Setelah mendengar penjelasan suaminya, Risa segera menyelesaikan kegiatan membersihkan diri. Tak lebih dari sepuluh menit dia sudah keluar kamar mandi. Padahal biasanya Risa paling suka berlama-lama di sana untuk mendinginkan badannya. Semua itu karena udara di kota Surabaya memang berhawa pa nas dan hanya didinginkan dengan kipas angin yang tidak begitu besar.
Setelah siap, Risa segera menemui suaminya yang sudah menunggu di ruang tamu. Tampak Zein sudah siap dengan kunci kontak kendaraan roda duanya. "Mas Zein, sebenarnya yang buka usaha katering itu siapa? Kok, jadi semuanya pekerjaan dilimpahkan padaku?" gerutu Risa. "Sudahlah, Sayang! Jangan bahas masalah itu lagi. Kita hanya bantu Ibu tidak lebih dari tiga hari. Siapa tahu nanti bisa meneruskan usaha katering yang ibu lakukan sekarang ini. Jadi kamu nggak perlu lagi kerja sama orang lain," jawab Zein. "Aku belum kepikiran ke arah sana," sambung Risa. "Setelah ini, kita kembali pada aktivitas pekerjaan masing-masing. Makanya kamu cepetan ha mil, supaya bisa segera tinggal di kontrakan. Lebih baik kita segera mengantarkan pesanan ini supaya tidak mengecewakan pelanggan," pungkas Zein tak ingin berlama-lama berdebat dengan istrinya. "Ya, sudahlah. Ayo, kita berangkat sekarang," kata Risa pasrah. Untung saja mobil yang digunakan ayah mertua Risa sudah datang, sehingga bisa digunakan untuk mengirimkan pesanan nasi kotak tanpa harus bolak-balik beberapa kali. Malamnya Risa baru merasa kalau badannya pegal semua. Memang sebelumnya dia tidak pernah mengerjakan pesanan makanan sebegitu banyak. Berhubung mertuanya meminta dia yang mengerjakan pesanan itu, mau tidak mau Risa harus menyelesaikan pekerjaan itu. "Mas Zein, bisa minta tolong pijitin sebentar? Badanku rasanya pegal semuanya," pinta Risa pada suaminya. Mendengar keluhan istrinya, Zein merasa tidak tega. Mungkin istrinya memang benar-benar kecapean setelah membantu ibunya menyelesaikan pesanan tadi sore. Hanya dalam beberapa menit Risa sudah tertidur pulas. Kemudian Zein menyelimuti tubuh istrinya dan segera merebahkan tubuhnya di samping Risa. Keesokan harinya, Risa sudah bangun pagi-pagi sekali. Hari ini, dia dan Zein sudah mulai bekerja. Berhubung Zein sekarang sudah punya istri, dia meminta Risa untuk menyiapkan bekal makan siang, supaya ketika istirahat nanti tidak perlu lagi mencari warung makan. Setelah selesai sarapan, Risa dan Zein berangkat kerja sama-sama. Untuk satu Minggu ini, Zein dapat shift pagi sehingga dia bisa mengantarkan Risa ke tempat kerja. Lokasi Risa kerja di pusat perbelanjaan yang ada di tengah kota. Sedangkan Zein adalah karyawan perusahaan yang memproduksi peralatan rumah tangga. "Bu, kami berangkat kerja dulu," pamit Zein kepada Narita. "Iya. Risa kalau nanti sudah pulang kerja, langsung ke rumah. Tidak usah nongkrong dulu sama teman-temanmu. Sekarang kamu sudah punya suami. Hilangkan kebiasaan jalan-jalan gak jelas itu. Jangan buang-buang v4ng. Lebih baik kamu kasihkan g4j1mu nanti sama ibu untuk belanja sehari-hari. Sedangkan g4j1 suamimu sudah dipakai untuk b4y4r ang su ran sepeda motor yang belum lu nas," cecar Narita sebelum melepas anak dan menantunya berangkat kerja. Risa hanya bisa menarik nafas dalam-dalam dan segera membuangnya. Pagi-pagi bukannya dapat semangat kerja, malah dapat wejangan yang tak ada putusnya. "Iya, Bu," jawab Risa singkat. Lebih baik aku segera berangkat, takut terlambat. Nanti kalau kelamaan di sini, malah dapat Surat Peringatahn dari bos, karena