Roda mobil Mercy berputar dengan terstrukur, mengantarkan Bintang dan Cinta ke rumahnya yang berlokasi di Buah Batu. Bintang duduk dengan begitu indah, matanya menatap ke arah jendela yang mewah. Ia terus memandang jalanan Bandung yang padat di pagi hari. Mobil berderet-deret seperti semut-semut yang berburu gula, dan pejalan kaki bagai kuman-kuman kecil yang mencari eksistensi kehidupan. Cinta terus terdiam, bungkam. Hatinya masih bertanya-tanya tentang misteri kehidupannya.
"Ta..., " Bintang membuka pembicaraan. Dia mencondongkan badannya ke arah Cinta, lalu tangan kekarnya menggenggam jemari Cinta yang rapuh. Rona merah memancar dari pipi Cinta yang mulai bersemi. Dengan lembut Cinta bertanya, "apa?"
Bintang menghela nafas panjang, Cinta mencium alunan nafasnya. Aroma mulutnya tercium seperti permen karet yang menyegarkan, namun apa yang diucapkan bibirnya jauh lebih menyegarkan hatinya. Sambil memelas Bintang berkata, "Ta, maafin Bunda gue, ya? "
"Gue dengar dari Bunda Laila katanya Bunda waktu semalam marah pisan sama lo."
Pertengkarannya dengan Bunda Saras kini sudah sampai di telinga anakya. Cinta tersenyum indah, dia begitu kagum dengan sosok Bintang yang mau minta maaf atas dosa Bunda nya. Tiba-tiba Bintang nyeletuk, "ini salah lo juga sih. Coba kalo lo gak nendang muka gue, pasti Bunda pasti gak akan semarah itu. "
Wait. Cinta semakin terheran. Sepertinya Bintang belum paham, dan dia gak mendengar berita yang sebenarnya : dimana Bunda Saras membenci Cinta karena dia anak kasta pembantu. Cinta melepas genggaman tangan Bintang, dia lalu tersenyum padanya. "Gak minta maaf pun, aku pasti maafin bundamu kok."
"Nah, bagus lah kalo gitu! " Bintang merasa lega karena Cinta telah memaafkannya. "Sekarang baiknya lo pulang ke kandang lo, dan minta maaf pada si Tante! "
Waktu melangkah lebih cepat, mobil Bintang sudah sampai dihalaman rumahnya, Cinta keluar dari mobil lalu menemui Tante Agartha yang sedang asyik ngopi di pagi hari. Sebelum menutup pintu, Bintang berkata, "bilangin ke Tante lo juga ya, maafin gue juga."
"Maaf? "
"Penuaan dini, " kata Bintang menjelaskan.
Cinta tersenyum kecil. Bintang dan Mang Jaka pun kembali melesat meninggal Cinta yang sudah sampai di istananya, sementara Cinta mencium tangan si nyonya dengan mesra.
***
Cinta memasuki kamar Bunda nya, ia membawa sebuah album biru berisi nostalgia masa kecil Sang Ibunda. Dari foto ultah, ribuan di Taman Mini, hingga festival sekolah, tak satu pun ia melihat foto Raja Zulkarnsen kala masih bocah. Ini aneh sekali.
"Ada apa Cinta?" Tante Agartha penasaran.
"Enggak tante. " Cinta merasa belum tepat tuk menjelaskannya. Sebuah kebenaran terkadang lebih menakutkan dari kecoa sekali pun — Cinta belum siap akan hal itu.
****
Di Minggu kelabu, Cinta kembali ke Taman Jomblo, tetapi sosok berandal yang diharapnya tak kunjung hadir di sana. Yang dia lihat hanyalah seorang lelaki kontet mirip kurcaci—berjambul tinggi, dengan gigi kelinci— yang berdiri di atas kursi kotak yang paling tinggi. Yang konon, tinggi kotak tempat duduk itu menunjukan sudah berapa lama ia menjomblo. Dan seandainya Si Cebol adalah kurcaci betulan, rasanya sudah ribuan tahun jadi jones.
"Siapakah dia? " Pikir Cinta. Jangan bilang Alwinn menciut gara-gara kebanyakan makan mecin. Sekilas gayanya seperti anak motor: sebuah jacket hitam berpadu dengan jeans merah muda. Kacamata bentuk cinta yang menghalangi pandangannya, menambah kesan imut lelaki cebol itu. Tangan mungilnya terus melambai-lambai ke arah Cinta, namun Cinta tak tangguh tuk menghampirinya.
