Lelaki dengan rambut sedikit ikal itu tanpa pamrih melakukannya. Baginya kebahagiaan Zahra lebih baik. Sepertinya Zahra memang dikelilingi para cowok tangguh. Dia memang memiliki semua yang diidamkan cowok. Raehan mungkin masih tertutuphatinya untuk melihat kebaikan dari diri wanita itu.
***MEYYIS***
“Sialan! Mengapa Zahra selalu mendapatkan cowok-cowok yang tajir. Giliran aku rebut mesti jadi miskin. Gue tidak boleh kalah. Harus membuat lelaki bule itu menjauhinya, atau meninggalkannya selamanya. Aha, aku tahu ....” Zoya menjentikkan jarinya. Dia akan datang ke kantor suaminya untuk memanas-manasi suaminya. Dia sangat tahu, jika Raehan sebenarnya masih sangat cinta dengan Zahra. Hanya saja, karena tidak suka dengan anaknya maka dia menceraikan Zahra.
Zoya langsung tancapgas menuju kantor suaminya. Dia datang dan bertemu dengan sekretaris suaminya. “Lina, suamiku ada!” Lina berbalik badan dan menyambut ke
“Kau tidak curiga, kalau dia yang membuat Marc urung menyuntikkan dana ke kita? Harusnya kita bikin sedikit pelajaran, agar dia tidak songong.” Raehan mulai terpengaruh. Lelaki itu terlihat mengeratkan rahangnya, sehingga Zaoya menjadi tersenyum tipis miring, penuh arti. Lagi-lagi dia mengeluarkan bisa racunnya untuk meracuni pikiran suaminya.***Meyyis***Raehan mencari tahu data tentang Marc. Dia sudah memulai, mengapa tidak melanjutkan? Raehan menghubungi kawannya yanga da di kantor KUA tersebut. Dia tahu jika Marc mendaftarkan diri lewat online sebuah pernikahan dan perempuannya atas nama Zahra mantan istrinya.“Fauzi, bisa ‘kan kau persulit dia?” ucap raehan.“Kenapa? Karena mantanmu begitu?” Oaran di seberang sana menebak.“Itu salah satunya. Tapi yang paling penting, dia yang urung menyuntikkan dana pada perusahaanku. Tenang saja, ada bonu
“Lo seharusnya membiarkan dia gue pukul. Gedeg banget gue lihat tampangnya yang sok alim tapi busuk dan bejat. Dia hanya menyulitkanmu, Marc. Aku tidak tahu apa tapi aku bersumpah tidak akan melepaskannya kalau kamu tidak bisa menikah tepat waktu.” Ruben sangat emosional dan ingin sekali meremukkan tulang-tulang manusia rendah itu. Ruben sambil berjalan terus saja mengomel untuk meluapkan segala macam amarahnya.***MEYYIS***“Ben, terima kasih sudah mengkhawatirkan pernikahanku dan Zahra. Aku bisa minta tolong Jason sahabatku untuk memenuhi surat yang di inginkan oleh dia.” Kini Marc lagi yang menyetir. Lelaki itu hanya ngedumel di samping Marc.“Sudah, nanti gantengnya ilang lho. Bule-bule luar suak orang Indo itu karena mereka ramah dan tidak mudah marah. Apa kamu tahu itu?” Ruben tertawa mendnegar celoteh dari Marc tersebut.“Termasuk kamu? Gue jijik banget bener sama o
Raehan memang sudah dibutakan pada istri barunya yang bernama Zoya. Kecantikannya rupanya membuatnya takluk bahkan nuraninya sudah mati. Marc dan Ruben sudah sampai di depan kamar Zahra. Kali ini ada dua polisi yang jaga karena memang lelaki itu menginginkan keselamatan untuk Zahra. Tidak seperti kemarin Zoya datang dan mengancam.***Meyyis***Jason langsung saja melakukan yang diminta oleh sahabatnya. Dia langsung ke kantor setingkat kecamatan. Sebenarnya surat-menyurat seperti itu dapat diakses secara online, tapi memang orang KUA itu mempersulit Marc atas perintah dari Raehan. Dari lubuk hati yang terdalam lelaki itu belum dapat move on dari Zahra. Hanya rasa gengsi yang menyulut jiwanya sehingga mendahulukan rasa benci dari pada nurani.Jason sudah mendapatkannya, sekaligus dengan stempel basah yang diinginkan oleh petugas itu. Jason memotret dokumen itu kemudian mengirimkan gambarnya kepada Marc. Ucap syukur menggem
