Malam Minggu yang malang. Di bawah kilau gemintang, Cinta duduk sendiri di Taman Jomblo. Kelopak matanya yang indah menatap bintang-bintang yang terlalu jauh baginya, terhalang oleh besarnya Jembatan Pasupati. Tubuhnya berayun ke depan dan ke belakang, terus, terus, dan terus diayunkan oleh ujian kehidupan. Titik-titik hujan turun berjatuhan semakin menghujam jiwanya yang sedang bimbang.
"Selamat malam nona manis, ada yang bisa saya bantu? " Sang Berandal muncul di depannya, mencoba menghapus sepinya. Cinta yang muram mulai tersenyum teduh. Sebuah payung berwarna ungu melindunginya dari tamparan-tamparan hujan yang semakin deras.
"Jangan melamun sendiri, nanti kamu kesurupan. " Alwinn mengacak rambut lusuh Cinta hingga berantakan. Sepotong coklat ia luncurkan dari saku kemejanya. "Biar tambah manis, cobain deh coklat ini Ta." Sebuah coklat rasa hazzle nut kasta atas begitu berkilau dihadapannya. "Kuambil langsung dari Willy Wonka! "
"Gak mau ah, takut gendut," jawaban Cinta begitu datar. Alwinn merasakan getaran mistis dalam jiwa Cinta. Seumur hidupnya Cinta tak pernah menolak coklat — kecuali saat dia sedang dihantam masalah. "Jangan bilang kamu kena mental gara-gara dihujat netizen Indonesia?"
"Bukan itu masalahnya Winn! " Cinta mulai menggerutu. Bola matanya melirik ke samping, dan ia pun bertanya, "Winn, kontrak cinta yang kau buat masih berlaku kan? "
Ia menunjukan kartu nama Sang Berandal yang nyeleneh.
Alwinn mengangguk. Cinta yang mendadak bicara soal kontrak buat Sang Berandal terheran-heran. "Ta, kamu gak mabuk amer lagi kan? " Ia begitu was-was, takut kawannya kecanduan.
Cinta menggeleng. "Enggaklah. Tetapi ada sesuatu yang buatku benar-benar ingin mendapatkan Bintang... "
"Ceritakan padaku Ta, " Sang Berandal menatap Cinta dengan dalam, dan Cinta pun mulai bercerita. Di Taman Jomblo, dua pasang jomblo sedang berbagi kisah, di atas kotak warna-warni mereka mulai bercakap tentang warna-warna kehidupan.
*****
Sehari sebelumnya
Bintang menghilang ditelan malam. Lolongan serigala buas tak terasa mencekam dibandingkan pelecahan kasta yang dilakukan Bunda Saraswati pada Cinta. Seandainya dia bukanlah Bunda dari sosok Bintang yang dicintainya tentu saja Cinta tak ragu menendang wajahnya —dengan sadar.
"Maaf Tan, bukannya aku teh lancang, tetapi Cinta hanyalah temannya Bintang, bukan siapa-siapa."
"Tak usah lah kamu bersandiwara dihadapanku! " dengan judes ia berkata. Bunda Saraswati mulai menyedihkan segelas anggur lalu meminumnya dengan elegan. "Kau pikir siapa aku ini? Aku Bunda Ratu Saraswati, ibunda Bintang Zulkarnsen. Batinku terkoneksi dengannya. Apa yang dia suka, pasti Bunda bisa merasakannya. "
Cinta tak bisa membantah, jam dinding yang terus berdetak seolah-olah tergelak menertawakannya yang tak bisa melawan kala harga dirinya dicacimaki.
Bunda tertawa geli. "Kukira gadis ini, wanita special dari salah satu konglomerat kampung yang jadi kawanmu, ternyata dia hanyalah gadis dari kasta rendah," Bunda Saraswati memalingkan wajahnya dari suaminya, dia lalu mulai menjauh. Dengan nada yang keras ia berkata, "jangan bilang kamu mau menjodohkan Bintang dengan gadis ini?" Langkahnya terhenti sejenak. "Aku tak akan merestui nya, apalagi dia anak Pudjiastuti."
