Teala menyiapkan makan malamnya dengan Jenandra. Ia turun setelah membersihkan diri. Tidak banyak bersuara dan Jenandra agaknya tidak ingin membuka obrolan lebih dulu. Jadi, Teala memutukan diam dan memakan makan malamnya dengan tenang. Ia sadar kalau Jenandra memperhatikannya sedari tadi, tapi ia memilih tak acuh karena jujur saja, tatapan Jenandra membuatnya gugup.
Setelah selesai makan, Teala segera membersihkan piring kotor mereka, tidak menyangka kalau Jenandra akan menyusul dan ikut membersihkan piring kotor keduanya. Sesekali, Jenandra melirik Teala, hendak mengatakan sesuatu, tapi tertahan.
“Ada yang mau kamu katakan?” tanya Teala tidak sabar membuat Jenandra gelagapan. Pria itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal kemudian menghela napas panjang. Ia mengangguk kecil, kemudian mengajak Teala duduk di ruang tamu.
“Apa kamu sudah berbicara dengan Marvin?” tanya Jenandra.
“Belum, dia menga
“Alasan aku menjadi lemah adalah kamu, Teala.”Teala tertegun, menatap Marvin penuh tanya, takut kalau yang dia dengar salah. Namun, melihat Marvin menatapnya serius, Teala yakin kalau dia tidak salah dengar. Jelas, Teala terkejut dan menerka-nerka maksud ucapan Marvin. Dia tidak mau menyimpulkan dengan mudah, biar pria itu menjelaskan lebih dulu.“Teala, aku menyukaimu, aku mencintaimu, sejak pertemuan pertama kita. Ha ini mungkin terdengar klise, tapi aku sudah tertarik bahkan saat pertamakali kita saling bicara.” Marvin mulai membuka suara.“Tadinya, aku pikir, ini hanya perasaan tertarik sekilas. Namun, setelah menyadari kalau aku ingin selalu melihatmu atau setidaknya berada di sekitarmu, aku menjadi yakin kalau aku menyukaimu dan perasaan itu berlanjut. Aku semakin tidak bisa menghilangkan rasa sukaku, padahal aku mengira kalau perasaanku akan hilang seiring waktu,” lanjutnya.“Perasaanku semakin besar dan alasan mengapa aku selalu mengusahakan yang terbaik untukmu bukan hanya k
Saat Jenandra membuka mata, ia tidak menemukan Teala di sampingnya. Mengedarkan pandangan, Jenandra segera bangun, setengah panik saat tidak menemukan Teala di kamar mereka. Ia pikir, Teala pergi, marah, atau tidak nyaman dengan aktivitas mereka semalam. Namun, Teala tidak mengatakan apapun da justru memberinya kesempatan untuk memulai erita mereka.Bangkit dari atas tempat tidur, Jenandra berjalan keluar dan menghela napas lega begitu menemukan Teala sedang sibuk memasak di dapur. Ia mendekati wanita itu kemudian berdiri tepat di samping Teala, membuat wanita itu terkejut dan hampir melempar sendok sayur di tangannya.Jenandra meringis ketika melihat Teala melotot ke arahnya. Wanita itu menggerutu, kesal atas tingkah pria itu. Namun, bukannya tersinggung, Jenandra justru tertawa kecil. Ia mengusak puncak kepala istrinya, lega karena Teala bersikap biasa dan merespon kehadirannya. Jenandra yakin kalau Teala tidak mengingkari janjinya untu