"Ke sini Putri Cinta! Ke sini! " Si kurcaci berjingkrak-jingkrak lalu turun dari kursinya, ia mulai mengejar Cinta, Cinta langsung berlari ketakutan mencoba menghindarinya. Sebuah tangan besar nan gempal menahan lajunya. Badannya sebesar pesumo, namun kulitnya yang kuning, dan matanya yang belo membuatnya jadi mirip ore Shrek di film Disney. Gemas namun menyeramkan.
"Jangan takut, Bobo bukan pejabat. " Mungkin maksudnya penjahat. Bobo berkata, "Bobo ke sini disuruh menjemput nyonya Cinta. "
Tiba-tiba laki-laki bernama Bobo itu menunduk. Laksana seekor Gajah, Bobo meminta agar Cinta naik ke atas punggungnya yang tebal. Gadis mungil ikuti naik ke atasnya, tangannya berkalung pada leher Bobo, dan kereta Cinta pun langsung meluncur. Disampingnya, sang Kurcaci berjalan menemani Cinta yang penasaran.
"Kenalin, namaku Dian, Tuan Putri! " Lelaki cebol itu mengenalkan namanya. "Aku adalah ajudan dari tuan Alwinn." Nampak ramah walau rupanya sedikit sangar dan mirip beruk. Cinta berharap Dian bukan lah titisan boneka Chucky yang sering buatnya ngompol di celana pas kecil.
"Tuan Alwinn? " Cinta semakin tak paham, dengan keanehan sahabatnya itu. Ia tak percaya sosok Alwinn yang mantan tuan tawuran punya kroco seperti ini.
"Sudah sampai! " Bobo mendadak berhenti. Dia berhenti di sebuah gudang tua ya g terletak di pinggir kebun. "Kita sudah sampai, wahi nona Cinta. " kata Bobo.
Sebuah gudang di sisi kebun jadi tempat pertemuan rahasia. Cnta turun dari "kudanya" lalu masuk ke dalam gudang kumuh itu. Dia bertanya-tanya ada mahluk seperti apa di dalam sana.
***
Di ruang yang gelap Cinta duduk dihadapan Alwinn, tepat di atas kursi putih di belakang meja bundar yang terletak didepannya. Mereka saling berhadap-hadapan. Gayanya begitu formal : sebuah jasa berwarna pinky, dengan dasi kuning yang shining. Sepatu bootnya mirip sepatu mafia di film-film barat. "Jangan-jangan dia mafia? " Pikir Cinta.
Alwinn meletakan sebuah koper besar berwarna emas yang sedari tadi digenggamnya, Cinta penasaran dengan isinya. Kala dibuka ternyata isinya adalah sebuah kertas perjanjian berwarna putih polos, sehelai bulu merak berwarna biru laut, dan sebuah cincin perak berbentuk cinta.
"Jadi, apakah anda sudah siap menjalin kontrak?" Sang Berandal bertanya pada Cinta.
"Ada tiga buah syarat yang tak boleh dilanggar, " Ia semakin serius. "Syarat pertama, kamu tak boleh mengganti target pasanganmu. Siapa sosok yang hendak kau taklukan? "
"Bintang Alexander Zulkarnsen."
"Pilihan yang bagus, " sahut Alwinn.
"Syarat yang kedua, kamu tak boleh berkata tidak, apapun situasinya! " Kini Dian yang menerangkan. "Seandainya dilanggar kamu harus membayar sebesar 'berat dosa' yang kamu tanggung. "
"Yang ketiga —ini yang paling fatal— kamu tak boleh jatuh Cinta pada mentor kamu, " ucap Dian dengan lantang. "Seandainya kamu melanggar, kamu harus bayar denda sebesar satu... "
"Sepuluh ribu? " Cinta menyepelekan.
Dian menggeleng.
"Satu juta? Itu mah gampang! " kata Cinta.
Kini, Bobo yang menggelengkan kepalanya.
"Satu milyar rupiah, " ucap Alwinn dengan lantang. "Itulah hukumannya apabila engkau jatuh Cinta padaku." Ia tersenyum licik ke arah Cinta.
Glek, Cinta menelan ludahnya.
"Tanda tangan di sini jika kamu setuju dengan kontrak. " Dengan santai Alwinn menyodorkan bulu, dan kertas perjanjian pada Cinta. Cinta mulai memegang bulu itu. Ada sedikit kebimbangan dalam dirinya. Melihat tekadnya yang belum bulat, Sang Berandal berkata, "robek saja kertas ini dan pulang ke rumah, seandainya kamu tak sanggup mengikat kontrak!"
