Saat Jenandra membuka mata, ia tidak menemukan Teala di sampingnya. Mengedarkan pandangan, Jenandra segera bangun, setengah panik saat tidak menemukan Teala di kamar mereka. Ia pikir, Teala pergi, marah, atau tidak nyaman dengan aktivitas mereka semalam. Namun, Teala tidak mengatakan apapun da justru memberinya kesempatan untuk memulai erita mereka.Bangkit dari atas tempat tidur, Jenandra berjalan keluar dan menghela napas lega begitu menemukan Teala sedang sibuk memasak di dapur. Ia mendekati wanita itu kemudian berdiri tepat di samping Teala, membuat wanita itu terkejut dan hampir melempar sendok sayur di tangannya.Jenandra meringis ketika melihat Teala melotot ke arahnya. Wanita itu menggerutu, kesal atas tingkah pria itu. Namun, bukannya tersinggung, Jenandra justru tertawa kecil. Ia mengusak puncak kepala istrinya, lega karena Teala bersikap biasa dan merespon kehadirannya. Jenandra yakin kalau Teala tidak mengingkari janjinya untu
“Apa Marvin sudah mengakui perasaannya?”Mendengar pertanyaan Jenandra, Teala mendongak, menatap suaminya. Ia tidak menduga kalau Jenandra mengetahui perasaan Marvin.Menghela napas panjang, Teala mengangguk kecil. Ia mengajak pria itu masuk dan sekarang duduk di depan televisi. Kepalanya bersandar nyaman pada bahu Jenandra, merasa lelah dengan kegiatannya hari ini, ditambah pernyataan Marvin yang tiba-tiba. Teala hanya butuh waktu untuk menenangkan diri sejenak, bukan berarti ia menjadi ragu atas perasaannya pada Jenandra. Tidak pernah sekalipun sejak ia menyadari kalau hatinya memilih Jenandra, Teala tidak yakin.Jenandra yang menyadari Teala enggan bicara banyak hanya mengusap kepala wanita itu pelan. Ia tahu kalau Teala akan bercerita tanpa diminta. Saat ini, ia tidak akan memaksa, mungkin istrinya masih membutuhkan waktu untuk beristirahat dan mencerna semuanya dengan tenang.Setelah hampir 15 menit, Teala menegakkan duduknya, ia menceritakan semuanya kepada Jenandra tanpa menamb
Jenandra pulang dengan wajah bingung. Ia masih memikirkan kejadian siang tadi namun berusaha bersikap biasa saja. Meskipun begitu, Teala yang selalu lebih peka dengan sekitarnya tentu menyadari perubahan raut wajah Jenandra. Namun, wanita itu memilih diam, memberikan kesempatan pada Jenandra untuk bercerita. Ia percaya kalau pria itu akan bercerita padanya.Selesai bersih-bersih dan makan malam, Jenandra menuju ruang kerjanya, memilah beberapa foto yang akan dijadikan cover maupun isi majalah. Isi kepalanya kembali mengingat foto dirinya dan Yasha dan hal itu sangat mengganggunya. Jenandra tidak ingin menyakiti Teala lagi. Walaupun, Jenandra penasaran dengan pengirim paket tersebut, ia lebih tidak mau membuat Teala sedih lagi. Jika memang Yasha yang mengirimnya, Jenandra akan menunggu gadis itu menemuinya lebih dulu.Teala masuk ke ruang kerja Jenandra, meletakkan teh di atas meja kecil di samping meja utama, kemudian menghampiri Jenandra
Teala bahagia, ia disambut baik oleh ayah dan ibu Jenandra. Mereka bahkan berbincang dan bercanda. Ayah Jenandra yan terkenal kaku melempar banyak candaan padanya. Keduanya berbicara santai karena cocok dengan topik obrolannya. Teala merasa mendapat teman diskusi kembali setelah bertahun-tahun hanya berbincang santai karena kebanyakan teman-teman disekitarnya kurang suka membahas sesuatu dengan topik serius.Sementara Jenandra kini duduk berdua dengan sang ibu di teras belakang. Pria itu menimang apakah harus menceritakan kegelisahannya, termasuk kejadian kemarin, atau menyimpannya sendiri dan mencaritahu kebenarannya. Namun, tepukkan sang ibu pada punggung tangannya membuat jenandra tersadar. Ia menatap perempuan paruh baya tersebut yang kini sedang tersenyum ke arahnya. Jenandra tersentak, ibunya seolah tahu isi kepalanya.Setelah hampir tiga menit kembali diam, Jenandra akhirnya bersuara. Ia menceritakan perasaannya selama satu bulan l
“Aku tidak mau, kamu saja, di sana sangat panas.” Teala menatap lapangan kuda di depannya malas. Terik matahari dan debu berterbangan menambah rasa malasnya. Belum lagi membayangkan dirinya akan kesulitan naik kuda. Teala mernding kalau tiba-tiba ia jatuh dari hewan itu kemudian terinjak. Rasanya pasti akan sangat menyakitkan walaupun ia sering membayangkan bisa menaiki kuda.Jenandra masih berusaha membujuk Teala agar mau berkuda dengannya. Mengatakan pada wanita itu bahwa segalanya akan baik-baik saja karena ada pawang kuda bersamanya. Bahkan, Jenandra menawari Teala untuk naik bersamanya, tapi wanita itu justru semakin ketakutan karena khawatir kalau kuda yang mereka tumangi marah menahan berat dua manusia.Menyerah, Jenandra akhirnya meninggalkan Teala dengan lesu. Bayangannya menunggang kuda dengan romantis buyar sudah. Teala sangat keukeh dengan pendiriannya. Jenandra kalah telak, tidak bisa lagi membujuk istrinya.
