Bagai lolos hati Zahra. Dia melakukan semua itu karena Raehan yang meminta. Dia melarang Zahra berdandan karena kecantikannya akan memikat seluruh klien laki-lakinya. Dia cemburu pada setiap laki-laki yang memandang istrinya saat mereka bersama. Mengapa sekarang berubah? Zahra semakin tergugu dengan Rehan yang sudah mengoyak seluruh baju yang dia kenakan.
***MEYYIS***
Zahra merasa sakit diseluruh tubuhnya. Tidak hanya bagian inti tubuhnya yang merasakan sakit tak terkira akibat pemaksaan itu. Namun lebih dari pada itu. Jiwanya juga merasa terkoyak karena pemaksaan itu. Dia telentang memandang langit-langit dengan tatapan kosong. Malam ini sungguh tidak ada keikhlasan dalam jiwanya. Tubuhnya sangat rapuh dan merasa gemetar dalam diam. Sedangkan Raehan sudah terlelap. Setelah beberapa saat, Zahra bangkit dan memunguti baju-bajunya yang sudah sobek di mana-mana. Dia beranjak mandi. Si bawah pancuran air wanita itu bercampur dengan air shower ya
Sebenarnya memang Zahra putri dari pengusaha terkenal. Saat ayahnya meninggal, Zahra masih berusia dua puluh tahun saat itu, kuliah semester lima. Dia harus menikah dengan Raehan satu tahun kemudian selepas dia lulus kuliah. Walau sempat mencicipi kerja hanya sekitar dua bulan.*Flash Back Off****Meyyis***“Cukup, Sayang! Tidak usah diteruskan. Pelan-pelan saja. Bukan aku tidak mau mendengarmu. Tubuh kamu sudah tidak bisa mentoleransi kesedihan itu. Cukup untuk hari ini. Aku mencintaimu dengan seluruh yang ada pada dirimu. Jika memang setelah menikah kau belum bisa melakukan kewajibanmu, aku akan bantu kamu untuk sembuh dari trauma.” Marc memeluk tubuh itu. Ya, tubuh tremor Zahra yang sudah tidak bisa mentoleransi semua kejadian yang dia terima. Penganiayaan dan penistaan yang dilakukan oleh Raehan membuatnya sangat takut.“Tapi ....” Zahra memotong kalimantnya karena telunjuk Marc berada
“Cepatlah mandi, sudah bau tahu!” canda Zahra. Marc hanya nyengir menunjukkan giginya yang memutih.“Marc!” Marc menoleh.“Ada apa?”“Mandi dulu, aku mau bicara.”***MEYYIS***Marc keluar dari kamar mandi dengan rambut yang m,asih basah. “Sudah jam setengah dua belas. Kamu tidak tidur, Sayang.” Ah, panggilan itu terdengar merdu. Marc sudah tidak sungkan lagi memanggil Zahra dengan sebutan sayang.“Aku mau ngomong sesuatu.” Marc masih kalungan handuk. Dia sesekali mengeringkan dengan handuknya itu. Mendengar Zahra akan bicara sesuatu, lelaki itu menghentikan aksinya. Ah, Marc memang sangat tampan. Zahra tidak munafik tergoda. Apalagi dengan bulu-bulu halus yang mulai nampak di sekitar rahangnya. Zahra memejamkan matanya untuk menetralkan pikirannya.“Iya ngomong aj
“Aku tidak peduli, yang menikah itu aku dan kamu bukan mereka.” Zahra menghangat hatinya, tapi juga sedih. Jika orang tua Marc tidak menyukainya itu berarti dia sebagai pemicu pertengkaran keduanya. Semoga saja orang tua Marc menyetujuinya. Mereka saling diam sampai beberapa menit.***Meyyis***Esok hari menjelang. Dunia terasa berpihak padanya Marc hari ini. Mentari dengan lembut bersinar, ketika Marc sudah rapi mau menuju masa depannya. Ya, hari ini dia akan mengurus sudat-surat yang sudah hilang selain itu pengantar nikah juga. Ya, sekarang adalah lima hari menjelang Idul Fitri. Marc berjanji, saat malam suci itu mereka sudah berstatus sebagai suami istri. Lelaki bule itu memang ingin menepati apa yang sudah keluar dari tenggorokanya. Baginya, menepati janji hukumnya wajib.“Ruben? Kalau kau sibuk, aku tidak memaksamu untuk mengantarkanku.” Ruben baru saja memarkirkan mobilnya ketika Marc sampai di basement