“Masih diperiksa, Ma. Sepertinya nanti aku ngomong sama dokter agar dirawat dirumah saja. Ma, maafkan Marc belum sopan meminta sama mama. Lebaran kita mau menikah.” Zubaedah di seberangs ana terkejut. Walau sebenarnya dia berharap hal yang sama, namun tidak secepat itu.“Kamu serius, Nak?” Zubaedah tidak percaya dengan kabar yang dia dengar.***MEYYIS***“Tentu saja aku sangat serius, Ma. Aku mencintai Zahra, dia juga bersedia aku halalkan. Hanya saja, surat-menyuratnya masih kurang satu. Doakan bisa ya, Ma.” Marc meminta restu kepada sang calon mertua. Walau terkesan sangat tidak sopan, tapi ini darurat. Mungkin besok baru dia akan mengadakan acara lamaran. Dirinya sudah menyuruh beberapa kenalannya untuk menyiapkannya. Setelah malamnya lamaran, tiga hari kemudian dia akan menikahinya. Membayangkannya saja, membuat Marc sangat bahagia.“Tuan, Marc. Bisa Anda masuk sebenta
“Stop! Sudah, sudah ... perutku sakit karena tertawa. Kau bahagia, Sayang? Jangan kencang-kencang tertawanya. Ingat perutmu.” Zahra menghentikan tawanya berganti hanya tersenyum saja.“Duh, yang mau kawin! Haureux (Bahagianya). Sampai nggak lihat aku datang dari tadi dicuekin.”***Meyyis***Zahra terlihat bersemu merah. Sedangkan Marc terlihat kaget bahwa yang datang adalah Jason sahabatnya. Lelaki itu menghampiri Jason dan memeluk sahabatnya itu. Seperti tidak jumpa bertahun-tahun Marc memeluknya sangat erat. “Sudah jangan berlebihan. Lepasin gue kecekek ini.” Ya, tinggal beberapa bulan di Indonesia membuat Marc lebih bisa beradaptasi dengan bahasa gaul. Apalagi Jason yang bolak-balik ke Indonesia.“Ini dokumen yang lo minta.” Marc terlihat sangat terharu sehingga air mata menggantung di pelupuknya.“Za, jaga sahabat gue agar tidak n
“Awas saja ya, Zahra! Gue akan buat lo juga mengalami kemiskinan. Gedeg banget gue, dari dulu Lo selalu hidup enak. Jika lo mau inget dosa, gue adalah Lupita yang saat SMA dulu lo khianati.” Zoya mengomel dalam hati. Sebenarnya ada rahasia apa saat SMA? Apa yang dilakukan Zahra sehingga Zoya begitu dendam dengan Zahra?***MEYYIS***Esok hari sudah menjelang. Kini saatnya acara lamaran itu dilakukan. Surat menyurat sudah beres diurus oleh Ruben. Lelaki itu mengancam Fauzi akan memenjarakannya jika tidak meloloskan data milik Marc. Maka dari itu lelaki itu ketakutan dan meloloskan data milik Marc.“Zahra, kamu cantik banget.” Ibu Zubaedah yang memujinya. Zahra hampir tidak memiliki teman. Waktunya habis hanya untuk mengurus pekerjaan dan putrinya. Hari ini adalah lamaran resmi Marc kepada wanita itu. Lelaki berkebangsaan Prancis itu sudah turun dari mobil mewahnya dengan balutan tuxedo yang sangat elegan. Di bela
“Eh, kok mau ya? ‘Kan Zahra anaknya bisu. Nggak takut apa, kalau keturunannya juga nanti bisu.” Ibu yang baru saja bulang negatif tentang Jelita itu mendapatkan sorotan tajam dari yang lainnya.***Meyyis***“Kenapa? Bener ‘kan yang aku bilang? Nggak salah?” Wanita dengan gamis model kelelewar dan turban di kepalanya yang berwarna ungu dan kerlap-kerlip itu membela diri.“Heh, Bu baskoro! Kamu itu lah emang ngeselin banget kok. Kamu memang tidak salah. Tapi mulutmu itu seperti orang yang tidak sekolah. Pedes banget ngungkuli cabe bagong yang dari Dieng itu. Ya Allah.” Salah seorang komentar mengenai sikap dan ketidaksoanan dari wanita yang dipanggil Bu Baskoro tersebut, karena memang dia dari Jawa dan orang Jawa identik dengan memanggil nama suaminya jika sudah menikah.“Lho, salahe ono ngendi? Salahnya di mana? Bener to, kalau dia memang cacat?” Suara nya