datang terlambat." batin Risa. Risa segera menarik lengan suaminya. Lama-lama di rumah mertua, dia bisa kurus kering, karena setiap hari harus mau menelan mentah-mentah apapun yang dituturkan ibu mertua yang selalu menyudutkannya sebagai menantu di rumah ini. "Mas, apa sebelum aku berada di rumahmu. Ibu selalu memberikan petuah-petuah yang rasanya gak adil saja buatku? Dia selalu saja menyudutkanku sampai sekarang ini," gerutu Risa. Sesak rasanya d4d4 Risa, jika setiap hari selalu mendapatkan omelan yang tak ada hentinya. Perasaan selama dia berada di rumahnya sendiri, bapak dan ibu tak selalu mencecarnya seperti apa yang dilakukan oleh mertua perempuannya. Hidupnya seakan dipantau sedemikian rupa, layaknya CCTV yang on selama 24 jam nonstop. Tak terasa Risa sudah sampai di tempat kerjanya. Lamunan Risa ambyar seketika, tatkala Zein menghentikan laju kendaraan roda duanya. "Yang, sudah sampai tuh! Ayo, turun! Jangan kebanyakan melamun," goda Zein saat mengetahui istrinya tak langsung turun dari boncengan sepeda motor yang dikendarainya. "Eh, iya. Kok, cepet banget sampainya." Risa tersenyum malu saat kedapatan melamun oleh suaminya. Dengan segera Risa meraih punggung tangan Zein untuk berpamitan. Kemudian segera beranjak ke tempat kerjanya di lantai dua gedung bertingkat yang ada di depannya. Selanjutnya Zein menyalakan mesin motornya menuju tempat kerjanya. "Mbak Risa, sudah mulai masuk kerja lagi ya!" sapa lelaki berambut keriting yang usianya sekitar dua puluhan. Dia berada di stand bakery. "Iya, Ton," jawab Risa singkat. Bibirnya ditarik sedikit membentuk senyuman tipis. Anton adalah lelaki teman kerja Risa yang pernah mengungkapkan rasa cinta kepadanya. Namun, ditolak cintanya oleh Risa karena waktu itu baru saja menerima lamaran dari Zein. Memang benar kata orang tuanya, kalau sebelum menikah akan ada bermacam godaan yang datang menghampiri. Hal itu, bisa jadi akan membuat calon pasangan pengantin batal nikah. Jika pasangan calon pengantin tak mampu melewati ujian pra nikah. Untung saja, Risa mampu menahan diri untuk tidak berpaling pada lelaki yang begitu perhatian padanya melebihi perhatian Zein selama ini. Sayangnya, perhatian dan cinta Anton datang pada Risa di waktu yang tidak tepat. Risa memutuskan untuk tidak memberikan celah padanya. Jangan sampai terpengaruh oleh perhatian yang selalu ditunjukkan Anton untuknya. Andai saja setuju, Anton akan langsung menikahi Risa dan memboyongnya ke kota asalnya yang beda dengan tempat tinggal Risa. "Mbak Risa, kenapa waktu menikah aku tidak diundang?" tanya Anton dengan tatapan kecewa. "Maaf, Ton. Bukanya tidak mau mengundang kamu, tapi memang undangannya hanya sedikit. Tau sendiri kan, kami hanya punya mo dal pas-pasan untuk acara resepsi itu." Risa berusaha memberikan alasan supaya Anton yang umurnya lebih muda dua tahun darinya tidak merasa tersinggung. "Iya. Aku bisa ngerti, kok! Meskipun tidak mendapatkan undangan dari Mbak Risa, tapi aku sudah menyiapkan hadiah. Terimalah!" Anton menyodorkan sebuah kotak kado yang ukurannya tidak seberapa besar. "Tidak usah repot-repot, Anton. Resepsi pernikahannya kan sudah selesai. Jadi, kamu tidak perlu membelikan kado buatku. Lebih baik v4ngnya di simpan untuk persiapan pernikahan kamu nanti." Risa berusaha menolak hadiah yang diberikan oleh Anton. Namun, dia tetap memaksa sampai akhirnya Risa menerimanya. "Aku sangat senang, jika Mbak Risa mau menerima hadiah dariku. Anggap saja sebagai kenang-kenangan dariku," ucap Anton