Bab 8 I Know Your Feeling
“Maaf, Marvin.”
Teala masuk ke dalam kamarnya kemudian merebahkan diri. Menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong, sementara isi kepalanya berjalan-jalan entah ke mana.
Teala tahu bahwa Marvin menyukainya atau mungkin mencintainya, tapi gadis itu tidak bisa. Perasaannya kepada Marvin tidak pernah lebih dari sekadar perasaan antar sahabat. Baginya, Marvin adalah sahabat terbaik yang ia punya dan itu cukup. Teala tidak pernah bisa mencintai Marvin lebih dari itu.
Perlakuan, tatapan mata, hingga bagaimana Marvin selalu ada di sisinya seringkali membuat Teala merasakan rasa bersalah teramat besar. Hatinya bagai dihantam tiap melihat senyum tulus dari pria itu.
Menghela napas panjang, Teala memilih mencuci wajah dan segera beristirahat karena besok ia harus mulai bekerja. Namun, saat gadis itu hendak naik ke tempat tidur, ketukkan pada pintu kamarnya membuat Teala urung mengistirahatkan
Teala berpamitan kepada mama dan kakaknya sebelum masuk ke dalam kendaraan roda empat milik Marvin yang sudah terparkir di depan gerbang rumahnya. Gadis itu menyapa Marvin sebentar sebelum memakai sabuk pengaman dan mereka segera menuju tempat pemotretan.Begitu sampai di tempat, Teala dengan cekatan menyapa beberapa staf yang bekerja sebelum berganti pakaian. Gadis itu dengan cepat menjadi dekat dengan tim Marvin karena keramahannya. Ia mulai melaksanakan pemotretan setelah selesai dirias.Banyak yang mengagumi kecantikan Teala dan bagaimana gadis itu memberikan banyak referensi gaya yang tidak monoton namun tetap berkelas, sehingga produk yang dibawakannya tetap muncul dan menjadi titik pusatnya.Gadis itu memberikan pose maksimal hingga pemotretan tersebut berlangsung dengan lancar dan cepat.Setelah jam makan siang tiba, Teala menyampaikan kepada Marvin bahwa dia yang akan membawa makan siang. Gadis itu sudah mempersiapkannya kemarin dengan meminta to
“Kamu baik-baik saja?”Teala mengangguk kecil, kemudian mendekat pada Jenandra.“Ada apa? Kenapa sampai menyusulku kemari?” heran Teala.“Mama menyuruhku untuk memanggilmu karena kamu cukup lama berada di kamar,” jawab Jenandra.Teala mengangguk dan segera mengambil ponselnya dari atas nakas, lantas mengajak Jenandra untuk turun dan bergabung bersama yang lain. Namun, belum sempat menuruni tangga, Jenandra lebih dulu menahan lengan gadis itu, membuat Teala menatapnya dengan kening berkerut heran.“Kalau ada sesuatu yang mengganggumu, kamu boleh bercerita denganku,” ucap Jenandra.Mendengarnya membuat Teala tersenyum. Senyum yang begitu tulus dan manis. Gadis itu mengangguk kecil, menatap Jenandra dengan mata teduhnya. “Terima kasih kakak ipar. Kak Yasha begitu beruntung mendapatkanmu,” ujarnya.Keduanya bergabung dengan Safa dan Yasha yang tampak sibuk mengobrol di depan tele
“Tea, apa kamu sudah merelakanya?” Teala tidak langsung menjawab pertanyaan mamanya. Gadis itu memilih menatap lurus pada meja di hadapannya. Menghela napas panjang, Teala mulai bersuara. “Aku sudah merelakannya sejak pertamakali aku sadar akan perasaanku, Ma. Aku benar-benar tahu kalau aku tidak akan mendapat kesempatan dan tidak memiliki hak untuk menyukainya terlalu banyak.” “Tapi kamu berhak dicintai,” sela sang mama. “Tapi bukan aku yang dia cintai,” balas Teala. “Bagaimana kalau kamu yang dia cintai?” tanya Safa. “Kalaupun benar begitu, jika situasinya sekarang, aku tetap tidak akan menerimanya, Ma,” jawab Teala yakin. “Apa yang kalian bicarakan? Sepertinya serius sekali.” Yasha masuk dan bergabung bersama mama serta adiknya yang tampak berbincang serius. Gadis itu duduk di sofa, di samping mamanya, menatap ke arah Teala, berharap mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. “Tidak ada. Aku dan mama hanya sedan