“Ah, sebentar. Marc, kau tidak takut jika anak kita nanti cacat atau semacamnya?” Marc terdiam mendengar perkataan dari Zahra. Dia tidak percaya bahwa calon istrinya itu bisa berpikir demikian.***MEYYIS***Marc belum menjawab. Dia membuka pintu mobil. Suara dentuman terdengar. Sehingga Zahra dapat menduga jika lelaki itu keluar dari dalam mobil. “Sayang, kamu kok bisa berpikir demikian? Tuhan memberikan anugrah sama kita harus disyukuri. Bukankah memang harus begitu? Jangan berpikir hal yang negatif tentang rahmat Allah. Bukankah Allah akan memberikan sesuatu sesuai dengan prasangka hambanya?” Deg ... Zahra tersadar. Dia sudah mulai kufur dengan nikmat yang diberikan oleh Allah. Jelita adalah seluruh hidupnya. Walau pun dunia membuangnya, hanya dia yang akan menyayanginya sampai napas terakhir yang Tuhan titipkan.“Astagfirullah.” Zahra beristighfar menmyadari kekeliruannya.&n
“Aku berbuat baik dengan siapa pun, Brina. Kau yang kelewat baper. Bukan hanya kamu yang aku baikin, dengan Bu Rusda juga aku baikin. Lalu bagaimana bisa kau menuduhku memberi harapan palsu?” Fatih meninggalkannya masih sesenggukan. Dia setengah berlari menaiki tangga. Sedangkan Sabrina sangat kacau sekarang. Diva sendiri juga kacau saat melihat Fatih dan Sabrina ... ah, apa tadi? Berpelukan dan Fatih menerima saja. Terang saja, karena Sabrina begitu cantik. Demikian pikir Diva.***MEYYIS***Diva tengkurap di atas tempat tidur saat Fatih mulai masuk ke dalam kamar. Fatih tersenyum karena mengira Diva telah tidur seharian. Dia mendekat dan memeluk Diva. Tapi dia mengerutkan kening setelah tidak sengaja memegang pipinya basah.“Hai, istriku menangis? Kenapa? Aku tahu, kamu melihat Sabrina memelukku? Jangan cemburu ... dia ....” Fatih menghentikan kaliamtnya.“Lepaskan aku! M
Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”BAB CXVWANITA LAIN?Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”Gadis berkerudung lebar itu tersenyum. “Aku sengaja menu
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***MEYYIS***Hari ini sudah hampir satu bulan Diva dan Fatih di negeri piramida itu. Malam ini Fatih sudah bilang akan pulang terlambat. Sebenarnya Diva diajak, tapi dia tidak mau karena merasa lelah. Sepertinya sering bercinta bukan hanya memberikan efek bahagia saja, lebih dari itu maka efek lelah membuatnya hari ini tidak semangat untuk ikut. “Ya sudah, nanti akan aku kirim makanan saja ke rumah. I Love you, Sayang.”&nb
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***Meyyis***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke
“Kenapa? Laper, ya? Kita makan di luar saja.” Fatih menyuruh Diva mengenakan matel karena udara malam di sini dingin. Diva mengikuti arahan suaminya. Karena belum punya, dia memakai punya Fatih sehingga terlihat kedodoran.***MEYYIS***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke telinga kiri wanitanya, sehingga mereka melongo kemudian tertawa.“Success for you, don’t take too long to apply.” Diva memutar dan meninggalkan pemuda itu yang mematung. Fatih menepuk jidadnya. Dia setengah berlari mengejar sang istri. Wanita itu mende
Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.***Meyyis***Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.“Masih pusing?” Fatih membuka lemari es yang sempat dia bersihkan. Hanya ada mi instan di sana. Untuk mengganjal perut, mungkin mi isntan cukup menolong. Diva berbaring di sofa. Sedang Fatih langsung ke dapur. Bodo amat, pikir Diva. Dia merasakan pusing yang berkepanjangan. Wanita tomboy itu sudah pergi ek alam mimpi ketika Fatih menuang segelas susu untuknya. Fatih meletakkan susu tersebut kemudian menutup agar serangga kecil tidak mengotori.
