"Ibuku memang punya watak yang keras, tapi sebenarnya dia sangat menyayangi anak-anaknya. Dia sangat tidak suka kalau keinginannya dibantah. Jadi untuk sementara kita tetap tinggal di sini dulu saja. Daripada harus selalu bertengkar dengan Ibu. Kan ada alternatif lain. Masih ingat apa yang Ibuku katakan?" tanya Zein.
"Perkataan yang mana? Banyak sekali yang dikatakan Ibumu. Aku tidak ingat," jawab Risa tak bersemangat. "Ibu kan bilang, akan mengizinkan kita kontrak rumah kalau kamu sudah h4m1l. Jadi segera saja kita buat dedek bayi," lanjut Zein dengan senyuman penuh arti. "Kamu semangat banget kalau masalah begituan," sungut Risa. "Namanya juga pengantin baru, pasti lagi semangat banget ini. Ingin cepat pindah rumah atau tidak?" tanya Zein. "Baiklah kalau begitu. Daripada aku harus makan hati tinggal di sini terus," jawab Risa setuju dengan pendapat Zein. "Yuk, gak pakai lama!" lanjut Zein bersemangat. "Tunggu sebentar!" cegah Risa. "Apalagi, Sayang?" Zein semakin tak sabar. "Ingat tidak kejadian tadi pagi? Tiba-tiba Ibumu nyelonong masuk kamar ini pakai kunci cadangan." Zein menganggukkan kepalanya. "Makanya kita harus lebih waspada. Jangan sampai waktu kita begituan, Ibumu ikut nimbrung di sini dengan kita. Bisa malu banget. Lebih baik selain dikunci, harus pakai grendel pintu juga. Supaya orang di rumah ini, tidak dengan mudah keluar masuk kamar pengantin baru," tutur Risa mengingatkan suaminya. "Baik, istriku yang paling cantik. Kali ini, kamar kita aman. Aku pastikan tidak akan ada gangguan lagi." Zein sudah mengecek kalau pintu kamar mereka sudah tertutup rapat. Sebagai seorang istri yang baik, Risa berusaha tidak menolak jika suaminya meminta haknya. Apalagi, sekarang lagi marak-maraknya banyak p3l4k0r yang mengintai mencari mangsa. Tak peduli lelaki itu sudah punya istri atau pun masih bujangan. Malam itu, mereka isi dengan merenda kebahagiaan bersama. Kebersamaan keduanya baru berakhir, setelah rasa lelah menyapa hingga mereka terlelap dalam mimpi indah menyambut fajar. Keesokan harinya, saat Risa masih membersihkan diri di kamar mandi. Terdengar suara pintu digedor dari luar. Hari masih pagi, adzan Subuh baru saja berkumandang. Namun, suara pintu yang terus digedor seakan mampu membuat telinga kembali berdenging. Disertai suara omelan mertua perempuannya. Untung saja ruangan yang ditempati Risa dan suaminya mempunyai kamar mandi dalam sehingga Risa tak perlu malu, kalau membersihkan diri sebelum fajar. Dia tak bisa membayangkan, jika harus berpapasan dengan mertua perempuan yang selalu ingin tahu urusan anak-anaknya meskipun mereka sudah berumah tangga. "Aku sudah bangun, Bu. Mulai sekarang tidak usah menggedor pintu pagi-pagi seperti biasanya. Biar istriku yang akan menggantikan tugas ibu membangunkanku," ucap Zein sambil menguap menahan kantuk. Pintu kamar dibuka sebagian oleh Zein "Sekarang mana istrimu? Suruh dia segera ke dapur seperti biasanya. Hari ini, Ayah dan Salma masuk pagi. Jadi mereka harus sudah sarapan sebelum berangkat kerja dan kuliah," cecar Narita sambil menyembulkan kepala ke dalam kamar anak lelakinya. Pandangannya mengitari ruangan. Risa yang sudah selesai melakukan aktivitas membersihkan diri, sengaja tidak segera keluar dari kamar mandi. Dia memilih menghindar dari ibu mertuanya terlebih dahulu, daripada harus siap menerima omelan pagi yang membuatnya bad mood sepanjang hari. Setelah tak terdengar lagi suara mertuanya, Risa baru menampakkan diri. Dia hanya tersenyum melihat suaminya yang masih