seperti biasanya, setiap pagi Tiara menikmati kedamaian. Ia membasuh dirinya. Menumpahkan jiwanya lelah di dalam bathtub air hangat. Menenggelamkan tubuhnya sampai dengan kepala. Tiara tidak ingin keluar. namun kedua pelayan mengawasi dirinya. "Hahaha, mana bisa mati dengan cara seperti ini." batin Tiara, tersenyum smirk.Setelah menuntaskan ritual mandinya. Tiara berpakaian menggunakan dress santai yang bergaya elegant minimalis. Lalu ia memoles dirinya di dep
(Flashback.) Setelah mendapatkan restu dari kedua orangtua mereka. Sagara yang tidak sabar, langsung mempercepat proses pendaftaran pernikahan mereka ke KUA. Satu hari telah berlalu, setelah pendaftaran pernikahan mereka, pagi ini Tiara sedang berdandan dengan terburu-buru di meja rias kamarnya, karena Sagara akan segera menjemputnya untuk memilih gaun pengantin, sembilan hari lagi ia akan segera menikah dengan kekasihnya. "Tiara...~, Sagara sudah datang tuh..." seru Yanti ibu Tiara. "Mama..., bisa tolong bantu Tiara catok rambut dong.." ujar Tiara yang sedang panik, karena masih berdandan, ia tidak mau mengecewakan calon suaminya. "Kamu sih...,mama bangunin dari tadi gak mau bangun-bangun.." keluh Yanti, sudah dua jam yang lalu ia membangunkan putrinya, namun tetap saja anak gadisnya membenamkan diri kedalam selimut. Semalam Tiara kesulitan tidur, karena masih tidak percaya, dirinya akan menikah secepatnya ini. Keraguan Tiara semakin menjadi-jadi, ia merasa kalau pernikahannya
Langit pagi ini begitu cerah, awan-awan menggumpal di langit yang bewarna biru, burung-burung melompat kesana kemari bernyanyi memberikan semangat untuk gadis yang sedang gundah gulana, duduk diatas ranjang tempat tidur, memandangi teras rumahnya melalu jendela kamar.Tiara nampak kurang semangat ketika bangun pagi ini, padahal ini adalah hari pernikahannya, beberapa kali menghela nafas, memikirkan pernikahannya yang akan terjadi enam jam lagi kedepan. Dirinya akan segera mengucapkan janji sehidup semati dihadapan Tuhan dan para tamu undangan."Tiara sayang...~" ujar Yanti, pagi ini menghampiri putrinya dengan mata berkaca-kaca."Mama..~" seru Tiara dengan suara parau, ternyata ia sedang menangis.Yanti pun ikut meneteskan air mata. Nanti malam, putrinya tidak akan pulang ke rumah, ia akan tinggal di rumah suaminya mulai besok. "Jangan menangis Tiara sayang, ini hari pernikahanmu.., kita tidak akan berpisah lama nak, setelah kamu menikah, kita masih bisa bertemu sayang, kamu juga mas
Pov Sagara.Ciuman yang awalnya biasa saja itu berubah menjadi lumutan yang penuh gelora, hingga tanganku mulai menyikap pakaian tipis Tiara untuk bermain di area lain."Mas! Tunggu ini belum malam!" protes Tiara."Tapi, aku benar-benar tidak tahan, Honey. Ingin cepat-cepat punya anak lagi darimu." ucap ku sambil menatapnya untuk meminta izin pada Tiara.Mendengar ucapku yang memaksa, seketika rona di kedua pipi chubby Tiara pun terlihat jelas. Ia tidak berkata apapun, namun ia mengangguk pelan.Begitu aku mendapat izin dari Tiara, aku tentu tidak membuang waktuku. Aku langsung menggendongnya ke lantai atas tempat kami bersenggama tanpa henti.Aku menariknya lalu memaksanya berbaring di ranjang villaku yang berukuran king size. Tubuhku langsung menindihnya, lalu mulutku menyentuh mulut Tiara dengan tidak sabar.Bibir kenyal Tiara sungguh membuatku mulai kehilangan akal, aku pun terhisap kedalam lautan gairah, rasanya seperti tenggelam teraduk-aduk, semakin lama semakin dalam.Tak saba