tulus. "Ya, sudah. Kado ini aku terima. Terima kasih! Nanti kalau kamu nikah, jangan lupa undang aku." Risa segera pamit menuju tempat kerjanya yaitu di stand yang menjual aneka makanan ringan. Risa memang bekerja sebagai SPG di sana. Ketika sampai di lokasi yang dituju, Risa langsung mendapatkan sambutan dari teman sejawatnya. "Duh, pengantin baru sudah masuk kerja aja! Cie-cie, dapat kado dari penggemar ya?" goda Desy teman kerja Risa. Bersambung"Ah, kamu bisa saja, Desy. Aku menganggap Anton sebagai teman biasa. Seperti hubunganku sama kamu," ucap Risa menanggapi godaan Desy--teman satu stand dengannya."Mungkin anggapanmu seperti itu, tapi bagi Anton kamu adalah wanita spesial. Ketika mendengar kamu tidak masuk kerja karena menikah, dia kecewa berat. Dia cerita banyak tentang rasa kagumnya kepadamu," lanjut Desy."Terus aku harus bagaimana dalam bersikap kepadanya? Tidak mungkin aku memberikan harapan semu kepadanya. Apalagi sekarang aku jelas-jelas sudah menikah dengan lelaki yang kucintai," tutur Risa merasa serba salah.Dua bulan telah berlalu. Kehidupan rumah tangga Zein dan Risa masih saja dicampuri oleh ibu mertuanya. Selama tinggal di rumah orang tua Zein, Risa harus siap disuruh-suruh. Apalagi untuk menangani urusan dapur, Risa yang paling bisa diperintah ini dan itu. Sedangkan Salma sudah terbiasa mengabaikan semua pekerjaan rumah. Jika sudah ada kakak iparnya yang bisa mengerjakan semua pekerjaan domestik dan per
"Aku lagi ingin sesuatu, tapi suamiku gak mau nurutin permintaanku," jawab Risa sedih.Entah kenapa keinginan itu begitu besar untuk bisa makan mangga muda. Hatinya kesal sekali dengan perkataan suaminya tadi. Sepertinya Zein tidak perhatian lagi padanya."Memangnya, Mbak Risa mau apa? Mungkin aku bisa mencarikannya." Anton menawarkan bantuan."Apa kamu mau bantu aku?" tanya Risa tidak percaya."Asalkan aku mampu, apapun permintaan Mbak Risa akan aku usahakan untuk bisa terpenuhi," jawab Anton penuh percaya diri."Tapi kamu jangan tertawa, ya." Risa sebenarnya merasa tidak enak jika melibatkan Anton untuk memenuhi permintaannya. Namun, keinginannya sangat besar dan tak bisa dicegah."Aku hanya ingin makan mangga muda. Tadi waktu berangkat, aku sempat melihat di pinggir jalan ada mangga muda, tapi Mas Zein tidak mau minta pada pemiliknya," keluh Risa."Oh, hanya mangga muda! Nanti waktu istirahat, aku carikan untuk Mbak Risa. Jadi tidak usah sedih lagi ya." Ucapan Anton membuat Risa me
Risa merasakan ada telapak tangan yang mengusap pipinya. Matanya berusaha dibuka. Namun, saat menghirup aroma tubuh Zein, perut Risa seakan diaduk-aduk kembali. Dengan secepat kilat, dia langsung terbangun dari peraduan dan berlari menuju kamar mandi untuk menuntaskan rasa mualnya."Hoek ... hoek!"Kembali Risa mengeluarkan isi perutnya, hingga badannya menjadi lemas dan wajahnya pucat. Ketika baru saja membuka pintu kamar mandi, kepala Risa terasa pusing, perut mual, mata berkunang-kunang. Akhirnya Risa tak mampu lagi menahan keseimbangan tubuhnya. Semua tampak gelap, Risa pun jatuh pingsan.Untung saja Zein sudah bersiap menunggu di depan pintu kamar mandi, sehingga badan Risa tak sampai terjatuh di lantai karena dengan sigap suaminya menangkap tubuh istrinya."Sayang, ayo bangun!" Zein kemudian membopong tubuh istrinya dan meletakkannya di tempat tidur.Sekitar sepuluh menit Risa pingsan. Seluruh badannya sudah diberi minyak angin, agar kesadarannya segera pulih. Zein merasa khawat