dalam kondisi rambut acak-acakan meskipun sudah mandi sebelum dirinya. "Kenapa, Mas Zein? Kok kusut banget mukanya?" goda Risa. "Jangan meledek suami. Kamu sudah ditunggu Ibu di dapur," ucap Zein sambil melangkah ke tempat tidur. "Eit, jangan tidur lagi. Bantuin aku di dapur juga," cegah Risa sebelum suaminya kembali melanjutkan mimpinya. Sepasang pengantin baru itu kini berjalan beriringan menuju dapur. Aktivitas membuatkan makanan dari pagi hingga malam sudah menjadi pekerjaan rumah sehari-hari bagi Risa. Tak boleh ada bantahan. Selama berada di rumah mertuanya, hanya kata-kata Narita yang akan berkuasa. Bima sebagai suaminya saja memilih bersabar dan menyetujui apa yang menjadi keputusan istrinya. Daripada harus mendengarkan suara-suara sumbang yang keluar dari b1b1r tipis Narita. Ayah mertua dan Salma sudah kembali beraktivitas seperti biasanya. Ayah mertua bekerja dan adik iparnya kuliah. Sedangkan Risa dan Zein masih menikmati masa cuti selama tiga hari, karena menikah. Besok mereka sudah kembali bekerja lagi. "Jadi istri itu harus bangun pagi. Menyiapkan semua kebutuhan penghuni rumah. Tidak boleh bermalas-malasan. Hari ini, setelah kamu membuat sarapan pagi, bantu Ibu menyiapkan pesanan nasi sebanyak seratus kotak. Pesanan itu diambil nanti jam lima sore," ucap Narita tanpa ekspresi. "Baik, Bu," jawab Risa singkat. Tanpa banyak kata, Risa segera menyelesaikan tugasnya. Biarlah sekarang dia menahan diri dulu untuk sementara waktu. Daripada harus bertengkar dengan Ibu mertuanya sepanjang hari jika kata-katanya dibantah. Saat Zein ingin membantu istrinya, Narita segera melarangnya. Alasannya supaya Risa tidak terbiasa mengandalkan suami. Sebagai istri harus cekatan. Selalu kata-kata itu yang sering didengar oleh Risa. Hampir setengah hari Risa membantu ibu mertuanya menyiapkan pesanan nasi kotak. Sekarang semua sudah siap untuk diambil pelanggannya. Ketika Risa hendak beranjak dari dapur, ibu mertuanya langsung menghentikan langkahnya. "Mau ke mana kamu?" tanya Narita. "Sebentar, Bu. Saya mau mandi dulu. Badan ini gerah semua, banyak keluar keringat dari tadi," jawab Risa. "Tunggu dulu! Kamu tidak perlu mandi dulu. Lihat, peralatan dapur sudah menumpuk dan kotor semua. Jadi, sekalian kamu cuci. Kalau melakukan pekerjaan itu jangan setengah-setengah, tidak baik. Ibu mau istirahat sebentar. Kalau nanti orang yang pesan sudah datang, kamu kasihkan saja pesanannya, karena pembayarannya sudah lunas," kata Narita langsung melangkah pergi meninggalkan Risa yang masih berdiri di posisinya semula sambil m3r3m4s jemarinya karena menahan kesal. "Ya Allah, kenapa ada orang seperti mertua perempuanku ini? Ternyata memang benar, apa yang dikatakan kebanyakan orang di luar sana. Kalau memang banyak tipe mertua antik seperti ibu mertuaku ini," keluh Risa. Dengan terpaksa Risa melakukan apa yang diperintahkan ibu mertuanya itu. Jika mau, Risa akan membiarkan semuanya menumpuk di tempat cuci piring. Namun, Risa orangnya suka kebersihan. Jadi, dia lebih memilih untuk membersihkan peralatan memasak yang sudah menumpuk itu. Setelah semua pekerjaannya beres, baru Risa membersihkan diri di kamarnya. "Mas Zein, aku mandi dulu. Nanti kalau ada orang datang ambil pesanan nasi kotak, semua sudah aku siapkan di ruang tamu. P3mb4y4r4nnya sudah lvn4s," pesan Risa kepada suaminya yang sedang menonton televisi di kamar mereka. "Oke, serahkan padaku," jawab Zein sambil tersenyum. Belum juga lima menit Risa berada di kamar mandi, pintu kamar sudah diketuk