Kenapa menatapku begitu? Baru nyadar kalau suamimu ganteng?”“Hem, narsis.”“Bukan narsis tapi percaya diri.”“Beda tipis.”“Kenapa? Emang aku nggak ganteng? Lebih ganteng mana aku dengan Marc marquez.”“Hem, gantengan kamu sedikit, banyakan dia.”“Oh, jadi gitu.” Fatih menggelitiki sang istri.***MEYYIS***Sore ini sudah siap sedia Diva dan Fatih akan bernagkat ke Mesir. Entah mengapa ada rasa yang tak biasa ketika akan meninggalkan Abi dan Umi. Diva berkali-kali membalikkan badan merasa berat meninggalkan mereka. Rasaanya sesak dan nyeri. “Kita akan kembali, Sayang. Paling lama dalam satu bulan.” Fatih berbisik kepada sang istri agar Diva lebih merelakan kepergiannya kali ini. Diva hanya mengangguk dan mengikuti Fatih. Mereka akhirnya mengud
Diva sudah tertidur. Puas Fatih memperhatikan sang istri. Dengkuran halus membuat dia mengangkat kepala sang istri kemudian tubuhnya untuk di baringkan ke atas ranjang dengan bantal sebagai pengganjal kepalanya. Lelaki itu kemudian tidur di sampingnya. “Selamat tidur, Bidadariku. Terima kasih kau sudah membuat aku menjadi suami seutuhnya. Semoga***Meyyis***Pagi ini Diva merasakan nyeri di bagian bawah pusarnya. Padahal nanti sore harus terbang bersama suaminya menuju ke Mesir untuk mengikutinya. Dia masih tidur di ranjangnya ketika suaminya sudah selesai mandi untuk salat Subuh. “Sayang, bangun dulu, yuk salat Subuh. Nanti kesiangan.” Fatih membuat Diva mengulat.“Boleh nggak, sih aku libur salat? Capek banget dan sakit.” Bekas jejak-jejak cinta yang Fatih buat membuat kulitnya memerah dan masih terasa sakit. Tapi yang lebih sakit bagian alat vitalnya.
“Mas,” ucap Diva.“Hem,”“Apa kamu kecewa, karena aku belum siap melakukan itu? Aku masih takut. Beri waktu aku sampai malam ini untuk meyakinkan diri.” Fatih membelai wajah Diva agar wanita itu lebih tennag bahwa lelakinya ini bisa menunggunya.***MEYYIS***Malam ini Diva sudah tampil cantik. Tentu saja Umi Fitri yang mendandaninya. Dia tersenyum malu-malu pada Fatih yang kali ini berada di ranjang mereka sedang membaca entah kitab apa? Fatih menghentikan aktivitasnya setelah melihat istrinya datang. Fatih menepuk tempat di sebelahnya. “Kamu selalu cantik, terima kasih sudah berusaha.” Satu kecupan mesra mendarat di kening Diva.“Aku akan mencoba, Mas. Aku sudah menjadi istrimu.” Fatih menangkup wajah istrinya. setelah menunggu beberapa hari, kini di malam yang syahdu Diva menyerahkan diri. Sesungguhnya, Fatih juga sangat takut. Baga