Sagara duduk di balkon villa, ia menatap matahari yang perlahan naik merangkak dari balik pegunungan.Udara pagi di gunung terasa amat sejuk, namun hatinya dipenuhi dengan kehangatan kenangan yang datang begitu saja. Ia teringat pada hari perpisahannya dengan Linda, wanita yang pernah mengisi hari-harinya yang sepi dan terpuruk.Linda, dengan segala kehangatan dan cinta yang ia berikan, telah pergi meninggalkan dirinya. Sagara masih ingat betul malam itu, ketika mereka duduk bersama di ruang tamu, berdua dalam diam yang penuh dengan rasa sakit. Ada banyak hal yang tidak terucap, tapi hati mereka sudah sama-sama tahu, kalau inilah saatnya.*Flashback on."Maafkan aku sudah berbohong," ucap Linda, suaranya penuh kesedihan.Sagara menatapnya dengan sendu. "Maafkan aku, sudah mengecewakan dan menyakitimu dengan keputusan ini.Mendengar itu Linda tersenyum miris, matanya yang penuh emosi membuat Sagara semakin sedih. "Lebih baik aku mati, dari pada hidup tanpa menjadi pendampingmu.""Kita
Malam-malam di kantor polisi setempat, seorang petugas menyeruput kopi supaya matanya tetap melek saat bertugas malam di kantor.Brak!!Pintu terbuka sangat kencang. Si petugas terperanjat dari kursinya, dan hampir menumpahkan secangkir kopi yang baru ia seruputnya sedikit."PAK POLISI...!! TOLONG KAMi...!!" teriak Yanti dan Theo yang baru saja datang, wajah mereka nampak sangat khawatir dan panik."Kenapa ibu, bapak ada apa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya si petugas polisi membetulkan seragamnya."Putri kami di culik pak...!!" pekik Yanti histeris."Hmm, baik... Segera akan saya buat laporan penculikan dan menghubungi polisi yang bertugas." ucapnya si petugas, ia langsung menyiapkan mesin tik-nya dan kertas.'Hari gini ada aje anak yang diculik malam-malam, nih orang tua gimana sih, gak bisa jaga anaknya apa,' pikir si petugas, tidak biasanya terjadi penculikan di daerah yang makmur ini, selama beberapa tahun daerah ini aman-aman saja, kalau ada pun cuma kasus copet yang ada di pas
Dengan segera, Sagara melumat bibir ranum Tiara dengan rakus. Sudah lama sekali dia merindukan kehangatan tubuh Tiara setelah berbulan-bulan berpisah."Tiara..." ucapnya lembut dan penuh hasrat yang menggelora. Tangannya meraih pinggang Tiara, ia menarik dan menempelkan tubuh mungil itu kedalam dekapannya."Mas! Tolong jangan!" ucapnya tegas.Namun Sagara tidak peduli, ia tidak mau berhenti, detak jantung Tiara terdengar bersahutan dengan suara detak jantung milik Sagara, yang menandakan keduanya sudah larut dalam pusaran arus gairah yang sudah lama tertahan.Dengan paksa Sagara mencium bibirnya, ia terus melumatnya habis bibir Tiara. Aliran air shower yang tiada henti membasahi tubuh polos mereka, segalanya jadi terasa licin dan basah.Tiara ingin menolak namun ciuman mantan suaminya. Namun ia tak mampu, ciuman dan sentuhan hangat Sagara menimbulkan sengatan listrik yang dashyat di sekujur tubuhnya, hingga tubuhnya jadi lemas tak bertenaga.Sagara tak mau berhenti, ia terus menghujan
Plak.."Hei! Jangan kurang aja kamu!" Tiara menepis kasar tangan yang mulai menggerayangi pahanya."Loh... Bukan kah ini yang kamu mau, makanya dari tadi terus menggodaku," pemuda itu menyeringai, membasahi bibirnya dengan lidah.Tiara pun menjadi ketakutan.Cepat-cepat ia beranjak dari sana lantaran tidak tahan lagi melihat tatapan kurang ajar dari pemuda brondong yang baru ia temui.Saat berjalan dalam keadaan sempoyongan Tiara malah menabrak seorang pria.Brukk..“Ah, ma-maaf, aku gak sengaja!” ucap Tiara, yang tak ingin orang yang ditabraknya itu marah. Namun, bukannya marah. Malah hal yang tak terduga pun dialami Tiara malam itu."Mas!!""Ti... Tiara!!""Hei nona, mana bisa kau pergi begitu saja!" sang pemuda brondong mengejar Tiara, dan langsung menahan lengan Tiara, dan hal itu membuatnya cukup kesal. Terlebih lagi, si pemuda brondong itu meneliti tubuhnya dengan tatapan kurang ajar nan mesum, membuat Tiara semakin risih.“Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!” pekik Tiara semba