"Tadi ada sepeda motor yang memotong jalan, tanpa memberi tanda. Jadi, saya tekan rem mendadak untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Maaf, Pak. Atas ketidaknyamanannya," jawab sopir itu. Dia merasa bersalah karena tindakannya yang membuat penumpangnya terkejut."Iya, tidak apa-apa. Tapi lain kali jangan diulangi lagi, karena bisa membahayakan penumpang," pesan Zein.Tak terasa, mereka sudah sampai di depan rumah. Dengan hati-hati, Zein mengiringi langkah kaki Risa yang masih lemah.Di ruang keluarga, tampak keluarga Zein sedang berkumpul. Ada ayah dan ibu mertua, serta adik ipar Risa sedang menonton acara televisi. Zein langsung mengajak Risa masuk kamar, supaya istrinya bisa beristirahat sesuai dengan pesan Bidan Ratna. Setelah mengantar Risa istirahat, Zein kembali ke tempat semua anggota keluarganya berkumpul. Dia akan membicarakan keadaan Risa saat ini yang tidak boleh melakukan pekerjaan berat.Zein menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan untuk menenangk
"Biar aku yang keluar. Kamu tetap di sini saja," pesan Zein.Dengan langkah pelan, Zein menuju pintu, agar ketukan yang diberikan tidak semakin keras. Risa hanya melihatnya dari kejauhan. Kali ini Risa berperan sebagai penonton saja. Jika ikut menemui ibu mertuanya pasti akan berbuntut panjang."Ada apa, Bu? Risa lagi tak enak badan. Sekarang dia masih berada di atas tempat tidur," ucap Zein saat sudah berhadapan dengan ibunya."Ibu mau bicara sama istrimu."Narita langsung menyerobot masuk ke dalam kamar anaknya. Tanpa mempedulikan Zein yang berusaha menghalang-halanginya di depan pintu."Risa, enak benar kamu sekarang, ya! Apa memang begini maksud kedatanganmu di rumah ini? Ingin memisahkan Ibu dan anak lelakinya. Dulu sebelum menikahi kamu, Zein sudah bilang kalau akan tetap tinggal di sini menemaniku, tapi sekarang semuanya berubah! Zein lebih memilih tinggal bersama kamu daripada dengan Ibunya!" Narita tak sabar segera mengeluarkan segala uneg-uneg yang selama ini belum tersampai
"Waalaikum salam," jawab Risa kemudian segera melangkahkan kaki menuju pintu masuk. "Bapak, Ibu. Ayo masuk!" Risa mengajak bapak dan ibunya masuk ke rumah kontrakannya.Kedua orang tua Risa membawa beberapa kardus besar berisi berbagai macam makanan untuk diberikan kepada Risa. Memang adat di daerah kelahiran Risa, jika memasuki rumah baru, mereka akan berbagi makanan kepada tetangga kanan dan kirinya. Selain untuk berbagi juga agar mengenal tetangga baru. Walaupun mereka masih pindah di rumah kontrakan. Kemarin Risa sempat menghubungi orang tuanya untuk memberi tahu berita kehamilannya dan rencana pindah rumah. Kedua orang tua Risa sangat senang, karena akan mendapatkan cucu baru dan mendukung penuh keinginan anaknya tinggal berpisah dengan mertuanya. Bagi mereka anaknya lebih baik belajar hidup mandiri, agar dapat belajar mengarungi bahtera rumah tangga dan mendapatkan hikmah tersendiri atas pengalaman yang akan mereka hadapi kelak.Sebagai orang tua Risa, Agam dan Dewi hanya memb
"Mas Zein, Ibu datang sambil teriak-teriak di depan pintu. Kamu yang bukakan pintu ya!" pinta Risa.Kalau nada suara ibu mertuanya sudah level tinggi. Pasti kalau bertemu dengan Risa, bawaannya marah-marah terus. Daripada jadi korban, lebih baik Risa menghindar saja. Biasanya tanpa sebab, dirinya kena damprat mertuanya."Ada apa, Bu? Pagi-pagi sudah gedor-gedor pintu," tegur Zein."Hu ... hu ...!" Tiba-tiba terdengar suara tangis Narita keras sekali."Bilang padaku, Bu! Apa yang terjadi? Kenapa Ibu menangis seperti ini?" Zein tampak khawatir."Ayahmu, Zein!""Apa yang terjadi pada Ayah, Bu? Sekarang Ibu masuk dulu. Setelah tenang baru cerita padaku." Zein berusaha menenangkan ibunya.Tanpa disuruh suaminya, Risa membuatkan teh hangat untuk mertuanya. Walaupun hatinya sering tersakiti oleh perkataan dan perbuatan ibu mertuanya, tetapi Risa berusaha tetap menghormati wanita di hadapannya itu sebagai ibu suaminya."Diminum dulu teh hangatnya, Bu. Supaya Ibu bisa lebih tenang," ucap Risa
