"Mmm, ya aku di sini, aku kemarin sudah janji kan pada Ray kalau hari ini akan kembali. Jadi, apakah benar siang ini Ray sudah boleh pulang?" tanya Jeno seraya berjalan mendekat, nada bicara pria itu dibuat santai, seolah mereka kini telah menjadi teman. Padahal siapa yang tahu jantung keduanya masih berdegup kuat kala bertatapan mata seperti ini.Rea tampak memutar bola mata malas mendengar jawaban dari pria di hadapannya ini. "Ya maksudnya tidak sepagi ini juga, Tuan Jeno Bramantio ...."Mendengar Rea menyebutnya demikian membuat Jeno jadi tertawa kecil, percakapan ini bagi dia seperti percakapan saat mereka baru pertama kali bertemu di sekolah dasar dulu. Namun, bedanya kali ini Rea yang jutek, bukan dirinya lagi."Haha, iya maafkan aku, aku sangat rindu Ray. Makanya pagi-pagi sudah berangkat dari rumah, dari sini nanti langsung ke kantor." Tanpa ditanya Jeno memberi laporan, membuat Rea tersenyum kecut 'memangnya siapa yang tanya?'.Melihat Rea merespon ucapannya hanya dengan seny
Mendengar pertanyaan Arfan yang tiba-tiba membuat Jeno sedikit terkejut lantas mengangkat wajah menatap pria di hadapannya juga. Pria itu tertawa kecil, karena tidak pernah ia pungkiri kalau hal itu memang benar."Apa maksud Anda? Aku tidak mungkin--""Ya, sebaiknya jangan berharap lagi. Aku tekankan kepada Anda." Arfan menyela ucapan Jeno, seolah tidak memberi kesempatan untuk pria itu mengatakan ketidak benaran hubungan dirinya dengan Rea yang sebenarnya.Jeno kembali tersenyum seraya mengangguk, pria itu tampak tenang dan santai menanggapi Arfan yang sepertinya sedang terbakar api cemburu. "Oke, baiklah. Namun, jika aku mengetahui sesuatu yang memberiku kesempatan, jangan salahkan aku jika Rea akan kembali ke dalam pelukanku lagi."Mendengar hal itu Arfan mencoba menahan diri, mengepalkan tinjunya di atas meja. Dia harus bisa mengendalikan diri karena ini di tempat yang tidak sesuai untuk baku hantam. Meski hatinya kini sedang terbakar api, dia harus bisa mengendalikan.Pelayan dat
Waktu yang ditunggu-tunggu oleh Jeno pun akhirnya tiba, kini dia telah berada di rumah sakit untuk mengambil hasil test DNA dirinya dengan Rayan. Dia juga telah mengundang Rea, Arfan dan sang Ibu untuk ikut serta, meski sebagian dari mereka sudah tahu apa hasilnya. Tetap saja, Jeno ingin mengumpulkan mereka semua untuk satu tujuan."Silakan, ini hasil DNA Anda, Tuan." Seorang dokter memberikan amplop putih pada Jeno, pria itu segera menerimanya dengan senyum bahagia karena ia sudah yakin akan hasilnya.Rea dan Arfan hanya terdiam, tentu saja karena hal ini pasti akan menimbulkan masalah baru ke depannya. Namun, meski begitu apa yang harus terjadi, terjadilah.Jeno tidak menunggu lama lagi, segera ia membuka amplop dan mengambil selembar kertas dari dalamnya. Pria itu membaca isi dari pernyataan yang ada, bahwa Rayan Lee memang positif benar-benar darah daging dari Jeno Bramantio.Hal itu yang membuat senyum di wajah pria itu semakin mengembang. Selesai membaca, pria itu lalu menatap R
Sebuah pesawat mendarat sempurna pada lapangan terbang sebuah bandara, tak lama pintu pesawat bergerak terbuka dan para penumpang pun satu per satu keluar.Jeno dan Arya terlihat menuruni tangga pesawat disusul Arfan dan Rea yang menggendong Rayan. Arya tampak berjalan di depan memandu mereka semua menuju dalam bandara. "Itu mereka, Tuan," tunjuk Arya pada beberapa orang yang tampak menunggu mereka."Silakan ikut kami, Tuan," kata salah satu pria bersetelan serba hitam dengan penampilan rapi itu.Mereka semua mengikuti langkah pria itu menuju luar bandara dan yang lain mengurus hal lain, terdapat dua mobil mewah warna hitam lengkap dengan supir di dalamnya. Masing-masing supir membukakan pintu dan mempersilakan mereka untuk masuk.Kali ini Jeno membiarkan Rayan bersama Rea dan Arfan karena anak itu sedang tidur. Mobil mereka melaju meninggalkan halaman bandara setelah semua barang yang dibawakan pengawal mereka sudah dimuat rapi ke dalam mobil.Di sepanjang perjalanan Jeno terus berpi