“Semangat untuk hari ini, ya?”Baik Teala atau Marvin, menatap Jenandra dengan pandangan tidak dapat diartikan. Namun, menyadari situasinya sekarang, Teala segera tersenyum menatap calon kakak iparnya tersebut.“Terima kasih, Jenan,” jawabnya sebelum masuk ke dalam mobil Marvin.Dua kendaraan roda empat tersebut meninggalkan pelataran rumah Teala. Tidak ada yang bersuara antara Marvin atau Teala. Keduanya sibuk dengan isi kepala masing-masing, hingga mereka sampai di lokasi pemotretan.Teala segera pamit pada Marvin dan mereka mulai fokus dengan bagian masing-masing.Teala melihat pantulan dirinya di cermin. Membiarkan rambutnya disambung untuk keperluan pemotretan. Eyeliner menghiasi matanya dan perias sengaja menambahkan freckle pada wajah Teala. Setelahnya, ia mengenakan gaun yang sangat pas di tubuhnya. Gaun berkerah rendah yang menampilkan dada putih gadis itu.Baret menjadi pelengkap terakhir riasan Tea
“Tea, kamu sangat cantik.”Semua orang yang ada di tempat tersebut menatap ke arah Jenan. Termasuk Yasha yang saat ini sudah menatap calon suaminya dengan alis bertaut dalam.“Tea emang cantik. Itu kenapa dia bisa menjadi model,” ucap Marvin mencoba memecah keheningan.“Sebenarnya menjadi model tidak cukup dengan cantik saja, ‘kan?” lanjut Teala.“Ayo, kita pergi makan malam dan segera istirahat. Besok masih ada pekerjaan yang harus di selesaikan, Kak Yasha juga harus segera istirahat supaya tidak sakit menjelang hari pernikahan.” Teala mencoba mengalihkan topik obrolan yang mendadak membuat mereka canggung.Akhirnya, Marvin, Teala, Yasha, dan Jenandra menuju kendaraan masing-masing dan segera pergi ke salahsatu restoran favorit Teala. Gadis itu turun dari mobil dan berjalan berdampingan dengan Marvin, sementara Yasha dan Jenandra menyusul di belakangnya.Begitu masuk dan mendapatkan temp
“Tea, kamu membuatku jatuh cinta lagi dan lagi.” Teala menoleh kala rungunya mendengar Marvin bergumam, meski tidak jelas kalimat apa yang disampaikan pria itu.“Marvin, kamu mengatakan sesuatu?” tanyanya.“Tidak ada. Ayo, kembali ke meja kita selesaikan makananmu yang sudah dingin dan setelah itu pulang. Besok masih ada pekerjaan yang harus kamu selesaikan,” ajak Marvin dan dianggukki oleh Teala.Keduanya kembali ke meja mereka dan melanjutkan acara makan malam yang sempat tertunda. Segera beranjak begitu selesai dan Marvin serta Jenandra mengantar kakak-beradik tersebut ke rumah masing-masing.Begitu sampai di rumah, Teala melambai singkat pada sahabatnya kemudian masuk, mengabaikan Jenandra yang tengah berbincang dengan mama dan kakaknya setelah dipersilakan masuk. Gadis itu ingin segera istirahat, sebab badannya cukup lelah. Belum lagi, ia berencana bangun sedikit lebih pagi agar bisa
“Yasha, apa kamu sudah benar-benar yakin dengan keputusanmu?”Yasha merasa terusik dengan usapan Jenandra. Gadis itu membuka mata dan langsung dihadiahi senyum manis kekasihnya. Ia ikut tersenyum sembari menatap wajah Jenandra, sebelum kembali menyamankan diri dan memejamkan mata, nyaman dengan usapan lembut di kepalanya.“Bangun, Sayang. Sudah siang. Kamu bilang mau ke kantor,” ujar Jenandra lembut.“Sebentar lagi, lima menit,” gumam Yasha.Jenandra tidak merespon, ia masih setia mengusap surai kekasihnya, hingga lima menit kemudian Yasha benar-benar membuka matanya.Gadis itu duduk dan memeluk Jenandra dengan nyaman, mendusel di leher pria itu, membuat Jenandra tersenyum simpul dan mengusap punggung sempit calon istrinya.“Kamu sudah lama datang?” tanya Yasha.“Sudah. Aku mengantar Bunda untuk membantu Mama membuat bento,” jawab Jenandra.Yasha mengangguk paham, kemu
“Tea, berangkat denganku saja.”Baik Marvin maupun Teala sepenuhnya menoleh setelah mendengar suara Jenandra. Keduanya menatap bingung pada pria itu.“Supaya Marvin bisa dengan yang lain. Maksudku kalau kamu denganku, nanti sekalian pulangnya aku mau ke rumah kamu,” lanjut Jenandra setelah menyadari kecanggungan ketiganya.“Aku yang menjemputnya di rumah, jadi aku yang akan mengantarkannya pulang,” jawab Marvin dengan sorot datarnya.“Ayo, berangkat. Kita sudah ditunggu yang lain. Aku dengan Marvin saja, Jen,” ucap Teala memotong perdebatan mereka.Teala menarik pergelangan tangan Marvin pelan, mengajak pria itu agar segera pergi, sementara Jenandra masih berdiri di tempatya, menatap Teala yang sudah berlalu dari hadapannya.Begitu sampai di restoran, mereka segera memesan makanan. Sembari menunggu, obrolan ringan keluar dari mulut masing-masing, memenuhi meja tersebut.Teala tampak asik