Cinta semakin tak paham. Memangnya apa yang salah dengan ibundanya? Cinta tahu sedikit tentang sepotong kisah tentang sejarah bundanya, tapi tak pernah sekalipun nama Raja Zulkarnsen disebut olehnya. Kehadirannya seperti sosok misterius di film-film detektif klasik.
Bunda Saraswati mengibas-ibaskan tangannya, seolah-olah ia gerah kepanasan. Dengan centilnya ia berkata, "duh, gerah sekali aku di sini. Daripada harus seatap dengan anak 'Astuti' mending aku shopping ke mall happy-happy! " kakinya melangkah begitu cepat. Bunda keluar dari rumahnya lalu dia naik Ferrari ungu miliknya, meninggalkan Cinta dengan segudang rasa penasarannya.
"Dek Cinta, maafin ibu ya. " Raja Zulkarnsen memohon pada Cinta, anak kemarin sore yang telah menendang anaknya. Ia lalu tertawa lalu berkata, "biasa si Bunda mah, kalo lagi PMS ngomongnya suka ngelantur."
Sungguh, tindakan Bu Saras adalah sebuah kasta shaming. Seandainya dia berasal dari kasta sepertinya, mudah bagi Cinta memenjarakannya. Sosok Bunda Saraswati adalah wanita socialita ganas dengan pengacara kelas atas.
Cari mati jika ia macam-macam dengannya.
Raja Zulkarnsen melihat ke arah jam Rolex putih yang melingkar ditangannya, waktu telah menunjukan pukul 12 malam. Seandainya Cinta adalah Cinderella, dia sudah kembali jadi dirinya yang biasa : gadis kasta pembantu yang tak pernah berdandan.
"Hari sudah malam, alangkah baiknya kamu menginap saja di sini Cinta, " pinta Raja Zulkarnsen pada gadis malang itu.
"Saya pulang saja Pak, gak enak sama Bunda Saras..., " Cinta menolak permintaannya. Raja tak peduli, ia tetap memaksa. "Silahkan kamu pulang sendiri, jalan kaki. Kalo ada anjing liar atau begal di jalan, Bapak takkan bertanggung jawab denganmu. " Dengan penuh penekanan ia bilang, "walau kau terpotong-potong sekalipun."
Cinta tak punya pilihan selain menuruti sabdanya. Raja meminta pelayan bernama Bu Leha membawa Cinta ke kamarnya. Seperti seekor anjing, Cinta bergerak mengikuti arahnya.
"Silahkan masuk nyonya. Memang kecil tapi cukup lah untuk bermalam, " kata Bu Leha.
Cinta memasuki kamarnya dengan mulut yang menganga. Dia bertanya, "jika kecilnya saja sebesar ini, bagaimana besarnya? "
Kamarnya mirip sebuah kamar presidental suite. Yang kalo nyewa di hotel bintang tujuh, harganya bisa ratusan juta semalam. Cinta melepas high heels nya, dan dia terjun bebas ke atas ranjangnya. Tubuhnya terpantul dengan begitu nyaman, serasa menghempaskan tubuh di taman bunga Surgawi. Aroma therapy yang merasuk ke hidungnya buat Cinta enggan beranjak dari kasurnya. Sambil terkekeh ia berkata, "tahu begini, nginap seribu satu malam pun, aku bakalan sanggup!"
Yang menarik bukan lah lantainya yang terbuat dari marmer, lampunya yang elegan dan cantik, tetapi sebuah foto berbingkai di atas meja. Sebuah foto Raja Zulkarnsen kala muda yang berfoto dengan dua gadis cantik. Dan yang menarik adalah sosok yang sedang dirangkul Raja adalah ibundanya saat masih kecil. Satu lagi yang menarik perhatiannya, kalung liontin berwarna biru dengan mahkota ditengahnya, adalah kalung yang selalu dipakai ibu Pudjiastuti sepanjang hayatnya.