"Ok." Tanpa ragu Cinta langsung menandatanganinya, dan kontrak pun selesai dibuat. Mereka berjabat tangan, dan Bobo merekam dengan kamera, sebagai bukti perjanjian telah dibuat.
Trak! Alwinn memasukan berkas kembali ke koper, lalu menutupnya perlahan. Ia berjalan ke arah dua anak buahnya, lalu membuka pintu gudang dengan menendangnya. "Sekarang pulang lah ke rumah, kontrak telah berhasil."
Cinta tersenyum lega, dia berjalan sambil memusungkan dada, wajahnya tersenyum cerah menatap masa depan indah yang menantikannya.
*****
Dua minggu kemudian.
Gadis mungil dengan dagu terbelah berjalan dengan begitu indah, rambut hitamnya yang sebahu kini tersisir rapi dan berkilau terang di bawah naungan mentari.Bibir tipisnya yang dilukis lipstik merah muda nampak begitu manis nan menggoda. Penampilannya begitu pas, sesuai usianya. Jaketnya begitu fit dengan tanktop hitam dengan tulisan "I Love Cinta" dibagian depannya. Gadis kutu buku, kini menjelma menjadi wanita cantik bertubuh atletis.
Bidadari Oon baru keluar dari sarangnya, mereka nampak oon seperti biasanya. Hanya saja kini ada bekas luka di pelipis Laura yang membuatnya sedikit badass. Mereka terbelalak kala Cinta mulai menyapanya.
"Selamat pagi 'majikanku', senang bisa bertemu kembali denganmu," ucap Cinta dengan ramah.
"Lo, siapa ya?" tanya Kinan.
"Cinta?" Mulut Utari terbuka lebar, seolah tak percaya dengan sosok ajaib yang dilihatnya sekarang. Laura hanya bengong melompong kala melihat Cinta yang berubah total. Cinta yang mereka kenal adalah gadis mungil berpipi bapau, dengan kacamata tebal, dan sejuta jerawat menempel diwajahnya, tetapi Cinta yang sekarang bak pragawati muda dengan dandanan berkelas.
"CINTA, ELO OPLAS DI MANA? " Kinan begitu shock melihat budaknya tampil lebih stylish darinya. Walau tak menggendong tas Chanel, atau kaos Supreme, tapi perpaduan warnanya begitu selaras dan cadas.
"Gueh oplas di planet Mars! " sahutnya sambil menaikan dagunya, ia berjalan lurus mengacuhkan tiga orang yang kini hanyalah sejarah baginya. Di mata Cinta era perbudakan telah berakhir, dan hari ini adalah era di mana dia berburu cinta sejatinya : Bintang.
Dan kisah ini bermulanya dua minggu yang lalu kala Cinta masih polos-polosnya...
Demi Sang Bintang, Cinta memulai les tambahan setiap harinya. Di kala mahasiswa lain sudah pulang, Cinta duduk manis di ruangan kampus menunggu kelas Cinta di mulai. Jika kelas pagi itu asupan logika, maka kelas sore adalah pelajaran seni. Seni mencintai diri sendiri dan tentu saja : Bintang.Disebelahnya ada dua kroco-kroco Sang Berandal : Dian Cebol dan Bobo Gembul. Laksana seekor beruang Bobo tidur lelap di atas kursinya, setelah menyantap hampir satu lo yang pizza. Satu Slice masih tersisa di pangkuannya tapi tiada yang berani mengambilnya. Dian terus menatap Cinta dengan tatapan aneh. Seolah-olah dirinya lukisan Mona Lisa yang eksentrik."Kenapa sih, Ian?"Dian menggaruk-garuk janggut pendeknya lalu menggeleng-geleng kan kepala mungilnya, seolah tak percaya bahwa gadis secantik
"Kalo tahu plat nomornya, kenapa gak lapor ke polisi aja?" Sebuah pertanyaan masuk akal dari Cinta yang sedang hilang akal.Semesta sedang melakukan konspirasi bagi kehidupan Cinta. Bagaimana mungkin sosok Bintang yang teramat dicintainya adalah sosok buas yang menabrak ibu kandungnya hingga sekarat— sampai koma tujuh tahun. Seandainya betulan, pupus sudah kisah cintanya. Usia Cinta dan Bintang terpaut lima tahun. Saat Cinta masih dua belas, Bintang sudah tujuh belas. Sudah cukup umur teruntuk anak orang kaya membawa Mercy ke sekolahnya."Percuma Ta," ungkap Tante Agartha. "Hukum tak melihat siapa yang benar, tapi siapa yang berduit. Nilai dari manusia sudah bukan seberapa jujur mereka, tapi seberapa kaya hartanya."Cinta terdiam. Sabda
Cinta bicara dengan tegas, "aku akan ikut kontrak ini sampai selesai. Mencintai atau menghancurkan Bintang, itu urusan belakangan." "Bagus!" Alwinn mengacungkan dua jempolnya. "Sekarang ikuti perintahku!" "Kemana?" Alwinn hanya tersenyum ke arah Cinta. **** Gelap. Cinta penasaran kemana kah gerangan dia kan dibawa? Tangannya diikat, dan matanya ditutup blind fold, lalu yang paling mengherankan adalah bau pekat aroma mawar dan melati yang menusuk .Cinta curiga dirinya sedang di prank.
