Bab 2 Merelakan Sesuatu yang Belum Sempat Dimiliki
Gadis dengan rambut tergerai tersebut menautkan dua alisnya bingung saat melihat ponselnya. Matanya begitu serius hingga tidak menyadari bahwa seseorang sudah duduk di hadapannya sembari tersenyum simpul.
“Halo, Nona.”
Mendengarnya, membuat Teala mendongak dan mengulas senyumnya melihat Marvin menatapnya teduh.
“Serius sekali, sedang melihat apa?” tanya pria itu.
“Aku sedang memikirkan caption yang tepat untuk produk ini. Coba kamu lihat apa kalimatku sudah tepat?” tanya Teala sembari menunjukkan benda pipih di genggamannya pada Marvin.
Pria itu membaca sekilas kemudian mengangguk kecil sebelum berkomentar, “Kamu sepertinya perlu menambahkan sedikit emoticon atau tanda baca supaya lebih seru,” saran Marvin dan segera dilakukan gadis itu.
Kembali melihat ponselnya, gadis itu tersenyum puas kemudian menatap pria di depannya tersebut dengan binar yang tidak bisa disembunyikan, hingga tanpa sadar membuat Marvin menahan napas.
“Terima kasih, Marvin!” ucap Teala bersemangat yang hanya dibalas senyuman dan anggukkan oleh pria itu.
“Selesai dari sini, bagaimana kalau kita jalan-jalan? Aku melihat kafe baru di seberang lampu merah dan tempatnya bagus sekali. Aku jamin kamu akan suka,” ajak Marvin.
“Boleh, tapi setelah itu antarkan aku ke supermarket karena ada beberapa barang yang harus aku beli,” ucap Teala.
“Siap, Bos!”
Keduanya tersenyum, sebelum dering pintu yang menandakan seseorang masuk memaksa atensi keduanya. Marvin dan Teala melihat Yasha dan Jenandra masuk dengan Yasha menggandeng lengan pria itu sembari tersenyum lebar.
“Halo, Adikku!” teriak Yasha bersemangat yang dibalas senyuman.
“Silakan duduk, Kak. Kalian mau makan apa biar sekalian aku ambilkan,” tawar Teala setelah Jenandra dan Yasha menempatkan diri di kursi masing-masing.
Ketiganya menyebut pesanan masing-masing dan segera dianggukki Teala. Gadis itu masuk dan membuatkan pesanan mereka. Retinanya sesekali memperhatikan raut kakaknya dan Jenandra. Mereka berdua tampak bahagia hingga senyum tidak luntur dari bibir keduanya.
Melihat hal tersebut, membuat dada Teala terasa sesak. Gadis itu meremat pelan dan memukul-mukulnya, berharap perasaan tersayat yang tiba-tiba timbul di dadanya dapat segera menghilang. Ia sudah meyakinkan diri untuk perlahan melupakan pria itu, maka Teala akan berusaha. Meski saat ini rasanya tidak mudah dan begitu menyakitkan, gadis itu percaya bahwa saatnya nanti perasaannya akan menghilang. Tidak mungkin untuknya mencintai pria yang sudah menjalin hubungan bahkan terikat janji suci dengan saudaranya sendiri. Teala tidak sepicik itu.
Gadis itu menghela napas panjang sebelum mengantarkan makanan milik Marvin, Yasha, dan Jenandra.
“Te, ayo duduk bersama kami dulu. Ada karyawanmu 'kan di belakang?” ucap Yasha sembari menarik lengan sang adik hingga mendudukki satu kursi kosong yang ada disana.
“Iya, aku di sini. Aku akan kembali kalau sudah ada pelanggan,” jawab Teala tanpa bisa menolak keinginan kakaknya.
“Jadi, kalian sudah menentukan tempat untuk menikah?” tanya Marvin yang membuat Teala ikut memfokuskan atensinya pada pasangan tersebut.
“Kami hanya akan menikah di gereja karena Yasha tidak terlalu suka hal-hal yang menyulitkan. Namun, akan tetap ada resepsi secara outdor,” jawab Jenandra dan entah mengapa hati Teala terasa begitu sakit saat melihat pria itu menatap kakaknya dengan pandangan memuja.