"Mamah? Sejak kapan dia kenal Raja Zulkarnsen?" Sungguh, kehadirannya di rumah ini semakin menambah teka-teki dalam hidupnya. Eksistensi Cinta sebagai gadis dari kasta pembantu semakin dipertanyakan.
*****
Sang Surya kembali menyingsing, Bintang telah kembali ke rumahnya. Cinta makan bersama dengan Zulkarnsen, menunya begitu lengkap : empat sehat lima sempurna. Buah-buah nan segar tergeletak di atas keranjang, dan sebuah susu murni tersaji dalam gelas tinggi nan cantik. Sebuah steak hangat jadi menu buat sarapan. Aneh sekali keluarga ini.
"Bintang, semalam kamu kemana? " bisik Cinta pada Bintang yang duduk di sampingnya. Ia begitu cemas dengan Bintang yang mendadak menghilang. Bintang tersenyum padanya, dia mulai berbisik, "maaf Ta, itu bukan urusan lo."
Suasana begitu canggung. Raja begitu asyik memotong steak ayam yang tersaji di piringnya ; Bintang sibuk dengan iPhone miliknya ; Cinta terus menunduk menghindari pandangan Bu Saras yang menerkam. Sarapannya telah habis, Cinta merasa ada yang kurang dengan keluarga ini : Alexia Zulkarnsen. "Maaf Pak, Alexia kemana ya? Dari kemarin aku tidak melihatnya.
" Ehm." Bunda Saraswati berdehem keras, semua mata tertuju padanya. Dia menusuk daging dengan garpu yang runcing lalu melahap nya dengan begitu buas. Alisnya dinaikan sebelah, dengan sombongnya ia bertutur, "Diam. kamu hanya tamu di rumah ini. Apa yang jadi urusan kita bukan lah urusanmu."
"Kalo begitu, bolehkah aku tahu apa hubungan Pak Raja dengan Bunda Astuti? Kurasa itu adalah urusanku." Sebuah maneuver yang bagus dari Cinta tuk balas serangan Bu Saras yang ganas.
Raja Zulkarnsen mengelap saus barbecue yang hinggap dimulutnya, lalu menyilangkan sendok dan gapunya di meja. Wajahnya begitu gugup. Dia tersenyum pada Bintang. "Ka, kamu ke kampus gak hari ini?"
Bintang mengangguk.
"Kalo gitu, kamu anterin Cinta kembali ke rumahnya. Kasian, takutnya keluarganya nyariin."
"Siap Pah! " sahutnya.
Cinta kecewa, Raja Zulkarnsen yang terhormat tak menjawab pertanyaannya. Seolah-olah Raja sedang mengusir Cinta secara halus. Tak ambil pusing, ia pun ikut dengan Bintang meninggalkan istananya yang ternyata tak seindah kelihatannya.
****
"Sebentar! " Alwinn mememotong pembicaraan. Dahinya mengerenyit, otaknya yang sedikit lemot mencoba memproses kisah Cinta. "Jangan bilang kamu ngira, kamu anak haram Raja Zulkarnsen?"
Cinta tak bergeming. Ia mulai tertawa kecil," Ada ada saja kamu mah. Kebanyak nonton 'film' lo yah? " Cinta mulai menyindir.
"Lalu kenapa kamu mendadak sekali ingin jadi muridku di kelas cinta?" Alwinn semakin kepo.
Cinta berdiri dari bangku, dengan pandangan yang cerah ia berkata, "aku ingin Bunda Saras tahu siapa aku. Aku bakal buktikan padanya bahwa sosok gadis dari 'kasta pembantu' bisa menaklukan anaknya yang angkuh dari kasta atas."