lagi. Terdengar suaminya sedang berbicara dengan ibunya. Setelah itu, Zein memanggil Risa agar segera menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi. "Sayang, cepetan mandinya," kata Zein sambil mengetuk pintu kamar mandi. Risa sedikit membuka pintu kamar mandi dan memperlihatkan sebagian kepalanya. "Aku belum selesai mandi. Memangnya ada apa, Mas?" tanya Risa penasaran. "Ibu meminta kita mengantarkan pesanan nasi kotak. Orang yang pesan tidak bisa mengambil," jawab Zein. "Astaghfirullah!" BersambungSetelah mendengar penjelasan suaminya, Risa segera menyelesaikan kegiatan membersihkan diri. Tak lebih dari sepuluh menit dia sudah keluar kamar mandi. Padahal biasanya Risa paling suka berlama-lama di sana untuk mendinginkan badannya. Semua itu karena udara di kota Surabaya memang berhawa pa nas dan hanya didinginkan dengan kipas angin yang tidak begitu besar.Setelah siap, Risa segera menemui suaminya yang sudah menunggu di ruang tamu. Tampak Zein sudah siap dengan kunci kontak kendaraan roda duanya."Mas Zein, sebenarnya yang buka usaha katering itu siapa? Kok, jadi semuanya pekerjaan dilimpahkan padaku?" gerutu Risa."Sudahlah, Sayang! Jangan bahas masalah itu lagi. Kita hanya bantu Ibu tidak lebih dari tiga hari. Siapa tahu nanti bisa meneruskan usaha katering yang ibu lakukan sekarang ini. Jadi kamu nggak perlu lagi kerja sama orang lain," jawab Zein."Aku belum kepikiran ke arah sana," sambung Risa."Setelah ini, kita kembali pada aktivitas pekerjaan masing-masing. Makanya kamu
"Ah, kamu bisa saja, Desy. Aku menganggap Anton sebagai teman biasa. Seperti hubunganku sama kamu," ucap Risa menanggapi godaan Desy--teman satu stand dengannya."Mungkin anggapanmu seperti itu, tapi bagi Anton kamu adalah wanita spesial. Ketika mendengar kamu tidak masuk kerja karena menikah, dia kecewa berat. Dia cerita banyak tentang rasa kagumnya kepadamu," lanjut Desy."Terus aku harus bagaimana dalam bersikap kepadanya? Tidak mungkin aku memberikan harapan semu kepadanya. Apalagi sekarang aku jelas-jelas sudah menikah dengan lelaki yang kucintai," tutur Risa merasa serba salah.Dua bulan telah berlalu. Kehidupan rumah tangga Zein dan Risa masih saja dicampuri oleh ibu mertuanya. Selama tinggal di rumah orang tua Zein, Risa harus siap disuruh-suruh. Apalagi untuk menangani urusan dapur, Risa yang paling bisa diperintah ini dan itu. Sedangkan Salma sudah terbiasa mengabaikan semua pekerjaan rumah. Jika sudah ada kakak iparnya yang bisa mengerjakan semua pekerjaan domestik dan per
"Aku lagi ingin sesuatu, tapi suamiku gak mau nurutin permintaanku," jawab Risa sedih.Entah kenapa keinginan itu begitu besar untuk bisa makan mangga muda. Hatinya kesal sekali dengan perkataan suaminya tadi. Sepertinya Zein tidak perhatian lagi padanya."Memangnya, Mbak Risa mau apa? Mungkin aku bisa mencarikannya." Anton menawarkan bantuan."Apa kamu mau bantu aku?" tanya Risa tidak percaya."Asalkan aku mampu, apapun permintaan Mbak Risa akan aku usahakan untuk bisa terpenuhi," jawab Anton penuh percaya diri."Tapi kamu jangan tertawa, ya." Risa sebenarnya merasa tidak enak jika melibatkan Anton untuk memenuhi permintaannya. Namun, keinginannya sangat besar dan tak bisa dicegah."Aku hanya ingin makan mangga muda. Tadi waktu berangkat, aku sempat melihat di pinggir jalan ada mangga muda, tapi Mas Zein tidak mau minta pada pemiliknya," keluh Risa."Oh, hanya mangga muda! Nanti waktu istirahat, aku carikan untuk Mbak Risa. Jadi tidak usah sedih lagi ya." Ucapan Anton membuat Risa me