“Syukurlah, setidaknya ada makanan gratis untukku,” ujar Marvin yang membuat Teala tertawa kecil.
Mereka melanjutkan obrolan seputar persiapan pernikahan Jenandra dan Yasha. Teala yang sejak tadi hanya mendengarkan sejujurnya merasa tidak nyaman karena hatinya serasa sesak. Gadis itu berharap ada banyak pelanggan yang datang bersamaan hingga ia memiliki kesempatan kabur dari pasangan yang duduk di hadapannya tersebut.
Teala sadar bahwa tidak seharusnya ia merasa begitu tersakiti saat bahkan hanya dirinya yang tahu tentang perasaan suka yang dimilikinya. Terlebih, sejak awal, Jenandra sudah memilih Yasha. Pria itu tidak memberikan kesempatan untuknya berusaha sedikit lebih keras.
Yasha memenangkan Jenandra bahkan sebelum Teala menyatakan perang. Maka, sejak pertama perasaan itu tumbuh, gadis itu tahu bahwa ia akan jatuh cinta sendirian dan sakit sendirian.
Awalnya Teala pikir, perasaannya akan cepat menghilang hingga ia hanya perlu fokus dengan menjalani kehidupan sehari-hari tanpa menghawatirkan apa pun. Sayangnya, perasaannya justru semakin besar tanpa bisa Teala cegah. Kesal dan marah pada diri sendiri yang terus berharap, tapi tidak bisa melakukan apapun sebab Teala tahu bahwa perasaannya bukan kesalahan.
Gadis itu menghela napas panjang dengan perlahan melihat Jenandra mengusap surai Yasha penuh kasih dan sesekali membubuhkan kecupan pada puncak kepala gadis itu. Yasha sendiri sudah menyamankan diri dengan memeluk lengan Jenandra.
Mata Teala mendadak panas dan tangannya terkepal kuat. Meskipun sering melihat pemandangan tersebut saat mereka berempat berkumpul bersama, tapi entah kenapa akhir-akhir ini terasa begitu sulit. Mungkin karena dulu Teala pikir ia masih punya kesempatan untuk setidaknya mendapatkan sedikit perhatian dari pria itu, tapi sekarang Jenandra akan lekas menjadi milik Yasha sepenuhnya tanpa memberi kesempatan Teala untuk sekadar mencuri sedikit perhatian pria itu.
Pintu terbuka dan Teala segera pamit untuk melayani pelanggannya terlebih dahulu. Gadis itu benar-benar berterima kasih pada sekumpulan remaja yang menjadi pelanggannya sore ini.
Gadis itu segera disibukkan dengan pekerjaannya hingga ia tidak sadar bahwa Yasha dan Jenandra sudah meninggalkan meja mereka.
Tanpa sadar gadis itu menghela napas panjang sembari duduk di hadapan Marvin.
“Kenapa, Te?” tanya Marvin.
“Tidak, aku hanya sedikit lelah,” jawab Teala sembari tersenyum dan meminta salahsatu pegawainya untuk membersihkan meja tersebut.
“Kalau kamu lelah, kita tidak usah ke kafe itu sekarang. Kita masih punya banyak waktu, jadi aku akan menemanimu ke supermarket saja,” ucap Marvin.
“Benarkah? Tapi tadi aku sudah berjanji.” Teala merasa tidak enak dengan sahabatnya tersebut.
“Tidak masalah, Te. Kau seperti sedang dengan siapa saja,” kekeh Marvin.
“Baiklah, maaf ya. Hari ini cukup melelahkan dan aku ingin segera tidur. Lain kali! aku janji minggu ini kita akan mengunjungi kafe itu,” ucap Teala dengan pandangan bersemangat yang membuat Marvin mengusak kepala gadis itu dengan gemas.
“Iya, tenang saja,” jawab pria itu.