Setelah selesai menghabiskan makanan hasil karya Risa, Zein mengambil undangan reuni yang dimaksud istrinya. Ternyata yang mengundang adalah teman SMA. Jadi kangen sama teman seangkatan yang dulu terkenal kompak di zamannya waktu memakai seragam putih abu-abu. Zein berencana tukar jadwal masuk kerja, untuk menghadiri acara reuni tersebut, karena jatah cutinya sudah habis."Yang, apa kamu mau ikut hadir di acara reuni teman SMA-ku?" tanya Zein kepada istrinya."Nggak, Mas Zein. Aku lihat hari itu jadwalnya berbenturan dengan jadwal masuk kerjaku. Lagipula aku juga tidak bisa tukar sama temanku. Dia ada acara lamaran adiknya di desa," jawab Risa."Beneran nih, tidak mau ikut? Apa tidak menyesal? Bagaimana kalau aku ketemu dengan mantan-mantanku? Apa kamu nanti tidak makin cemburu lagi seperti dulu?" goda Zein sambil tersenyum."Awas saja, kalau berani bertingkah laku macam-macam. Aku tidak akan tinggal diam!" ancam Risa sambil menyatukan dua kepalan tangannya.Zein hanya tersenyum melih
Hampir sebulan Zein harus bolak-balik antara rumah dan kontrakannya sendiri. Bahkan, dia malah jarang bermalam di rumah kontrakannya. Di lain sisi, Risa sangat membutuhkan kehadiran Zein selama kondisi me ngan dung anak pertamanya. Demi mendukung bakti suami pada ibunya, Risa berusaha mengalah.Sebenarnya sejak Anggun mulai datang kembali ke rumah mertuanya, Risa sudah merasa tidak nyaman. Bukannya tidak percaya dengan kesetiaan suaminya, tapi lebih kepada adanya kesempatan yang terbentang di antara mereka untuk saling bertemu. Kucing akan makan ikan, jika disuguhkan kepadanya. Demikian juga Zein yang akan lebih sering bertemu dengan Anggun dibandingkan dengan istrinya sendiri. Ada kemungkinan, rasa cinta yang pernah ada di antara mereka kembali bersemi. Risa tidak menginginkan hal itu.Untuk mengatasi perasaan yang berkecamuk di hatinya, Risa ingin membahas masalah ini dengan suaminya, daripada dia merasa tidak tenang dengan kondisi rumah tangganya. Risa ingin ha mil tanpa banyak pik
Risa penasaran siapa sebenarnya tamu yang disambut oleh adik iparnya itu. Sepertinya ada tamu istimewa yang sengaja ditunggu kedatangannya.Deg!"Anggun? Kenapa dia bisa tahu kalau Ibu mertuaku akan pulang hari ini?" lirih Risa dengan penuh tanda tanya. Tampak Salma menggandeng tangan Anggun dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Anggun, menatap sekilas ke arah Risa. Entah mengapa, perasaan Risa tak enak dengan adanya Anggun di rumah ini. Pikirannya langsung tertuju pada suaminya. Apakah Anggun sengaja diberitahu oleh Salma atau Zein, agar dia menjenguk ibu mertuanya?Risa jadi teringat dengan janji Zein untuk tidak menjalin hubungan apapun dengan Anggun, tapi pada kenyataannya sangatlah berbeda. Kenapa Salma seolah-olah lebih menunggu kehadiran Anggun di rumah ini, daripada dirinya yang mana statusnya jelas-jelas sebagai menantu yang sah."Eh, ternyata Mbak Risa juga sudah ada di sini. Maaf, aku datang ke sini rencananya ikut menjemput Ibunya Salma. Kemarin aku dihubungi Salma, katan