Entah apa yang terjadi semalam, sosoknya berubah bagai Cinderella yang terkena sihir Ibu Peri. Tekanan mental yang menimpanya buat si culun jadi sosok yang mulai kiat. Cinta belum kelar dengan kisahnya yang dramatis, tapi Sang Berandal menempati janjinya. Alwinn mengeluarkan kelingkingnya lalu Cinta mengaitkannya. "Bagus, kamu jadi peserta ke-dua di kelas cinta. Tapi ada tiga syarat yang harus kamu penuhi...
" Apa itu? "
Alwinn hanya tersenyum manis padanya.
"Besok kita ketemu lagi di sini."
Roda mobil Mercy berputar dengan terstrukur, mengantarkan Bintang dan Cinta ke rumahnya yang berlokasi di Buah Batu. Bintang duduk dengan begitu indah, matanya menatap ke arah jendela yang mewah. Ia terus memandang jalanan Bandung yang padat di pagi hari. Mobil berderet-deret seperti semut-semut yang berburu gula, dan pejalan kaki bagai kuman-kuman kecil yang mencari eksistensi kehidupan. Cinta terus terdiam, bungkam. Hatinya masih bertanya-tanya tentang misteri kehidupannya."Ta..., " Bintang membuka pembicaraan. Dia mencondongkan badannya ke arah Cinta, lalu tangan kekarnya menggenggam jemari Cinta yang rapuh. Rona merah memancar dari pipi Cinta yang mulai bersemi. Dengan lembut Cinta bertanya, "apa?"Bintang menghela nafas panjang, Cinta mencium alunan nafasnya. Aroma mu
Demi Sang Bintang, Cinta memulai les tambahan setiap harinya. Di kala mahasiswa lain sudah pulang, Cinta duduk manis di ruangan kampus menunggu kelas Cinta di mulai. Jika kelas pagi itu asupan logika, maka kelas sore adalah pelajaran seni. Seni mencintai diri sendiri dan tentu saja : Bintang.Disebelahnya ada dua kroco-kroco Sang Berandal : Dian Cebol dan Bobo Gembul. Laksana seekor beruang Bobo tidur lelap di atas kursinya, setelah menyantap hampir satu lo yang pizza. Satu Slice masih tersisa di pangkuannya tapi tiada yang berani mengambilnya. Dian terus menatap Cinta dengan tatapan aneh. Seolah-olah dirinya lukisan Mona Lisa yang eksentrik."Kenapa sih, Ian?"Dian menggaruk-garuk janggut pendeknya lalu menggeleng-geleng kan kepala mungilnya, seolah tak percaya bahwa gadis secantik
"Kalo tahu plat nomornya, kenapa gak lapor ke polisi aja?" Sebuah pertanyaan masuk akal dari Cinta yang sedang hilang akal.Semesta sedang melakukan konspirasi bagi kehidupan Cinta. Bagaimana mungkin sosok Bintang yang teramat dicintainya adalah sosok buas yang menabrak ibu kandungnya hingga sekarat— sampai koma tujuh tahun. Seandainya betulan, pupus sudah kisah cintanya. Usia Cinta dan Bintang terpaut lima tahun. Saat Cinta masih dua belas, Bintang sudah tujuh belas. Sudah cukup umur teruntuk anak orang kaya membawa Mercy ke sekolahnya."Percuma Ta," ungkap Tante Agartha. "Hukum tak melihat siapa yang benar, tapi siapa yang berduit. Nilai dari manusia sudah bukan seberapa jujur mereka, tapi seberapa kaya hartanya."Cinta terdiam. Sabda
Cinta bicara dengan tegas, "aku akan ikut kontrak ini sampai selesai. Mencintai atau menghancurkan Bintang, itu urusan belakangan." "Bagus!" Alwinn mengacungkan dua jempolnya. "Sekarang ikuti perintahku!" "Kemana?" Alwinn hanya tersenyum ke arah Cinta. **** Gelap. Cinta penasaran kemana kah gerangan dia kan dibawa? Tangannya diikat, dan matanya ditutup blind fold, lalu yang paling mengherankan adalah bau pekat aroma mawar dan melati yang menusuk .Cinta curiga dirinya sedang di prank.