DELETE THIS BAB, DOUBLE BAB. THANK U 1000 dollars adalah hal yang kecil bagi Alexia Zulkarnsen yang digaji 5000 dollars sekali manggung, tapi dimata Cinta itu adalah gaji part-time nya selama setahun penuh. Ibarat ngasih pupuk sapi, dia memberinya pada Cinta secara cuma-cuma. "Gila tuh si Alexia, ngasih duit udah kayak ngasih permen sajah." Bathin Cinta menjerit melihatnya. "Kita belinya di Tanah Abang aja ya? Murah, sama bagus-bagus lagi." Merendah adalah cara Cinta menghargai kawannya, tapi di mata Alexia itu sebuah penghinaan. Alexia mengeluarkan segepok dollar dihadapan Cinta, tangan Cinta yang mungil gemetaran melihatnya. "Habiskan uang ini sekarang, nanti aku tambah lagi uangnya." Ngomongin duit sudah kayak ngomongin remahan gorengan. Begitulah orang tajir.
"Ta, lo gak kesambet kan?" Sebuah kata-kata dari seorang Bintang pada Cinta — yang telah matian-matian tampil cantik didepannya. Bintang hanya fokus pada layar handphonenya yang melihat grafik-grafik forex yang tidak menarik.Gaun indahnya diganti dengan sebuah kaos polos bergambar "I love banana" dibagikan dada. Seolah-olah dirinya hanyalah seekor monyet yang berharap kesempurnaan Cinta dari seekor manusia. Cinta merasa salah ketika terlahir dari kata yang salah."Lo, bisa pulang sendiri kan?" Sebuah kata-kata dari lelaki jantan yang telah menyakiti hatinya dengan kata-kata yang menyayat. Serba salah memang kalau jatuh hati dengan manusia good looking.
Cinta menyeka air matanya, "Winn, aku gagal ngedate dengan Bintang." Cinta menghela nafas, mencoba menenangkan jiwanya, "aku kayaknya udah gagal deh. Imej ku udah buruk banget."Kata-kata nya seolah dirinya telah maling ayam bahkan korupsi ber miliyar-miliyar."Jadi kamu tak menyerah buat dapetin Bintang?" Alexia menaikan sebelah alisnya, bibirnya ditarik ke samping. Dia begitu asyik rebahan sambil menyilangkan kaki. "Baguslah artinya kamu masih waras!""Mustahil!" jawab Cinta.Misteri melingkupi Cinta. "Must
Alexia Zulkarnsen adalah wanita yang liar bagai kuda, dan Bintang Zulkarnsen adalah sang singa yang congkak — dirinyalah yang paling gagah dan berkuasa. Rumahnya adalah istananya. Setelah dikubur penat, ini waktu Sang Bintang tuk istirahat.Di mata Bintang tengah malam bukanlah waktu yang tepat tuk berdansa dengan gadis secantik Cinderella, dimatanya itulah waktu terbaik tuk memanjakan dirinya, dan berdansa dengan alunan kehidupan yang seringnya—karena uang— berpijak padanya. Setelah asyik menenggelamkan tubuh kekarnya dalam hothbtub , Bintang mengangkat tubuhnya lalu pergi kitchen tuk memanjakan lidahnya yang keram."Mang Jaka, keluarkan lah 'pusaka' milikku!" Bintang menengadahkan tangannya. Memohon dengan manja.Mang Jaka ya
Dia adalah pedansa handal, bukan sekedar penguasa yang berkuasa di dunia. Tongkat panjangnya telah menembus dan menaklukan gadis-gadis cantik di penjuru kota London, Amsterdam hingga Frankfurt. Hanya saja dimata Pudjiastuti, Tuan Zulkarnsen hanyalah remahan rempeyek. Dasar gadis desa yang tak tahu citarasa lelaki berkelas. Kini, fotonya terekam — terlampar dalam sebuah bingkai yang tersimpan dalam gudang. Di atas koran bekas, dimana yang berkuasa sudah kadaluwarsa.Tuan Zulkarnsen duduk diatas kursi goyang, diayunkan oleh dewi-dewi angin yang menghantarkan kerinduan. Sementara di rumah sakit Pudjiastuti masih terpejam. Entah kapan dia bangun, entah siapa yang dia mimpikan, tapi sekarang nyonya tua itulah yang paling dirindukan oleh ayahnya Bintang.Karma oh karma. Sekarang Cinta lah yang menggilai Bintang, dan