Teala tersenyum merasa hatinya hangat. Ia bersyukur memiliki sahabat seperti Marvin. Pria itu begitu perhatian hingga kadang Teala merasa kesal mengapa ia tidak jatuh cinta dengan Marvin saja.
“Sebentar ya, aku ganti pakaian dulu,” ucap Teala yang dibalas anggukkan pria itu.
Gadis itu menatap kosong meja kerjanya. Perasaannya terasa lelah sekali. Tertawa kecil menyadari kekonyolannya untuk kesekian kali.
“Bagaimana bisa aku mengatakan akan melepaskanmu saat kamu sendiri belum pernah aku miliki?” monolog gadis itu sembari membenahi barang-barangnya.
Perasaan manusia itu tidak bisa ditebak dan dimengerti, bahkan untuk pemiliknya sendiri. Teala merasa bahwa perasaannya menyulitkan hidupnya. Mengesalkan.
"Tea, kamu begitu menyukai Jenandra, ya?"
Bab 3 Memaksa BerdamaiTeala berkali-kali menghela napas kasar. Hari ini ia tengah menemani kakaknya untuk membeli gaun pernikahan. Gadis itu dengan sabar menanggapi tiap ucapan kakaknya tentang gaun mana yang harus dirinya pakai. Gaun yang tampak cantik dan membuatnya bersinar di antara setiap orang.“Jenan, bagaimana dengan ini? Aku suka sekali hiasan di dadanya. Tampak mewah dan anggun. Aku pasti terlihat menawan dengan ini, bukan?” tanya Yasha.“Benar, Sayang. Gaun itu tampak cantik di tubuhmu,” jawab Jenandra.“Tea, bagaimana menurut kamu?” Yasha bertanya kepada adiknya.“Bagus, Kak. Kakak sangat cantik mengenakan itu,” jawab Teala sembari tersenyum.“Sebentar, aku akan mencobanya sekali lagi,” ujar Yasha yang hanya dianggukki Jenandra serta Teala.Sembari menunggu kakaknya, Teala melihat-lihat gaun pernikahan yang tampak cantik dalam penglihatannya. Tan
Bab 4 Mencintai yang Tidak Bisa Dimiliki“Marvin, kamu suka sama Tea?”Mendengar pertanyaan Jenandra, Marvin dan Teala menoleh seketika. Saling pandang sejenak. Bahkan Yasha ikut menatap kekasihnya dengan pandangan bingung.“Kenapa kamu bilang gitu?” tanya Yasha.“Tidak ada. Marvin jarang sekali memperlakukan seorang gadis sebegitunya. Walau dia terkenal ramah, tidak semua gadis mendapatkan perhatian seperti itu,” jelas Jenandra.“Ada-ada saja. Tentu saja Marvin menyukaiku. Kita 'kan teman. Aku, Marvin, Kak Yasha, dan Jenan. Kecuali Jenan dengan Kak Yasha yang sudah akan menikah, tentu Marvin juga sayang dengan Kak Yasha atau Jenan. Hanya saja, cara Marvin memperlakukan Kak Yasha denganku jelas berbeda.” Teala menjawab panjang lebar. Mencoba menghilangkan kecanggungan yang sempat mampir ke meja tersebut.Namun, setelah jwaban Teala, bukannya mencair, suasana justru semakin cang
Bab 5 Mencintai Dengan Segenap Hati“Bagaimana kalau aku mencintai Teala, lebih besar dari yang kalian tahu?”Ucapan marvin membuat Jenandra menoleh dengan cepat. Ada ekspresi tidak suka di wajah pria itu. Jenandra terang-terangan menampilkan raut wajah kesal sekaligus marah dan hal itu membuat Marvin mengerutkan kening heran.“Ada apa? Kau tidak menyukainya? Bukankah menyenangkan kalau aku bisa bersama dengan Teala? Jadi kita bisa melakukan kencan ganda seperti yang Yasha ucapkan,” ujar Marvin.Menyadari hal itu membuat Jenandra melengos. Menghindari tatapan menuntut dari Marvin. Sebab, ia sendiri tidak mengerti, mengapa ada perasaan tidak suka saat Marvin mengatakan bahwa pria itu begitu mencintai Teala.“Bukan begitu. Aku hanya terkejut karena selama ini kau selalu mengelak setiap kali Yasha memintamu mendekati Teala secara pasti. Aku pikir kau tidak memiliki perasaan apa pun dengan Teala. Jadi, aku