“Apa Marvin sudah mengakui perasaannya?”Mendengar pertanyaan Jenandra, Teala mendongak, menatap suaminya. Ia tidak menduga kalau Jenandra mengetahui perasaan Marvin.Menghela napas panjang, Teala mengangguk kecil. Ia mengajak pria itu masuk dan sekarang duduk di depan televisi. Kepalanya bersandar nyaman pada bahu Jenandra, merasa lelah dengan kegiatannya hari ini, ditambah pernyataan Marvin yang tiba-tiba. Teala hanya butuh waktu untuk menenangkan diri sejenak, bukan berarti ia menjadi ragu atas perasaannya pada Jenandra. Tidak pernah sekalipun sejak ia menyadari kalau hatinya memilih Jenandra, Teala tidak yakin.Jenandra yang menyadari Teala enggan bicara banyak hanya mengusap kepala wanita itu pelan. Ia tahu kalau Teala akan bercerita tanpa diminta. Saat ini, ia tidak akan memaksa, mungkin istrinya masih membutuhkan waktu untuk beristirahat dan mencerna semuanya dengan tenang.Setelah hampir 15 menit, Teala menegakkan duduknya, ia menceritakan semuanya kepada Jenandra tanpa menamb
Jenandra pulang dengan wajah bingung. Ia masih memikirkan kejadian siang tadi namun berusaha bersikap biasa saja. Meskipun begitu, Teala yang selalu lebih peka dengan sekitarnya tentu menyadari perubahan raut wajah Jenandra. Namun, wanita itu memilih diam, memberikan kesempatan pada Jenandra untuk bercerita. Ia percaya kalau pria itu akan bercerita padanya.Selesai bersih-bersih dan makan malam, Jenandra menuju ruang kerjanya, memilah beberapa foto yang akan dijadikan cover maupun isi majalah. Isi kepalanya kembali mengingat foto dirinya dan Yasha dan hal itu sangat mengganggunya. Jenandra tidak ingin menyakiti Teala lagi. Walaupun, Jenandra penasaran dengan pengirim paket tersebut, ia lebih tidak mau membuat Teala sedih lagi. Jika memang Yasha yang mengirimnya, Jenandra akan menunggu gadis itu menemuinya lebih dulu.Teala masuk ke ruang kerja Jenandra, meletakkan teh di atas meja kecil di samping meja utama, kemudian menghampiri Jenandra
Teala bahagia, ia disambut baik oleh ayah dan ibu Jenandra. Mereka bahkan berbincang dan bercanda. Ayah Jenandra yan terkenal kaku melempar banyak candaan padanya. Keduanya berbicara santai karena cocok dengan topik obrolannya. Teala merasa mendapat teman diskusi kembali setelah bertahun-tahun hanya berbincang santai karena kebanyakan teman-teman disekitarnya kurang suka membahas sesuatu dengan topik serius.Sementara Jenandra kini duduk berdua dengan sang ibu di teras belakang. Pria itu menimang apakah harus menceritakan kegelisahannya, termasuk kejadian kemarin, atau menyimpannya sendiri dan mencaritahu kebenarannya. Namun, tepukkan sang ibu pada punggung tangannya membuat jenandra tersadar. Ia menatap perempuan paruh baya tersebut yang kini sedang tersenyum ke arahnya. Jenandra tersentak, ibunya seolah tahu isi kepalanya.Setelah hampir tiga menit kembali diam, Jenandra akhirnya bersuara. Ia menceritakan perasaannya selama satu bulan l
“Aku tidak mau, kamu saja, di sana sangat panas.” Teala menatap lapangan kuda di depannya malas. Terik matahari dan debu berterbangan menambah rasa malasnya. Belum lagi membayangkan dirinya akan kesulitan naik kuda. Teala mernding kalau tiba-tiba ia jatuh dari hewan itu kemudian terinjak. Rasanya pasti akan sangat menyakitkan walaupun ia sering membayangkan bisa menaiki kuda.Jenandra masih berusaha membujuk Teala agar mau berkuda dengannya. Mengatakan pada wanita itu bahwa segalanya akan baik-baik saja karena ada pawang kuda bersamanya. Bahkan, Jenandra menawari Teala untuk naik bersamanya, tapi wanita itu justru semakin ketakutan karena khawatir kalau kuda yang mereka tumangi marah menahan berat dua manusia.Menyerah, Jenandra akhirnya meninggalkan Teala dengan lesu. Bayangannya menunggang kuda dengan romantis buyar sudah. Teala sangat keukeh dengan pendiriannya. Jenandra kalah telak, tidak bisa lagi membujuk istrinya.