Dia adalah pedansa handal, bukan sekedar penguasa yang berkuasa di dunia. Tongkat panjangnya telah menembus dan menaklukan gadis-gadis cantik di penjuru kota London, Amsterdam hingga Frankfurt. Hanya saja dimata Pudjiastuti, Tuan Zulkarnsen hanyalah remahan rempeyek. Dasar gadis desa yang tak tahu citarasa lelaki berkelas. Kini, fotonya terekam — terlampar dalam sebuah bingkai yang tersimpan dalam gudang. Di atas koran bekas, dimana yang berkuasa sudah kadaluwarsa.Tuan Zulkarnsen duduk diatas kursi goyang, diayunkan oleh dewi-dewi angin yang menghantarkan kerinduan. Sementara di rumah sakit Pudjiastuti masih terpejam. Entah kapan dia bangun, entah siapa yang dia mimpikan, tapi sekarang nyonya tua itulah yang paling dirindukan oleh ayahnya Bintang.Karma oh karma. Sekarang Cinta lah yang menggilai Bintang, dan
Alexia Zulkarnsen adalah wanita yang liar bagai kuda, dan Bintang Zulkarnsen adalah sang singa yang congkak — dirinyalah yang paling gagah dan berkuasa. Rumahnya adalah istananya. Setelah dikubur penat, ini waktu Sang Bintang tuk istirahat.Di mata Bintang tengah malam bukanlah waktu yang tepat tuk berdansa dengan gadis secantik Cinderella, dimatanya itulah waktu terbaik tuk memanjakan dirinya, dan berdansa dengan alunan kehidupan yang seringnya—karena uang— berpijak padanya. Setelah asyik menenggelamkan tubuh kekarnya dalam hothbtub , Bintang mengangkat tubuhnya lalu pergi kitchen tuk memanjakan lidahnya yang keram."Mang Jaka, keluarkan lah 'pusaka' milikku!" Bintang menengadahkan tangannya. Memohon dengan manja.Mang Jaka ya
Cinta menyeka air matanya, "Winn, aku gagal ngedate dengan Bintang." Cinta menghela nafas, mencoba menenangkan jiwanya, "aku kayaknya udah gagal deh. Imej ku udah buruk banget."Kata-kata nya seolah dirinya telah maling ayam bahkan korupsi ber miliyar-miliyar."Jadi kamu tak menyerah buat dapetin Bintang?" Alexia menaikan sebelah alisnya, bibirnya ditarik ke samping. Dia begitu asyik rebahan sambil menyilangkan kaki. "Baguslah artinya kamu masih waras!""Mustahil!" jawab Cinta.Misteri melingkupi Cinta. "Must
"Ta, lo gak kesambet kan?" Sebuah kata-kata dari seorang Bintang pada Cinta — yang telah matian-matian tampil cantik didepannya. Bintang hanya fokus pada layar handphonenya yang melihat grafik-grafik forex yang tidak menarik.Gaun indahnya diganti dengan sebuah kaos polos bergambar "I love banana" dibagikan dada. Seolah-olah dirinya hanyalah seekor monyet yang berharap kesempurnaan Cinta dari seekor manusia. Cinta merasa salah ketika terlahir dari kata yang salah."Lo, bisa pulang sendiri kan?" Sebuah kata-kata dari lelaki jantan yang telah menyakiti hatinya dengan kata-kata yang menyayat. Serba salah memang kalau jatuh hati dengan manusia good looking.