Saat mereka semua keluar dari hotel, berjalan ke arah timur untuk menuju area pantai. Sudah terasa angin sepoy menerpa tubuh mereka dari arah laut, hanya ada beberapa meja bundar yang telah ditempati pengunjung lain.Lalu mereka juga menuju meja bundar lainnya yang memang khusus disediakan untuk mereka. Ini adalah area pantai private, hanya orang tertentu saja yang mendapatkan pelayanan demikian.Karena untuk tamu biasa mereka berada di area pantai bagian lain dan itu cukup ramai. Namun, mereka kini bisa duduk nyaman, menikmati debur ombak, pasir putih dan matahari terbenam dengan tenang.Rea tersenyum saat matahari perlahan turun, semburat jingga di langit membuatnya sangat bahagia. Diam-diam Jeno menoleh pada wanita itu dan tersenyum memperhatikannya. Sungguh, ia sangat merindukan senyum itu, senyum yang tidak pernah berubah sejak dulu.Namun, senyum yang biasanya untuk dia, kini sudah tidak lagi untuknya, melainkan untuk pria lain. Jeno melirik pada Arfan yang kini terseyum bersama
Malam sudah cukup larut, Rea tampak nyenyak tidur malam ini. Semua yang disediakan hotel memang begitu spesial untuk menyamankan pengunjung, Rea yang terlihat nyenyak pun tampak berbalut selimut tebal nan halus serta memeluk guling empuknya.Namun, kenyamanan itu tak berlangsung lama. Suara gedoran di pintu luar membuatnya terkaget, wanita itu segera terduduk dan menatap pintu dengan heran. Melihat jam sudah tengah malam, siapa orang gila yang menggedor pintunya malam-malam begini?Segera Rea turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah pintu, dia mengintip lebih dulu dari lubang kecil di permukaan pintu. Seketika kelopak matanya melebar kala ternyata Jeno yang ada di luar sana dengan piyama tidurnya."Sedang apa dia malam-nalam di sini? Dasar orang gila!" umpatnya kesal.Rea reflek akan membuka pintu, tapi tak lama ia menepuk keningnya karena ada yang terlupa. "Arfan! Aku harus bangunkan Arfan juga, aku tidak bisa mengambil resiko kalau Jeno tahu kami tidur terpisah kamar. Ya ya, aku
Hari ini adalah hari kedua mereka berlibur, seperti hari kemarin hari ini juga Rayan hanya bisa bersenang-senang menikmati liburannya bersama Rea dan Arfan. Sementara Jeno dan Arya berpura-pura sibuk pergi bertemu klien di luar seperti pagi ini, Jeno dan Arya sudah tampak rapi dengan setelan jasnya.Mereka bertemu di koridor saat Rea, Arfan dan Rayan keluar dari kamar. Terlihat ketiganya menggunakan pakaian casual, tampak seperti keluarga kecil yang sangat harmonis. "Selamat pagi," sapa Jeno, dan ketiga orang itu menoleh. "Sudah mau bersiap jalan-jalan?" lanjutnya kepada mereka."Ya, kami akan berangkat sekarang ke suatu tempat. Anda juga, semoga urusan bisnisnya lancar," sahut Rea.Jeno mengangguk seraya tersenyum. "Terima kasih, dan selamat bersenang-senang," timpal Jeno.Kemudian mereka semua berjalan menuju lift dan keluar hotel pun bersama, hanya saja mereka berpisah di tempat parkir. Jeno dan Arya kini masih berada di dalam mobil, menunggu mobil yang dikendarai Arfan melaju lebi
Saat ini mereka baru saja selesai makan malam dan kembali ke hotel untuk beristirahat. Sebelum itu Jeno mengatakan sesuatu lebih dulu kepada dua orang yang berada di hadapannya. "Urusan pekerjaanku hari ini selesai, jadi mulai besok aku akan bisa ikut liburan bersama kalian," kata Jeno..Hal ini tentu menimbulkan ketidaknyamanan di hati Rea, apa-apa ada Jeno dan ke mana-mana ada Jeno. Dia pasti tidak akan bisa bebas nanti seperti dua hari ini dan harus terus berpura-pura.Tidak ada yang menanggapi perkataan Jeno, hanya Rayan saja yang tersenyum senang. Karena kedua orang di depan sepertinya lebih sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. "Baiklah, ayo kita kembali ke hotel untuk istirahat," ajak Jeno lantas pria itu berdiri disusul semua orang dan mereka semua kembali ke hotel dengan pikiran di kepala mereka masing-masing.***Pagi ini mereka semua keluar dari hotel dengan koper yang dibawa oleh para pengawal yang berpakaian serba hitam-hitam. Rea dan Arfan tidak menduga jika Jeno h