Jenandra menatap wajah damai Teala. Sesekali, ia mengusap dan mengecup kening wanita itu. Ia mendadak teringat ucapan Teala kalau dia melihat Yasha dan hal itu mengusik pikirannya. Kalau Yasha benar-benar kembali dan meminta mengulang semuanya dari awal, Jenandra takut perasaannya meragu dan berakhir menyakiti Teala lagi.Kembali mengecup kening istrinya, Jenandra menuju ruang kerja miliknya. Ia mengambil foto dan surat yang dikirim Yasha hampir sebulan lalu. Entah respon seperti apa yang akan Jenandra berikan jika wanita itu benar-benar kembali. Meski begitu, Jenandra harus menyelesaikan urusannya dengan Yasha. Saat ini, ia sudah bersama Teala dan Jenandra harus lebih tegas. Ia tidak mau menyesal di kemudian hari seperti yang ibunya katakan.Setelah menenangkan diri, Jenandra kembali ke kamar, merebahan tubuhnya di samping sang istri yang terlihat mengerutkan keningnya dalam. Tangan jenandra terulur mengusap kerutan di dahi istrinya. Teala tampa gelisah dalam tidurnya, bahkan keringa
Entah apa yang Jenandra pikirkan, bisa-bisanya sekarang dirinya duduk di depan Yasha yang tiga bulan terakhir menghilang begitu saja di hari pernikahannya. Ia melihat wajah Yasha sekali lagi, memastikan kalau wanita itu memang baik-baik saja. Yasha tampak sehat dengan wajah cantiknya. Tidak terlihat kurus sama sekali, justru Yasha terlihat semakin berisi.“Apa kabar?” tanya Yasha setelah cukup lama keduanya tidak bersuara.Jenndr ingin marah, ia ingin mengumpat pada wanita di depannya, tai mengingat ada sedikit dari hatinya penasaran dengan kepergian Yasha yang tiba-tiba, Jenandra menahan diri. Ia mengangguk kecil, menjawab sekenanya pertanyaan Yasha. Ia lebih penasaran tentang cerita wanita itu.“Jadi, ke mana kamu?” tanya Jenandra.Yasha terdiam untuk beberapa saat. Ia menatap kosong makanan di depannya kemudian menghela napas panjang. Wanita itu menatap Jenandra dalam, mulai menceritakan alasan dirinya pergi dan ke mana perginya.Yasha mengungkapkan perasaan bersalahnya setelah men
Teala mendongak saat mendengar pintu ruangannya dibuka. Ia tersenyum menatap Jenandra, membiarkan pria itu memeluk dan mengusap kepalanya.“Sudah selesai? Ayo pulang,” ucap Jenandra tanpa menghentikan usapan di kepalanya.“Lima menit, oke?” jawab Teala dan dianggukki Jenandra. Pria itu duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut, menunggu Teala menyelesaikan pekerjaannya. Ia menatap wajah serius istrinya yang sesekali mengerucutkan bibir dan menautkan dua alisnya. Teala tampak lucu dan menggemaskan hingga membuat kedua sudut bibir Jenandra terangkat naik.Jenandra baru menyadari bahwa Teala memiliki daya tarik luar biasa. Wanita itu bahkan bisa membuat Jenandra tersenyum meski tidak melakukan apapun.Terlalu sibuk memperhatikan istrinya, Jenandra tidak sadar jika Teala sudah menyelesaikan pekerjaannya dan searang menatap ke arahnya dengan tatapan bingung. Baru setelah wanita itu menepuk pundaknya pelan
Teala sedang sibuk mencatat laporan keuangan ketika tiba-tiba pintu ruangannya diketuk, menampilkan seorang pegawai yang mengatakan bahwa dirinya kedatangan tamu. Meski sedikit bingung dengan tamu yang tidak ada janji dengannya sebelumnya, Teala tetap melangkah keluar dengan hati-hati, mencoba mencaritahu siapa yang datang menemuinya.Saat melihat Marvin duduk sambil menunggu pesanan, Teala mengembangkan senyumnya, menghampiri pria itu.“Aku pikir, aku kedatangan tamu dari negara lain, ternyata tetangga lain,” kekeh Teala yang dibalas tawa kecil oleh Marvin.“Bagaimana kabarmu? Sejak projek terakhir kita, aku tidak tau kabarmu. Kamu baik-baik saja, kan?” tanya Marvin.“Aku baik, sangat baik. Bagaimana denganmu? Apa kamu baik-baik saja?” Teala balas bertanya.Marvin tersenyum kecil sambil mengangguk. Ia ingin dengan lantang mengatakan kalau dirinya sangat merindukan Teala, kalau diri