Jenandra menatap wajah damai Teala. Sesekali, ia mengusap dan mengecup kening wanita itu. Ia mendadak teringat ucapan Teala kalau dia melihat Yasha dan hal itu mengusik pikirannya. Kalau Yasha benar-benar kembali dan meminta mengulang semuanya dari awal, Jenandra takut perasaannya meragu dan berakhir menyakiti Teala lagi.Kembali mengecup kening istrinya, Jenandra menuju ruang kerja miliknya. Ia mengambil foto dan surat yang dikirim Yasha hampir sebulan lalu. Entah respon seperti apa yang akan Jenandra berikan jika wanita itu benar-benar kembali. Meski begitu, Jenandra harus menyelesaikan urusannya dengan Yasha. Saat ini, ia sudah bersama Teala dan Jenandra harus lebih tegas. Ia tidak mau menyesal di kemudian hari seperti yang ibunya katakan.Setelah menenangkan diri, Jenandra kembali ke kamar, merebahan tubuhnya di samping sang istri yang terlihat mengerutkan keningnya dalam. Tangan jenandra terulur mengusap kerutan di dahi istrinya. Teala tampa gelisah dalam tidurnya, bahkan keringa
Entah apa yang Jenandra pikirkan, bisa-bisanya sekarang dirinya duduk di depan Yasha yang tiga bulan terakhir menghilang begitu saja di hari pernikahannya. Ia melihat wajah Yasha sekali lagi, memastikan kalau wanita itu memang baik-baik saja. Yasha tampak sehat dengan wajah cantiknya. Tidak terlihat kurus sama sekali, justru Yasha terlihat semakin berisi.“Apa kabar?” tanya Yasha setelah cukup lama keduanya tidak bersuara.Jenndr ingin marah, ia ingin mengumpat pada wanita di depannya, tai mengingat ada sedikit dari hatinya penasaran dengan kepergian Yasha yang tiba-tiba, Jenandra menahan diri. Ia mengangguk kecil, menjawab sekenanya pertanyaan Yasha. Ia lebih penasaran tentang cerita wanita itu.“Jadi, ke mana kamu?” tanya Jenandra.Yasha terdiam untuk beberapa saat. Ia menatap kosong makanan di depannya kemudian menghela napas panjang. Wanita itu menatap Jenandra dalam, mulai menceritakan alasan dirinya pergi dan ke mana perginya.Yasha mengungkapkan perasaan bersalahnya setelah men
Jenandra membuka pintu rumahnya, menatap ekeliling dan tidak menemukan Teala sedang menonton televisi. Berjalan menuju dapur, Jenandra melihat Teala tertidur di meja makan dengan makanan yang masih utuh. Jenandra menghampiri istrinya, menatap wajah teduh wanita itu ketika tidur. Perasaan bersalah kembali memenuhi perasaannya. Jenandra lupa kalau Teala mengajaknya makan malam bersama.Mengecup kening Teala, Jenandra berhasil mengejutkan wanita itu, hingga Teala tampak membuka mata. Jenandra mengusap kepala wanita di depanna, menyampaikan penyesalannya karena terlambat dan dihadiahi senyuman oleh istrinya. Teala tidak keberatan sama sekali dan mengerti alasan Jenandra yang memawa alasan pekerjaan mendadak.Wanita itu bangkit, menawarkan untuk menghangatkan makan malam mereka sembari Jenandra membersihkan diri. Pria itu tidak menolak, segera ke kamarnya, sedangkan Teala mulai menghangatkan makanan yang suda dirinya buat. Ia juga membuatkan teh hangat untuk suaminya dan tepat setelah Teal