DELETE THIS BAB, DOUBLE BAB. THANK U 1000 dollars adalah hal yang kecil bagi Alexia Zulkarnsen yang digaji 5000 dollars sekali manggung, tapi dimata Cinta itu adalah gaji part-time nya selama setahun penuh. Ibarat ngasih pupuk sapi, dia memberinya pada Cinta secara cuma-cuma. "Gila tuh si Alexia, ngasih duit udah kayak ngasih permen sajah." Bathin Cinta menjerit melihatnya. "Kita belinya di Tanah Abang aja ya? Murah, sama bagus-bagus lagi." Merendah adalah cara Cinta menghargai kawannya, tapi di mata Alexia itu sebuah penghinaan. Alexia mengeluarkan segepok dollar dihadapan Cinta, tangan Cinta yang mungil gemetaran melihatnya. "Habiskan uang ini sekarang, nanti aku tambah lagi uangnya." Ngomongin duit sudah kayak ngomongin remahan gorengan. Begitulah orang tajir.
"Ta, lo gak kesambet kan?" Sebuah kata-kata dari seorang Bintang pada Cinta — yang telah matian-matian tampil cantik didepannya. Bintang hanya fokus pada layar handphonenya yang melihat grafik-grafik forex yang tidak menarik.Gaun indahnya diganti dengan sebuah kaos polos bergambar "I love banana" dibagikan dada. Seolah-olah dirinya hanyalah seekor monyet yang berharap kesempurnaan Cinta dari seekor manusia. Cinta merasa salah ketika terlahir dari kata yang salah."Lo, bisa pulang sendiri kan?" Sebuah kata-kata dari lelaki jantan yang telah menyakiti hatinya dengan kata-kata yang menyayat. Serba salah memang kalau jatuh hati dengan manusia good looking.
Cinta menyeka air matanya, "Winn, aku gagal ngedate dengan Bintang." Cinta menghela nafas, mencoba menenangkan jiwanya, "aku kayaknya udah gagal deh. Imej ku udah buruk banget."Kata-kata nya seolah dirinya telah maling ayam bahkan korupsi ber miliyar-miliyar."Jadi kamu tak menyerah buat dapetin Bintang?" Alexia menaikan sebelah alisnya, bibirnya ditarik ke samping. Dia begitu asyik rebahan sambil menyilangkan kaki. "Baguslah artinya kamu masih waras!""Mustahil!" jawab Cinta.Misteri melingkupi Cinta. "Must
Alexia Zulkarnsen adalah wanita yang liar bagai kuda, dan Bintang Zulkarnsen adalah sang singa yang congkak — dirinyalah yang paling gagah dan berkuasa. Rumahnya adalah istananya. Setelah dikubur penat, ini waktu Sang Bintang tuk istirahat.Di mata Bintang tengah malam bukanlah waktu yang tepat tuk berdansa dengan gadis secantik Cinderella, dimatanya itulah waktu terbaik tuk memanjakan dirinya, dan berdansa dengan alunan kehidupan yang seringnya—karena uang— berpijak padanya. Setelah asyik menenggelamkan tubuh kekarnya dalam hothbtub , Bintang mengangkat tubuhnya lalu pergi kitchen tuk memanjakan lidahnya yang keram."Mang Jaka, keluarkan lah 'pusaka' milikku!" Bintang menengadahkan tangannya. Memohon dengan manja.Mang Jaka ya