Yasha menatap bangunan di depannya dengan tatapan datar. Tiga bulan lebih dia meninggalkan rumah itu, Yasha pikir tidak ada yang berubah dari rumah itu.Melangkahkan kaki masuk, Yasha menatap ke sekeliling ruangan. Seharusnya, sang ibu sedang memasak di jam segini, tapi dapur terlihat sepi da tidak ada tanda-tanda ibunya berada di dapur. Melewati ruang tamu, Yasha naik ke lantai dua, membuka pintu kamar miliknya, menghirup aroma kamar yang masih tersisa bau parfum miliknya.Wanita itu meletakkan tas selempang miliknya kemudian duduk di pinggir kasur. Tangannya membuka nakas, mengambil figura berisi foto dirinya dan Jenandra di hari pertama mereka menjadi sepasang kekasih. Tanpa sadar senyum terpatri di wajah Yasha.Isi kepalanya kembali pada kenangan dirinya dan Jenandra saat melewati hari-hari bersama. Jika boleh jujur, Jenandra adalah pria yang baik dan mendekati sempurna untuk menjadi kekasih.Pria itu selalu ada di setia
Jenandra menunggu Yasha dengan wajah datar. Sesekali menyesap kopi pesanan miliknya, hingga Yasha duduk di depannya sambil tersenyum lebar. Wanita itu menatap Jenandra dengan pandangan berbinar menunggu Jenandra mengatakan maksudnya mengajak bertemu.“Berhenti mengganggu Teala,” ucap jenandra langsung pada intinya.“Apa maksudmu?” tanya Yasha sambil menautkan kedua alisnya bingung.“Aku sudah mengatakan padamu kalau aku sudah memilih Teala. Artinya aku mau kamu berhenti, berhenti mengejarku, berhenti mengganggu Teala, dan berhenti masuk ke dalam kehidupan kamu,” jawab Jenandra.Yasha mengepalkan tangan, menatap Jenandra kesal. Ia tidak terima diperlakukan demikian oleh pria di depannya. Harga dirinya serasa dijatuhkan. Ia bersumpah akan membalas Teala setelah ini. Wanita itu yang menjadi penyebab Jenandra mengabaikannya. Maka, tanpa mengucapkan apapun lagi, Yasha meninggalkan Jenandra.Jenandra yang melihat respon Yasha hanya mampu menghela napas panjang. Ia paham tidak akan mudah unt
Jenandra mengendarai mobilnya seperti orang kesetanan saat mendapat telepon dari Teala. Istrinya tampak kesakitan dan Jenandra diserang panik ketika telepon mati sepihak.Begitu sampai di rumah, Jenandra dibuat kesal karena pintu dikunci dari dalam. Membuka dengan terburu-buru, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk di lantai sambil bersandar meja. Matanya terpejam dengan tangan memegangi perutnya.“Tea, hei, ada apa?” tanya Jenandra, membuat Teala membuka mata. Wanita itu tidak menjawab, hanya menatap Jenandra. Maka, dengan cekatan, pria itu mengangkat tubuh Teala, membawanya ke rumah sakit.Jenandra menunggu dengan tidak sabar. Jantungnya seperti melorot ke perut melihat kondisi Teala. Saat dokter selesai memeriksa istrinya, Jenandra segera bertanya, mendengar penjelasan dokter dengan seksama, sementara istrinya masih istirahat.Teala mengalami keram dan ini sudah kedua kalinya sejak satu setengah bula