“Salah satunya karena Jelita. Jujur aku iri sama kamu. Baru beberapa minggu mengenal anak iu, dia langsung nempel. Aku mengenal Zahra sudah dari jaman SMP, Marc. Aku mendekati Jelita juga dari awal dia menjanda. Entahlah, aku merasa kasihan awalnya, berubah menjadi perasaan ingin melindungi.” Marc merasa tidak enak hati dia memandang ke arah Ruben sangat lekat.“Aku minta maaf, Ben. Karena aku datang jadi ....”***MEYYIS***Ruben tersenyum. Bukan karena ada Marc Zahra mampu mencintai. Tapi Marc yang pandai mengambil hati Jelita yang membuat Zahra akhirnya menerimanya. Bagi Zahra, Jelita adalah segalanya. Maka dari itu tidak heran jika Marc diterima oleh Zahra meskipun Zahra cinta atau tidak.“Terima kasih, Ben. Kau tidak membenciku.” Ruben tertawa renyah mendengar pernyataan Marc.“Hai kawan! Santai saja kali. Wanpaupun kau tida
“Pergi kamu dari sini! Kalau berani menyentuh Zahra lagi, akan aku potong tanganmu bahkan tanpa kau sadari jika tanganmu sudah hilang!” gertak Marc . Orang itu lantas pergi dan masih bernada ancaman mengacungkan tangannya.***Meyyis***“Sayang, maafkan aku terlambat datang.” Marc membelai kepala Zahra yang saat itu berbalut hanya ciput yang menutupi seluruh rambutnya. Marc melepaskan pelukkannya sesaat ketika Zahra sudah tenang. Dia menempelkan kedua telapak tangannya di pipi Zahra. Dengan lembut memandang mata wanita itu yang masih menyiratkan ketakutannya.“Sayang, itu siapa tadi?” Air mata Zahra tidak tahan menerobos. Marc menghapus dengan jempol kirinya.“Itu adalah Zoya. Dia mengira aku akan menggoda suaminya lagi. Dia juga menuduhku telah membuat suaminya bangkrut karena dendam sama dia. Padahal aku tidak tahu sama sekali, Marc.” Zahra tergugu. Marc tidak tega melihatn
Lelaki dengan rambut sedikit ikal itu tanpa pamrih melakukannya. Baginya kebahagiaan Zahra lebih baik. Sepertinya Zahra memang dikelilingi para cowok tangguh. Dia memang memiliki semua yang diidamkan cowok. Raehan mungkin masih tertutuphatinya untuk melihat kebaikan dari diri wanita itu.***MEYYIS***“Sialan! Mengapa Zahra selalu mendapatkan cowok-cowok yang tajir. Giliran aku rebut mesti jadi miskin. Gue tidak boleh kalah. Harus membuat lelaki bule itu menjauhinya, atau meninggalkannya selamanya. Aha, aku tahu ....” Zoya menjentikkan jarinya. Dia akan datang ke kantor suaminya untuk memanas-manasi suaminya. Dia sangat tahu, jika Raehan sebenarnya masih sangat cinta dengan Zahra. Hanya saja, karena tidak suka dengan anaknya maka dia menceraikan Zahra.Zoya langsung tancapgas menuju kantor suaminya. Dia datang dan bertemu dengan sekretaris suaminya. “Lina, suamiku ada!” Lina berbalik badan dan menyambut ke
“Kau tidak curiga, kalau dia yang membuat Marc urung menyuntikkan dana ke kita? Harusnya kita bikin sedikit pelajaran, agar dia tidak songong.” Raehan mulai terpengaruh. Lelaki itu terlihat mengeratkan rahangnya, sehingga Zaoya menjadi tersenyum tipis miring, penuh arti. Lagi-lagi dia mengeluarkan bisa racunnya untuk meracuni pikiran suaminya.***Meyyis***Raehan mencari tahu data tentang Marc. Dia sudah memulai, mengapa tidak melanjutkan? Raehan menghubungi kawannya yanga da di kantor KUA tersebut. Dia tahu jika Marc mendaftarkan diri lewat online sebuah pernikahan dan perempuannya atas nama Zahra mantan istrinya.“Fauzi, bisa ‘kan kau persulit dia?” ucap raehan.“Kenapa? Karena mantanmu begitu?” Oaran di seberang sana menebak.“Itu salah satunya. Tapi yang paling penting, dia yang urung menyuntikkan dana pada perusahaanku. Tenang saja, ada bonu