Baru saja masuk ke ruangan di mana mertuanya dirawat, sudah terdengar suara sumbang dari adik iparnya. Ingin rasanya me nam par mu lut Salma yang selalu menyakiti hatinya. Siapa juga yang menginginkan hal buruk terjadi pada mertuanya. Dia sudah berusaha mencegah, tapi ibu mertuanya sendiri yang mengundang penyakit."Tolong dijaga bicaranya. Aku keluar bukannya kelayapan, tapi memeriksakan kandunganku. Dari tadi aku yang mengurus semua kebutuhan Ibu di sini." Tak tahan juga rasanya untuk menjawab setiap omongan Salma yang tak enak didengar telinga."Halah, alasan. Lihat apa yang telah kamu lakukan. Ibu sakit gara-gara makanan yang kamu masak. Awas saja kalau terjadi hal yang tidak diinginkan pada Ibu," cecar Salma."Per-gi ka-mu Ri-sa!" Narita yang masih terbaring lemah tega-teganya mengusir menantunya. Padahal, kalau Risa tidak segera membawanya ke rumah sakit. Nyawa Narita tidak bisa tertolong. Ibu dan anak sama-sama tidak punya hati. Sudah ditolong, tapi malah yang menolong dica ci
"Mas Zein, kamu cepat pulang! Ibu baru saja jatuh di kamar mandi," ucap Risa panik, karena mertuanya tidak sadarkan diri sampai sekarang."Kenapa bisa jatuh di kamar mandi? Pasti kamu tidak pernah membersihkan lantai kamar mandi, sehingga Ibu terpeleset saat masuk kamar mandi!" cetus Zein pada istrinya dengan nada kesal."Kok, malah nyalahin aku! Semenjak aku hamil, kamu 'kan yang bertugas membersihkan kamar mandi? Sudahlah, jangan mengajak berdebat di telepon, Mas Zein. Lebih baik, kamu cepat pulang. Setelah itu, kita bawa Ibu ke ru mah sa kit terdekat!" ujar Risa merasa jengkel, karena mendapatkan tuduhan yang begitu menyudutkannya sebagai orang yang terakhir bersama Narita--ibunya Zein."Lebih baik, kamu minta bantuan tetangga untuk mengantar Ibu ke ru mah sa kit. Takut ada apa-apa yang terjadi pada Ibu, jika tidak segera mendapat pertolongan. Nanti kirim saja lokasi ru mah sa kitnya. Aku akan segera menyusul," pungkas Zein kemudian menutup sambungan ponselnya.Zein begitu cemas se
Kening Zein berkerut. Bagaimana istrinya tidak marah seperti ini. Lama-lama Sarah nekat juga. Urusan rumah tangganya saja belum selesai. Bagaimana bisa dia menawarkan sebuah hubungan yang mampu membuat dua keluarga berantakan?"Kenapa, Mas Zein? Apa wanita itu mengirimkan pesan untukmu?" desak Risa.Zein hanya menganggukkan kepalanya. Secara refleks dia menyerahkan ponsel kepada istrinya. Dengan rasa tak menentu dia menerima ponsel milik suaminya. Kemudian Risa membaca isi pesan dari Sarah. Kini matanya membulat. Tak disangka, wanita yang bernama Sarah itu begitu blak-blakan mengungkapkan rasa cintanya kepada Zein. Bahkan, menginginkan menjadi istri kedua Zein. Perasaan Risa kini campur aduk. Mantan Zein yang bernama Anggun yang ditemuinya beberapa waktu yang lalu, masih mampu menjaga imagenya. Sedangkan Sarah langsung to the point meminta agar dirinya dijadikan istri kedua. Risa menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan. Dia berusaha melonggarkan d4d4nya ya
Setelah selesai menghabiskan makanan hasil karya Risa, Zein mengambil undangan reuni yang dimaksud istrinya. Ternyata yang mengundang adalah teman SMA. Jadi kangen sama teman seangkatan yang dulu terkenal kompak di zamannya waktu memakai seragam putih abu-abu. Zein berencana tukar jadwal masuk kerja, untuk menghadiri acara reuni tersebut, karena jatah cutinya sudah habis."Yang, apa kamu mau ikut hadir di acara reuni teman SMA-ku?" tanya Zein kepada istrinya."Nggak, Mas Zein. Aku lihat hari itu jadwalnya berbenturan dengan jadwal masuk kerjaku. Lagipula aku juga tidak bisa tukar sama temanku. Dia ada acara lamaran adiknya di desa," jawab Risa."Beneran nih, tidak mau ikut? Apa tidak menyesal? Bagaimana kalau aku ketemu dengan mantan-mantanku? Apa kamu nanti tidak makin cemburu lagi seperti dulu?" goda Zein sambil tersenyum."Awas saja, kalau berani bertingkah laku macam-macam. Aku tidak akan tinggal diam!" ancam Risa sambil menyatukan dua kepalan tangannya.Zein hanya tersenyum melih