Teala sibuk mempersiapkan sarapan untuk Jenandra, hingga tidak menyadari bahwa pria itu sekarang berdiri di ujung tangga sambil memperhatikannya. Sejak kedatangan Yasha kemarin, Teala lebih banyak diam. Bahkan, wanita itu memilih tidur di kamar tamu, mengabaikan Jenandra.“Jenan, sarapannya sudah siap,” ucap Teala.Jenandra menatap Teala sebentar, wanita itu terlihat baik-baik saja, tapi Jenandra tau bahwa Teala hanya sedang menahan diri.Enggan merusak suasana, Jenandra memilih sarapan lebih dulu, membiarkan Teala sarapan dengan tenang. Sampai keduanya berhasil menyelesaikan sarapan mereka, Jenandra menawarkan diri membantu istrinya membersihkan bekas makanan keduanya. Baru setelahnya, Jenandra duduk di samping Teala. Ia menarik tangan Teala pelan kemudian mengusap punggung tangannya pelan.“Aku memilihmu, aku tidak ingin yang lain dan aku pastikan aku tidak akan menyesalinya,” ucap Jenandra sambil m
Ciuman keduanya semakin intens. Yasha memeluk leher Harvi dengan erat tanpa melepaskan tautan bibir keduanya sementara Harvi memeluk erat pinggang wanita itu. Keduanya saling melumat bibir masing-masing, Harvi membawa Yasha menuju salah satu kamar VIP yang ada di bar tersebut. Setelah mengunci pintu, tangan Harvi semakin berani mengusap tubuh Yasha.Tangan Harvi mulai membuka tali pada gaun wanita itu, sementara Yasha hanya mengeratkan pelukkannya, sesekali menarik rambut Harvi saat pria itu meremas pantatnya.Ketika Harvi berasil menanggalkan gaun Yasha, pria itu mulai melepas kemejanya, beralih mencium, meninggalkan tanda pada leher dan dada Yasha hingga wanita itu hanya mampu melenguh. Kepalanya mendongak saat tangan Harvi mulai bermain di selangkangan dan dadanya. Mereka saling menyentuh, membuat pendingin udara seolah tidak berfungsi di ruangan itu.Kening keduanya menyatu, dengan napas memburu, Harvi mengusap wajah Yasha penu
Yasha pulang menuu apartemennya dengan perasaan marah. Ia merasa direndahkan oleh Teala. Harga dirinya terasa diinjak-injak dan Yasha tidak suka. Teala merebut semua miliknya, ibunya, ayahnya, dan Jenandra. Ia ingin mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Yasha tidak suka kalah namun Teala mengalahkannya berkali-kali.“Arghhh!” teriak Yasha. Wanita itu melempar tas miliknya sembarangan. Napasnya memburu dengan kedua alis bertaut dalam. Yasha begitu marah, hingga buku-buku tangannya memutih akibat mengepalkan tangan terlalu erat.Sejak kecil, Yasha selalu banyak mengalah pada Teala. Jenandra menjadi satu-satunya hal yang tidak bisa Teala miliki saat wanita itu menginginkannya.Awalnya, Yasha memang tidak tertarik dengan Jenandra. Pria itu terlalu lugu, berbanding terbalik dengannya yang menyukai sesuatu yang mewah. Jenandra menyukai sesuatu yang sederhana. Tempat makan sederhana, liburan sederhana dengan berjalan-jalan ke pantai, atau menghabiskan waktu bersama pasangan
Teala berdiri perlahan, dibantu Jenandra yang sekarang menuntunnya menuju mobil mereka. Wanita itu tidak bicara lagi setelah semalam, selain kalimat permntaan kepada Jenandra agar tidak memberitahu ibunya terlebih dahulu entah tentang masalahnya sekarang atau masalah kakaknya.Teala ingin mereka menyelesaikan masalah ini bertiga tanpa melibatkan oranglain. Sebab, dari awal masalah ini muncul, mereka bertiga adalah pemerannya, tidak seharusnya melibatkan oranglain.Teala ingin bertemu dengan Yasha dan mendiskusikan segalanya bersama. Akan percuma jika hanya dirinya dan jenandra atau Jenandra dan yasha. Mereka bertiga harus bertemu bersamaan untuk menyelesaikannya. Meskipun, Jenandra sempat menolak, entah karena alasan apa, pria itu akhirnya menyetujui Yasha untuk datang ke rumah mereka hari ini.Maka, begitu Teala tiba di rumahnya, ia sudah melihat Yasha duduk di depan rumah mereka. Wanita itu tidak banyak berubah, selain wajah yang cukup tembam dibanding terakhir kali. Teala harap hal