“Lo seharusnya membiarkan dia gue pukul. Gedeg banget gue lihat tampangnya yang sok alim tapi busuk dan bejat. Dia hanya menyulitkanmu, Marc. Aku tidak tahu apa tapi aku bersumpah tidak akan melepaskannya kalau kamu tidak bisa menikah tepat waktu.” Ruben sangat emosional dan ingin sekali meremukkan tulang-tulang manusia rendah itu. Ruben sambil berjalan terus saja mengomel untuk meluapkan segala macam amarahnya.***MEYYIS***“Ben, terima kasih sudah mengkhawatirkan pernikahanku dan Zahra. Aku bisa minta tolong Jason sahabatku untuk memenuhi surat yang di inginkan oleh dia.” Kini Marc lagi yang menyetir. Lelaki itu hanya ngedumel di samping Marc.“Sudah, nanti gantengnya ilang lho. Bule-bule luar suak orang Indo itu karena mereka ramah dan tidak mudah marah. Apa kamu tahu itu?” Ruben tertawa mendnegar celoteh dari Marc tersebut.“Termasuk kamu? Gue jijik banget bener sama o
“Aku berbuat baik dengan siapa pun, Brina. Kau yang kelewat baper. Bukan hanya kamu yang aku baikin, dengan Bu Rusda juga aku baikin. Lalu bagaimana bisa kau menuduhku memberi harapan palsu?” Fatih meninggalkannya masih sesenggukan. Dia setengah berlari menaiki tangga. Sedangkan Sabrina sangat kacau sekarang. Diva sendiri juga kacau saat melihat Fatih dan Sabrina ... ah, apa tadi? Berpelukan dan Fatih menerima saja. Terang saja, karena Sabrina begitu cantik. Demikian pikir Diva.***MEYYIS***Diva tengkurap di atas tempat tidur saat Fatih mulai masuk ke dalam kamar. Fatih tersenyum karena mengira Diva telah tidur seharian. Dia mendekat dan memeluk Diva. Tapi dia mengerutkan kening setelah tidak sengaja memegang pipinya basah.“Hai, istriku menangis? Kenapa? Aku tahu, kamu melihat Sabrina memelukku? Jangan cemburu ... dia ....” Fatih menghentikan kaliamtnya.“Lepaskan aku! M
Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”BAB CXVWANITA LAIN?Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”Gadis berkerudung lebar itu tersenyum. “Aku sengaja menu
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***MEYYIS***Hari ini sudah hampir satu bulan Diva dan Fatih di negeri piramida itu. Malam ini Fatih sudah bilang akan pulang terlambat. Sebenarnya Diva diajak, tapi dia tidak mau karena merasa lelah. Sepertinya sering bercinta bukan hanya memberikan efek bahagia saja, lebih dari itu maka efek lelah membuatnya hari ini tidak semangat untuk ikut. “Ya sudah, nanti akan aku kirim makanan saja ke rumah. I Love you, Sayang.”&nb
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***Meyyis***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke
“Kenapa? Laper, ya? Kita makan di luar saja.” Fatih menyuruh Diva mengenakan matel karena udara malam di sini dingin. Diva mengikuti arahan suaminya. Karena belum punya, dia memakai punya Fatih sehingga terlihat kedodoran.***MEYYIS***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke telinga kiri wanitanya, sehingga mereka melongo kemudian tertawa.“Success for you, don’t take too long to apply.” Diva memutar dan meninggalkan pemuda itu yang mematung. Fatih menepuk jidadnya. Dia setengah berlari mengejar sang istri. Wanita itu mende
Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.***Meyyis***Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.“Masih pusing?” Fatih membuka lemari es yang sempat dia bersihkan. Hanya ada mi instan di sana. Untuk mengganjal perut, mungkin mi isntan cukup menolong. Diva berbaring di sofa. Sedang Fatih langsung ke dapur. Bodo amat, pikir Diva. Dia merasakan pusing yang berkepanjangan. Wanita tomboy itu sudah pergi ek alam mimpi ketika Fatih menuang segelas susu untuknya. Fatih meletakkan susu tersebut kemudian menutup agar serangga kecil tidak mengotori.