"Mas Zein, Ibu datang sambil teriak-teriak di depan pintu. Kamu yang bukakan pintu ya!" pinta Risa.Kalau nada suara ibu mertuanya sudah level tinggi. Pasti kalau bertemu dengan Risa, bawaannya marah-marah terus. Daripada jadi korban, lebih baik Risa menghindar saja. Biasanya tanpa sebab, dirinya kena damprat mertuanya."Ada apa, Bu? Pagi-pagi sudah gedor-gedor pintu," tegur Zein."Hu ... hu ...!" Tiba-tiba terdengar suara tangis Narita keras sekali."Bilang padaku, Bu! Apa yang terjadi? Kenapa Ibu menangis seperti ini?" Zein tampak khawatir."Ayahmu, Zein!""Apa yang terjadi pada Ayah, Bu? Sekarang Ibu masuk dulu. Setelah tenang baru cerita padaku." Zein berusaha menenangkan ibunya.Tanpa disuruh suaminya, Risa membuatkan teh hangat untuk mertuanya. Walaupun hatinya sering tersakiti oleh perkataan dan perbuatan ibu mertuanya, tetapi Risa berusaha tetap menghormati wanita di hadapannya itu sebagai ibu suaminya."Diminum dulu teh hangatnya, Bu. Supaya Ibu bisa lebih tenang," ucap Risa
"Waalaikum salam," jawab Risa kemudian segera melangkahkan kaki menuju pintu masuk. "Bapak, Ibu. Ayo masuk!" Risa mengajak bapak dan ibunya masuk ke rumah kontrakannya.Kedua orang tua Risa membawa beberapa kardus besar berisi berbagai macam makanan untuk diberikan kepada Risa. Memang adat di daerah kelahiran Risa, jika memasuki rumah baru, mereka akan berbagi makanan kepada tetangga kanan dan kirinya. Selain untuk berbagi juga agar mengenal tetangga baru. Walaupun mereka masih pindah di rumah kontrakan. Kemarin Risa sempat menghubungi orang tuanya untuk memberi tahu berita kehamilannya dan rencana pindah rumah. Kedua orang tua Risa sangat senang, karena akan mendapatkan cucu baru dan mendukung penuh keinginan anaknya tinggal berpisah dengan mertuanya. Bagi mereka anaknya lebih baik belajar hidup mandiri, agar dapat belajar mengarungi bahtera rumah tangga dan mendapatkan hikmah tersendiri atas pengalaman yang akan mereka hadapi kelak.Sebagai orang tua Risa, Agam dan Dewi hanya memb
"Biar aku yang keluar. Kamu tetap di sini saja," pesan Zein.Dengan langkah pelan, Zein menuju pintu, agar ketukan yang diberikan tidak semakin keras. Risa hanya melihatnya dari kejauhan. Kali ini Risa berperan sebagai penonton saja. Jika ikut menemui ibu mertuanya pasti akan berbuntut panjang."Ada apa, Bu? Risa lagi tak enak badan. Sekarang dia masih berada di atas tempat tidur," ucap Zein saat sudah berhadapan dengan ibunya."Ibu mau bicara sama istrimu."Narita langsung menyerobot masuk ke dalam kamar anaknya. Tanpa mempedulikan Zein yang berusaha menghalang-halanginya di depan pintu."Risa, enak benar kamu sekarang, ya! Apa memang begini maksud kedatanganmu di rumah ini? Ingin memisahkan Ibu dan anak lelakinya. Dulu sebelum menikahi kamu, Zein sudah bilang kalau akan tetap tinggal di sini menemaniku, tapi sekarang semuanya berubah! Zein lebih memilih tinggal bersama kamu daripada dengan Ibunya!" Narita tak sabar segera mengeluarkan segala uneg-uneg yang selama ini belum tersampai