Dia adalah pedansa handal, bukan sekedar penguasa yang berkuasa di dunia. Tongkat panjangnya telah menembus dan menaklukan gadis-gadis cantik di penjuru kota London, Amsterdam hingga Frankfurt. Hanya saja dimata Pudjiastuti, Tuan Zulkarnsen hanyalah remahan rempeyek. Dasar gadis desa yang tak tahu citarasa lelaki berkelas. Kini, fotonya terekam — terlampar dalam sebuah bingkai yang tersimpan dalam gudang. Di atas koran bekas, dimana yang berkuasa sudah kadaluwarsa.Tuan Zulkarnsen duduk diatas kursi goyang, diayunkan oleh dewi-dewi angin yang menghantarkan kerinduan. Sementara di rumah sakit Pudjiastuti masih terpejam. Entah kapan dia bangun, entah siapa yang dia mimpikan, tapi sekarang nyonya tua itulah yang paling dirindukan oleh ayahnya Bintang.Karma oh karma. Sekarang Cinta lah yang menggilai Bintang, dan
Alexia Zulkarnsen adalah wanita yang liar bagai kuda, dan Bintang Zulkarnsen adalah sang singa yang congkak — dirinyalah yang paling gagah dan berkuasa. Rumahnya adalah istananya. Setelah dikubur penat, ini waktu Sang Bintang tuk istirahat.Di mata Bintang tengah malam bukanlah waktu yang tepat tuk berdansa dengan gadis secantik Cinderella, dimatanya itulah waktu terbaik tuk memanjakan dirinya, dan berdansa dengan alunan kehidupan yang seringnya—karena uang— berpijak padanya. Setelah asyik menenggelamkan tubuh kekarnya dalam hothbtub , Bintang mengangkat tubuhnya lalu pergi kitchen tuk memanjakan lidahnya yang keram."Mang Jaka, keluarkan lah 'pusaka' milikku!" Bintang menengadahkan tangannya. Memohon dengan manja.Mang Jaka ya
Cinta menyeka air matanya, "Winn, aku gagal ngedate dengan Bintang." Cinta menghela nafas, mencoba menenangkan jiwanya, "aku kayaknya udah gagal deh. Imej ku udah buruk banget."Kata-kata nya seolah dirinya telah maling ayam bahkan korupsi ber miliyar-miliyar."Jadi kamu tak menyerah buat dapetin Bintang?" Alexia menaikan sebelah alisnya, bibirnya ditarik ke samping. Dia begitu asyik rebahan sambil menyilangkan kaki. "Baguslah artinya kamu masih waras!""Mustahil!" jawab Cinta.Misteri melingkupi Cinta. "Must
"Ta, lo gak kesambet kan?" Sebuah kata-kata dari seorang Bintang pada Cinta — yang telah matian-matian tampil cantik didepannya. Bintang hanya fokus pada layar handphonenya yang melihat grafik-grafik forex yang tidak menarik.Gaun indahnya diganti dengan sebuah kaos polos bergambar "I love banana" dibagikan dada. Seolah-olah dirinya hanyalah seekor monyet yang berharap kesempurnaan Cinta dari seekor manusia. Cinta merasa salah ketika terlahir dari kata yang salah."Lo, bisa pulang sendiri kan?" Sebuah kata-kata dari lelaki jantan yang telah menyakiti hatinya dengan kata-kata yang menyayat. Serba salah memang kalau jatuh hati dengan manusia good looking.
DELETE THIS BAB, DOUBLE BAB. THANK U 1000 dollars adalah hal yang kecil bagi Alexia Zulkarnsen yang digaji 5000 dollars sekali manggung, tapi dimata Cinta itu adalah gaji part-time nya selama setahun penuh. Ibarat ngasih pupuk sapi, dia memberinya pada Cinta secara cuma-cuma. "Gila tuh si Alexia, ngasih duit udah kayak ngasih permen sajah." Bathin Cinta menjerit melihatnya. "Kita belinya di Tanah Abang aja ya? Murah, sama bagus-bagus lagi." Merendah adalah cara Cinta menghargai kawannya, tapi di mata Alexia itu sebuah penghinaan. Alexia mengeluarkan segepok dollar dihadapan Cinta, tangan Cinta yang mungil gemetaran melihatnya. "Habiskan uang ini sekarang, nanti aku tambah lagi uangnya." Ngomongin duit sudah kayak ngomongin remahan gorengan. Begitulah orang tajir.