Risa merasakan ada telapak tangan yang mengusap pipinya. Matanya berusaha dibuka. Namun, saat menghirup aroma tubuh Zein, perut Risa seakan diaduk-aduk kembali. Dengan secepat kilat, dia langsung terbangun dari peraduan dan berlari menuju kamar mandi untuk menuntaskan rasa mualnya."Hoek ... hoek!"Kembali Risa mengeluarkan isi perutnya, hingga badannya menjadi lemas dan wajahnya pucat. Ketika baru saja membuka pintu kamar mandi, kepala Risa terasa pusing, perut mual, mata berkunang-kunang. Akhirnya Risa tak mampu lagi menahan keseimbangan tubuhnya. Semua tampak gelap, Risa pun jatuh pingsan.Untung saja Zein sudah bersiap menunggu di depan pintu kamar mandi, sehingga badan Risa tak sampai terjatuh di lantai karena dengan sigap suaminya menangkap tubuh istrinya."Sayang, ayo bangun!" Zein kemudian membopong tubuh istrinya dan meletakkannya di tempat tidur.Sekitar sepuluh menit Risa pingsan. Seluruh badannya sudah diberi minyak angin, agar kesadarannya segera pulih. Zein merasa khawat
"Tadi ada sepeda motor yang memotong jalan, tanpa memberi tanda. Jadi, saya tekan rem mendadak untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Maaf, Pak. Atas ketidaknyamanannya," jawab sopir itu. Dia merasa bersalah karena tindakannya yang membuat penumpangnya terkejut."Iya, tidak apa-apa. Tapi lain kali jangan diulangi lagi, karena bisa membahayakan penumpang," pesan Zein.Tak terasa, mereka sudah sampai di depan rumah. Dengan hati-hati, Zein mengiringi langkah kaki Risa yang masih lemah.Di ruang keluarga, tampak keluarga Zein sedang berkumpul. Ada ayah dan ibu mertua, serta adik ipar Risa sedang menonton acara televisi. Zein langsung mengajak Risa masuk kamar, supaya istrinya bisa beristirahat sesuai dengan pesan Bidan Ratna. Setelah mengantar Risa istirahat, Zein kembali ke tempat semua anggota keluarganya berkumpul. Dia akan membicarakan keadaan Risa saat ini yang tidak boleh melakukan pekerjaan berat.Zein menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan untuk menenangk
"Biar aku yang keluar. Kamu tetap di sini saja," pesan Zein.Dengan langkah pelan, Zein menuju pintu, agar ketukan yang diberikan tidak semakin keras. Risa hanya melihatnya dari kejauhan. Kali ini Risa berperan sebagai penonton saja. Jika ikut menemui ibu mertuanya pasti akan berbuntut panjang."Ada apa, Bu? Risa lagi tak enak badan. Sekarang dia masih berada di atas tempat tidur," ucap Zein saat sudah berhadapan dengan ibunya."Ibu mau bicara sama istrimu."Narita langsung menyerobot masuk ke dalam kamar anaknya. Tanpa mempedulikan Zein yang berusaha menghalang-halanginya di depan pintu."Risa, enak benar kamu sekarang, ya! Apa memang begini maksud kedatanganmu di rumah ini? Ingin memisahkan Ibu dan anak lelakinya. Dulu sebelum menikahi kamu, Zein sudah bilang kalau akan tetap tinggal di sini menemaniku, tapi sekarang semuanya berubah! Zein lebih memilih tinggal bersama kamu daripada dengan Ibunya!" Narita tak sabar segera mengeluarkan segala uneg-uneg yang selama ini belum tersampai