"Ini kesempatan kita," ucap Reni sambil memakai lipstik nya."Siapa tahu salah satu dari brondong itu, bisa jadi suami masa depan kita." seru Hana, memakai bedak.Tiara tertawa. "Jangan terlalu berharap, mereka itu masih mahasiswa, umur mereka masih 4 tahun di bawah kita, kerja saja belum, uang jajan masih dari orangtua, mau kasih makan apa kalau menikah." cebik Tiara."Ciee, ehem... Yang sudah janda memang beda, tapi mereka itu anak-anak orang kaya loh..." kekeh Reny."Aku sudah tidak peduli, mantan suamiku yang pertama juga anak konglomerat," seru Tiara."Sudahlah Beb... Jangan terlalu serius malam, ini kita senang-senang saja sama mereka, jangan pikirkan lagi soal dua mantan suamimu yang s*alan itu, lebih baik main-main sama brondong, say..." Hana menepuk pundak Tiara."Yahh... Kalian berdua benar, aku butuh hiburan bukan kepastian." ucap Tiara bercanda."Yuk gas, kita taklukkan para brondong itu malam ini." ucap Reny dengan semangat menggebu-gebu.Ketiganya keluar dari toilet dan
"Mas, Aku mau membatalkan pernikahan kedua kita, tolong jangan paksa aku."Kata-kata Tiara seperti petir yang menyambar jiwa Sahara, membuat dirinya terdiam. Apalagi saat Tiara bercerita soal Linda.Wajahnya langsung pucat pasi. Semua kebohongan yang selama ini ia bangun kini terungkap begitu saja. Tiara tahu. Tiara sudah tahu segalanya."Mas, kenapa?" suara Tiara pecah. "Kenapa kamu tega menyembunyikan hal ini dariku? Kenapa kau tidak mau jujur soal hubunganmu dengan Linda!!"Sagara jadi diliputi rasa bersalah. Ia ingin berkata sesuatu, namun kata-kata itu terasa terjebak di tenggorokannya."Honey, aku... aku tidak tahu harus bagaimana. Kalau aku cerita soal Linda, kamu pasti tidak mau rujuk sama aku, aku juga takut kamu akan membenciku. Yang aku inginkan sejak dulu hidup bersama denganmu dan Satria, anak kita!""Jangan jadikan Satria sebagai alasan!!" pekik Tiara."Jadi, kamu pikir menyembunyikan semuanya adalah pilihan yang bijak? Aku bahkan tidak tahu kalau Mas melamar Linda lebih
Keesokan harinya.Ting tong...Ting tong...Seseorang memencet bel berkali-kali, Yanti yang baru bangun langsung membuka pintu rumahnya."Mama!!" teriak Tiara, sorot matanya berkaca-kaca."Tiara... Loh tumben kamu pulang, Nak?" Yanti tercengang tiba-tiba melihat kedatangan putrinya dan cucunya, ia juga melihat ada tiga koper yang dibawa oleh Tiara."Hiks... Huhuhuhu, Tiara pulang Ma." rengek Tiara memeluk erat ibunya, air matanya mengalir deras membasahi daster yang Yanti sedang kenakan.Tiara duduk terdiam di ruang tamu rumah orang tuanya, matanya masih sembab dan wajahnya pucat. Di hadapannya, ada ibu dan ayahnya yang sedang saling melirik dengan perasaan khawatir.Mereka sudah bisa menebak ada yang tidak beres ketika Tiara tiba-tiba pulang lebih awal dari rencananya, yang katanya sedang mempersiapkan pernikahan dengan Sagara."Mama, Papa… Maafkan Tiara, Tiara memang sangat bodoh." suara Tiara terhenti, napasnya tersendat. "Tiara... Tidak tahu harus cerita mulai dari mana."Yanti su
Tiara baru saja terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Udara pagi yang sejuk dan sinar matahari yang menyelinap melalui tirai jendela memberikan suasana yang menenangkan.Setelah mandi dan bersiap, ia berjalan ke ruang makan, di mana anaknya sudah duduk sarapan ditemani pengasuhan. Satria menggerakkan sendok kecilnya dengan semangat, meski tidak semuanya sampai ke mulutnya.Tiara tersenyum melihat tingkah lucu anaknya yang selalu ceria di pagi hari. "Selamat pagi, Laras," sapa Tiara kepada pengasuh anaknya."Selamat pagi Nyonya..." seru Laras."Agii, Mama," sapa Satria, tersenyum lebar melihat ibunya. Tiara pun tersenyum lalu mencium kening Satria.Tiara duduk di sebelah anaknya dan mulai menyiapkan sarapan sederhana, diatas meja sudah tersedia roti panggang dengan selai kacang, juga segelas susu hangat."Apa semalam tuan tidak pulang, nyonya?" tanya Laras.Tiara menatapnya bingung. Pengasuh itu memang selalu sangat peduli dengan keadaan majikannya, lantaran sudah lama bekerja dengan G