Bab 6 Persoalan Rasa“Tea, kamu menyukai Jenandra, bukan?”Teala tersentak mendengar pertanyaan mamanya. Gadis itu menatap wajah perempuan paruh baya di depannya tersebut dengan pandangan penuh tanya.“Sayang, kalau kamu lupa, seumur hidup kamu, Mama selalu bersamamu. Mama tahu apa yang kamu suka dan tidak suka. Apa yang kamu rasakan dan apa yang sebenarnya kamu pilih. Tatapan mata yang kamu berikan pada Jenandra jelas berbeda dengan tatapan yang kamu berikan pada Marvin. Mungkin orang lain tidak paham, tapi Mama sangat tahu,” jelas Safa.“Mama, aku memang menyukai Jenandra, tapi tidak pernah ada sedikit pun pikiran untuk merebutnya. Aku juga sudah merancang kedepannya nanti. Setelah pernikahan mereka, aku akan menjauh karena dengan begitu, aku yakin aku bisa melupakannya. Walaupun butuh waktu yang tidak sebentar, aku yakin aku bisa melepaskannya,” jujur Teala.“Nak, kenapa kamu selalu mend
Bab 7 Tentang Perasaan Kita“Tea, kamu sangat cantik.”Teala mendongak mendengar ucapan Marvin. Keduanya sempat saling bertatapan sebentar sebelum Teala akhirnya tertawa kecil.“Terima kasih pujiannya, Tuan Marvin.”Marvin ikut tertawa kecil. Padahal pria itu serius mengatakannya namun Teala menganggapnya sebagai candaan.“Besok jemput aku, ya?” pinta Teala.“Tentu saja. Mana mungkin aku meninggalkan modelku sendirian. Kalau ada yang menculikmu bagaimana? Aku bisa rugi karena harus mencari model pengganti dan sudah pasti harus kena amuk pemilik butik,” jawab Marvin yang membuat Teala berdecih.“Ujung-ujungnya uang juga.”“Tentu saja. Hidup ini sebagian besar dikendalikan oleh uang, Tea. Nomor dua baru cinta. Kita tidak bisa menyangkal bahwa seseorang akan mudah tertarik diberi uang dibanding ditawari cinta. Seorang pria akan mudah diterima lamara
Bab 8 I Know Your Feeling“Maaf, Marvin.”Teala masuk ke dalam kamarnya kemudian merebahkan diri. Menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong, sementara isi kepalanya berjalan-jalan entah ke mana.Teala tahu bahwa Marvin menyukainya atau mungkin mencintainya, tapi gadis itu tidak bisa. Perasaannya kepada Marvin tidak pernah lebih dari sekadar perasaan antar sahabat. Baginya, Marvin adalah sahabat terbaik yang ia punya dan itu cukup. Teala tidak pernah bisa mencintai Marvin lebih dari itu.Perlakuan, tatapan mata, hingga bagaimana Marvin selalu ada di sisinya seringkali membuat Teala merasakan rasa bersalah teramat besar. Hatinya bagai dihantam tiap melihat senyum tulus dari pria itu.Menghela napas panjang, Teala memilih mencuci wajah dan segera beristirahat karena besok ia harus mulai bekerja. Namun, saat gadis itu hendak naik ke tempat tidur, ketukkan pada pintu kamarnya membuat Teala urung mengistirahatkan
Teala berpamitan kepada mama dan kakaknya sebelum masuk ke dalam kendaraan roda empat milik Marvin yang sudah terparkir di depan gerbang rumahnya. Gadis itu menyapa Marvin sebentar sebelum memakai sabuk pengaman dan mereka segera menuju tempat pemotretan.Begitu sampai di tempat, Teala dengan cekatan menyapa beberapa staf yang bekerja sebelum berganti pakaian. Gadis itu dengan cepat menjadi dekat dengan tim Marvin karena keramahannya. Ia mulai melaksanakan pemotretan setelah selesai dirias.Banyak yang mengagumi kecantikan Teala dan bagaimana gadis itu memberikan banyak referensi gaya yang tidak monoton namun tetap berkelas, sehingga produk yang dibawakannya tetap muncul dan menjadi titik pusatnya.Gadis itu memberikan pose maksimal hingga pemotretan tersebut berlangsung dengan lancar dan cepat.Setelah jam makan siang tiba, Teala menyampaikan kepada Marvin bahwa dia yang akan membawa makan siang. Gadis itu sudah mempersiapkannya kemarin dengan meminta to