"Waalaikum salam," jawab Risa kemudian segera melangkahkan kaki menuju pintu masuk. "Bapak, Ibu. Ayo masuk!" Risa mengajak bapak dan ibunya masuk ke rumah kontrakannya.Kedua orang tua Risa membawa beberapa kardus besar berisi berbagai macam makanan untuk diberikan kepada Risa. Memang adat di daerah kelahiran Risa, jika memasuki rumah baru, mereka akan berbagi makanan kepada tetangga kanan dan kirinya. Selain untuk berbagi juga agar mengenal tetangga baru. Walaupun mereka masih pindah di rumah kontrakan. Kemarin Risa sempat menghubungi orang tuanya untuk memberi tahu berita kehamilannya dan rencana pindah rumah. Kedua orang tua Risa sangat senang, karena akan mendapatkan cucu baru dan mendukung penuh keinginan anaknya tinggal berpisah dengan mertuanya. Bagi mereka anaknya lebih baik belajar hidup mandiri, agar dapat belajar mengarungi bahtera rumah tangga dan mendapatkan hikmah tersendiri atas pengalaman yang akan mereka hadapi kelak.Sebagai orang tua Risa, Agam dan Dewi hanya memb
"Mas Zein, Ibu datang sambil teriak-teriak di depan pintu. Kamu yang bukakan pintu ya!" pinta Risa.Kalau nada suara ibu mertuanya sudah level tinggi. Pasti kalau bertemu dengan Risa, bawaannya marah-marah terus. Daripada jadi korban, lebih baik Risa menghindar saja. Biasanya tanpa sebab, dirinya kena damprat mertuanya."Ada apa, Bu? Pagi-pagi sudah gedor-gedor pintu," tegur Zein."Hu ... hu ...!" Tiba-tiba terdengar suara tangis Narita keras sekali."Bilang padaku, Bu! Apa yang terjadi? Kenapa Ibu menangis seperti ini?" Zein tampak khawatir."Ayahmu, Zein!""Apa yang terjadi pada Ayah, Bu? Sekarang Ibu masuk dulu. Setelah tenang baru cerita padaku." Zein berusaha menenangkan ibunya.Tanpa disuruh suaminya, Risa membuatkan teh hangat untuk mertuanya. Walaupun hatinya sering tersakiti oleh perkataan dan perbuatan ibu mertuanya, tetapi Risa berusaha tetap menghormati wanita di hadapannya itu sebagai ibu suaminya."Diminum dulu teh hangatnya, Bu. Supaya Ibu bisa lebih tenang," ucap Risa
Hampir sebulan Zein harus bolak-balik antara rumah dan kontrakannya sendiri. Bahkan, dia malah jarang bermalam di rumah kontrakannya. Di lain sisi, Risa sangat membutuhkan kehadiran Zein selama kondisi me ngan dung anak pertamanya. Demi mendukung bakti suami pada ibunya, Risa berusaha mengalah.Sebenarnya sejak Anggun mulai datang kembali ke rumah mertuanya, Risa sudah merasa tidak nyaman. Bukannya tidak percaya dengan kesetiaan suaminya, tapi lebih kepada adanya kesempatan yang terbentang di antara mereka untuk saling bertemu. Kucing akan makan ikan, jika disuguhkan kepadanya. Demikian juga Zein yang akan lebih sering bertemu dengan Anggun dibandingkan dengan istrinya sendiri. Ada kemungkinan, rasa cinta yang pernah ada di antara mereka kembali bersemi. Risa tidak menginginkan hal itu.Untuk mengatasi perasaan yang berkecamuk di hatinya, Risa ingin membahas masalah ini dengan suaminya, daripada dia merasa tidak tenang dengan kondisi rumah tangganya. Risa ingin ha mil tanpa banyak pik
Risa penasaran siapa sebenarnya tamu yang disambut oleh adik iparnya itu. Sepertinya ada tamu istimewa yang sengaja ditunggu kedatangannya.Deg!"Anggun? Kenapa dia bisa tahu kalau Ibu mertuaku akan pulang hari ini?" lirih Risa dengan penuh tanda tanya. Tampak Salma menggandeng tangan Anggun dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Anggun, menatap sekilas ke arah Risa. Entah mengapa, perasaan Risa tak enak dengan adanya Anggun di rumah ini. Pikirannya langsung tertuju pada suaminya. Apakah Anggun sengaja diberitahu oleh Salma atau Zein, agar dia menjenguk ibu mertuanya?Risa jadi teringat dengan janji Zein untuk tidak menjalin hubungan apapun dengan Anggun, tapi pada kenyataannya sangatlah berbeda. Kenapa Salma seolah-olah lebih menunggu kehadiran Anggun di rumah ini, daripada dirinya yang mana statusnya jelas-jelas sebagai menantu yang sah."Eh, ternyata Mbak Risa juga sudah ada di sini. Maaf, aku datang ke sini rencananya ikut menjemput Ibunya Salma. Kemarin aku dihubungi Salma, katan