Kenapa menatapku begitu? Baru nyadar kalau suamimu ganteng?”“Hem, narsis.”“Bukan narsis tapi percaya diri.”“Beda tipis.”“Kenapa? Emang aku nggak ganteng? Lebih ganteng mana aku dengan Marc marquez.”“Hem, gantengan kamu sedikit, banyakan dia.”“Oh, jadi gitu.” Fatih menggelitiki sang istri.***MEYYIS***Sore ini sudah siap sedia Diva dan Fatih akan bernagkat ke Mesir. Entah mengapa ada rasa yang tak biasa ketika akan meninggalkan Abi dan Umi. Diva berkali-kali membalikkan badan merasa berat meninggalkan mereka. Rasaanya sesak dan nyeri. “Kita akan kembali, Sayang. Paling lama dalam satu bulan.” Fatih berbisik kepada sang istri agar Diva lebih merelakan kepergiannya kali ini. Diva hanya mengangguk dan mengikuti Fatih. Mereka akhirnya mengud
Diva sudah tertidur. Puas Fatih memperhatikan sang istri. Dengkuran halus membuat dia mengangkat kepala sang istri kemudian tubuhnya untuk di baringkan ke atas ranjang dengan bantal sebagai pengganjal kepalanya. Lelaki itu kemudian tidur di sampingnya. “Selamat tidur, Bidadariku. Terima kasih kau sudah membuat aku menjadi suami seutuhnya. Semoga***Meyyis***Pagi ini Diva merasakan nyeri di bagian bawah pusarnya. Padahal nanti sore harus terbang bersama suaminya menuju ke Mesir untuk mengikutinya. Dia masih tidur di ranjangnya ketika suaminya sudah selesai mandi untuk salat Subuh. “Sayang, bangun dulu, yuk salat Subuh. Nanti kesiangan.” Fatih membuat Diva mengulat.“Boleh nggak, sih aku libur salat? Capek banget dan sakit.” Bekas jejak-jejak cinta yang Fatih buat membuat kulitnya memerah dan masih terasa sakit. Tapi yang lebih sakit bagian alat vitalnya.
“Mas,” ucap Diva.“Hem,”“Apa kamu kecewa, karena aku belum siap melakukan itu? Aku masih takut. Beri waktu aku sampai malam ini untuk meyakinkan diri.” Fatih membelai wajah Diva agar wanita itu lebih tennag bahwa lelakinya ini bisa menunggunya.***MEYYIS***Malam ini Diva sudah tampil cantik. Tentu saja Umi Fitri yang mendandaninya. Dia tersenyum malu-malu pada Fatih yang kali ini berada di ranjang mereka sedang membaca entah kitab apa? Fatih menghentikan aktivitasnya setelah melihat istrinya datang. Fatih menepuk tempat di sebelahnya. “Kamu selalu cantik, terima kasih sudah berusaha.” Satu kecupan mesra mendarat di kening Diva.“Aku akan mencoba, Mas. Aku sudah menjadi istrimu.” Fatih menangkup wajah istrinya. setelah menunggu beberapa hari, kini di malam yang syahdu Diva menyerahkan diri. Sesungguhnya, Fatih juga sangat takut. Baga