“Kamu baik-baik saja?”Teala mengangguk kecil, kemudian mendekat pada Jenandra.“Ada apa? Kenapa sampai menyusulku kemari?” heran Teala.“Mama menyuruhku untuk memanggilmu karena kamu cukup lama berada di kamar,” jawab Jenandra.Teala mengangguk dan segera mengambil ponselnya dari atas nakas, lantas mengajak Jenandra untuk turun dan bergabung bersama yang lain. Namun, belum sempat menuruni tangga, Jenandra lebih dulu menahan lengan gadis itu, membuat Teala menatapnya dengan kening berkerut heran.“Kalau ada sesuatu yang mengganggumu, kamu boleh bercerita denganku,” ucap Jenandra.Mendengarnya membuat Teala tersenyum. Senyum yang begitu tulus dan manis. Gadis itu mengangguk kecil, menatap Jenandra dengan mata teduhnya. “Terima kasih kakak ipar. Kak Yasha begitu beruntung mendapatkanmu,” ujarnya.Keduanya bergabung dengan Safa dan Yasha yang tampak sibuk mengobrol di depan tele
Teala mendongak saat mendengar pintu ruangannya dibuka. Ia tersenyum menatap Jenandra, membiarkan pria itu memeluk dan mengusap kepalanya.“Sudah selesai? Ayo pulang,” ucap Jenandra tanpa menghentikan usapan di kepalanya.“Lima menit, oke?” jawab Teala dan dianggukki Jenandra. Pria itu duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut, menunggu Teala menyelesaikan pekerjaannya. Ia menatap wajah serius istrinya yang sesekali mengerucutkan bibir dan menautkan dua alisnya. Teala tampak lucu dan menggemaskan hingga membuat kedua sudut bibir Jenandra terangkat naik.Jenandra baru menyadari bahwa Teala memiliki daya tarik luar biasa. Wanita itu bahkan bisa membuat Jenandra tersenyum meski tidak melakukan apapun.Terlalu sibuk memperhatikan istrinya, Jenandra tidak sadar jika Teala sudah menyelesaikan pekerjaannya dan searang menatap ke arahnya dengan tatapan bingung. Baru setelah wanita itu menepuk pundaknya pelan
Teala sedang sibuk mencatat laporan keuangan ketika tiba-tiba pintu ruangannya diketuk, menampilkan seorang pegawai yang mengatakan bahwa dirinya kedatangan tamu. Meski sedikit bingung dengan tamu yang tidak ada janji dengannya sebelumnya, Teala tetap melangkah keluar dengan hati-hati, mencoba mencaritahu siapa yang datang menemuinya.Saat melihat Marvin duduk sambil menunggu pesanan, Teala mengembangkan senyumnya, menghampiri pria itu.“Aku pikir, aku kedatangan tamu dari negara lain, ternyata tetangga lain,” kekeh Teala yang dibalas tawa kecil oleh Marvin.“Bagaimana kabarmu? Sejak projek terakhir kita, aku tidak tau kabarmu. Kamu baik-baik saja, kan?” tanya Marvin.“Aku baik, sangat baik. Bagaimana denganmu? Apa kamu baik-baik saja?” Teala balas bertanya.Marvin tersenyum kecil sambil mengangguk. Ia ingin dengan lantang mengatakan kalau dirinya sangat merindukan Teala, kalau diri