Baru saja masuk ke ruangan di mana mertuanya dirawat, sudah terdengar suara sumbang dari adik iparnya. Ingin rasanya me nam par mu lut Salma yang selalu menyakiti hatinya. Siapa juga yang menginginkan hal buruk terjadi pada mertuanya. Dia sudah berusaha mencegah, tapi ibu mertuanya sendiri yang mengundang penyakit."Tolong dijaga bicaranya. Aku keluar bukannya kelayapan, tapi memeriksakan kandunganku. Dari tadi aku yang mengurus semua kebutuhan Ibu di sini." Tak tahan juga rasanya untuk menjawab setiap omongan Salma yang tak enak didengar telinga."Halah, alasan. Lihat apa yang telah kamu lakukan. Ibu sakit gara-gara makanan yang kamu masak. Awas saja kalau terjadi hal yang tidak diinginkan pada Ibu," cecar Salma."Per-gi ka-mu Ri-sa!" Narita yang masih terbaring lemah tega-teganya mengusir menantunya. Padahal, kalau Risa tidak segera membawanya ke rumah sakit. Nyawa Narita tidak bisa tertolong. Ibu dan anak sama-sama tidak punya hati. Sudah ditolong, tapi malah yang menolong dica ci
"Mas Zein, kamu cepat pulang! Ibu baru saja jatuh di kamar mandi," ucap Risa panik, karena mertuanya tidak sadarkan diri sampai sekarang."Kenapa bisa jatuh di kamar mandi? Pasti kamu tidak pernah membersihkan lantai kamar mandi, sehingga Ibu terpeleset saat masuk kamar mandi!" cetus Zein pada istrinya dengan nada kesal."Kok, malah nyalahin aku! Semenjak aku hamil, kamu 'kan yang bertugas membersihkan kamar mandi? Sudahlah, jangan mengajak berdebat di telepon, Mas Zein. Lebih baik, kamu cepat pulang. Setelah itu, kita bawa Ibu ke ru mah sa kit terdekat!" ujar Risa merasa jengkel, karena mendapatkan tuduhan yang begitu menyudutkannya sebagai orang yang terakhir bersama Narita--ibunya Zein."Lebih baik, kamu minta bantuan tetangga untuk mengantar Ibu ke ru mah sa kit. Takut ada apa-apa yang terjadi pada Ibu, jika tidak segera mendapat pertolongan. Nanti kirim saja lokasi ru mah sa kitnya. Aku akan segera menyusul," pungkas Zein kemudian menutup sambungan ponselnya.Zein begitu cemas se
Kening Zein berkerut. Bagaimana istrinya tidak marah seperti ini. Lama-lama Sarah nekat juga. Urusan rumah tangganya saja belum selesai. Bagaimana bisa dia menawarkan sebuah hubungan yang mampu membuat dua keluarga berantakan?"Kenapa, Mas Zein? Apa wanita itu mengirimkan pesan untukmu?" desak Risa.Zein hanya menganggukkan kepalanya. Secara refleks dia menyerahkan ponsel kepada istrinya. Dengan rasa tak menentu dia menerima ponsel milik suaminya. Kemudian Risa membaca isi pesan dari Sarah. Kini matanya membulat. Tak disangka, wanita yang bernama Sarah itu begitu blak-blakan mengungkapkan rasa cintanya kepada Zein. Bahkan, menginginkan menjadi istri kedua Zein. Perasaan Risa kini campur aduk. Mantan Zein yang bernama Anggun yang ditemuinya beberapa waktu yang lalu, masih mampu menjaga imagenya. Sedangkan Sarah langsung to the point meminta agar dirinya dijadikan istri kedua. Risa menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan. Dia berusaha melonggarkan d4d4nya ya