DELETE THIS BAB, DOUBLE BAB. THANK U 1000 dollars adalah hal yang kecil bagi Alexia Zulkarnsen yang digaji 5000 dollars sekali manggung, tapi dimata Cinta itu adalah gaji part-time nya selama setahun penuh. Ibarat ngasih pupuk sapi, dia memberinya pada Cinta secara cuma-cuma. "Gila tuh si Alexia, ngasih duit udah kayak ngasih permen sajah." Bathin Cinta menjerit melihatnya. "Kita belinya di Tanah Abang aja ya? Murah, sama bagus-bagus lagi." Merendah adalah cara Cinta menghargai kawannya, tapi di mata Alexia itu sebuah penghinaan. Alexia mengeluarkan segepok dollar dihadapan Cinta, tangan Cinta yang mungil gemetaran melihatnya. "Habiskan uang ini sekarang, nanti aku tambah lagi uangnya." Ngomongin duit sudah kayak ngomongin remahan gorengan. Begitulah orang tajir.
Cinta bicara dengan tegas, "aku akan ikut kontrak ini sampai selesai. Mencintai atau menghancurkan Bintang, itu urusan belakangan." "Bagus!" Alwinn mengacungkan dua jempolnya. "Sekarang ikuti perintahku!" "Kemana?" Alwinn hanya tersenyum ke arah Cinta. **** Gelap. Cinta penasaran kemana kah gerangan dia kan dibawa? Tangannya diikat, dan matanya ditutup blind fold, lalu yang paling mengherankan adalah bau pekat aroma mawar dan melati yang menusuk .Cinta curiga dirinya sedang di prank.
"Kalo tahu plat nomornya, kenapa gak lapor ke polisi aja?" Sebuah pertanyaan masuk akal dari Cinta yang sedang hilang akal.Semesta sedang melakukan konspirasi bagi kehidupan Cinta. Bagaimana mungkin sosok Bintang yang teramat dicintainya adalah sosok buas yang menabrak ibu kandungnya hingga sekarat— sampai koma tujuh tahun. Seandainya betulan, pupus sudah kisah cintanya. Usia Cinta dan Bintang terpaut lima tahun. Saat Cinta masih dua belas, Bintang sudah tujuh belas. Sudah cukup umur teruntuk anak orang kaya membawa Mercy ke sekolahnya."Percuma Ta," ungkap Tante Agartha. "Hukum tak melihat siapa yang benar, tapi siapa yang berduit. Nilai dari manusia sudah bukan seberapa jujur mereka, tapi seberapa kaya hartanya."Cinta terdiam. Sabda
Demi Sang Bintang, Cinta memulai les tambahan setiap harinya. Di kala mahasiswa lain sudah pulang, Cinta duduk manis di ruangan kampus menunggu kelas Cinta di mulai. Jika kelas pagi itu asupan logika, maka kelas sore adalah pelajaran seni. Seni mencintai diri sendiri dan tentu saja : Bintang.Disebelahnya ada dua kroco-kroco Sang Berandal : Dian Cebol dan Bobo Gembul. Laksana seekor beruang Bobo tidur lelap di atas kursinya, setelah menyantap hampir satu lo yang pizza. Satu Slice masih tersisa di pangkuannya tapi tiada yang berani mengambilnya. Dian terus menatap Cinta dengan tatapan aneh. Seolah-olah dirinya lukisan Mona Lisa yang eksentrik."Kenapa sih, Ian?"Dian menggaruk-garuk janggut pendeknya lalu menggeleng-geleng kan kepala mungilnya, seolah tak percaya bahwa gadis secantik
Roda mobil Mercy berputar dengan terstrukur, mengantarkan Bintang dan Cinta ke rumahnya yang berlokasi di Buah Batu. Bintang duduk dengan begitu indah, matanya menatap ke arah jendela yang mewah. Ia terus memandang jalanan Bandung yang padat di pagi hari. Mobil berderet-deret seperti semut-semut yang berburu gula, dan pejalan kaki bagai kuman-kuman kecil yang mencari eksistensi kehidupan. Cinta terus terdiam, bungkam. Hatinya masih bertanya-tanya tentang misteri kehidupannya."Ta..., " Bintang membuka pembicaraan. Dia mencondongkan badannya ke arah Cinta, lalu tangan kekarnya menggenggam jemari Cinta yang rapuh. Rona merah memancar dari pipi Cinta yang mulai bersemi. Dengan lembut Cinta bertanya, "apa?"Bintang menghela nafas panjang, Cinta mencium alunan nafasnya. Aroma mu