Yasha menatap bangunan di depannya dengan tatapan datar. Tiga bulan lebih dia meninggalkan rumah itu, Yasha pikir tidak ada yang berubah dari rumah itu.Melangkahkan kaki masuk, Yasha menatap ke sekeliling ruangan. Seharusnya, sang ibu sedang memasak di jam segini, tapi dapur terlihat sepi da tidak ada tanda-tanda ibunya berada di dapur. Melewati ruang tamu, Yasha naik ke lantai dua, membuka pintu kamar miliknya, menghirup aroma kamar yang masih tersisa bau parfum miliknya.Wanita itu meletakkan tas selempang miliknya kemudian duduk di pinggir kasur. Tangannya membuka nakas, mengambil figura berisi foto dirinya dan Jenandra di hari pertama mereka menjadi sepasang kekasih. Tanpa sadar senyum terpatri di wajah Yasha.Isi kepalanya kembali pada kenangan dirinya dan Jenandra saat melewati hari-hari bersama. Jika boleh jujur, Jenandra adalah pria yang baik dan mendekati sempurna untuk menjadi kekasih.Pria itu selalu ada di setia
Jenandra menunggu Yasha dengan wajah datar. Sesekali menyesap kopi pesanan miliknya, hingga Yasha duduk di depannya sambil tersenyum lebar. Wanita itu menatap Jenandra dengan pandangan berbinar menunggu Jenandra mengatakan maksudnya mengajak bertemu.“Berhenti mengganggu Teala,” ucap jenandra langsung pada intinya.“Apa maksudmu?” tanya Yasha sambil menautkan kedua alisnya bingung.“Aku sudah mengatakan padamu kalau aku sudah memilih Teala. Artinya aku mau kamu berhenti, berhenti mengejarku, berhenti mengganggu Teala, dan berhenti masuk ke dalam kehidupan kamu,” jawab Jenandra.Yasha mengepalkan tangan, menatap Jenandra kesal. Ia tidak terima diperlakukan demikian oleh pria di depannya. Harga dirinya serasa dijatuhkan. Ia bersumpah akan membalas Teala setelah ini. Wanita itu yang menjadi penyebab Jenandra mengabaikannya. Maka, tanpa mengucapkan apapun lagi, Yasha meninggalkan Jenandra.Jenandra yang melihat respon Yasha hanya mampu menghela napas panjang. Ia paham tidak akan mudah unt
Jenandra mengendarai mobilnya seperti orang kesetanan saat mendapat telepon dari Teala. Istrinya tampak kesakitan dan Jenandra diserang panik ketika telepon mati sepihak.Begitu sampai di rumah, Jenandra dibuat kesal karena pintu dikunci dari dalam. Membuka dengan terburu-buru, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk di lantai sambil bersandar meja. Matanya terpejam dengan tangan memegangi perutnya.“Tea, hei, ada apa?” tanya Jenandra, membuat Teala membuka mata. Wanita itu tidak menjawab, hanya menatap Jenandra. Maka, dengan cekatan, pria itu mengangkat tubuh Teala, membawanya ke rumah sakit.Jenandra menunggu dengan tidak sabar. Jantungnya seperti melorot ke perut melihat kondisi Teala. Saat dokter selesai memeriksa istrinya, Jenandra segera bertanya, mendengar penjelasan dokter dengan seksama, sementara istrinya masih istirahat.Teala mengalami keram dan ini sudah kedua kalinya sejak satu setengah bula
Teala sibuk mempersiapkan sarapan untuk Jenandra, hingga tidak menyadari bahwa pria itu sekarang berdiri di ujung tangga sambil memperhatikannya. Sejak kedatangan Yasha kemarin, Teala lebih banyak diam. Bahkan, wanita itu memilih tidur di kamar tamu, mengabaikan Jenandra.“Jenan, sarapannya sudah siap,” ucap Teala.Jenandra menatap Teala sebentar, wanita itu terlihat baik-baik saja, tapi Jenandra tau bahwa Teala hanya sedang menahan diri.Enggan merusak suasana, Jenandra memilih sarapan lebih dulu, membiarkan Teala sarapan dengan tenang. Sampai keduanya berhasil menyelesaikan sarapan mereka, Jenandra menawarkan diri membantu istrinya membersihkan bekas makanan keduanya. Baru setelahnya, Jenandra duduk di samping Teala. Ia menarik tangan Teala pelan kemudian mengusap punggung tangannya pelan.“Aku memilihmu, aku tidak ingin yang lain dan aku pastikan aku tidak akan menyesalinya,” ucap Jenandra sambil m