Cinta bicara dengan tegas, "aku akan ikut kontrak ini sampai selesai. Mencintai atau menghancurkan Bintang, itu urusan belakangan." "Bagus!" Alwinn mengacungkan dua jempolnya. "Sekarang ikuti perintahku!" "Kemana?" Alwinn hanya tersenyum ke arah Cinta. **** Gelap. Cinta penasaran kemana kah gerangan dia kan dibawa? Tangannya diikat, dan matanya ditutup blind fold, lalu yang paling mengherankan adalah bau pekat aroma mawar dan melati yang menusuk .Cinta curiga dirinya sedang di prank.
"Kalo tahu plat nomornya, kenapa gak lapor ke polisi aja?" Sebuah pertanyaan masuk akal dari Cinta yang sedang hilang akal.Semesta sedang melakukan konspirasi bagi kehidupan Cinta. Bagaimana mungkin sosok Bintang yang teramat dicintainya adalah sosok buas yang menabrak ibu kandungnya hingga sekarat— sampai koma tujuh tahun. Seandainya betulan, pupus sudah kisah cintanya. Usia Cinta dan Bintang terpaut lima tahun. Saat Cinta masih dua belas, Bintang sudah tujuh belas. Sudah cukup umur teruntuk anak orang kaya membawa Mercy ke sekolahnya."Percuma Ta," ungkap Tante Agartha. "Hukum tak melihat siapa yang benar, tapi siapa yang berduit. Nilai dari manusia sudah bukan seberapa jujur mereka, tapi seberapa kaya hartanya."Cinta terdiam. Sabda
Demi Sang Bintang, Cinta memulai les tambahan setiap harinya. Di kala mahasiswa lain sudah pulang, Cinta duduk manis di ruangan kampus menunggu kelas Cinta di mulai. Jika kelas pagi itu asupan logika, maka kelas sore adalah pelajaran seni. Seni mencintai diri sendiri dan tentu saja : Bintang.Disebelahnya ada dua kroco-kroco Sang Berandal : Dian Cebol dan Bobo Gembul. Laksana seekor beruang Bobo tidur lelap di atas kursinya, setelah menyantap hampir satu lo yang pizza. Satu Slice masih tersisa di pangkuannya tapi tiada yang berani mengambilnya. Dian terus menatap Cinta dengan tatapan aneh. Seolah-olah dirinya lukisan Mona Lisa yang eksentrik."Kenapa sih, Ian?"Dian menggaruk-garuk janggut pendeknya lalu menggeleng-geleng kan kepala mungilnya, seolah tak percaya bahwa gadis secantik
Roda mobil Mercy berputar dengan terstrukur, mengantarkan Bintang dan Cinta ke rumahnya yang berlokasi di Buah Batu. Bintang duduk dengan begitu indah, matanya menatap ke arah jendela yang mewah. Ia terus memandang jalanan Bandung yang padat di pagi hari. Mobil berderet-deret seperti semut-semut yang berburu gula, dan pejalan kaki bagai kuman-kuman kecil yang mencari eksistensi kehidupan. Cinta terus terdiam, bungkam. Hatinya masih bertanya-tanya tentang misteri kehidupannya."Ta..., " Bintang membuka pembicaraan. Dia mencondongkan badannya ke arah Cinta, lalu tangan kekarnya menggenggam jemari Cinta yang rapuh. Rona merah memancar dari pipi Cinta yang mulai bersemi. Dengan lembut Cinta bertanya, "apa?"Bintang menghela nafas panjang, Cinta mencium alunan nafasnya. Aroma mu