Setelah selesai menghabiskan makanan hasil karya Risa, Zein mengambil undangan reuni yang dimaksud istrinya. Ternyata yang mengundang adalah teman SMA. Jadi kangen sama teman seangkatan yang dulu terkenal kompak di zamannya waktu memakai seragam putih abu-abu. Zein berencana tukar jadwal masuk kerja, untuk menghadiri acara reuni tersebut, karena jatah cutinya sudah habis."Yang, apa kamu mau ikut hadir di acara reuni teman SMA-ku?" tanya Zein kepada istrinya."Nggak, Mas Zein. Aku lihat hari itu jadwalnya berbenturan dengan jadwal masuk kerjaku. Lagipula aku juga tidak bisa tukar sama temanku. Dia ada acara lamaran adiknya di desa," jawab Risa."Beneran nih, tidak mau ikut? Apa tidak menyesal? Bagaimana kalau aku ketemu dengan mantan-mantanku? Apa kamu nanti tidak makin cemburu lagi seperti dulu?" goda Zein sambil tersenyum."Awas saja, kalau berani bertingkah laku macam-macam. Aku tidak akan tinggal diam!" ancam Risa sambil menyatukan dua kepalan tangannya.Zein hanya tersenyum melih
"Mas Zein, Ibu datang sambil teriak-teriak di depan pintu. Kamu yang bukakan pintu ya!" pinta Risa.Kalau nada suara ibu mertuanya sudah level tinggi. Pasti kalau bertemu dengan Risa, bawaannya marah-marah terus. Daripada jadi korban, lebih baik Risa menghindar saja. Biasanya tanpa sebab, dirinya kena damprat mertuanya."Ada apa, Bu? Pagi-pagi sudah gedor-gedor pintu," tegur Zein."Hu ... hu ...!" Tiba-tiba terdengar suara tangis Narita keras sekali."Bilang padaku, Bu! Apa yang terjadi? Kenapa Ibu menangis seperti ini?" Zein tampak khawatir."Ayahmu, Zein!""Apa yang terjadi pada Ayah, Bu? Sekarang Ibu masuk dulu. Setelah tenang baru cerita padaku." Zein berusaha menenangkan ibunya.Tanpa disuruh suaminya, Risa membuatkan teh hangat untuk mertuanya. Walaupun hatinya sering tersakiti oleh perkataan dan perbuatan ibu mertuanya, tetapi Risa berusaha tetap menghormati wanita di hadapannya itu sebagai ibu suaminya."Diminum dulu teh hangatnya, Bu. Supaya Ibu bisa lebih tenang," ucap Risa
"Waalaikum salam," jawab Risa kemudian segera melangkahkan kaki menuju pintu masuk. "Bapak, Ibu. Ayo masuk!" Risa mengajak bapak dan ibunya masuk ke rumah kontrakannya.Kedua orang tua Risa membawa beberapa kardus besar berisi berbagai macam makanan untuk diberikan kepada Risa. Memang adat di daerah kelahiran Risa, jika memasuki rumah baru, mereka akan berbagi makanan kepada tetangga kanan dan kirinya. Selain untuk berbagi juga agar mengenal tetangga baru. Walaupun mereka masih pindah di rumah kontrakan. Kemarin Risa sempat menghubungi orang tuanya untuk memberi tahu berita kehamilannya dan rencana pindah rumah. Kedua orang tua Risa sangat senang, karena akan mendapatkan cucu baru dan mendukung penuh keinginan anaknya tinggal berpisah dengan mertuanya. Bagi mereka anaknya lebih baik belajar hidup mandiri, agar dapat belajar mengarungi bahtera rumah tangga dan mendapatkan hikmah tersendiri atas pengalaman yang akan mereka hadapi kelak.Sebagai orang tua Risa, Agam dan Dewi hanya memb
"Biar aku yang keluar. Kamu tetap di sini saja," pesan Zein.Dengan langkah pelan, Zein menuju pintu, agar ketukan yang diberikan tidak semakin keras. Risa hanya melihatnya dari kejauhan. Kali ini Risa berperan sebagai penonton saja. Jika ikut menemui ibu mertuanya pasti akan berbuntut panjang."Ada apa, Bu? Risa lagi tak enak badan. Sekarang dia masih berada di atas tempat tidur," ucap Zein saat sudah berhadapan dengan ibunya."Ibu mau bicara sama istrimu."Narita langsung menyerobot masuk ke dalam kamar anaknya. Tanpa mempedulikan Zein yang berusaha menghalang-halanginya di depan pintu."Risa, enak benar kamu sekarang, ya! Apa memang begini maksud kedatanganmu di rumah ini? Ingin memisahkan Ibu dan anak lelakinya. Dulu sebelum menikahi kamu, Zein sudah bilang kalau akan tetap tinggal di sini menemaniku, tapi sekarang semuanya berubah! Zein lebih memilih tinggal bersama kamu daripada dengan Ibunya!" Narita tak sabar segera mengeluarkan segala uneg-uneg yang selama ini belum tersampai