Ciuman keduanya semakin intens. Yasha memeluk leher Harvi dengan erat tanpa melepaskan tautan bibir keduanya sementara Harvi memeluk erat pinggang wanita itu. Keduanya saling melumat bibir masing-masing, Harvi membawa Yasha menuju salah satu kamar VIP yang ada di bar tersebut. Setelah mengunci pintu, tangan Harvi semakin berani mengusap tubuh Yasha.Tangan Harvi mulai membuka tali pada gaun wanita itu, sementara Yasha hanya mengeratkan pelukkannya, sesekali menarik rambut Harvi saat pria itu meremas pantatnya.Ketika Harvi berasil menanggalkan gaun Yasha, pria itu mulai melepas kemejanya, beralih mencium, meninggalkan tanda pada leher dan dada Yasha hingga wanita itu hanya mampu melenguh. Kepalanya mendongak saat tangan Harvi mulai bermain di selangkangan dan dadanya. Mereka saling menyentuh, membuat pendingin udara seolah tidak berfungsi di ruangan itu.Kening keduanya menyatu, dengan napas memburu, Harvi mengusap wajah Yasha penu
Yasha pulang menuu apartemennya dengan perasaan marah. Ia merasa direndahkan oleh Teala. Harga dirinya terasa diinjak-injak dan Yasha tidak suka. Teala merebut semua miliknya, ibunya, ayahnya, dan Jenandra. Ia ingin mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Yasha tidak suka kalah namun Teala mengalahkannya berkali-kali.“Arghhh!” teriak Yasha. Wanita itu melempar tas miliknya sembarangan. Napasnya memburu dengan kedua alis bertaut dalam. Yasha begitu marah, hingga buku-buku tangannya memutih akibat mengepalkan tangan terlalu erat.Sejak kecil, Yasha selalu banyak mengalah pada Teala. Jenandra menjadi satu-satunya hal yang tidak bisa Teala miliki saat wanita itu menginginkannya.Awalnya, Yasha memang tidak tertarik dengan Jenandra. Pria itu terlalu lugu, berbanding terbalik dengannya yang menyukai sesuatu yang mewah. Jenandra menyukai sesuatu yang sederhana. Tempat makan sederhana, liburan sederhana dengan berjalan-jalan ke pantai, atau menghabiskan waktu bersama pasangan
Teala berdiri perlahan, dibantu Jenandra yang sekarang menuntunnya menuju mobil mereka. Wanita itu tidak bicara lagi setelah semalam, selain kalimat permntaan kepada Jenandra agar tidak memberitahu ibunya terlebih dahulu entah tentang masalahnya sekarang atau masalah kakaknya.Teala ingin mereka menyelesaikan masalah ini bertiga tanpa melibatkan oranglain. Sebab, dari awal masalah ini muncul, mereka bertiga adalah pemerannya, tidak seharusnya melibatkan oranglain.Teala ingin bertemu dengan Yasha dan mendiskusikan segalanya bersama. Akan percuma jika hanya dirinya dan jenandra atau Jenandra dan yasha. Mereka bertiga harus bertemu bersamaan untuk menyelesaikannya. Meskipun, Jenandra sempat menolak, entah karena alasan apa, pria itu akhirnya menyetujui Yasha untuk datang ke rumah mereka hari ini.Maka, begitu Teala tiba di rumahnya, ia sudah melihat Yasha duduk di depan rumah mereka. Wanita itu tidak banyak berubah, selain wajah yang cukup tembam dibanding terakhir kali. Teala harap hal